Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP DASAR PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk
secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase
eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain
faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan
cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain
diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor
tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan
penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga
pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit paru obstruksi kronik adalah
kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya
periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak
banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma
bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?.
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema
paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive
airway disease " dan "ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)”.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi fisiologi Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-
gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2
masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Pembagian
paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior,
Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus
satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh- pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.

Letak paru-paru.
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):

1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak. Pembuluh darah pada paru
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal
ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang
ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang
langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah
darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang
relatif kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium
kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel
kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai
ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan
jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan
udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler
menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok
yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung
02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis
dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda. Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan
paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa
hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara
sebanyak ± 5 liter
3.Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu
kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit,
Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan
tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit,
pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas


dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik
yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan
pernapasan. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir
hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut.

III. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik


adalah sebagai berikut;

Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai
beberapa alat tubuh, yaitu :
1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi
dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Patofisiologi

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas
bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis
akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau
produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit
dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan
terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan
menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi,
kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana
akan meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus.
Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus
akan meningkat.
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik
paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi
tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus)
tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk
emfisema, melainkan hanya sebagai "overinflation".
Patogenesis

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:

1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan


alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal
tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi
kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat
menjadi membesar.
2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali
kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk
membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada
pemeriksaan X ray.
4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk
ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan
nafas.

Tipe Emfisema

Terdapat tiga tipe dari emfisema :

1. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan


kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada
bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.
2. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus
dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut
centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.
3. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang
mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang
tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi
peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian
kanan) timbul.

Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding


alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.
Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi
pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara
alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat
alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs)
dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan
peningkatan ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya
kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi
penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema
dianggap normal sesuai

dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya
berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan
reversible akibat bronkospasme.

Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus,
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan
tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus
limfe.

IV. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-
faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

V. PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang


disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit
bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah
yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al,
1993).

VI. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:


1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan radiologist Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
1.Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
3.Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
4.Corakan paru yang bertambah.
5. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan
diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis.
Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan
harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap.
VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada


fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan


merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba.Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin
(amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B.
Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow
rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.
2.Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap C2
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
3. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6.Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan
bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi.

IX. KOMPLIKASI

1. Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari


55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.

2. Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia).


Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan


produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat
atau asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan


asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot
bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
BAB III
PENGKAJIAN KASUSS

FORMAT PENGKAJIAN ASKEP GERONTIK DITATANAN KLINIK


I. Pengkajian meliputi :
1) Identita pasien
Nama :Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur : 75 Tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SD
Alamat :Jln.Lumban Ratus Kec,Syarumah Tinggi
Tapanuli selatan
Ststus perkawinan : Sudah menikah
Suku bangsa : WNI
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruangan Rawat : Kutilang /Kelas 1 III
Dianosa medis : Dispnea PPOK
Tanggal Masuk : 24 November 2019
Tanggal Pengkajian : 26 November 2019
No. RM :13 41 61

2) Riwayat keperawatam/kesehatan
 Keluhan utama : Pasien mengatakan batuk selama 1 Bulan lebih,
tenggorokan terasa gatal, sesak napas,badan terasa panas, setiap
pagi pasien mual dan muntah.
 Riwayat kesehatan sekarang : Pasien mengatakan sesak napas
dan batuk
 Riwayat kesehatan masa lalu : Pasien pernah mengalami
penyakit seperti batuk-batuk dan sesak napas sebelumnya namun
keluarga hanya membawa pasien ke klinik pasien juga tidak
sembuh dari batuknya.
 Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada keluarga yang
mengalami penyakit ini.

3) Pengkajian pemeriksaan fisik (observasi, pengukuran, palpasi, perkusi,


auskultasi)
4) Pengkajian TTV
TD : 132/76 mmHg
Nadi : 87x/M
Suhu : 36 ºc
RR : 26x/M
 Head to toe
 kepala dan rambut
Kepala
 Bentuk : Simetris
 Ubun-ubun : Tidak teraba
 kulit kepala :Berminyak dan berketombe

Rambut
 Penyebaran dan keadaan rambut : Rambut tipis,berminyak dan
berketombe
 Bau : Berbau
 Kulit kepala : Berminyak dan kotor
Wajah
 Warna kulit : Sawo matang
 Struktur wajah :Lengkap

 Mata
 Kelengkapan dan kesimetrisan : Lengkap dan simetris
 Pelpebra : Tidak ada edema
 Konjungtifa dan sklera : Tidak ada peradangan
 Pupil : Mengecil
 Kornea dan iris : Gerakan bola mata normal
 visus : Pasien melihat dengan jelas
 hidung
 Tulang hidung dan posisi septumnasi : Normal
 Lubang hidung : Bersih
 Cuping hidung : Normal
 Telinga
 Bentuk telinga : Normal
 Ukuran telinga : Sedang
 Lubang telinga : Bersih tidak ada serumen
 Ketajaman pendengaran : dapat mendengar dengan jelas
 Mulut dan faring
 Keadaan bibir : Kering
 Keadaan gusi dan gigi : Tidak lengkap dan kotor
 Keadaan lidah : Kotor
 Leher
 Posisi trachea : Simetris
 Tyroid : Tidak ada pembesaran tiroid
 Suara : Tidak ada perubahan suara
 Kelenjar limfe : Tidak melakukan pengkajian
 Vena jugularis : Tidak ada pembesaran di vena jugularys
 Pemeriksaan Integumen
 Kebersihan :Bersih
 Kehangatan : Kulit terasa hangat
 Warna : Lembab
 Kelainan pada kulit : Kering dan keriput

 Sistem tubuh

5) Hasil pengkajian khusus


a. Masalah kesehatan kronis : Penyakit paru Obstruktif
b. Fungsi kognitif : Menurun
c. Status fungsional : Melemah
d. Status psikologis : Menurun
e. Dukungan keluarga : Keluarga sangan mendukung kesembuhan
dari pasiens
5) Riwayat pekerjaan dan status ekonomi :
 Pekerjaan saat ini : Tidak ada
 Pekerjaan sebelumnya : Ibu rumah tangga
 Sumber pendapatan : Dari suami dan anak-anaknya
 Kecukupan pendapatan : Terpenuhi
6) Aktivitas rekreasi
 Hobi : -
 Keanggotaan organisasi : Belum di lakukan pengkajian
 Lain-lain :-
7) Pola kebiasaan sehari-hari
 Frekuensi makan : 3x1/ hari
 Nafsu makan : Menurun
 Jenis makanan : Nasi,buah,sayur
 Kebiasaan sebelum makan : Berdoa dan cuci tangan
 Alergi makanan : Tidak ada alergi makanan
 Keluhan berhubungan dengan makanan : Tidak ada
8) Eliminasi
 BAK :
 Frekuensi dan waktu : 3-4x /hari
 Kebiasaan BAK pada malam hari :-Tidak ada
 Keluhan yang berhubungan dengan BAK : susah buang air
kecil
 BAB :
 Frekuensi dan waktu :1x/hari
 Konsistensi :keras padat
 Keluhan yang berhubungan dengan BAB : feses terasa
keras

9) Personal hygiene
 Mandi : 1x/hari
 Oral hygiene : kotor
 Cuci rambut : 1x/minggu
 Kuku dan tangan :kurang bersih
10) Istirahat dan tidur
 Lama tidur malam : 5 jam
 Tidur siang : Tidak teratur
 Keluhan yang berhubungan dengan tidur :
11) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
 Minum keras :-
 Ketergantungan pada obat :-

II. Diagnosa keperawatan dapat berupa (prioritas masalah)


 Keperawatan individu : - Ketidak efektifan pola napas
 Diagnosa keperawatan keluarga :
 Diagnosa keperawatan kelompok lansia : PPOK
III. Rencana tindakan
Tujuan tindakan keperawatan lansia di arahkan pada pemenuhan kebutuhan
dasar antara lain :
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
b. Peningkatan keamanan dan keselamatan
c. Pemeliharaan kebersihan diri
d. Pemeliharaan keseimbangan istirahat/tidur
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan :
 Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik
 Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan
 Kolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya
 Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat
Tterapy :
 Ondansetron
 Dexmetason
 Neb Ventoli
 Neb flixsotiden
 Fumandryl sirup
 Cetrizin
 Vit B Komplk

Analisa Data
No Data Masalah
1 DS : pasien mengatakan sesak dan Ketidak efektifan pola napas
batuk
DO : Pasien tampak sesak
RR : 26x/m

No. Hari/Tgl/Jam Diagnosa Tujuan Intervensi


Kep
1. Selasa,26 Ketidak -Menunjukkan -Memasang selang
November efektifan pola pernapasan oksigen
2019 pola napas efektif -TTV
-Menunjukkan -Pemberian terapi
tidak adanya Nebulezer
gangguan status -Mengatur
pernapasan ventilasi udara.
-TTV normal

IV. Implementasi

Waktu/Tgl No Dx Implementasi Evaluasi (SOAP)


Selasa,26 November Ketidak Memasang selang -S :Passien
2019 efektifan pola oksigen mengatakan
napas -TTV sesak napas
-Pemberian -O :Pasien
terapi Nebulezer tampak sesak
-Mengatur Td:110/70
ventilasi udara. P : 82x/menit
-A :Pola napas
inefektif
-P : Cek TTV
-Beri Oksigen
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari makalah ini adalah “Asuhan Keperawatan Pada Ny. R

Dengan Penyakit paru obstruktif kronis”

Makalah ini tidak dapat selesai tanpa ada bantuan dari pihak-pihak yang ikut

membantu demi terselesaikannya makalah ini. Dan saya juga mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Saya sebagai tim penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, November 2019

Penulis

Fifin Erdiyani Hura

Anda mungkin juga menyukai