Anda di halaman 1dari 27

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Paru


3.1.1 Anatomi Paru

Gambar 3. Anatomi Paru6

Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari lobus

superior, lobus medial, dan inferior dan paru-paru kiri yang terdiri dari lobus

superior dan inferior. Tiap lobus tersusun oleh segmen di mana paru kanan

memiliki 10 segmen dan paru kiri 9 segmen, yaitu:7

Paru kanan

 5 buah segmen pada lobus superior

 2 buah segmen pada lobus medial

 3 buah segmen pada lobus inferior

Paru kiri

 5 buah segmen pada lobus superior

 4 buah segmen pada lobus inferior

13
14

Tiap-tiap segmen tersebut masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang

disebut lobulus. Setiap paru-paru berbentuk kerucut dan memiliki:7

 Apeks, yang meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula

 Permukaan costae-vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada

 Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung

 Basis, yang terletak pada diafragma

Bronkus pada setiap sisi bercabang menjadi cabang-cabang utama, satu

untuk setiap lobus paru. Segmen pada daerah tersebut disuplai oleh cabang utama

bronkus, setiap segmen adalah unit mandiri dengan suplai darah sendiri. Di dalam

segmennya, cabang bronkus utama memecah menjadi cabang-cabang yang lebih

kecil dan tidak memiliki kartilago dalam dindingnya yaitu bronkiolus. Setiap

bronkiolus memecah menjadi lebih kecil sehingga sampai pada duktus alveolaris

yaitu cabang yang paling kecil. Setiap ujung duktus alveolaris terdapat kelompok-

kelompok alveoli tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida

selama pernafasan.6,7

Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura adalah

membran tipis transparan yang melapisi paru dalam dua lapis, yaitu:

 Pleura viseral, menutup permukaan paru

 Pleura parietal, melapisi bagian dalam pada dinding dada dan diafragma

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum

pleura. Ruang antara pleura normal jaraknya berkisar 18-20 µm dan terisi 10-20

ml cairan. Pada keadaan normal kavum pleura bersifat hampa udara sehingga

paru-paru dapat berkembang dan mengempis sewaktu bernafas dan juga terdapat

sedikit cairan eksudat yang berguna sebagai pelumas permukaan pleura untuk
15

menghindari pergesekan antara paru-paru dan dinding dada pada saat paru-paru

mengembang. Pleura parietalis tebalnya lebih rata dari pada pleura viseralis.

Pleura viseralis yang paling tipis terdapat pada bagian kranial sedangkan yang

paling tebal terdapat pada bagian caudal.6,7

Peredaran darah, limfe, dan persarafan paru berasal dari hilus paru,

terbentuk dari:

 Arteri pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam

paru-paru untuk diisi oksigen

 Vena pulmonalis, yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-

paru ke jantung

 Bronkhus, yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkial,

merupakan jalan udara utama

 Arteri bronkhialis, keluar dari aorta dan mengantarkan darah arteri ke

jaringan paru-paru

 Pembuluh limfe, yang masuk dan keluar paru-paru, berjumlah sangat

banyak

 Persarafan, paru-paru mendapat persarafan dari nervus vagus dan saraf

simpatis.

Pleura parietalis mendapat peredaran darah dari arteri intercostalis,

sedangkan pleura visceralis mendapat darah dari arteri bronchilais. Hanya pada

pleura parietalis didapatkan saraf sensorik, sedangkan pleura visceralis tidak

mengandung saraf sensorik. Persarafan pleura parietalis berasal dari nervus

intercostalis dan nervus phrenicus. Costa dan diafragma bagian tepi mendapat

saraf dari nervus intercostalis, dan nyeri dari daerah ini akan menjalar ke dinding
16

dada. Bagian tengah diafragma mendapat persyarafan dari nervus phrenicus

sehingga nyeri daerah ini menjalar ke pundak sisi yang sama.6,7

3.1.2 Fisiologi Paru


Paru-paru merupakan organ tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung-gelembung yang disebut alveoli. Gelembung-gelembung alveoli ini

terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Pada alveoli inilah proses pertukaran oksigen

(O2) dan dan karbondioksida (CO2) terjadi selama proses pernafasan, O2 masuk ke

dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.7

Sistem respirasi dibagi menjadi 2 menurut fungsinya yaitu pars konduktoria

(saluran napas) dan pars respiratoria. Pars konduktoria berfungsi menghantarkan

udara napas dari lingkungan sekitar masuk ke saluran napas. Pars konduktoria

terdiri dari cavum nasi, laring, trakea, bronkus primer, bronkus sekunder, bronkus

tersier, bronkiolus dan alveolus di bronkiolus terminalis pars respiratoria adalah

bagian sistem respirasi yang mampu melakukan proses difusi O2-CO2 di mulai

dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, saccus alveolaris, atrium dan

berakhir di alveolus.7,8

Mekanisme respirasi normal atau saat istirahat :

 Proses inspirasi

Rangsangan otomatis datang dari pusat pernafasan dorsal medula

oblongata. Sinyal dibawa oleh nervus splenikus ke diafragma, diafragma

berkontraksi, terjadi perluasan volume thorak & paru serta penurunan tekanan

intra thorak sehingga udara atmosfer mengalir masuk ke paru.

 Proses ekspirasi
17

Rangsang dari pusat pernafasan dorsal di medula oblongata dihentikan

oleh pusat pneumotaksik, di medula oblongata sinyal terhenti menyebabkan

diafragma relaksasi sehingga rongga thorak menyempit dan tekanan naik sehingga

udara keluar.7,8

Gambar 4. Fisiologis Paru9

3.2 Tuberkulosis
3.2.1 Definisi dan Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis kompleks. Penyakit ini menyerang paru manusia namun juga dapat

menyerang organ-organ lain. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus

atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini

berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm dan panjang 1 – 4 µm. Dinding M. tuberculosis

sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama

dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),

trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang

(C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan

dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan


18

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri

M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan

terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen

lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat

diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal. Saat ini telah dikenal

purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65

kDa yang memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi dalam

mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam

kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen

yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000

a, protein MTP 40 dan lain-lain.1,10

Cara penularan penyakit ini adalah:

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab.
19

 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Resiko penularan penyakit ini adalah:

 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

 Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia

bervariasi antara 1-3%.

 Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

positif.

Risiko menjadi sakit TB:

 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata

terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi

sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA

positif.
20

 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk).

 HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB

menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya

tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi

oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi

sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang

terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,

dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.1,11,12

3.2.2 Patofisiologi
3.2.2.1 Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut

sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana

saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan

kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).

Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional

dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah

satu nasib sebagai berikut:

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus).


21

3. Menyebar dengan cara :

 Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus

lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan

obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.

Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke

lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang

atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

 Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan

 Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan

dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat

imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup

gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis

Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat

tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.

Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh dengan

meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak

setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau meninggal.

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.1,10,11

3.2.2.2 Tuberkulosis Pasca-Primer

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian

tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post


22

primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk

dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk

tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat

menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,

yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus

inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib

sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

2. Sarang tadi mula-mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan

dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri

menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk

perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju

dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti

sklerotik). Nasib kaviti ini :

 Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang

pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di

atas

 Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi

mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
23

 Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed

cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya

mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan

menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).1,10,11

3.2.2.3 Stadium Patogenesis Tuberkulosis

Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil

respon imun seluler (cell mediated immunity) dan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat terhadap antigen kuman tuberkulosis. Perjalanan infeksi tuberkulosis

terjadi melalui 5 stage:11

Stage 1 : dimulai dari masuknya kuman tuberkulosis ke alveoli. Kuman akan

difagositosis oleh makrofag alveolar dan umunya dapat dihancurkan. Bila daya

bunuh makrofag rendah, kuman tuberkulosis akan berproliferasi dalam sitoplasma

dan menyebabkan lisis makrofag. Pada umunya pada stage ini tidak terjadi

pertumbuhan kuman.

Stage 2 : stage simbiosis, kuman tumbuh secara logaritmik dalam non-actived

makrofag yang gagal mendestruksi kuman tuberkulosis hingga makrofag hancur

dan kuman tuberkulosis difagositosis oleh makrofag lain yang masuk ke tempat

radang karena faktor kemotaksis komponen C5a dan monocyte chemoatractant

protein (MPC-1). Lama kelamaan makin banyak makrofag dan kuman

tuberkulosis yang berkumpul di tempat lesi.

Stage 3 : terjadi nekrosis kaseosa, jumlah kuman tuberkulosis menetap karena

pertumbuhannya dihambat oleh respon imun tubuh terhadap tuberculin-like

antigen. Pada stage ini delayed of hypersensitivity (DHT) merupakan respon imun

utama yang mampu menghancurkan makrofag yang berisi kuman. Respon ini
24

terbentuk 4-8 minggu dari saat infeksi. Dalam solid caseous center yang

dikelilingi non-actived macrofag. Pertumbuhan kuman TB secara logaritmik

terhenti, namun respon imun DHT ini menyebabkan perluasan caseous center dan

progresifitas penyakit. Kuman tuberkulosis masih dapat hidup dalam solid

caseous necrosis tapi tidak dapat berkembang biak karena keadaan anoksia,

penurunan pH dan adanya inhibitory fatty acid. Pada keadaan dorman ini

metabolisme kuman minimal sehingga tidak sensitif terhadap terapi. Caseous

necrosis ini merupakan reaksi DHT yang berasal dari limfosit T, khususnya T

sitotksik (Tc) yang melibatkan clotting factor, sitokin TNF-α, antigen reaktif,

nitrogen intermediate, kompleks antigen antibodi, komplemen dan produk-produk

yang dilepaskan kuman yang mati. Pada reaksi inflamasi, endotel vaskuler

menjadi aktif menghasilkan molekul-molekul adesi (ICAM-1,ELAM1, VCAM-

1), MHC class I dan II. Endotel yang aktif mampu mempersentasikan antigen

tuberkulin pada sel Tc sehingga menyebabkan jejas pada endotel dan memicu

kaskade koagulasi. Trombosis lokal menyebabkan iskemia dan nekrosis di dekat

jaringan.

Stage 4 : respon imun cell mediated immunity (CMI) memegang peran utama

dimana CMI akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu memfagositosis dan

menghancurkan kuman. Actived macrophage menyelimuti caseous necrosis untuk

mencegah terlepasnya kuman. Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan

makrofag untuk mehancurkan kuman hilang sehingga kuman dapat berkembang

biak di dalamnya dan selanjutnya akan dihancurkan oleh respon imun DHT,

sehingga caseous necrosis makin luas. Kuman tuberkulosis yang terlepas akan

masuk ke dalam kelenjar limfe trakeobronkial dan menyebar ke organ lain.


25

Stage 5 : terjadi likuifikasi caseous center dimana untuk pertama kalinya terjadi

multiplikasi kuman tuberkulosis ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar.

Respon imun CMI sering tidak mampu mengendalikannya. Dengan progresifitas

penyakit terjadi perlunakan caseous necrosis, membentuk kavitas dan erosi

dinding bronkus. Perlunakan ini disebabkan oleh enzim hidrolisis dan respon

DHT terhadap tuberkuloprotein, menyebabkan makrofag tidak dapat hidup dan

merupakan media pertumbuhan yang baik bagi kuman. Kuman tuberkulosis

masuk ke dalam cabang-cabang bronkus, menyebar ke bagian paru lain dan

jaringan sekitar.

3.2.3 Klasifikasi

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak , TBC Paru dibagi dalam :

1. Tuberkulosis Paru BTA Positif

 Sekurang-kurang 2 dari 3 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif

 1 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada

menujukkan gambar tuberkulosis aktif

2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto

rontgen dada menunjukkan gambar tuberkulosis aktif, TBC paru BTA Negatif

Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk

berat dan ringan. Bentuk berat bila gambar foto rontgen dada memperlihatkan

gambar kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced” atau millier)

dan/atau keadaan umum penderita buruk.


26

3. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang

persendian, kulit ,usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain TBC

ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit yaitu :

a. TBC Ekstra Paru Ringan

Misalnya TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral tulang

(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal

b. TBC Ekstra Paru Berat

Misal: meningtis, millier, perikarditis, peritionitis, pleuritis eksudativa

duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat

kelamin.

4. Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulisis dan telah dinyatakan sembuh kemudian kembali

lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.


27

c. Pindahan (Transfer in)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu Kabupaten

lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini Penderita pindahan

tersebut harus membawa surat rujukan atau pindahan.

d. Setelah lalai (Pengobatan setelah default / drop-out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhanti 2

bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita

tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Lain- lain

 Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan atau lebih).

 Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi

BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.1,10,11

3.2.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal

ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)

1. Gejala respiratorik

 Batuk lebih dari 2 minggu

 batuk darah

 sesak napas

 nyeri dada
28

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis

pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,

maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi

karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang

dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

 Demam

 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak

nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala

meningitis, pembengkakan tulang belakang pada spondilitis TBC, sementara pada

pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi

yang rongga pleuranya terdapat cairan. Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan

diagnosis kerja, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit

lain. Ketepatan diagnosis tergantung ketersediaan alat-alat diagnosis misalnya

peralatan rontgen, biopsi, sarana pemeriksaan patologi anatomi. Seorang penderita

TBC ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TBC paru, oleh karena itu

perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rantgen dada. Pemeriksaan ini

penting untuk penentuan paduan obat yang tepat.1,10,11


29

3.2.5 Alur Diagnostik

3.2.5.1 Diagnosis TB paru

 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan

lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

 Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas

penyakit.

o Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif:

 Bayangan berawan/ nodular di segmen apical dan posterior lobus atas

dan segmen superior lobus bawah paru.

 Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau

nodular.

 Bayangan bercak milier

 Efusi pleura

o Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif:

 Fibrotik terutama pada segmen apical atau posterior lobus atas dan

segmen superior lobus bawah.


30

 Kalsifikasi

 Penebalan pleura

 Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB

paru.1,10,13

3.2.5.2 Diagnosis TB ekstra paru

 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk

pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang

belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainnya.

 Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung

pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat

diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks

dan lain-lain.1,8,9,11

Gambar 5. Alur Diagnostik TB Paru1


31

3.2.5.3 Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun

pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan

indikasi sebagai berikut:

 Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB

paru BTA positif.

 Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,

efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis

berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).1,10,11,13

3.2.6 Penatalaksanaan
3.2.6.1 Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.14

3.2.6.2 Jenis OAT

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

 Rifampisin

 INH

 Pirazinamid
32

 Streptomisin

 Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

 Kanamisin

 Amikasin

 Kuinolon

 Obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

 Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

o Kapreomisin

o Sikloserino PAS (dulu tersedia)

o Derivat rifampisin dan INH

o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)13,14

3.2.6.3 Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


33

 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan10,13,14

3.2.6.4 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

 Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak

sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini

terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu

pasien.
34

Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket,

yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini

disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT

KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1)

masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan

TB:

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.10,13,14

Beberapa panduan OAT berdasarkan kategorinya:

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

 Pasien baru TB paru BTA positif.

 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

 Pasien TB ekstra paru


35

Tabel 2. Dosis Panduan OAT kategori 11

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

 Pasien kambuh

 Pasien gagal

 Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

Tabel 3. Dosis Panduan OAT Kategori 21

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).


36

Tabel 4. Dosis OAT Untuk Sisipan1

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida

(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan

kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut

jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu dapat juga

meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.1,10,13,14

3.3 Gambaran Radiologis TB


Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
a. Tuberkulosis Primer15

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga

paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak,

tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien

dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus

tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan

pada foto thorax.

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih

sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen

anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah

adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. .

Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin

timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura

melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis


37

bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun

atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer

tersembunyi dibelakangnya.

Gambar 6. Tuberkulosis Primer15

Gambar 7. Tuberkulosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar) pada foto
toraks PA dan lateral15
38

Gambar 8. Tuberkulosis disertai komplikasi pleuritis eksudatif dan atelektasis - Pleuritis


TB15

Gambar 9. Tuberkulosis Milier15

b. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi15


Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau

timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita

tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas

merupakan ciri dari tuberculosis sekunder.15


39

Gambar 10. Tuberkulosis dengan kavitas

Gambar 11. Fibrosis post TB Primer15

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas

dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru

yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis

sekunder jarang dijumpai.15

Anda mungkin juga menyukai