PENDAHULUAN
Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB) . Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB
menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme
basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah
atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir
seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar
getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena
yaitu paru .
3. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam jaringan-
jaringan dan CO2 di keluarkan ke udara (ekspirasi), yaitu stadium pertama dan stadium
kedua.
1. Stadium Pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-
gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena ada selisih
tekanan antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.
2. Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek yaitu:
a. Disfusi gas antara alveolus dan kapiler pzru-pzru (respirasi eksternal) serta antara
darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaianya dengan distribusi udara
dalam alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi internal
merupakan stadium akhir darirespirasi, dimana oksigen dioksida untuk mendapatkan
energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan keluarkan
oleh paru-paru.
d. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernapasan yang mencakup proses
pernapasan yang mencakup proses difusi gasgas melintasi membrane alveolus kapiler
yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 mm). kekuatan mendorong untuk pemindahan ini di
peroleh dari selisih tekanan persial antara darah dan fase gas.
e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antar alveolus dan kapiler paru-paru
yang membutuhkan distibusi merata dari udara dalam paru-paru yang membutuhkan
distribusi merata darinudara dalam paru-paru dan petfusi (aliran darah) dalam kapiler.
Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan
orang normal pada posisi tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi
hamper seimbang, kecuali pada apeks paru-paru.
C. Patofisiologi Tuberculosis Paru
Tuberkulosis paru atau TBC paru disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menular melalui aerosol dari membran mukosa paru-paru individu
yang telah terinfeksi. Ketika seseorang dengan TB paru yang aktif batuk, bersin, atau
meludah, droplet akan keluar ke udara bebas. Ketika terinhalasi oleh individu lain,
droplet infeksius akan terkumpul di paru-paru dan organisme akan berkembang dalam
waktu 2–12 minggu.
Kontak pertama bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan host dapat
menyebabkan infeksi tuberkulosis primer yang umumnya membentuk lesi tipikal TB,
yaitu kompleks Ghon. Kompleks Ghon merupakan granuloma epiteloid dengan nekrosis
kaseosa di bagian tengahnya. Lesi ini paling umum ditemukan dalam makrofag alveolar
dari bagian subpleura paru-paru. Lesi inisial dapat sembuh dengan sendirinya dan
infeksi menjadi laten. Fibrosis terjadi bila enzim hidrolitik melarutkan tuberkel dan lesi
dikelilingi oleh kapsul fibrosis. Nodul fibrokaseosa ini sering kali mengandung
mycobacteria dan berpotensi reaktivasi.
Ketika host tidak dapat menekan infeksi inisial, infeksi primer TB dapat berkembang
lebih lanjut, terutama di lobus tengah dan bawah dari paru-paru. Eksudat yang purulen
dan mengandung basil tahan asam (BTA) dapat ditemukan di sputum dan jaringan paru.
Namun, bila infeksi tuberkulosis dapat ditekan atau dilawan oleh sistem imun, infeksi
tuberkulosis dapat menjadi infeksi laten.
Individu dengan infeksi tuberkulosis laten tidak dapat menularkan bakteri tetapi
infeksi laten dapat teraktivasi bila host mengalami imunosupresi. Setelah itu, infeksi
akan menjadi infeksi tuberkulosis sekunder. Lesi tuberkulosis sekunder umumnya
berada di apeks paru-paru.
D. Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). * Pemeriksaan patologi anatomi
(PA).
d. Rontgen dada (thorax photo).
e. Uji tuberkulin.
a. Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
d. Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang
menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%,
4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada 1⁄2 bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau
pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
E. KLASIFIKASI TUBERCULOSIS
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara
patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
b. Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan
densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya
sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan
densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
d. Tuberkuloma
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu
lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah
suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu
virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin,
tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada
tomogram.
Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma
sering ditemukan sarang kapur.
Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak berusia 7
bulan dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan keduaparu.
Dan terdapat konsolidasi di lobus kanan atas
e. Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis
A. Penyembuhan
1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa apabila
diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.
Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di kedua
lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh -pembuluh darah besar di
kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan
menyerupai kantung celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang
mengelompok di apeks paru dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci).
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah
jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama.
Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-
garis atau bintik-bintik kapur.
Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk sputum.
2. TB post primer
1. NTM
2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur.
VII. Komplikasi
Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB
d. Meningitis Tuberkulosa
Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis dini sangat penting
untuk
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya hematogen.
Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement meningeal,
biasanya paling menonjol pada sisterna basal.
e. Tuberkulosis Parenkim
Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja dalam
parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan parietal.
f. Tuberkulosis Abdominal
Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru. CT
adalah andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan modalitas imaging
lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk menghindari salah
diagnose dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.7
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA