Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB) . Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB
menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme
basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah
atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir
seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar
getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena
yaitu paru .

Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan bakteriologis.
Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan gejala klinis, sehingga sulit
mendapatkan sputum untuk pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat melakukan
pemeriksaan sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman baru yang jumlahnya
paling sedikit 5000 kuman dalam satu mililiter dahak. Sebuah penelitian di San
Fransisco menyatakan bahwa 17% penderita TB memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh
karena itu, apabila diagnosis TB paru ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan
BTA (+), akan banyak penderita TB paru yang tidak terdiagnosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak
di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat
menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau
bicara.
Pengertian Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB
menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang
lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Werdhani, 2011). Tuberkulosis atau biasa disingkat
dengan TBC adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi kompleks
Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita
TBC kepada individu lain yang rentan (Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium
Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping, kurus, dan
tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk
lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang
bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan
(Ginanjar, 2010).
B. Anatomi dan Fisologi
Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian salauran penghantar
udara dari hidung hingga mencapai paru-parusendiri meliputi dua bagian yaitu saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah (Muhamad Ardiansyah,2012 : 291).
1. Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)
Saluran umum, fungsi utama dan saluran pernapasan atas adalah saluran udara (air
circulation) menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas, melindungi
(protecting) saluran napas bagian bawah dari benda asing, dan sebgai penghangat,
penyaring, serta pelembab (warning fibriation amd humidifiation) dari udara yang
dihirup hidung. Saluran pernapasan atas ini terdiri dari organ organ berikut:
a. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh
darah. Rongga inibersambung dengan lapisan faring dan selaput lender sinus yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung.
b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Nama
sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama tulang dimana organ itu berada.
Organ ini terdiri dari sinus frotalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus
maksilaris. fungsi dari sinus adalah untuk emmebantu menghangatkan dan
melembabkan udara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak sampai
persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang rawan krikoid. Oleh
karena itu letak faring di belakang laring (larynx pharyngeal).
d. Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan faring dan
columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas vetebrata servikals dan
masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat/disatukan oleh ligament dan membrane (Muhammad Ardiansyah, 2012: 291).
2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umuj saluran pernapasan bagian bawah terbagi
menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif atau yang seiring di sebut
sebagai percabangan dari trakeobronkialis. Saluran ini terdiri atas trakea. Bronki, dan
bronkioli. Kedua saluran respiratorius terminal (kadang kala disebut dengan acini) yang
merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalur
(Konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius terminal merupakan
pertukaran gas yang sesunggahnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari satuan
respiratorius terminal.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm. Organ ini
merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata torakalis kelima. Dari tempat
ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan yang disatukan bersama oleh
jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran sebelah belakang trakea . selain itu, trakea
juga memuat beberapa jaringan otot.
b.Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vetebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu membentang kebawah dan kesamping, kea rah tampuk paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkansebuah cabang utama lewat dibawah arteri, yang
disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan serta merentang di bawah
arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju ke lobus
atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabanglagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian menjadi lobus sementalis. Percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukuranya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolis
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkeolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya
dapat berubah. Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkhiolus terminalis
disebut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
c.Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan alveoli pada dindingnya.
Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh
dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli.
Lubang-lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara
melewati satu alveolus yang lain. Alveolus yang melapisi rongga toraks dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
d. Paru-Paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. ParuParu yang juga dilapisi
pleura. Didalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn.
Paru kanan dibagi atas tiga lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastic yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar, dan alveoli. Diperkirakan,
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli sehingga organ ini mempunyai
permukaan yang cukup luas sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.
e. Toraks, Diagfragma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh darah
besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada bagian atas toraks di daerah
leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi, yakni skaleneus dan
stenokleidomastoideus. Otot sklaneuas menaikan tulang iga pertama dan kedua selama
inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada. Otot
sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangkat sternum. Otot parasternal,
trapezius, dan pektoralisjuga merupakan otot untuk inspirasi tambahan yang berguna
untuk meningkatkan kerja napas. Diantara tulang iga terdapat ototinterkostal. Otot
interkostal eksternum adalah otot yang menggerakan tulang iga ke atas dan kedepan,
sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi, diagfragma
ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan ototdiagfragma (nervus frenikus) terdapat
pada tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu jika terjadi
kecelakaan pada saraf C3, maka ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi. Pleura
merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru.
Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yan melapisi rongga toraks dan
pleura visceral yang menutupi setiap,paru-paru. Di antara kedua pleura tersebut terdapat
cairan pleura menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus mencegah pemisah toraks dan
paruparu. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer,
sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika pleura bermasalah, misalnya
mengalami peradangan, maka udara cairan dapat masuk kedalam rongga pleura. Hal
tersebut dapat menyebabkan paruparu tertekan dan kolaps (Muhammad Ardiansyah,
2012 : 293)

3. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam jaringan-
jaringan dan CO2 di keluarkan ke udara (ekspirasi), yaitu stadium pertama dan stadium
kedua.
1. Stadium Pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-
gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena ada selisih
tekanan antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.

2. Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terdiri dari beberapa aspek yaitu:
a. Disfusi gas antara alveolus dan kapiler pzru-pzru (respirasi eksternal) serta antara
darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaianya dengan distribusi udara
dalam alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi internal
merupakan stadium akhir darirespirasi, dimana oksigen dioksida untuk mendapatkan
energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan keluarkan
oleh paru-paru.
d. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernapasan yang mencakup proses
pernapasan yang mencakup proses difusi gasgas melintasi membrane alveolus kapiler
yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 mm). kekuatan mendorong untuk pemindahan ini di
peroleh dari selisih tekanan persial antara darah dan fase gas.
e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antar alveolus dan kapiler paru-paru
yang membutuhkan distibusi merata dari udara dalam paru-paru yang membutuhkan
distribusi merata darinudara dalam paru-paru dan petfusi (aliran darah) dalam kapiler.
Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan
orang normal pada posisi tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi
hamper seimbang, kecuali pada apeks paru-paru.
C. Patofisiologi Tuberculosis Paru
Tuberkulosis paru atau TBC paru disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menular melalui aerosol dari membran mukosa paru-paru individu
yang telah terinfeksi. Ketika seseorang dengan TB paru yang aktif batuk, bersin, atau
meludah, droplet akan keluar ke udara bebas. Ketika terinhalasi oleh individu lain,
droplet infeksius akan terkumpul di paru-paru dan organisme akan berkembang dalam
waktu 2–12 minggu.
Kontak pertama bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan host dapat
menyebabkan infeksi tuberkulosis primer yang umumnya membentuk lesi tipikal TB,
yaitu kompleks Ghon. Kompleks Ghon merupakan granuloma epiteloid dengan nekrosis
kaseosa di bagian tengahnya. Lesi ini paling umum ditemukan dalam makrofag alveolar
dari bagian subpleura paru-paru. Lesi inisial dapat sembuh dengan sendirinya dan
infeksi menjadi laten. Fibrosis terjadi bila enzim hidrolitik melarutkan tuberkel dan lesi
dikelilingi oleh kapsul fibrosis. Nodul fibrokaseosa ini sering kali mengandung
mycobacteria dan berpotensi reaktivasi.
Ketika host tidak dapat menekan infeksi inisial, infeksi primer TB dapat berkembang
lebih lanjut, terutama di lobus tengah dan bawah dari paru-paru. Eksudat yang purulen
dan mengandung basil tahan asam (BTA) dapat ditemukan di sputum dan jaringan paru.
Namun, bila infeksi tuberkulosis dapat ditekan atau dilawan oleh sistem imun, infeksi
tuberkulosis dapat menjadi infeksi laten.
Individu dengan infeksi tuberkulosis laten tidak dapat menularkan bakteri tetapi
infeksi laten dapat teraktivasi bila host mengalami imunosupresi. Setelah itu, infeksi
akan menjadi infeksi tuberkulosis sekunder. Lesi tuberkulosis sekunder umumnya
berada di apeks paru-paru.
D. Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). * Pemeriksaan patologi anatomi
(PA).
d. Rontgen dada (thorax photo).
e. Uji tuberkulin.

a. Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS):
• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
• P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik
Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur
prosedur diagnostik untuk suspek TB paru pada lampiran

b. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif. (lihat bagan alur di lampiran 2)
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi
perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

c. Diagnosis TB Ekstra Paru


• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan
bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

d. Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang
menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%,
4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada 1⁄2 bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau
pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
E. KLASIFIKASI TUBERCULOSIS
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping
A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada TB


Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.


1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Catatan:
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

C. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)


Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau Kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara
patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI TUBERKULOSIS


i. Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru
Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama
pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB
paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan
gejala.
1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada
foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen
tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada tuberkulosis,
sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -kurangnya 10 minggu
setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang
terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas
penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan
hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses dan
tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto
terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan tidak
boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah suatu
keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi
tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik
khusus lainnya.
ii. Jenis proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri, tahan
nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu
ditambah proyeksi lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah
foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan suatu lesi di
apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-
45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan
klavikula.

iii. Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :


1. Tuberkulosis Primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling
sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa
terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB
primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan
kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering
terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus
atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati,
parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. . Pada paru bisa dijumpai
infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis
eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen.
Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke
dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian
luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
Tuber
culosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan
lateral

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB


2. Tuberkulosis Sekunder
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi
pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak
diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder7

Tuberculosis dengan cavitas


Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen
apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya
disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang
dijumpai.

a. Klasifikasi tuberkulosis sekunder


Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association
( ATA ).
1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada
dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang -sarang
yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas,
diameternya tidak melebihi 4
cm. Kalau bayangan sarang
tersebut berupa awan - awan
menjelma menjadi daerah
konsolidasi yang homogen,
luasnya tidak boleh melebihi 1
lobus paru .
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far
advanced tuberculosis ) : Luas
daerah yang dihinggapi sarang-
sarang lebih dari 1 paru atau
bila ada lubang -lubang, maka
diameter semua lubang
melebihi 4 cm.

b. Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan
densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya
sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan
densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

c. Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :


1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga
sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya menunjukan suatu proses
aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang
biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)
Tuberculosis dengan cavitas

Tuberculosis dengan kalsifikasi

d. Tuberkuloma
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu
lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah
suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu
virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin,
tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada
tomogram.
Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma
sering ditemukan sarang kapur.
Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak berusia 7
bulan dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan keduaparu.
Dan terdapat konsolidasi di lobus kanan atas
e. Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis
A. Penyembuhan
1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa apabila
diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.
Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di kedua
lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh -pembuluh darah besar di
kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan
menyerupai kantung celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang
mengelompok di apeks paru dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci).
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah
jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama.
Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-
garis atau bintik-bintik kapur.
Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk sputum.

f. Perburukan ( perluasan ) penyakit


1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran
hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura
bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila
jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada
penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB
paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT
Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar kepala
jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks,
tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut’ (Snow storm apperance).
Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak
/meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan
sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang
biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak
berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual
cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
g. Pemeriksaan laboratorium
 Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah
limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Anemia ringan, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun
 Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
 Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya menyatakan
apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae.

 Diagnosis banding TB paru secara radiologis


1. TB paru primer
 Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada TB paru primer,
pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan pada umumnya unilateral.
Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis
pembesaran KGB hilus bilateral,
 Infiltrat unilateral lapangan bawah paru
TB anak: Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena TB, pada
pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran KGB dan pada evaluasi foto
cepat terjadi resolusi TB dewasa : pneumonia non TB, karsinoma (bronchioloalveolar
cell ca), sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM)

2. TB post primer
1. NTM
2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur.

VII. Komplikasi
 Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
 Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB

a. Tuberkulosis pada tulang dan sendi


Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul
osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat
mengalami kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan
tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.

b. Tuberkulosis pada tulang panjang


Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang
pada foto roentgen terlihat sebagai lesi destruktif
berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batas-
batasnya tidak tegas tetaapi pada proses yang sudah
kronis batasnya menjadi tegas. Kadang-kadang
dengan sklerosis pada tepinya. Lesi cepat
menyebrangi epifisis dan selanjutkan mengenai sendi.
Proses dapat bermula pada epifisis tulang panjang.

c. Tuberkulosis pada tulang belakang


Frekuensi tuberculosis tulang yang paling ting adalah pada tulang belakang, biasanya di
daerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya pada korpus vertebra
dan proses dapat bermula di 3 tempat
 Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal
 Ditengah korpus, disebut tipe sentral
 Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal
Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi di sertai
adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut
timbul gibbus. Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan
diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya
adalah seperti pada tipe marginal

d. Meningitis Tuberkulosa
Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis dini sangat penting
untuk
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya hematogen.
Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement meningeal,
biasanya paling menonjol pada sisterna basal.

e. Tuberkulosis Parenkim
Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja dalam
parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan parietal. 

f. Tuberkulosis Abdominal
Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru.  CT
adalah andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan modalitas imaging
lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk menghindari salah
diagnose dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.7

BAB III
PENUTUP

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis (MTB) . Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB
menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme
basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Diagnosis Tuberkulosis dapat dilakukan dengan beberapa Tindakan radiologis yaitu :


a. Foto Thorax
b. CT – Scan

DAFTAR PUSTAKA

1. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. StatPearls Publishing. 2021.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
2. Bussi C, Gutierrez MG. Mycobacterium tuberculosis infection of host cells in space and
time. FEMS Microbiology Reviews. 2019 Jul;43(4):341-61.

3. Herchline T. Tuberculosis (TB). Medscape. 2020.


https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a1

4. International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public Health.


Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006

5. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai