Anda di halaman 1dari 23

GAMBAR ANATOMI

Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx,
trachea, bronkus, dan bronkiolus.
a. Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran
itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung
dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi.
Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding
lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale.
Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum
nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap
cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale.
Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang
berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat
saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus
cranialisolfaktorius. Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang
berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana
mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam
cavum nasi :
Lubang hidung
Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan
diantara concha media dan inferior
Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
Ductus nasolacrimale dibawah concha inferior pada bagian belakang, cavum nasi
membuka ke dalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.

b. Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring
merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
c. Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:cartilago yaitu
cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea.
Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os.
Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun.
Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya
ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat
beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.Membrana Tyroide mengubungkan
batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum
menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
d. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke
arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan
bawah.Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh
otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki
tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan
pori-pori kohn.
e. Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-
paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. Basis, Terletak pada diafragma.
Paru-paru juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru
kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru
kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh
jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial
venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-
paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

A. Defenisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan
radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium,
menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan gambaran infiltrat
sampai konsolidasi pada foto rontgen dada. Gejala/tanda tersebut antara lain, demam,
sesak napas, batuk dengan dahak purulen kadang disertai darah dan nyeri dada (Smeltzer
C Suzanne 2012).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-
kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat
sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh
tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal (Smeltzer C Suzanne 2012).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan mengganggu pertukaran gas setempat. Istilah
pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang
merupakan penyebab tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses
non infeksi (Smeltzer C Suzanne 2011)
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa
anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer
dan dapat juga akibat penyakit komplikasi. (A. Aziz Alimul : 2006).

B. Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan Klinis Dan Epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised. (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-
78)
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari
bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut,
dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan
paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu didahului
dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya,
karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru (Soeparman, dkk, 2011,
Hal 697).
3. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa
menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia akibat virus
sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan
kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan
berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu
bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut
dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua (S. A. Price, 2008,
Hal 804-814)
1. Berdasarkan Predileksi Infeksi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru.
Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada
bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh
dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu
menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi
terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super
infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar
penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka
macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh. (S. A. Price, 2008, Hal 804-
814)
Tipe pasien Pengkajian pasien Antibiotika empiris
Pasien rawat jalan Imunokomperen Makrolida, fluoroqulnolon atau
Diperkirakan terdapat
doksisiklin
S pneuminiae yang Amoksilin/klavulanat
Doksisiklin
resisten terhadap PCN
Aspirasi
Usia 18 sampai 40
tahun
Pasien rawat inap Bangsal medis umum Beta laktam dengan makrolida
ICU
atau fluoroquinolon sama seperti
Penyakit paru
Aspirasi anti-pseudomonas dengan
makrolida atau fluoroquinolon
dengan aminoglikosida
Fluoroquinolon dengan
klindamisin.

C. Etiologi Pneumonia
Pneumonia bisa diakibatkan adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan
kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak
tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia
berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat
yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang
jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu
Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari
lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :
2. Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gram-negatif
seperti : Steptococcus pneumonia (pneumokokus), Streptococcus piogenes,
Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.
3. Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-
pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial
pernapasan, hantavirus.
4. Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum.Selain
disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non
infeksi :
a. Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral
b. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap
kimia seperti berillium
c. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen
seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di
pabrik gula
d. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat
e. Pneumonia karena radiasi
f. Pneumonia dengan penyebab tak jelas.
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:
a. Virus sinsisial pernafasan
b. Adenovirus
c. Virus parainfluenza
d. Virus influenza
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :
a. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar.
b. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
c. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas
(ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis
kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai,
Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong
bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun. Selain faktor-faktor resiko diatas,
faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi resiko dari pneumonia :
a. Individu yang mengidap HIV
b. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang
c. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung
d. Karena muntah air akibat tenggelam
e. Bahan yang teraspirasi
Pneumonia paling sering diakibatkan oleh infeksi bakteri, virus, atau mikoplasma,
atau aspirasi benda asing. Organisme utama penyebab pnuemonia bakteri pada bayi
berusia kurang dari 3 bulan adalah streptococcus pneumonia, streptococcus grup A,
staphylococcus, basil gram-negatif, basil enterik, dan chlamydia. Pada anak-anak berusia
antara tiga bulan sampai 5 tahun, S. Pneumoniae, H. Influenzae (menurun sejak diberikan
vaksin), dan staphylococcus merupakan organisme umum penyebab pneumonia bakteri.
Pneumonia virus lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakteri. Penyebab paling
sering pneumonia virus pada bayi adalah RSV. Adeno associated virus, virus influenza
dan parainfluenza merupakan organisme yang biasanya menyebabkan pneumonia virus
pada anak-anak yang lebih besar. Pneumonia mikoplasma mirip dengan pneumonia virus,
kecuali bahwa organisme mycoplasma lebih besar dibandingkan virus. Pneumonia
mikoplasma terjadi lebih sering pada anak-anak berusia lebih dari 5 tahun (Mary E.
Muscari, 229).
D. Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernapasan
Nyeri pleuritik
Napas dangkal dan mendengkur
Takipnea
b. Bunyi napas diatas area yang mengalami konsolidasi
Mengecil, kemudian menjadi hilang
Krekels, rhonki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan deman 38,80C sampai 41,10C, delirium
e. Anoreksia, Malaise
f. Batuk kental produktif, Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
g. Gelisah, Sianosis
h. Dasar kuku kebiruan Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati.

E. Patofisiologi
Aspirasi mikroorganisme yang mengkolonisasi sekresi orofarinks merupakan rute
infeksi yang peling sering. Rute inokulasi lain meliputi inhalasi, penyebaran infeksi
melalui darah (hematogen) dari area infeksi yang jauh, penyebaran langsung dari tempat
penularan infeksi. Jalan napas atas merupakan garis pertahanan pertama terhadap infeksi,
tetapi, pembersihan mikroorganisme oleh air liur, ekspulsi mukosiliar, dan sekresi IgA
dapat terhambat oleh berbagai penyakit, penurunan imun, merokok, dan intubasi
endotrakeal.
Pertahanan jalan napas bawah meliputi batuk, refleks muntah, ekspulsi mukosiliar,
surfaktan, fagositosis makrofag dan polimorfonukleosit (PMN), dan imunitas selular dan
humoral. Pertahan ini dapat dihambat oleh penurunan kesadaran, merokok, produksi
mukus yang abnormal (mis, kistik fibrosis atau bronkitis kronis), penurunan imun,
intubasi dan tirah baring berkepanjangan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan
primer terhadap invasi saluran pernapasan bawah dan setiap harimembersihkan jalan
napas dari mikroorganisme yang teraspirasi tanpa menyebabkan inflamasi yang
bermakna. Bila jumlah atau virulensi mikroorganisme terlalu besar, maka makrofag akan
merekrut PMN dan memulai rangkaian inflamasi dengan pelepasan berbagai sitokin
termasuk leukotrien, faktor nekrosis tumor (TNF), interleukin, radikal oksigen, dan
protese.
Inflamasi tersebut menyebabkan pengisian alveolus mengalami ketidakcocokan
ventilasi/perfusi dan hipoksemia. Terjadi apoptosis sel-sel paru yang meluas, ini
membantu membasmi mikroorganisme intrasel seperti tuberkulosis atau klamidia, tetapi
juga turut andil dalam proses patologis kerusakan paru. Infeksi dan inflamasi dapat tetap
terlokalisir di paru atau dapat menyebabkan bakteremia yang mengakibatkan meningitis
atau endokarditis, sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic inflamatory response
syndrome, SIRS), dan/atau sepsis. Faktor virulensi dari berbagai mikroorganisme dapat
memengaruhi patofisiologi dan perjalanan klinis penyakit. Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) merupakan contoh yang sangat tepat.
F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misalnya: lobus dan bronkhial); dapat
juga menunjukan multipel abses/infiltrat, empiema (staphylococcus); penyebaran atau
lokasi infiltrat (bakterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral),
pneumonia mycoplasma chest X-ray mungkin bersih.
2. Analisis gas darah (analysis blood gasses-ABGs) dan pulse oximetry: abnormalitas
mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
3. Pewarna Gram/culture sputum dan darah: didapatkan dengan needly biopsy, apirasi
transtrakheal, fiberoptic bronchoscopy, ataubiopsi paru-paru terbuka untuk
mengeluarkan organisme penyabab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat
ditemukan, seperti diplococcus pneumonia, staphylococcus aureus, A. Hemolytic
streptococcus , dan hemophilus influenzae.
4. Periksa darah lengkap (complete blood count-): leukositosis biasanya timbul,
meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood coun-WBC) rendah pada infeksi
virus
5. Tes serologi : membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara
spesifik
6. LED: meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun,
hipoksemia
8. Elektrolit :sodium dan klorida mungkin rendah
9. Bilirubin mungkin meningkat

G. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
2. Pemberian oksigen tambahan
3. Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
4. Antibiotik sesuai dengan program
5. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
6. Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl
10 mEq/500 ml cairan infuse.

7. Obat-obatan :
a. Antibiotika berdasarkan etiologi.
b. Kortikosteroid bila banyak lender.
8. Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrassiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan
mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat
sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer
seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
a. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
b. Simptomatik terhadap batuk.
c. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
d. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan
broncodilator.
e. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat.
Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.

H. Komplikasi
Kadang-kadang pneumonia berperan penting dalam penambahan masalah medis
yang disebut komplikasi. Komplikasi yang penting sering disebabkan oleh pneumonia
karena bekteri daripada virus. Komplikasi yang penting meliputi :
1. Gagal napas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia sering
kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernapas
tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat
membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif, dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan
untuk membantu pernapasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh
pencetus akut respiratory distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan
respons inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara
untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis
terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui
sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptococcus
pneumonia merupakan salah satu penyebabkan individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka membutuhkan cairan
infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak
turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung
diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
2. Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura)cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan selang
pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak
dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses.
Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT
scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung
beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru,
tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.

Asuhan Keperawatan Pneumonia


A. Pengkajian
a. Identitas.
Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register
dan dx.medis.
b. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon verbal klien.
c. Keluhan utama : Sesak napas
d. Riwayat penyakit sekarang : Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama
beberapa hari, kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak
besar ) kadang-kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensiaddomen
dan kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
e. Riwayat Kesehatan
1. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2. Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi
4. Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5. Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal,
gelisah, sianosis.
f. Tanda-tanda Vital :
1. Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis.
2. Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi, sistem
konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.
3. Respiratory rate
4. Suhu
g. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : wajah terlihat pucat, lemas, banyak keringat, sesak, Adanya PCH,
Adanya tachipne, dyspnea, Sianosis sirkumoral, Distensi abdomen, Batuk : Non
produktif produktif.
Nyeri dada
2. Palpasi : denyut nadi meningkat, turgor kulit menurun, Fremitus raba meningkat
disisi yang sakit, Hati mungkin membesar
3. Auslkutasi : terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, takikardia.
4. Perkusi : pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
Pengkajian yang bisa dilakukan pada pasien dengan pneumonia adalah :
a. Aktivitas istirahat :
Gejala : kelemahan, kelelahan, Insomnia.
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya GJK kronis.
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan / pucat.
c. Integritas ego
Gejala : banyaknya stressor/ masalah finansial
d. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual muntah, riwayat diabetes mellitus.
Tanda : distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan turgor buruk.,
Penampilan kalkeksia (malnutrisi).
e. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung)
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada
subternal (influenza), mialgia, artralgia
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umunya tidur pada posisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
g. Pernafasan
Gejala : riwayat adanya ISK kronik, PPOM, merokok sigaret, takipnea, dipsnea
progesif, pernafasan dangkal, penggunaan obat aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : sputum : merah muda, berkarat, atau purulen.
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi.
Fremitus : taktil dan vocal bertahap dengan konsolidasi.
Gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat, atau nafas bronchial.
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
h. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan system imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid
ataukemoterapi, institusionalisasi, ketidak mampuan umum, demam
(misalnya 38,5-39,6 0C)
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada
kasus rubeola atau varisela.

B. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

C. Intervensi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum, ditandai dengan:
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
Bunyi nafas tak normal.
Dispnea, sianosis
Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
Batuk teratasi, Nafas normal
Bunyi nafas bersih
Tidak terjadi Sianosis
Intervensi:
1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas.
Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
4. Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor
yang tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5. Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik.
Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret,
analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya
batuk/menekan pernafasan

Dx 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen


darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan:
Dispnea, sianosis
Takikardia
Gelisah/perubahan mental
Hipoksia
Tujuan : gangguan gas teratasi
Kriteria hasil :
Tidak nampak sianosis
Nafas normal
Tidak terjadi sesak
Tidak terjadi hipoksia
Klien tampak tenang

Intervensi
1. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer
(kuku) atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3. Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
4. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran secret
untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
5. Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.

Dx 3 : Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan


ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit
kronis, malnutrisi.
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
Waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat
Penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
1. Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
2. Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.

3. Batasi pengunjung sesuai indikasi


Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
4. Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan
nutrisiadekuat.
Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic
Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal
penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.

Dx 4 :Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen ditandai dengan:
Dispnea
Takikardia
Sianosis
Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil :
Nafas normal
Sianosis tidak terjadi
Irama jantung normal
Intervensi
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
interan.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

Dx 5 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai


dengan:
Nyeri dada
Sakit kepala
Gelisah
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dada teratasi
Sakit kepala terkontrol
Tampak tenang
Intervensi:
1. Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila
alas an lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
4. Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat
keefektifan upaya batuk.
5. Kolaborasi : Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan
mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.

Dx 6 : Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses inflamasi
Tujuan:
Nutrisi tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
Pasien mempertahankan meningkat BB
Intervensi :
1. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri.
Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
2. Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini
3. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang)
makanan yang menarik oleh pasien.
Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali.
4. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.

Dx 7 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut, penurunan
masukan oral.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual
yang tepat misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi :
1. Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang, takikardia.
Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkat laju metabolik dan
kehilangan cairan untuk evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran
mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.
3. Catat laporan mual/muntah
Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral
4. Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan
cairan. Ukur berat badan sesuai indikasi.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan keseluruhan
penggantian.
5. Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual
Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.
6. Kolaborasi : Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan
7. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan
penggunaan dapat memperbaiki/mencegah kekurangan
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Respirasi. Jakarta :
Salemba Medika
Marilynn E. Doenges Mary france Moorhouse. Alice C. Geissler. 2005. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
NANDA NIC-NOC, Diagnosa Keperawatan NANDA 2015. Prima Medika
Smeltzer C Suzanne 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarths,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer C Suzanne 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarths,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai