PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
gangguan tidur, depresi, cemas, rasa lelah, disfungsi seksual hingga kematian
(Schalek, 2015).
prevalensi terjadinya Rhinosinusitis sebanyak 3,4% pada pria dan 5,7% pada
Data DEPKES RI 2003, penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-
25 dari 50 dari penyakit yang sering dijumpai atau sekitar 102.817 penderita rawat
jalan di rumah sakit. Data Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan bahwa jumlah pasien rinologi sebesar 435 orang
Rokok mengandung lebih dari 7000 senyawa kimia diantaranya nikotin, tar,
carbonmonoksida (CO), dan timbal. Saat senyawa kimia tersebut masuk kedalam
tubuh, mereka akan menyebabkan kerusakan. Senyawa kimia dalam rokok dapat
1
mencapai paru dengan cepat saat dihirup, lalu akan memasuki pembuluh darah
dan mengikutialiran darah. Darah yang mengandung senyawa kimia ini dibawa ke
jaringan tubuh mulai dari paru, pembuluh darah, organ lainnya, dan pada akhirnya
di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima juta orang setiap
tahunnya. Jika hal ini berlanjut, diperkirakan terjadi 10 juta kematian akibat rokok
Asean Tobacco Control Report Card tahun 2008 melaporkan ada 124,69
aktif di Indonesia berdasarkan usia adalah 5-9 tahun (1,7%), 10-14 tahun (17,5%),
15-19 tahun (43,3%), dan 20-24 tahun (14,6%) (World Health Organization,
2012).
2. RUMUSAN MASALAH
2
3. TUJUAN
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pre operasi, intra operasi, post operasi
RSUS Tangerang.
Tangerang.
4. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I: Pendahuluan
3
yang menunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis dan konsep asuhan
Bab ini berisi mengenai kesamaan dan penyimpangan atau perbedaan antara
5. Bab V: Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil tindakan keperawatan dalam rangka
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus
paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung,
sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi nasi,
rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis (Rosendfeld dkk, 2015;
atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti
oleh infeksi bakter. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu :
Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut
dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi
didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna
untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada.
Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat
bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena
merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar,
sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan
silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi
gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus
1. ANATOMI
Sinus paranasal adalah rongga berisi udara yang berbatasan langsung dengan
rongga hidung. Bagian lateralnya merupakan sinus maksila (antrum) dan sel-sel dari
sinus etmoid, sebelah kranial adalah sinus frontal, dan sebelah dorsal adalah sinus
sphenoid. Sinus sphenoid terletak tepat di depan klivus dan atap nasofaring.
Sinus paranasal juga dilapisi dengan epitel berambut-getar. Lendir yang dibentuk di
dalam sinus paranasal dialirkan ke dalam meatus nasalis. Alirannya dimulai dari sinus
frontal, sel etmoid anterior, dan sinus maksila kemudian masuk ke meatus-medius.
6
Sedangkan aliran dari sel etmoid posterior dan sinus sfenoid masuk ke meatus superior.
Aliran yang menuju ke dalam meatus inferior hanya masuk melalui duktus
nasolakrimalis. Secara klinis, bagian yang penting ialah bagian depan-tengah meatus
medius yang sempit, yang disebut kompleks ostiomeatal. Daerah ini penting karena
hampir semua lubang saluran dari sinus paranasal terdapat di sana. (Ballenger, 2016).
Pada saat lahir, sinus paranasal belum terbentuk, kecuali beberapa sel etmoid.
Kemudian baru pada sekitar umur dua belas tahun, semua sinus paranasal terbentuk
secara lengkap. Kadang-kadang, salah satu dari sinus frontal tidak terbentuk. Bagian
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai dari pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan
sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid sudah ada sejak saat bayi lahir, sedangkan
sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih
8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
a. Sinus Maksila
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore merupakan sinus paranasal terbesar.
Dasar sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan palatum durum.
7
Dinding anteriornya berhadapan dengan fosa kanina.
Gigi premolar ke dua, gigi molar pertama dan ke dua tumbuh dekat dengan dasar
sinus dan hanya dipisahkan oleh membran mukosa, sehingga proses supuratif di
sekitar gigi tersebut dapat menjalar ke mukosa sinus. Silia sinus maksila
alveolar superior anterior dan posterior. Inervasi mukosa sinus maksila dilayani
(Ballenger, 2016)
b. Sinus Etmoid
Sinus etmoid terdiri dari sel etmoid anterior yang bermuara ke infundibulum di
meatus media dan sel etmoid posterior yang bermuara ke meatus superior
(Ballenger,2016)
8
Cabang nasal a. sfenopalatina dan a. etmoid anterior dan posterior, cabang a.
oftalmika dari sistem karotis interna melayani sinus etmoid dan aliran venanya
menuju sinus kavernosus. Inervasi 10 dilayani oleh cabang nasal posterior nervus
c. Sinus Sfenoid
pada usia dewasa awal. Struktur penting yang terletak dekat dengan sinus ini
yaitu n.optikus dan kelenjar hipofisis yang terletak di atas sinus, pons serebri di
9
Perdarahan dilayani oleh cabang a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior.
d. Sinus Frontal
Sinus frontal merupakan pneumatisasi superior os frontal oleh sel etmoid anterior.
2. FISIOLOGI
dari a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan
dinding lateral hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan
cabang a. etmoid posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area olfaktorius.
hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran infeksi
10
Persarafan hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksila
vaskuler dan sekresi hidung berperan penting dalam mempersiapkan udara inspirasi
sebelum masuk ke saluran napas atas dan trakeobronkial (Metson, 2005; Krouse dan
Stachler, 2006; Walsh dan Kern, 2006). Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum
dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai
nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung mengadakan kontak
dengan permukaan mukosa 7 hidung yang luas (Dhillon dan East, 1999). Aliran
tetapi juga fungsi proteksi (Krouse dan Stachler, 2006; Walsh dan Kern, 2006)
Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai
kompleks ostiomeatal, transpor mukosilia dan produksi mukus yang normal. Faktor
yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah patensi KOM,
fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM
memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta
bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung pada karakteristik silia yaitu
11
struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung
C. ETIOLOGI
1. Infeksi virusSinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak
berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem
6. Tonsilitis yg kronik
12
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
2. Alergi
D. PATOFISIOLOGI
Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan kelancaran
mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan di daerah KOM seperti
peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase
sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum,
konka bulosa atau hipertrofi konka 13 media, maka celah yang sempit itu akan bertambah
sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya (Johnson dan Rosen, 2014).
Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM, berperan
penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa di tempat ini berdekatan satu
sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat lebih efektif karena silia
bekerja dari dua sisi atau lebih. Apabila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan
saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka
akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Gangguan ventilasi
akan menyebabkan penurunan pH dalam sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang
diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh
13
kuman patogen. Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi
dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator seperti vasoactive amine, proteases,
arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide dan lainlain. Hal tersebut
mukosiliar yang mengakibatkan stagnasi mukus dan menyebabkan bakteri semakin mudah
untuk berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan kembali terjadi (Johnson dan Rosen, 2014).
Bakteri dapat berkembang menjadi kuman patogen bila lingkungannya sesuai. Bila
sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga bakteri
anaerob akan berkembang baik. Bakteri juga akan memproduksi toksin yang akan merusak
silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau
terbentuk polip dan kista. Kuman di dalam sinus 14 dapat berasal dari rongga hidung
sebelum ostium tertutup ataupun merupakan kuman komensal di dalam rongga sinus.
Virus dan bakteri yang masuk ke dalam mukosa akan menembus ke dalam submukosa,
yang diikuti adanya infiltrasi sel polimorfonuklear, sel mast dan limfosit, kemudian akan
diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti histamin dan prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan
terjadilah udema di submukosa. Faktor predisposisi lain terjadinya rinosinusitis antara lain
kelainan anatomi, seperti septum deviasi, hipertrofi konka, dan rinitis alergi (Johnson dan
Rosen, 2014).
Polip bukan hanya edema mukosa yang sederhana, tetapi mukosa dengan bentuk
menyerupai anggur, lembut, permukaan mulus, bebas bergerak yang dapat terlihat pada
pemeriksaan rinoskopi anterior. Polip tumbuh dari dinding lateral hidung dan visualisasi
terbaik di dapatkan dengan endoskopi ketika polip terbatas pada meatus superior dan
meatus media. Polip inflamasi seringkali bilateral tetapi bisa unilateral. Penyebab dan
hubungan polip nasi dengan RSK masih banyak diperdebatkan. Polip terbentuk dari
14
infeksi kemudian terjadi infiltrasi eosinophil mukosa hidung sebagai respon terhadap
menyebabkan stasisnya sekresi dan superinfeksi bakteri. 85% dari RSK dengan polip nasi
memiliki eosinofil sebagai sel inflamasi yang predominan. RSK dengan polip nasi juga
asma intrinsik, primary ciliary dyskinesia dan kistik fibrosis (Woodworth dan Schlosser,
2016).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore
5 . Sinusitis Kronis
sering demam.
15
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus
medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak
4. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi
bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding
5. X Foto sinusparanasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteror anterior dan
Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara
bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian
rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat
adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk
menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan
etmoid.
6. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber
masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak :
16
penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu
atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus
kronik).
G. KOMPLIKASI
akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat
Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
17
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan
2 . Kelainan intracranial
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus
paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis
frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah
18
infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa
4 . Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering
ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
5 . Pyokokel.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Drainage
19
3). Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
2. Penatalaksanaan Pembedahan
Tatalaksana pembedahan yang dilakukan ada beberapa cara, antara lain : bedah sinus
endoskopi fungsional dan operasi sinus terbuka, seperti operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi
a. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/ FESS)
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Indikasinya
berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai
kista atau kelainan yang irreversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta
b. Operasi Caldwell-Luc Operasi dengan metode Caldwell-Luc dilakukan pada kelainan sinus
maksilaris. Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika terlihat manifestasi klinis seperti
mukokel sinus maksilaris, polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing yang tidak dapat
endoskopi. Meskipun begitu, masih ada keuntungan dalam menggunakan metode operasi
ini. Misalnya, biopsi dapat dilakukan secara eksternal pada lesi sinus etmoid atau frontal.
20
Manfaat lain dari metode ini yaitu dapat memperbaiki komplikasi orbita dari sinusitis
etmoid akut atau frontal dengan cepat dan aman (Lane, 2003).
d. Trepinasi Sinus Frontal Metode operasi ini bermanfaat untuk infeksi akut ketika endoskopi
nasal sulit dilakukan akibat perdarahan mukosa hidung. Operasi ini aman dan dekompresi
e. Irigasi Sinus Irigasi sinus bermanfaat sebagai diagnostik sekaligus terapi. Irigasi sinus
dilakukan pada sinusitis maksilaris akut yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan
konservatif dan juga dijadikan sebagai prosedur tambahan untuk drainase eksternal pada
komplikasi orbita yang akut. Pungsi antrum biasanya dilakukan pada meatus inferior
A. Pengkajian
1). Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
biaya.
1. Keluhan utama: biasanya klien mengeluh nyeri kelapa sinus dan tenggorokan.
2. Riwayat penyakit saat ini: klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering
kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman
berkurang.
21
3. Riwayat penyakit dahulu:
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
4. Riwayat penyakit keluarga: adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual:
Pola persepsi dan tatalaksana hidup. Contohnya, untuk mengurangi flu biasanya klien
Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
Pola istirahat dan tidur. Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena
sering flu.
Pola persepsi dan konsep diri. Klien sering flu terus menerus dan berbau yang
Pola sensorik. Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa
22
g. Data subyektif
1. Observasi nares:
lamanya.
2. Sekret hidung:
Epistaksis.
3. Riwayat sinusitis:
5. Data obyektif :
Demam
Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus
6. Pemeriksaan penunjung :
23
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
Nyeri Akut b/d iritasi jalan nafas atas sekunder akibat infeksi
Intra Operasi
Post Operasi
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d adanya sekret dan peradangan didalam rongga
sinus
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
Tempat : OT RSUS
Jam : 15.45
Sumber : Pasien
Oleh : Rucky
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 40 tahun
Alamat : Tanggerang
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Diagnosa : Rhinosinusitis
No. RM : 00-90-10-51
B. Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Alamat : Tanggerang
25
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan
memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit
bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata.
2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan
memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit
bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata dan di
D. Keadaan Umum
TD : 120/80 mmHg
HR : 76 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,5 °C
BB : 60 kg
TB : 155 Cm
26
E. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bentuk :Mesosephal
Ekspresi :Ekspresif
2) Mata
Gerakan :Normal
Konjungtiva :Ananemis
Sklera :Anikterik
3) Telinga
Bentuk :Normotia
maupun kiri
27
Nyeri auricular :Tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan
Nyeri tekan tragus :Tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun
kiri
4) Hidung
6) Leher
7) Thorax
PARU-PARU :
Inspeksi :Simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal pada saat statis
dan dinamis
Palpasi :Gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax
28
Perkusi :Sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI
batas paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior
sinistra.
wheezing
JANTUNG :
sinistra
Perkusi :
gallop
8) Abdomen
Inspeksi :Abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan
Palpasi :Hepar dan lien teraba, ada nyeri tekan, maupun nyeri lepas,
Perkusi :Timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok
29
9) Genetalia
Tidak terkaji
10) Ekstremitas
(CRT) < 3 detik kanan, kiri 3 detik. tidak ada oedema, pada tangan kanan
terpasang infus RL 20 tpm dan tidak ada lesi. Balutan infus terlihat bersih.
Bawah : kaki kanan normal, kaki kiri normal, CRT < 3 detik kaki kanan,
5 5
5 5
F. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Electrolyte (Na,K,Cl)
Hasil CR – Thorax PA :
Kesan :
30
2. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN OPERASI
Consumable
- Gamex
- Gauze Depper
- Tampon THT
- Epineprine 4 ampul
- Pehacain 1 ampul
- Syringe 10 cc dan 1 cc
- Suction connecting
- \Suction pump
- Spongestan
- Surgicell
- Betadine
- Xilocain
- Net cell.
Persiapan Mayor
- Gown pack
- ABD pack
- Fess Set
31
Instrument Fess Set
- Blade
- Towel clip
- Lensa 0 dan 30
- Antrum kuret
- Probe
- Gunting benang
Alat Penunjang
- Shaver cable
- Endoscope monitor
- Light sourch
- Kamera endoscopy
32
LEMBAR SURGICAL CHECK LIST
a. Data focus
Data Subjektif :
Pasien mengatakan mengatakan hidung sering tersumbat kurang lebih sejak 2005,
dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat
terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung
berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata, dan pasien mengatakan
khawatir terhadap sakit dan tindakan operasi yang akan di lalui nanti.
Data obyektif :
• TTV: TD: 110/80 mmHg, HR: 8 x/menit RR: 22 x/menit S: 36,5 °C, SPO2 :
100 %
33
b. Analisa Data Pre Operasi
tenang karena
Infeksi pada sinus
akan di operasi
DO:
peradangan sinus
Pasien tampak
tegang
RR: 18 x/mnt
pelepasan mediator kimia
Spo2: 98 %
mengiritatif ujung-ujung
saraf
34
Mrangsang respon nyeri
Ansietas
35
/ normal empati ( datang 3) Untuk
serta
pengobatannya.
3) Memberikan rileks
36
sebelum masuk P : - Monitoring
operasi KU
- Monitoring
intake dan
output
- Kaji tingkat
kecemasan
pasien sebelum
masuk ke ruang
operasi
- Memberikan
posisi nyaman
- Memastikasn
a. Data focus
Data Subjektif :
Data obyektif :
Pasien di bius GA
Terpasang ETT
TTV: TD: 100/70 HR: 69x/menit RR: 18x/mnt S: 36,5 °C, SPO2 : 98 %
37
b. Analisa Data Dan Intra Operasi
GA garutrauma
- Posisi supine
RR: 18x/mnt,
- Operasi di mulai
jam 16.10 –
sinusitis
16.45
Tindakan
pembedahan: FESS
Resiko infeksi
38
39
Rumusan Diagnosa Keperawatan Intra operasi
operasi
40
dalam memastikan
benar area
operasi
5) Sign out
dilakukan pada
saat setelah
pembedahan
selesai untuk
memastikan
tidak ada
instrument yang
tertinggal di
dalam tubuh
paisen.
Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi
Diagnosa
Mengecek Spo2: 98 %
kulit P : - Monitoring
2) Menghitung Hemodinamik
3) Membersihkan - Memberikan
4) Memindahkan terkunci
pasien dengan
menggunakan
pad slide.
a. Data focus
Data obyektif :
SPO2 : 99 %
b. Analisa Data Dan Post Operasi
tertidur lemas,
pasien masih
Infeksi pada sinus
terpengaruh obat
bius.
insisi di maxila
- Terpasang
sinusitis
tampon, surgy
cell dan
spongestan
Tindakan pembedahan:
- Terpasang O2
FESS
simple mask 5
lt/menit
x/menit RR: 17
x/menit, S: 36,6 Terpasang tampon,
°C, Spo2: 98 %.
spongestan
Ketidakefektifan
Diagnosa
mask 5 lt/menit 98 %
P : - Monitoring Hemodinamik
dan KU
output
- Memberikan posisi
nyaman : HU 30-45 º
terkunci
BAB IV
PEMBAHASAN
tersumbat kurang lebih sejak 2005, dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS,
hilang timbul dan memberat saat terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai
dengan sulit bernapas, hidung berair, sakit kepala dan rasa tertekan dibawah mata.
Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus
paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung,
sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi
nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis (Rosendfeld dkk,
Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada
sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami.
Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus terdahulu karena
memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal
juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan di daerah
KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan
gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti
deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka 13 media, maka celah
yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang
- Demam
- Pusing
darah.
dan memberat 1 bulan sebelum masuk RSUS, hilang timbul dan memberat saat
terpapar dengan debu, hidung tersumbat disertai dengan sulit bernapas, hidung
Pada jam 15.45 WIB Ketika masuk ruang persiapan di kamar operasi pasien
tampak cemas dengan tindakan operasi yang akan dilakukan, TTV:TD: 120 /80
mmHg, N:76x/m, S:36,5°C, RR:18x/m, SPO2: 100%. Antibiotic profilaxis injeksi
ceftriaxone 2 gr intra OP. pasien sudah puasa makan dan minum. Pasien terpasang
IV line pada metacarpal kiri RL 500 ml, tidak ada tanda-tanda plebitis, tetesan infus
lancar.
ruangan persiapan sebagai prosedur safety pasien, Jam 15.55 WIB pasien masuk ke
kamar operasi F dengan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, TTV : BP:
minum dari jam 10.00 WIB. Jam 16.00 WIB pasien dibius umum dengan posisi
Untuk scrub nurse melakukan cuci tangan bedah dengan tahapan sebagai berikut :
o Tahap 1
- Gunakan sabun antiseptik dan lakukan cuci tangan 6 langkah hingga melebihi siku
o Tahap 2
- Bilas dengan air mengalir dimana jari-jari tangan posisinya lebih tinggi dari siku
o Tahap 3
- Ambil antiseptik dengan siku lalu melakukan cuci tangan 6 langkah hingga ⅓ lengan
bahan
- Dengan posisi kedua tangan saling menyilang di atas dada namun tidak menyentuh
Mengeringkan telapak tangan dan punggung tangan dengan handuk steril pada kedua
tangan kemudian bentuk handuk menjadi segitiga untuk mengeringkan tangan kiri
lalu membalik handuk pada sisi lainnya untuk mengeringkan tangan kanan.
Tahapan :
- Ambil jas operasi steril dengan posisi ibu jari di bawah jas 4 jari di atas jas
- Mundur 1 langkah dari meja linen kemudian lepas jas operasi hingga menjuntai
kurang lebih 30 cm dengan tetap memegang bagian masuk lengan pada jas operasi
- Dari posisi kedua lengan dari jas operasi kemudian di masukan kedua lengan dan
kanan, balik, dan letakkan pada telapak tangan kanan, jepit bagian bawah sarung
tangan dengan jempol kanan dan pegang bagian atas sarung tangan dengan tangan
kiri lalu masukkan jari tangan kanan kedalam sarung tangan dengan
- Rapikan sarung tangan kanan dan kiri, perhatikan agar manset selalu di dalam sarung
tangan
Setelah memakai sarung tangan steril, buka ikatan depan jas,bungkus tali ikatan
dengan pembungkus sarung tangan steril dan berikan ujungnya pada perawat sirkuler
Kemudian scrub nurse membungkus meja mayo dengan linen mayo steril dan
melapisi meja mayo dengan duk steril dan membuat gulungan duk pada meja mayo
Menyiapkan 2 kom steril dan 2 kom bengkok di atas meja tray dimana 1 bengkok
kemudian di isi betadine 7,5% + hibiscrub dan 1 kom steril di beri betadine 10% oleh
perawat sirkuler.
Mengambil peralatan steril yang telah di buka perawat sirkuler dengan prinsip steril
Menghitung kasa steril ( kassa x-ray kecil 10 buah dan depper ball 5 buah, tampon
THT 1, surgy sel 1, spongestan 1) , instrumen yang di saksikan oleh perawat sirkuler
Menyiapkan 3 kassa depper ball pada kom betadine 10% untuk melakukan teknik
dan waskom
TEKNIKAL FLOW:
Dokter memasukan lensa di area cavum nasi dan dimasukan tampon yang
kembali dengan memasukan tampon, tampon dicabut dan memasukan surgicell, Nett
penutupan
- Pengelolaan Spesimen:
Spesimen Polip difiksasi dengan formalin buffer 10% dan diberi Label sticker
Bersihkan area operasi dengan kasa lembab sampai bersih. sign out ( kasa,
instrumen kotor yang telah di beri alkazyme dan memisahkan peralatan yang
bersihnya
lempeng elektrosurgical, dan melepaskan ikatan tali pada jas operasi scrub nurse
- Scrub nurse melepaskan jas operasi dan menaruhnya pada tempat linen kotor dan
Pasien tiba diruang pemulihan pukul 17.00 WIB, keadaan umum baik,
pasien tampak lemas karena masih terpengaruh obat bius, kesadaran Composmentis
TTV : BP: 107/72mmHg, N:87 x/menit S: 36oC RR: 19 x/menit, SpO2 : 100%.
dll.
yang di temukan di teori dan di lapangan terdapat persamaan diagnose yaitu Cemas
pada Pre operasi dan intra Operasi resiko infeksi, Post operasi Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas dan untuk teknikal Flow prosesnya sama dengan teori.
BAB V
1. Kesimpulan
Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus
paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung,
sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi
nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis (Rosendfeld dkk,
Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada sinus
ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Tindakan ini
hampir menggantikan semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil
yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal (HTA, 2006;
Mangunkusumo, 2007).
juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan di daerah
KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan
gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti
deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka 13 media, maka celah
yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang
2. Saran
oleh karena itu saran dan masukan dari pembaca menjadi harapan penulis demi
Rosenfeld RM, Piccirilo, JF, Chandrasekhar, SS, et al. Clinical practice Guildeline
Al Sayed, AA, Aqu R.U, and Massoud, E. Models for the study of nasal and sinus
Anatomy, 2015.
Kent L, Robert S, and Robert C.K. The Etiology and pathogenesis of Choronic
2015.