Anda di halaman 1dari 8

URETHRA STRICTURE

A. DEFINISI
Striktur uretra adalah istilah untuk menggambarkan suatu kondisi dimana
terjadi penyempitan abnormal pada segmen uretra yang dilapisi oleh corpus
spongiosum, yang mana terdapat jaringan parut atau spongiofibrosis (Gerald Jordan,
Christopher Chapple and Chris Heyns, 2012).
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut
dan kontraksi (Smeltzer, Suzanne, 2002). Banyak pada pria daripada wanita, karena
saluran kemih pada pria lebih panjang dari pada wanita. Striktur

uretra

adalah

berkurangnya diameter dan atau elastisitas uretra akibat digantinya jaringan


uretra dengan jaringan ikat yang kemudian mengerut sehingga lumen uretra
mengecil (Kapita selekta kedokteran,2000)
B. ETIOLOGI
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra
posterior
2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
3. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma
tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars
bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset
dari pedal sepeda sehinggajatuh dengan uretra pada bingkai sepeda
pria, trauma langsung pada penis, instrumentasi transuretra yang
kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar,
fiksasi kateter yang salah.
4. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
5. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra,
sepertiinfeksi oleh kuman Neisseria gonorrhoeae atau gonococcus yang
menyebabkan uretritis gonorrhoika atau nongonorrhoika telah menginfeksi
uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat
pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di parsmembranasea,
walaupun juga terdapat pada tempat lain, infeksi chlamidia sekarang

merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari


kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofi prostat (Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat, 2004).
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria,
kesuliran berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal,
rasa tidak nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan
kantung kemih yang tidak puas.
Menurut Smeltzer (2002) gejala klinis striktur uretra, antara lain:
Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
Gejala infeksi
Retensi urinarius
Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
( Smeltzer, Suzanne, 2002 )
D. KLASIFIKASI
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi
menjadi tiga tingkatan:
Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra
Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra
(Basuki B. purnomo, 2006)

derajat
berat
kadang
kala
keras
teraba
di
korpus
jaringan
dikenal
dengan
spongiofibrosis.

E. PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna
epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.
Apabila

terjadi

perlukaan

pada

uretra,

maka

akan

terjadi

penyembuhan

cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat)
yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas
dan memperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra. Proses radang akibat
trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada
uretra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan fibroblast, dan ketika mulai menyembuh
jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh ruang pada lumen dan menyebabkan
pengecilan diameter uretra, sehingga menimbulkan hambatan aliran urine. Karena
adanya hambatan, aliran urine mencari jalan keluar di tempat lain dan akhirnya
mengumpul dirongga periuretra. Karena ekstravasasi urine, daerah tersebut akan
rentan terjadi infeksi akan menimbulkan abses periuretra yang kemudian bias
membentuk fistula uretrokutan (timbul hubungan uretra dan kulit)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Gerald Jordan, Christopher Chapple and Chris
Heyns (2012) antara lain:

1. Laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

dilakukan

untuk

pelengkap

pelaksanaan

pembedahan.
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan
keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.

b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,


pseudomonas, e. coli.
c. BUN/kreatin : meningkat
2. Radiologi
a. Uretrografi : Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya
penyempitan uretra.
b. Teknik pemeriksaan

uretrogram

adalah pemeriksaan radiografi

ureter dengan bahan kontras uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap


mengenai panjang striktur adalah dengan membuat

foto

bipolar

sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara


antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan
pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting
untuk perencanaan terapi atau operasi.
c. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna

(sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau


sachse.
d. Pemeriksaan foto abdomen tanpa kontras yang juga dikenal dengan
plain foto abdomen disebut juga BOF (Biuch over sich) atau BNO
(BladerNeir

Over

Sich)

merupakan

salah

satu

pemeriksaan

radiologis

yang digunakan untuk menunjang dalam menegakkan

diagnosa striktur uretra. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui


kelainan yang ada pada abdomen termasuk uretra.
e. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada
pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita

25

ml/detik.

Bila

kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada


obstruksi.
G. PENATALAKSANAAN
1. Filiform bougies

untuk

membuka

pemasangan kateter.
2. Medika mentosa analgesic non

jalan

jika

narkotik untuk

striktur

menghambat

mengendalikan nyeri.

Medikasi anti mikrobal untuk mencegah infeksi.


3. Pembedahan
Sistostomi suprapubis
Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan
pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam bulibuli jika

strikturbelum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotongan
jaringanfibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra
yang masih baik. (Doenges E. Marilynn, 2000)

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa
Keluhan utama pada klien biasanya adanya kesulitan dalam proses miksi.
Anamnesa juga dilakukan untuk menggali penyebab dari diaignosa medis yang
sudah ditegakkan..
2. Pengkajian
a. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi

Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan


kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih. Tanda:
adanya masa/sumbatan pada uretra
c. Makanan dan cairan
Gejala: anoreksia, mual muntah, penurunan berat badan
d. Nyeri/kenyamanan:
Nyeri suprapubik
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala / LeherKepala : normocephali, simetris
b. Mata : Anemia -/-, ikterus -/-THT : dalam batas normal
c. Leher : massa (-), pembesaran KGB (-)
d. Thorax-Cardiovascular
Inspeksi
: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi
: pergerakan dinding dada simetris, ictus cordis teraba pada ICS
Perkusi
Auskultasi

IV MCLsinistra
: pulmo sonor pada kedua lapang paru, jantung pekak
: Cor : S1S2 tunggal, regular, mur-mur (-), gallop (-)Pulmo :

suara nafas vesikuler +/+, rhonkhi -/-, wheezing -/e. Abdomen Pelvic Inguinal
Inspeksi : distensi (-), tak tampak massa, tanda peradangan (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normalPerkusi
:timpani seluruh lapang
abdomen, nyeri ketok CVA (sulit dievaluasi)
Palpasi
: nyeri tekan suprasimfisis (sulit dievaluasi), hepar dan lien tidak
teraba,ginjal tidak teraba
f. Uro-Genital
Tanda peradangan (-), massa (-), nyeri tekan (-)
g. Anal-Perianal
Tak tampak kelainan, massa (-), nyeri (-)
Rectal toucher : Tonus spinchter ani adekuat, mucosa rectum teraba
licin, tidak terabamassa, ampula recti dalam batas normal.
Prostat kesan teraba normal. Pada sarungtangan : feses (-), darah (-)
h. Ekstremitas atas axilla
Akral hangat + / +, edema -/-Pembesaran KGB axilla -/i. Ekstremitas bawah
Akral hangat + / +, edema -/j. Status lokalis urologi:
Nyeri ketok CVA kanan dan kiri (sulit dievaluasi).
Pemeriksaan bimanual ginjal tidak menunjukkan adanya pembesaran
atau pembengkakan ginjal di kedua sudut kostovertebra kanan

dan kiri.
Nyeri tekan
kateteter

daerah

suprapubik

(sulit

dievaluasi),

terpasang

Rectal toucher : Tonus spinchter ani adekuat, mucosa rectum teraba


licin, tidak terabamassa, ampula recti dalam batas normal. Prostat

kesan teraba.
Pada sarung tangan : feses (-), darah ((Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
I. DIAGNOSOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan cystostomi pola eliminasi urin klien tidak ada
gangguan
Kriteria hasil: NOC Urinary Elimination & Urinary Contiunence
Kandung kemih kosong secara penuh
Tidak ada residu urin
Intake dan output seimbang
Bebas dari ISK
Tidak ada spasme bladder
Intervensi NIC: Urinary Retention Care & Urinary Elimination Management

Monitor intake dan output pasien


Kaloborasi pemberian antibiotik
Monitor adanya distensi bladder
Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan warna dan

bau)
Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urin
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menyatakan nyaman
Kriteria hasil NOC : Comfort Status & Pain Control
Kenyamanan posisi
Kenyamanan lingkungan
Manajemen nyeri
Muskular relaxation
Food intake
Intervensi NIC: Evironmental Management: Comfort & Pain Management

Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman untuk pasien


Anjarkan keluarga untuk selalu menjaga lingkungan pasien agar pasien

merasa nyaman
Monitor kulit post insisi cystostomy
Kaloborasi pemberian analgesik untuk menurunkan nyeri post op
cyctostomy

Monitor intake makanan pasien


Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Lakukan perawatan secara rutin pada area post op cystostomy
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan nyeri

3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih
diabsorbsi.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan resiko volume cairan pasien
tidak ada dan intake output cairan pasien seimbang
Kriteria hasil NOC: Fluid balance
Terbebas dari edema, anasarka
Intake output cairan balance
TTV dalam rentang normal
Intervensi NIC: Fluid Management & Fluid monitoring

Monitor indikasi kelebihan volume cairan( edema, ansarka, distensi vena

jugularis)
Monitor masukan makanan dan cairan
Monitor status nutrisi
Monitor TTV
Kaloborasi jika tanda kelebihan volume cairan berlebih muncul
memburuk

4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.


Tujuan : setelah dilakukan intervensi perawatan resiko infeksi tidak actual
Kriteri hasil NOC : Risk Control & Knowledge: Infection Control
Klien bebas tanda dan gejala infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Mampu menunjukkan perilaku untuk mencegah infeksi
Intervensi NIC: Infection Control

Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain


Pertahankan teknik septik
Cuci tangan setelah dan sesudah ke pasien
Tingkatkan intake nutrisi
Kaloborasi pemberian antibiotik
Monitor hasil hitung darah lengkap

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi


informasi.

Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan pengetahuan pasien meningkat


Kriteria hasil NOC: Knowledge : Disease Process & Knowledge: Medication
Mengetahui tentang penyakit
Mengetahui terapi pengobatan yang akan diterima
Mengetahui tindakan apa saja yang akan didapat
Intervensi NIC Teaching: Procedur/ Treatment

Jelaskan tentang proses penyakit yang dialami


Jelaskan tindakan dan pengobatan yang akan didapat pasien
Sediakan informasi yang ingin diketahui pasien
Beri kelonggaran untuk pasien dan keluarga bertanya tentang proses
penyakit maupun tindakan dan pengobatan yang akan diterima pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Purnomo. 2006. Dasar-Dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Brawijaya


Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat. 2004. Striktur Uretra. Dalam: Saluran Kemih Dan Alat
Kelamin Lelaki. Buku Ajar Ilmu Bedah hal.752. Jakarta: EGC
Jordan,G, Christopher,C and Chris,Heyns. 2012. Urethral Strictures: An International
Consultation on Urethral Strictures. Marocco; Societe Internatioanale d Urologie
Smeltzer S, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh Agung Waluyo (dkk). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai