Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA
DI RUANG 17 RS dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :
Dea Septiawati
P17221172015

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
JL. A YANI NO 1 LAWANG TLP 0341 427391 FAX 0341 426952
KAMPUS LAWANG II
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
ANATOMI URETRA
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli
sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra
pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra
posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra
anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam
keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm
maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.

1. Uretra bagian anterior


Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai
dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa
tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi
atau reparasi relatif mudah.
2. Uretra bagian posterior
Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi
kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra
membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar
untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini
bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku
berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis,
sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.

1. Pengertian Striktur Uretra


Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang
disebabkan karena jaringan uretra digantikan oleh jaringan ikat, disebabkan penyempitan
lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Striktur uretra lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjang uretranya (C.
Smeltzer, Suzanne; 2002 hal 1468).
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya
perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra
wanita sekitar 3-5 cm.1 Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau
terkena trauma dibanding wanita. Selain itu, striktur uretra dapat disebabkan oleh trauma
(kecelakaan, intrumentasi), infeksi, dan tekanan tumor (Widya, Oka, Kawiyana, &
Maliawan, 2013) (Baradero & Dayrit, 2009).
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur urethra dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu:
1. Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen urethra.
2. Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen urethra.
3. Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen urethra. Pada
penyempitan derajat berat, kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosis.

2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, striktur urethra dibagi menjadi 3 jenis :
1. Striktur urethra kongenital
Striktur urethra yang disebabkan karena bawaan. Misalnya kongenital meatus
stenosis (penyempitan lubang uretra) dan klep urethra posterior.
2. Striktur urethra traumatic
Striktur uretra yang disebabkan karena kecelakaan Trauma langsung dan tidak
langsung (sekunder) . Trauma langsung yang menyebabkan luka (lesi) pada urethra
anterior atau posterior seperti instrumentasi transurethra yang kurang hati-hati
(pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah) serta post operasi
(operasi prostat dan operasi dengan alat endoskopi). Trauma sekunder seperti
kecelakaan yang menyebabkan trauma tumpul pada selangkangan atau fraktur pada
pelvis, spasme otot dan tekanan dari luar atau tekanan oleh pertumbuhan tumor dari
luar.
3. Striktur akibat infeksi Infeksi dari urethra adalah penyebab tersering dari striktur
urethra, misalnya infeksi akibat transmisi seksual seperti uretritis gonorrhoika atau
non gonorrhoika. Dapat juga disebabkan oleh infeksi sebagai komplikasi
pemasangan kateter dan penggunaan kateter dalam jangka waktu lama.

3. Manifestasi Klinis
1. Urine terputus (aliran urine tersumbat)
2. Pancaran urine berkurang/ mengecil dan bercabang\
3. Urine menetes
4. Urgency (keinginan kuat untuk berkemih)
5. Hesitancy (kelambatan yang abnormal atau kesulitan untuk memulai berkemih
yang menunjukkan kompresi urethra “neurogenik kandung kemih”, obstruksi
saluran kemih)
6. Kencing tidak puas (dribbling)
7. Over distensi bladder (vesica urinaria)
8. Frekuensi berkemih lebih sering dari normal
9. Sakit atau nyeri saat berkemih kadang-kadang dijumpai.
10. Gejala lanjut adalah retensi urine
4. Patofisiologi

Penyakit ini terjadi akibat berkurangnya diameter atau elastisitas saluran kencing,
dalam hal ini uretra, akibat terbentuknya jaringan parut (sikatriks) yang menyumbat
saluran kencing sehingga aliran kencing menjadi tidak lancar.

Striktur uretra paling banyak disebabkan oleh infeksi terutama golongan bakteri
gonokokus. Infeksi bakteri gonokokus pada saluran kencing biasanya ditandai oleh nyeri
saat kencing, nyeri pada penis dan kadang keluar nanah melalui lubang kencing yang
ditandai oleh bercak kuning di celana dalam.

Striktur uretra sering menyertai trauma pada daerah panggul, misalnya patah tulang
panggul akibat kecelakaan atau tabrakan keras yang mengenai daerah panggul atau
selangkangan. Gejala sumbatan pada uretra yang khas adalah pancaran kencing yang
kecil dan bercabang. Apabila derajat sumbatan sudah parah dapat terjadi retensi urin
(tidak bisa kencing). Akibat sumbatan dapat mengakibatkan aliran kencing mencari jalan
keluar lain dan terkumpul di rongga periuretra. Hal ini misalnya dirasakan sebagai
kantong buah pelir yang semakin membesar.

Untuk mengukur kekuatan dan kecepatan pancaran urin biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan uroflometri. Untuk mengetahui letak sumbatan dilakukan dengan
pemeriksaan foto rontgen uretrografi atau sistografi bipolar. Terapi untuk penyempitan
uretra biasanya dilakukan dengan operasi minimal invasive yaitu uretrotomi interna
(sachse). Alat ini berupa teropong berukuran kecil dan panjang yang dimasukkan melalui
saluran kencing. Setelah penderita sembuh, sangat dianjurkan untuk tetap kontrol secara
berkala ke dokter yang merawat untuk mencegah timbulnya kekambuhan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamesis yang lengkap
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra mudah
ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi “veneral atau straddle injury”
seperti uretritis, trauma dengan kerusakan pada pinggul straddle injury,
instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan kelainan sejak lahir.
2. Inspeksi
Meatus, ekstermus yang sempit, pembengkakan serta fistula (e)
didaerah penis, skrotum, perineum dan suprapubik.
3. Palpasi
Teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan urethra, anterior
pada bagian ventral dari penis, muara fistula (e) bila dipijat
mengeluarkan getah / nanah.
4. Colok dubur
5. Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan adanya hambatan
6. Untuk Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan
uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana
kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian difoto sehingga
dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli. dan dari foto tersebut
dapat ditentukan :
a. Lokalisasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal dari
sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi.
b. Besarnya kecilnya striktur
c. Panjangnya striktur
d. Jenis striktur
7. Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan
flowmetri
8. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura
yang lama dapat terjadi perubahan sekunder pada kelenjar
prostat,/batu/perkapuran/abses prostat, Efididimis / fibrosis diefididimis.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan urin, diindikasikan untuk semua pasien yang ada gejala
atau tanda gangguan ISK.
1) Makroskopis: 2) Mikroskopis:
- warna urin - bakteri
- penampakan urin - leukosit
- berat jenis urine - erythrosit
- tes kimiawi (pH, - sel epitel
glukosa, protein, - kultur
bakteri, leukosit)
b) Tes fungsi ginjal:
1) berat jenis urin
2) ureum
3) kreatinin
2. Radiology
a) BNO (foto polos abdomen)
Tujuan:
1) untuk mendeteksi batu radiopaque dalam saluran kemih.
2) untuk mengetahui kontur ginjal.
b) IVP (intra venous pyelography)
Tujuan:
1) untuk mengetahui fungsi kedua ginjal
2) untuk mengetahui letak obstruksi
3) untuk mengetahui indentasi prostat ke dalam buli-buli
4) dapat mendeteksi batu dan divertikel buli-buli.
c) RPG (retrograde pyelography)
1) untuk melihat keadaan pyelum ginjal dan ureter
2) kontras dimasukkan melalui kateter ureter
d) Urethro-cystography
1) kontras dimasukkan melalui urethtra
2) untuk mengetahui keadaan urethra dan buli-buli
3. Ultra Sonography (USG)
a) dapat mendeteksi batu pada saluran ginjal dan buli-buli
b) dapat mendeteksi kelainan pada ginjal dan buli-buli
c) dapat mengetahui pembesaran prostat
4. Cystoscopy
a) untuk melihat langsung keadaan atau kelainan dalam buli-buli
b) dapat dilakukan biopsi kelainan dalam buli-buli
5. CT-Scan

7. Penatalaksanaan
a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat
pemasangan kateter.
b. Medika mentosa analgesic non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobal untuk mencegah infeksi.
c. pembedahan

 Sistostomi suprapubis
 Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
 Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan
pisauotis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–
buli jikastriktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara
visual.

 Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotongan


jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan
uretra yang masih baik.(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan
Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

I. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem perkemihan striktur
uretra.meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber
data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari
catatan medis.
a. Pengumpulan data meliputi :
1.) Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nma,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnose medik. Biodata penanggung
jawab meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
2.) Keluhan utama. Merupakan keluhan klien pada saat dikaji klien yang
mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah
post op striktur uretra (cystostomi).
3.) Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi
tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa
lalu.
4.) Pemeriksaan fisik. Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, Maka akan ditemuikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Keadaan umum
Klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan
umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op
striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga
dilakukan pemasangan kateter tetap.
b) Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang
hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan
gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan
pernafasan yang timbul.
Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting
karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi
secret pada jalan nafas.
c) Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian
vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan
pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut
nadi.
d) Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik
usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini
penyimpangan pada sistem ini.
e) Sistem genitourinaria
Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk
mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat
genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan
dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri
waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
f) Sistem musculoskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari
pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah,
ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak,
toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus
dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya
menurun.
g) Sistem integument
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku,
pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi
perabaan.
h) Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf
cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.

5.) Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur
uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan
kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna,
konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari
dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok
gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga
(frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
6.) Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama
dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai
konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri)
dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun
dengan lingkungan dimana ia berada.
Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya
perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali
melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status
emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam
pemecahan masalah dan perubahan status tidur
7.) Data spiritual
Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan
kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam
diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
b. Klasifikasi data
Klasifikasi data dilakukan dengan mengelompokkan dalam data subyektif dan obyektif.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, truma jaringan (insisi bedah)

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Gangguan  Berkemih Mandiri:


eliminasi dalam jumlah
urine normal tanpa  Kaji adanya kateter  Mempertahankan
berhubungan retensi. dan observasi aliran patensi kateter.
dengan  Menunjukkan urine.
obstruksi perilaku yang
anatomik  Kaji haluaran urine.  Penurunan aliran
meningkatkan
kontrol urine tiba-tiba dapat
urinaria. mengindikasikan
obstruksi.

 Observasi dan catat  Urine normal


warna urine. berwarna kuning
muda jernih.

 Posisikan selang
 Hambatan aliran
kantung sehingga
memungkinkan
memungkinkan
tidak terhambatnya terbentuknya
aliran urine. tekanan dalam
saluran perkemihan.

 Dorong  Mempertahankan
peningkatan cairan hidrasi dan aliran
dan pertahankan urine balik.
pemasukan akurat.

 Awasi tanda vital.


Kaji nadi perifer,  Indikator
turgor kulit, keseimbangan
pengisian kapiler cairan. Menunjukkan
dan mukosa mulut. tingkat hidrasi dan
keefektifan terapi
penggantian cairan.

Kolaborasi:

 Berikan cairan IV  Membantu


sesuai indikasi. mempertahankan
hidrasi/sirkulasi
volume adekuat dan
aliran urine.

 Awasi elektrolit,  Gangguan fungsi


GDA, Kalsium ginjal meningkatkan
risiko beratnya
masalah elektrolit
dan masalah asidosis
hiperkloremik.
Peningkatan kadar
kalsium
meningkatkan risiko
pembentukan kristal,
mempengaruhi aliran
urine dan integritas
kulit.

Nyeri akut  Melaporkan Mandiri:


2 berhubungan nyeri hilang  Kaji nyeri,  Memberikan
dengan atau perhatiak PQRST informasi untuk
agens cedera terkontrol. membantu dalam
biologis  Tampak menentukan
rileks. pilihan/keefektifan
 Mampu intervensi.
untuk
tidur/istiraha  Pertahankan tirah  Tirah baring
t dengan baring bila mungkin diperlukan
baik. diindikasikan. pada awal selama
fase retensi akut.
Namun, ambulasi
dini dapat
memperbaiki pola
berkemih normal dan
menghilangkan rasa
nyeri.

 Berikan tindakan  Meningkatkan


kenyamanan, relaksasi,
seperti pijatan memfokuskan
punggung, kembali perhatian
membantu klien dan dapat
melakukan posisi meningkatkan
yang nyaman, kemampuan koping.
mendorong
penggunaan teknik
relaksasi/latihan
napas dalam.

Kolaborasi  Diberikan untuk


 Berikan obat nyeri menghilangkan nyeri
sesuai indikasi, berat, memberikan
seperti narkotik relaksasi mental dan
(epideprin). fisik.
Risiko  Mencapai Mandiri:
3 infeksi waktu  Pertahankan  Mencegah
berhubungan penyembuha sistem kateter pemasukan bakteri
dengan n. steril, berikan dan infeksi/sepsis
prosedur  Tidak perawatan kateter lanjut.
invasif, mengalami regular dengan
truma tanda infeksi. sabun dan air.
jaringan Berikan salep
(insisi antiboiotik
bedah) disekitar sisi
kateter.

 Ambulasi dengan  Menghindari refluks


kantung drainase balik urine yang
dependen. dapat memasukkan
bakteri kedalam
kandung kemih.
 Awasi tanda vital,
perhatikan demam  Peningkatan suhu
ringan. mungkin merupakan
indikator tanda
infeksi.
 Observasi drainase
dari luka sekitar  Adanya drain, insisi
kateter suprapubik
suprapubik. meningkatkan risiko
untuk infeksi yang
diindikasikan dengan
eritema, drainase
purulen.
 Ganti balutan
dengan sering.  Balutan basah
menyebabkan kulit
iritasi dan
memberikan media
untuk pertumbuhan
bakteri, peningkatan
risiko infeksi luka.
Kolaborasi:
 Berikan antibiotik
sesuai indikasi.  Mungkin diberikan
secara profilaktik
sehubungan dengan
peningkatan risiko
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y. (2005). Standar asuhan pasien: Proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi vol.4.
Jakarta: EGC.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Baradero, M., & Dayrit, M. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta: EGC.

Bulechek, G., Butcher, H., & Dochterman, J. (2013). Nursing Intervention Classification
(NIC), Sixth Edition. Mosby: Elsevier.

Carpenito-Moyet, L. J. 2007. Buku Saku: Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
clasification (NOC) Measurement of Health Outcomes. Mosby: Elsevier.

Nanda International. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Clasifications 2015-2017. Jakarta: EGC.

Potter, P. A & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar: Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

Widya, A. W., Oka, A., Kawiyana, K., & Maliawan, S. (2013). Diagnosis dan penanganan
striktur urethra. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/
Rumah sakit umum pusat Sanglah Denpasar, 1-14.

Anda mungkin juga menyukai