Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

CASE BASED DISCUSSION


ABSES SKROTUM EC EPIDIDIMO-ORCHITIS SINISTRA

OLEH:
Farida Yuni Pertiwi
016.06.0001

PEMBIMBING
dr. Ngurah Gede Boyke Arsa W, Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


RSUD KLUNGKUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
AL-AZHAR MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
referat ini dengan judul Abses Skrotum ec Epididimo-orchitis Sinistra. Dimana dalam
penyusunan referat ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik di bagian SMF Bedah.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang
menjadi tutor atau fasilitator yang membimbing kami selama melaksanakan tugas ini,
dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini sehingga
kami dapat menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan bagi kami.
Dalam penyusunan referat ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya sehingga kami menginginkan saran dan kritik yang membangun dalam
menyempurnakan referat.

Klungkung, 17 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi .............................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Genitalia Pria ...................................................................... 2

2.2. Epididimitis........................................................................................ 7

2.3. Orkitis ............................................................................................... 14

2.4. Epididimo-orkitis ............................................................................... 18

2.5. Tabel Diagnosis Banding dari Akut Skrotum .................................... 21

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien ....................................................................................... 23

3.2. Anamnesis............................................................................................... 23

3.3. Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 25

3.4. Diognosis Banding.................................................................................. 28

3.5. Assasment Awal ..................................................................................... 29

3.6. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 31

3.7 Diagnosis Kerja ....................................................................................... 31

3.8 Penatalaksanaan ....................................................................................... 29

3.9 Prognosis ................................................................................................. 31

iii
BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan Kasus.................................................................................. 32

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epididimo-orchitis merupakan inflamasi dari epididymis dan testis, dengan atau


tanpa disertai oleh infeksi. Kelainan ini bisa diklasifikasikan menjadi akut, subakut,
ataupun kronik berdasarkan durasi gejala yang dirasakan. Pada epididymitis akut, gejala
biasanya menertap kurang dari enam minggu dan ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan. Epididimitis kronik ditandai dengan nyeri umumnya tanpa adanya
pembengkakan yang terjadi lebih dari tiga bulan. Orchitis biasanya terjadi bila inflamasi
menyebar dari epididymis ke testis. Sebagaian besar kasus berhubungan dengan infeksi
virus mumps ataupun patogen lainnya (Banyra, 2012).
Insidensi orchitis umumnya ditemukan pada pria pre-pubertas terutama pasien yang
sebelumnya mengalami penyakit mumps. Bakteri yang dapat menyebabkan epididimo-
orchitis diantaranya seperti Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, E.coli,
Klebsiella pneumoniae, Psudomonas aeruginosa, Staphylococcus, dan Streptococcus,
bakteri tersebut biasanya menyebar dari epididymis terait dengan aktivitas seksual pria
ataupun pasien dengan BPH (Prince, 2006).
Untuk menegakkan diagnosis epididimo-orchitis diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu membantu untuk
menegakkan diagnosis. USG dapat membantu menyingkirkan diagnosis lainnya seperti
torsio testis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genitalia Pria

Gambar 2.1 Anatomi Genitalia Pria (Moore, 2014).


A. Genitalia Interna :
1. Testis
Testis yang berbentuk oval tertahan di dalam skrotum oleh serabut-
serabut penghasil sperma. Testis menghasilkan sperma (spermatozoa) dan
hormone – hormone yaitu hormone testosterone. Sperma dibentuk dalam
tubulus-tubulus seminiferous yang digabungkan oleh sebuah tubulus yang
langsung menuju rate testis. Kira-kira terdapat 12 hingga 20 duktuli efferentes
berasal dari ujung rate testis, menembus capsula, dan berhubungan dengan
epididymis (Drake, 2015 & Moore, 2014).

2
Gambar 2.2 Testis & Epididimis (Drake, 2015).

2. Epididimis
Epididymis merupakan struktur yang memanjang pada permukaan posterior
dari testis dan terbentuk akibat adanya pelebaran ductus pada epididymis,
dimana struktur tersebut rapat satu sama lain sehingga tampak sebagai suatu
bentukan yang padat (Moore, 2014). Epididymis memiliki dua komponen yang
berbeda :
a. Ductus efferent, yang membentuk massa bergelung yang besar, yang
berada pada pollus posterior superior dari testis dan membentuk caput
epididymis. Ductus efferents memiliki fungsi untuk mendistribusikan
sperma-sperma yang baru terbentuk dari rate testis ke epididymis, dimana
sperma akan disimpan sampai matang.
b. Epididymis, yang merupakan saluran bergelung yang panjang dan tunggal,
dimana terdapat ductus efferents yag bermuara, dan yang berlanjut ke
inferior di sepanjang margo posterolateral testis sebagai corpus epididymis
di polus inferior testis. Selama perjalanan melewati epididimi,
spermatozoa mendapatkan kemampuan untuk bergerak dan membuahi
sebuah sel ovum. Epididymis juga menyimpan spermatozoa sampai
ejakulasi. Akhir epididymis berlanjut dengan ductus deferens. Bagian-
bagian dari epididymis berupa kepala, badan, dan ekor (Moore, 2014).

3
3. Ductus Deferens
Ductus deferens merupakan suatu saluran musculare yang panjang,
yang menyalurkan spermatozoa dari cauda epididymis di dalam scrotum
menuju ductus ejaculatorius di dalam cavitas pelvis. Beberapa ciri-ciri dari
ductus deferens, diantaranya :
• Berawal pada bagian ekor epididymis di bagian inferior dari testis.
• Mengarah ke atas dalam serabut spermatik dan mengalir melalui inguinal
canal.
• Menyeberangi dinding lateral dari pelvis mulai dari bagian eksternal
sampai parietal dari peritoneum.
• Berakhir dengan bergabungnya ductus-duktus glandula seminalis dan
membentuk ductus ejakulatorius (Moore, 2014).

4. Glandula Seminalis
Glandula seminalis merupakan struktur memanjang yang terletak
miring pada bagian posterior dari prostat dan tidak menyimpan sperma. Tiap
glandula seminalis merupakan struktur yang memanjang dan terletak diantara
bagian fundus buli-buli dan rectum. Kelenjar ini mensekresikan cairan kental
yang bersifat basa dan bercampur dengan sperma ketika melewatu ductus
ejakulatorius dan uretra (Drake, 2015).
Ujung superior glandula seminalis ditutupi oleh peritoneum dan berada
di bagian posterior ureter, dimana peritoneum rectovesical pouch memisahkan
struktur ini dengan rectum. Ujung inferior glandula seminalis dekat dengan
rectum dan dipisahkan oleh rectovesical septum (Drake, 2015).
5. Ductus Ejakulatorius
Ductus ejakulatorius tampak di dekat bagian servikal dari kandung kemih dan
melintang rapat satu sama lain dari aspek anteroinferior melalui bagian
posterior dai prostat. Setiap ductus ejakulatorius berbentuk tabung sempit
memanjang yang terbentuk akibat adanya penggabungan ductus dari glandula
seminalis dengan ductus deferens (Moore, 2014).

4
6. Prostat
Prostat adalah struktur tambahan tunggal systema genitale masculina
yang mengelilingi urethra di dalam cavitas peivis.
Prostat yang berukuran sebesar kacang walnut mengelilingi prostatic
urethra. Dua pertiga bagian prostat berbentuk glandula dan sepertiga sisanya
berupa jaringan fibromuscular. Prostat dikelilingi oleh lapisan visceral fascia
pelvis, yang membentuk fibrous prostatic sheath. Lapisan ini tipis di bagian
anterior, menyambung dengan puboprostatic ligaments di baian anterolateral
dan padat di bagian posterior, serta kontinu dengan rectovesical septum. Bagian
– bagian prostat diantaranya :
a. Base (basis, dasar, superior aspek) yang dekat dengan buli-buli.
b. Apex (inferior aspek) yang berbatasan dengan fascia pada superior aspect
of the urethral spicther dan deep perineal muscle.
c. Anterior surface terdiri atas otot-otot yang membentuk hemisphincter
(rabdosphincter) yang meruakan bagian sfingter uretra, dipisahkan
dengan pubic symphysis oleh retroperitoneal fat pada retropubic space.
d. Posterior surface yang berbatasan dengan ampulla recti
e. Inferolateral surface yang berbatasan dengan levator ani (Drake, 2015 &
Moore, 2014).
7. Gladula Bulbouretral
Glandula ini berukuran seperti biji kacang yang terletak di bagian
posterolateral ke bagian intermediate dari uretra, terbenam dalam urethral
sphincter bagian eksternal. Ductus dari glandula bulbouretral bersama bagian
intermediet dari uretra melewati membrane perineal kemudian membuka celah
sempit menuju bagian spogy urethra ke bulbus penis. Sekresi yang menyerupai
mucus akan memasuki uretra saat sexual arousal (Moore, 2014).

B. Genitalia Eksterna
1. Skrotum
Skrotum merupakan suatu kantong kutaneus fibromuscular yang
membungkus testes dan terletak di posteroinferior penis serta inferior simfisis

5
pubis. Kulit skrotum terpigmentasi padat dan yang sangat mirip dengan dartos
fascia, yaitu lapisan jaringan ikat bebas lemak meliputi serabut otot polos
(dartos muscle) yang membentuk tampilan “keriput” pada skrotum. Skrotum
akan mengkerut dan “keriput” pada suhu dingin sebagai bentuk respom untuk
mempertahankan suhu normal (Drake, 2015).
2. Penis
Penis merupakan organ reproduksi pria yang berfungsi ganda sebagai saluran
keluarnya urin semen. Penis membentuk 3 badan silindris yaitu jaringan
erectile cavernous, sepasang corpus cavernosum, dan satu corpus spongiosum.
Bagian – bagian penis terdiri dari :
• Root (Radix, bagian pangkal), dibagi atas :
- Crura
- Bulbus
- Ischiocavernosus and bulbospongiosus muscle
• Body (corpus)
Corpus penis adalah bagian bebas yang ada di bagian pubis
simfisis. Dengan perkecualian beberapa serat muskulus bulbospongiosus
dekat radix penis, dan muskulus ischiocavernosus pada crura, penis tidak
memiliki otot.
• Glans penis
- Di bagian distal, corpus spongiosum penis melebar membentuk glans
penis.
- Margin glans penis di ujung korpus kavernosum membentuk corona
of the glans.
- Collum glans penis memisahkan glans dari korpus penis.
- Pada ujung lans terdapat orifisium uretra eksterna.
- Kulit penutup penis disebut prepusium yang menutupi glans penis.
- Frenulum prepuce adalah lipatan medial yang membentang dari
prepusium sampai permukaan uretra glas penis (Moore, 2014).

6
2.2 Epididimitis
A. Definisi
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada
epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang
menempel di belakang testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma
yang matur (Sjamsuhidajat, 2017).

B. Epidemiologi
Epididymitis diderita oleh 1 dari 44 laki-laki (0,69%) pada usia 18-50 tahun
atau sekitar 600.000 kasus pada laki-laki usia 18-35 tahun di Amerika Serikat.
Epididymitis diderita terutama oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70 tahun.
Dilaporkan baru-baru ini terdapat kasus meningkatnya penyakit ini di Amerika
Serikat yang dihubungkan dengan meningkatnya laporan kasus Chlamydia dan
Gonnorhoea.

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien,
sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :
1. Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus,
Klebsiella) menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-
anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual.
Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and Mima
polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi
yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat
jarang terjadi (Trojian, 2009).
2. Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia
kurang dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan
oleh Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan
Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini (Trojian, 2009).

7
3. Infeksi Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada
epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria.
Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain
coxsackie virus A dan varicella (Tania, 2009).
4. Infeksi Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi
di daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB
urogenitalis (Sjamsuhidajat, 2017).
¨ Penyebab infeksi lain (seperti brucellosis, coccidioidomycosis,
blastomycosis, cytomegalovirus [CMV], candidiasis, CMV pada HIV)
dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya
terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau
menurun.
¨ Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya
refluks.
¨ Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering
menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik
5. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi
Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung
dengan dosis awal 600 mg/hari – 800 mg/ hari selama 1 – 3 minggu secara
bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone
dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan menimbulkan antibodi
amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epidididmis sehingga
timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian
cranial dari epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang
menggunakan obat amiodarone.
6. Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang
dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke
skrotum, menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang

8
hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri.
Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah
antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil.
Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan
terasa nyeri jika disentuh (Purnomo, 2012).
7. Tindakan Pembedahan seperti Prostatektomi
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya
infeksi preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus
yang dilakukan prostatektomi suprapubic (Purnomo, 2012).
8. Kateterisasi dan Instrumentasi
Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun
pemasangan instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang
menyebar hingga ke epididymis (Sjamsuhidajat, 2017).

D. Patogenesis
Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana
diperkirakan terjadinya epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang
mengandung bakteri, dari uretra pars prostatika menuju epididimis melalui duktus
ejakulatorius vesika seminalis, ampula dan vas deferens. Oleh karena itu,
penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya anomali kongenital
pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya epididimitis karena
tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi seperti
sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis bacterial
(Purnomo, 2012).
Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu
epididimis. Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak
jarang berkembang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali
epididimitis disebabkan oleh refluks dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra
abdomen karena cedera perut (Purnomo, 2012).

9
E. Diagnosis
1. Anamnesa
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga
berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari
sumber infeksi asli seperti duh uretra dan nyeri atau itching pada uretra
(akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan
rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut
Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang
meningkat, urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi
pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri pada regio flank
(akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis.
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri
mulai timbul dari bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat
akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadangkala ke daerah
inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya
mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan
muntah (Purnomo, 2012).
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan
pemeriksaan fisik adalah :
1. Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran
kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu
testis dan epididimis membengkak di permukaan dorsal testis yang
sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat
diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit skrotum
teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan infiltrat.
Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
2. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
3. Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum
diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan
pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik.

10
4. Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
5. Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu
adanya pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
6. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
7. Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital
pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik,
dan lain sebagainya (Sjamsuhidajat, 2017 & Purnomo, 2012).

3. Pemeriksaan Penunjang
¨ Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk
mengetahui adanya suatu infeksi adalah :
- Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan
shift to the left (10.000-30.000/µl)
- Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
- Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
- Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
- Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada
penderita
¨ Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan
adalah :
a. Color Doppler Ultrasonography
• Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas
dimana pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk
membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya.
• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran
anatomi pasien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa)
• Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk
melihat aliran darah pada arteri testikularis. Pada

11
epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung
meningkat.
• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya
abses skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis.
• Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran
testis dan epididimis yang disertai penebalan tunika vaginalis
dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang
heterogen pada ultrasonografi
b. Nuclear Scintigraphy
• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan
dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran
darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.
• Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan
penangkapan kontras
• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam
menentukan daerah iskemia akibat infeksi.
• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis
negatif palsu
• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal
dan sulit dalam melakukan interpretasi
c. Vesicouretogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG Abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali
kongenital pada pasien anak-anak dengan bakteriuria dan
epididymitis.

F. Tatalaksana
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis
dan bedah, diantaranya :
a. Terapi Medikamentosa
Pemberian antibiotic digunakan jika diduga adanya suatu proses
infeksi. Antibiotic yang kerap digunakan, yaitu :

12
• Fluorokuinolon, namun penggunaanya telah dibatasi karena terbukti
resisten terhadap kuman Gonorhoeae.
• Sefalosforin (ceftriaxone)
• Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan
digunakan pada pasien yang alergi penisilin.
• Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi
infeksi bakteri non gonokokal lainnya
• Penggunaan analgetic dan NSAID
b. Terapi Non-Medikamentosa
• Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah barng total selama dua
hingga tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.
• Mengurangi aktivitas fisik yang dapat memperberat keluhan pasien.
• Mencegah penggunaan instrumentasi pada uretra.
• Terapi bedah pada pasien epididimitis meliputi :
o Scrotal Exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari
epididimitis dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya
infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal baru dapat
ditegakkan saat dilakukan orchiectomy
o Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang
disebabkan oleh kronik epididimitis pada 50% kasus
o Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut
supurativa.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada epididimitis, diantaranya :
1. Abses dan pyocele pada skrotum
2. Infark pada testis
3. Epididimitis kronis dan orchalgia

13
4. Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari
ductus epididymis
5. Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hypogonadism
6. Fistula kutaneus

H. Prognosis
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan
adekuat serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner
seksualnya. Kekambuhan epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa
terjadi.

2.3 Orchitis
A. Definisi
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi.
Sebagaian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus Mumps (gondong), namun
virus ataupun bakteri lain juga dapat menyebabkan penyakit ini (Prince, 2006).

B. Etiologi dan Faktor Risiko


Terdapat beberapa patogen yang dapat menyebabkan terjadinya orchitis ini,
diantaranya :
• Virus Mumps dikatakan sebagai penyebab paling umum terjadinya orchitis,
sedangkan infeksi Coxsackie virus Tipe A, Varicella, dan Echoviral jarang
terjadi.
• Infeksi bakteri pyogenik seperti, E.Coli, Klebsiella, Psudomonas,
Staphylococcus, dan Streptococcus. Dimana bakteri penyebab ini biasanya
menyebar dari epididymis terkait dengan aktivitas seksual pria ataupun pasien
dengan BPH (Beningn Prostat Hyperplasia).
• Trauma pada testis
• Idiopatik (Prince, 2006).

14
Berikut faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya Orchitis :
• Istrumentasi dan pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk
epididymitis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko.
• Refluks urin yang terinfeksi dari uretra prostatic ke epididymis melalui saluran
sperma dan vas deferens bisa dipicu melalui valsava atau pendesakan kuat
(Sjamsuhidajat, 2017).

C. Epidemiologi
Pada tahun 2002, epididimitis ataupun orchitis telah menyumbangkan 1 dari
144 kunjungan rawat jalan (0,69%) pada laki-laki usia 18-50 tahun. Terdapat sekitar
600.000 kasus epididimitis per tahun di Amerika Serikat, yang Sebagian besar terjadi
pada pria antra 18 dan 35 tahun. Epididimitis dikatakan lebih umum terjadi
dibandingkan orchitis. Dalam sebuah penelitian rawat jalan, orchitis terjadi pada 58%
pria yang terdiagnosis dengan epididimitis.

D. Pathogenesis
a. Orkitis Viral
Infeksi ini ditularkan melalui kontak langsung, droplet, atau terkontaminasi
fomites dan memasuki host melalui udara. Kemudian di akhir masa inkubasi
menyebabkan penyebaran virus ke organ, sehingga infeksi sisteik ditandai dengan
parotitis klasik atau manifestasi klinis organ lain. Meskipun kelenjar parotis adalah
yang paling umum organ yang terkena, parotitid bukan Langkah utama atau
diperlukan unutk infeksi gondok (mumps). Saluran kemih, dan organ genital juga
menjadi awalnya efek terjadinya orkitis (Prince, 2006).
b. Orkitis Bakteri Pyogenik
Disebabkan oleh bakteri Brucellois, E. Colli, Klebsiella pneumonieae,
Pseudomonas aeruginosa dan infeksi parasitic (malaria, filariasis, dll) atau kadang
– kadang infeksi riketsia yang ditularkan dari epididymis. Penyakit sistemik seperti
difteri dan demam tifoid dapat ditularkan secara hematogen (Prince, 2006).

15
c. Orkitis Granulomatosa
Menyebar dengan hematogen biasanya dimulai secara unilateral pada
bagian bawah epididymis. Infeksi dapat menyebar melalui funiculus spermatikus
menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan epididymis dan testis, kandung
kemih, dan ginjal (Prince, 2006).

E. Diagnosis
1. Anamnesis
• Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan (edema).
• Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan hingga nyeri yang hebat.
• Kelelahan / myalgia
• Pasien merasakan ketidaknyamanan saat duduk
• Biasanya juga dapat disertai dengan gejala infeksi saluran bawah
seperti frekuensi, hematuria, dan dysuria (Price, 2006).

2. Pemeriksaan Fisik
Beberapa temuan klinis yang dapat ditemukan pada orchitis, diantaranya :
• Pembesaran pada testis dan skrotum
• Skrotum eritematus
• Teraba hangat
• Konsistensi testis yang mengalami pembengkakan kenyal seperti karet
dan mungkin terdapat hubungan dengan kulit depan yang akhirnya
membentuk fistel kulit (Sjamsuhidajat, 2017).

F. Tatalaksana
Pengobatan harus dimulai berdasarkan kemungkinan patogen penyebabnya
atau pada sebelum pengujian laboratorium selesai. Pengobatan berfokus pada
menyembuhkan infeksi, mengurangi gejala, mencegah penularan, dan mengurangi
kemungkinan komplikasi.
Jika patogen penyebabnya merupakan N. Gonorrhoeae atau Clamydia (pasien
usia 14 – 35 tahun), maka pengobatan yang diberikan yaitu Ceftriaxone 250 mg dosis

16
intramuskular, dan Doxycyclin (Vibramycin) 100 mg secara per-oral dua kali sehari
selama 10 hari. Azitromisin tunggal 1 gram dosis oral.
Jika organisme enteric, seperti bakteri kemungkinan (pasien lebih muda dari
14 tahun atau lebih tua dari 35 tahun) atau pasien yang alergi terhadap sefalosporin
atau tetrasiklin , pengobatan harus mencakup ofloksasin 300 mg secara oral dua kali
sehari selama 10 hari, atau lefofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 10 hari.
Selain pengobatan antibiotic, analgesic, skrotum elevasi, pembatasan kegiatan,
dan penggunaan kompres dingin sangat membantu dalam pengobatan pasien dengan
orchitis. Orchitis biasanya dapat dirawat jalan. Tindak rawat inap dianjurkan untuk
pasien dengan nyeri yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi analgetic, kecurigaan
abses, kegagalan rawat jalan, ataupun tanda-tanda sepsis (Sjamsuhidajat, 2017 &
Purnomo, 2012).

G. Komplikasi
Berikut merupakan komplikasi yang dapat teradi pada kasus Orchitis,
diantaranya :
1. Atrofi testis, dimana Orchitis pada akhirnya dapat menyebabkan testis yang
terkena / terdampak menjadi menyusut
2. Abses skrotum, dimana jaringan yang terinfeksi akan menyebabkan akumulasi
pus.
3. Epididimitis yang berulang. Orchitis dapat menyebabkan episode berulang
epididimitis
4. Infertilitas, pada sebagain kecil kasus, orchitis dapat menyebabkan terjadnya
infertilitas (Burner, 2013).

H. Prognosis
Sebagaian besar kasus Orchitis karena infeksi Mumps akan menghilang secara
spontan dalam 3-10 hari. Dengan pemberian antibiotic yang sesuai, sebagain besar
kasus orchitis bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi.

17
2.4 Epididimo-Orchitis
A. Definisi
Epididimo-orchitis adalah inflamasi akut yang terjadi pada testis dan
epididymis yang memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapat pembengkakan di daerah
belakang testis yang juga disertai skrotum yang bengkak (edema) dan merah (Banyra,
2012).
Inflamasi tersebut dapat disebabkan oleh adanya infeksi. Pada umumnya
sumber infeksi tidak begitu jelas, namun kadang kala dapat disebabkan oleh
penyebaran lokal dari uretra (infeksi menular seksual) atau vesika urinaria (infeksi
saluran kemih) (Banyra, 2012).

B. Patofisiologi
Paling umum, penyebab epididimo-orchitis yaitu didahului oleh epididymis
yang kemudian berkembang dengan proses inflamasi proliferative, dan kemudian
peradangan meluas ke testis. Pada fase inflamasi eksudatif, cairan serosa berkumpul
di sekitar testis dan menyebabkan skrotum (hidrokel reaktif).
Epididymitis seringkali terjadi akibat penyebaran organisme secara retrograde
dari vas deferens dan jarang terjadi secara hematogen. Infeksi bakteri menyebabkan
infiltrasi sel-sel darah putih ke dalam jaringan ikat epididymis dan terjadinya kongesti
dan edema. Inflamasi ini dapat menyebar ke tubulus-tubulus yang berisiko unutk
terjadi pembentukan abses dan nekrosis epididymis. Organisme penyebab epididimitis
sebanyak 80% dapat teridentifikasi dan beragam berdasarkan umur pasien. Adanya
peradangan pada epididymis dan testis ini dapat menyebabkan akumulasi cairan serosa
yang terkabung dengan sel-sel radang yang menyebabkan penimbunan pus (abses
skrotum).
Abses skrotum terjadi karena adanya infeksi yang menyebabkan terkumpulnya
cairan dalam tunika vaginalis. Epididimitis dan orchitis mengakibatkan adanya
akumulasi abses yang dapat mengganggu suplai darah ke testicular, terutama
menimbulkan infeksi dan infark testicular, sehingga terjadi rupture pada tunika
albugenia. Trauma dapat mengakibatkan terjadinya infeksi dan menimbulkan
akumulasi abses, apabila bakteri masuk dan merusak kulit sampai terjadinya hidrokel.

18
C. Diagnosis dan Tatalaksana
Epididimo-orchitis selalu disertai dengan peningkatan suhu badan (demam)
dan nyeri skrotum yang menjalar di sepanjang funiculus spermatikus. Prosedur
diagnostic meliputi pemeriksaan fisik, tes laboratorium standar, pemeriksaan
ultrasonografi skrotum, dan pemeriksaan mikroskopis. Perawatan harus dimulai
setelah diagnosis epididimo-orchitis harus mencakup antibiotic, analgetic, dan juka
diperlukan dapat dilakukan tindakan pembedahan. Tujuan dari penyelidikan ini adalah
untuk menentukan pendekatan terapi berdasarkan hasil pemeriksaan pasien (Banyra,
2012).
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik awal dan pemeriksaan UGD skrotum,
kemudian ditemukan tanda-tanda klinis seperti demam, perbedaan perabaan
epididymis dan testis (E/T +), malacia (pelunakan lokal) dari epididymis atau testis,
kehadiran atau tidak adanya hidrokel serta ada tidaknya dan ukuran abses pada
epididymis atau testis berdasarkan hasil pemeriksaan USG skrotum. Pasien epididimo-
orchitis terbagi menjadi 3 kelompok, diantaranya :

Pada kondisi yang telah terjadi abses skrotum dapat menimbulkan gejala berupa
nyeri hebat pada skrotum, kemerahan, panas, nyeri dan radang sistemik termasuk
demam dan leukositosis. Pasien mungkin atau tidak mengeluhkan mual muntah.
Apabila terjadi trauma pada skrotum maka dapat ditemukan gambaran klinis berupa,
nyeri akut pada skrotum, pembengkakakan, memar, dan kerusakan kulit akibat adanya
cedera pada kulit skrotum yang menjadi keluhan utama pasien datang. Bahkan dapat

19
terjadi luka yang terisolasi / tertutup, nyeri perut, mual, muntah, dan dapat
menimbulkan kesulitan dalam berkemih (Burner, 2013).
Pada pemeriksaan fisik sangat membantu karena ditemukan skrotum teraba
edema (bengkak), tidak keras, dan merah ada skrotum, dan dapat menjadi fluktuan.
Selain itu, palpasi pada testis untuk menentukan epididimo-orchitis dan gejala
karsinoma testis. Pada pemeriksaan skrotum dapat juga menggambarkan ukuran,
karakteristik, dan massa yang terjadi pada testis (Adler, 2004).
Pada pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, dapat ditemukan adanya
leukositosis yang menandakan adanya peradangan sistemik. Sedangkan pada
pemeriksaan USG skrotum dapat memberikan gambaran pyocele pada kondisi yang
lebih parah. Septa atau lokulasi, level cairan menggambarkan permukaan hidrokel /
pyocele, dan gas pada pembentukan organisme. Pemeriksaan USG biasanya
menunjukkan akumulasi cairan ringan dengan gambaran internal atau lesi hypoechoic
yang disertai denga nisi skrotum normal ataupun bengkak (Ast, 2009).

Penanganan
Manajemen abses intrascrotal, terlepas dari penyebabnya, memerlukan drainase
bedah dimana rongga abses harus dibuka dan dikeringkan, termasuk testis jika terlibat.
Abses superfisial juga memerlukan insisi dan drainase. Untuk mengobati abses
skrotum, diagnosis yang tepat dari penyebab infeksi diperlukan untuk menentukan
pengobatan yang tepat. Pemberian antibiotic dan analgetic juga dapat diberikan untuk
mempercepat dari proses penyembuhan (Burner, 2013)
Penanganan pasca pembedahan, luka skrotum dijaga secraa teratur untuk
mencegah akumulasi materi purulent dan debridment jaringan devitalized. Terapi
antibiotic pasca operasi harus disesuaikan dengan kultur urin dan sensitivitas luka dan
harus dilanjutkan hingga infeksi teratasi (Klaassen, 2011).

D. Komplikasi
Apabila abses skrotum tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan
Fournier’s gangrene, yaitu : nekrosis pada kulit skrotum dan merupakan kasus

20
kegawatdaruratan. Fournier’s gangrene dapat menyebabkan kehilangan jaringan yang
signifikan memerlukan pencangkokan kulit berikutnya untuk skrotum (Burner, 2013).

E. Prognosis
Abses skrotum dapat kambuh kembali apabila fokus infeksi belum teratasi.
Kegagalan untuk mengidentifikasi sumber infeksi, seperti striktur uretra yang
mendasarinya, dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan (Klaassen, 2011)

2.5 Tabel Diagnosis Banding dari Akut Skrotum


Kondisi Subjektif Objektif USG
Epididimitis - Nyeri (+) - Epididimis lokal Pembesaran dan
- Kadang dapat teraba lunak dan penebalan epididimis
menyebar hingga bengkak, juga
abdomen bawah terjadi pada testis
- Radang sistemik (+) - Refleks kremaster
normal
- Prehn’s sign (+)
Orchitis - Nyeri yang tiba-tiba - Bengkak pada Testicular massa dan
pada testis testis edema
- Dapat menyebar ke - Refleks kremaster
daerah abdomen normal
bawah dan inguinal.
- Radang sistemik (+)
Epididimo- - Nyeri hebat pada - Bengkak dan Dapat tampak
orchitis skrotum dan dapat merah pada testis gambaran pyocele
menyebar ke abdomen - Pada kondisi ataupun hidrokel.
bawah hingga daerah abses à dapat
inguinal. disertai dengan
- Pada kondisi abses lesi pada kulit
nyeri akan semakin skrotum, akibat
hebat pecahnya abses.

21
- Radang sistemik (+) - Prehn’s sign (+).
Torsio testis - Nyeri bersifat akut - Testis teraba Gambaran testis
- Nyeri hebat melintang / lebih normal
- Radang sistemik tinggi
(demam) à (-) dibandingkan sisi
kontraleteral.
- Testis edema
- Pada kondisi
yang baru saja
terjadi, dapat
diraba lilitan /
penebalan
funiculus
spermatikus
- Refleks kremaster
(-)
- Prehn’s sign
masih terasa
nyeri.

22
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. INS
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 55 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SMA
Status menikah : Menikah
Agama : Hindu
Suku / Bangsa : Bali / Indonesia
Alamat : Dsn Gelogor Desa Pikat, Dawan, Klungkung
Tanggal MRS : 10 Mei 2021
No. RM : 151391

3.2 Anamnesa
Keluhan utama
¨ Nyeri pada skrotum

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Bedah Umum RSUD Klungkung dengan keluhan nyeri pada
skrotum kiri. Keluhan dirasakan muncul secara tiba-tiba sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
menjelaskan nyeri menjalar dari skrotum (buah zakar) ke selangkangan dan paha bagian
atas dan dirasakan terus-menerus hingga menyebabkan pasien tidak dapat bekerja seperti
semula. Pasien menjelaskan seminggu yang lalu, muncul sebuah benjolan kecil pada
skrotum kirinya tanpa disertai dengan rasa nyeri, kemudian kurang lebih dua hari
setelahnya benjolan dirasakan mulai membesar dan mulai terasa nyeri dan panas. Pada saat
itu juga pasien mengeluhkan demam dengan suhu 39,0℃. Pasien sempat berobat dan
mendapatkan obat antibiotik dan paracetamol untuk mengurangi keluhannya. Pasien
menjelaskan bahwa keluhannya tidak membaik walaupun telah diberikan pengobatan dan

23
skrotumnya dirasakan semakin membesar dan nyeri. Keluhan pasien terasa semakin
memberat saat pasien memulai untuk BAK namun setelahnya nyeri tersebut mulai
berkurang.
Pasien juga mengeluhkan benjolannya sejak tadi pagi tampak pecah dan
mengeluarkan nanah dan sedikit bercampur darah. Pasien juga kesulitan untuk BAB karena
takut menyebabkan benjolannya semakin pecah karena mengejan. Keluhan nyeri saat atau
selama BAK (-), BAK tidak tuntas dan membutuhkan perpindahan posisi (-), BAK menetes
(-), BAK seperti nanah (-) dan pasien menyangkal sebelumnya mengalami infeksi pada
kelenjar ludahnya. Pasien juga menyangkal sebelumnya terdapat trauma yang mengenai
bagian dari alat kelaminnya. Pasien menjelaskan bahwa ia masih aktif dalam beraktivitas
seksual dengan istrinya, namun karena istrinya telah melakukan tindakan pengangkatan
rahim, sehingga terkadang selama bersenggama terkadang penis pasien lecet karena merasa
liang senggama terasa kering.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Riwayat penyakit kronis
seperti hipertensi, jantung, DM, Hepatitis, infeksi saluran pernapasan disangkal. Trauma
pada alat kelaminnya, BPH, dan keganasan disangkal.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan tertentu.

Riwayat Operasi / Tindakan


Pasien tidak pernah memiliki riwayat tindakan operasi (pembedahan) khususnya pada area
kemaluannya ataupun pemasangan kateter urin sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku dalam keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien ini
sebelumnya, ataupun mengidap penyakit infeksi saluran pernapasan, ginjal, DM,
hipertensi, jantung, ataupun alergi dalam keluarga pasien.

24
Riwayat Penyakit Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang pegawai swasta dan mengaku jarang mengkonsumsi alkohol
ataupun merokok. Pola makan dan aktivitas fisik masih dalam batas normal. Untuk
aktivitas seksual pasien, terkadang pasien menggunakan lubrikan untuk mencegah alat
kelaminnya lecet.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status present
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 78 x/menit
- Respirasi rate : 20 x/menit
- Suhu : 36,7℃

Status Generalis
- Kepala : Normochepali.
- Mata : Anemis (-/-) , icterus (-/-) , cowong (-/-) , reflex pupil (+/+) isokor.
- Mulut : Mukosa faring anemis (-), tonsil (dbn), lidah bersih (dbn).
- THT : Normotia, kesan tenang
- Leher : Perbesaran KGB (-)
- Thorax :
o Pemeriksaan pulmo (depan dan belakang)
§ Inspeksi : dbn
§ Palpasi : ekspansi (dbn), fremitus vocal (dbn)
§ Perkusi : dbn
§ Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
o Pemeriksaan Cor / Jantung
§ Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
§ Palpasi : ictus kordis teraba disebelah di linea midclavicular
pada ICS 5

25
§ Perkusi :
• Batas kanan : Parasternal Linea (D) ICS V
• Batas kiri (bawah) : Midclavicula Linea (S) ICS V
• Batas atas : Sternalis Linea (S) ICS II
• Batas pinggang : Parasternalis Linea (S) ICS III
§ Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, mumur (+)
- Abdomen :
o Inspeksi : dbn
o Auskultasi : dbn
o Perkusi : dbn
o Palpasi : dbn

- Ekstremitas :
o Edema : - -
- -

o Akral hangat : + +
+ +

o Sianosis : - -
- -
o CRT < 2 detik

Status Lokalis
v Inspeksi
o Rambut pubis tampak normal
o Tidak terdapat lesi pada simfisis pubis dan daerah inguinal dekstra –
sinistra.
o Penis : tidak terdapat edema ataupun lesi. Tidak terdapat pus yang keluar
dari uretra eksterna

26
o Skrotum : tampak membesar dan eritema. Terdapat adanya lesi dengan
ukuran kurang lebih 0,5 x 0,5 cm pada skrotum kiri yang mengeluarkan pus
bercampur sedikit darah.
v Palpasi
o Penis : nyeri tekan (-)
o Skrotum :
§ Terdapat nyeri tekan (+) pada testes kiri.
§ Teraba hangat (+)
§ Testes kiri teraba bengkak (edema) dengan konsistensi tidak keras,
fluktuasi (-).
o Pembesaran Kelenjar Getah Bening (+) regio inguinal.
v Pemeriksaan Khusus :
o Prehn Sign (+) dimana nyeri berkurang saat elevasi skrotum
o Pemeriksaan transluminasi (-)
o Refleks kremaster normal

Sebelum Tindakan Rawat Luka

Edema pada skrotum sinistra

Lesi pada skrotum akibat pecahnya


abses, ukuran lesi kurang lebih 0,5 x
0,5 cm

27
Setelah Tindakan Rawat Luka

3.4 Diagnosa Banding


• Abses skrotum ec epididimo-orchitis sinistra
• Torsio testis
• Torsio Apendiks Testis

Diagnosis Banding Gejala Klinis Tanda Klinis


Abses skrotum ec - Nyeri hebat pada - Bengkak dan merah
epididimo-orchitis skrotum dan dapat pada testis
menyebar ke abdomen - Pada kondisi abses à
bawah hingga daerah dapat disertai dengan
inguinal. lesi pada kulit skrotum,
- Pada kondisi abses akibat pecahnya abses.
nyeri akan semakin - Prehn’s sign (+).
hebat - Refleks Kremaster
- Skrotum dapat terasa masih dapat normal.
panas
- Dapat disertai dengan
keluhan BAK.
- Radang sistemik (+)

28
Torsio Testis - Nyeri bersifat akut - Testis teraba melintang
- Nyeri hebat dan dapat / lebih tinggi
menjalar ke perut dibandingkan sisi
bagian bawah – daerah kontraleteral.
inguinal. - Testis edema
- Radang sistemik - Pada kondisi yang baru
(demam) à (-) saja terjadi, dapat
- Biasanya diawali oleh diraba lilitan /
adanya trauma atau penebalan funiculus
aktivitas berlebihan. spermatikus
- Refleks kremaster (-)
- Prehn’s sign masih
terasa nyeri.
Torsio Apendiks Testis - Nyeri skrotum akut & - Testis teraba bengkak
nyeri bersifat hebat. dan memerah.
- Nyeri terlokalisasi - Refleks kremaster (+)
pada bagian kutub atas - Blue-dot sign
- Kerap terjadi pada
anak-anak.

3.5 Assasment Awal


• Abses skrotum ec epididimo-orchitis sinistra

3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Darah Lengkap (10/05/2021)
Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Hemoglobin 13,8 10,8 – 16,5 g/dL Normal
Leukosit 11,17 3,5 – 10 ribu/uL Meningkat
- Neutrofil 67 39,3 – 73,7 % Normal
- Limfosit 14,8 18 – 48,3 % Meningkat

29
- Monosit 7,5 4,4 – 12,7 % Normal
- Eosiofil 9,08 0,600 – 7,30 % Meningkat
- Basofil 1,40 0,00 – 1,70 % Normal
Eritrosit 5,0 3,5 – 55 juta/uL Normal
Hematokrit 43,5 35 – 55 % Normal
Index Eritrosit
- MCV 86,5 81,1 – 96 fL Normal
- MCH 27,4 27,0 – 31,2 pg Normal
- MCHC 31,7 31,5 – 35 % Normal
RDW-CV 10,8 11,5 – 14,5% Menurun
Trombosit 286 145 – 450 juta/uL Normal
MPV 5,33 6,90 – 10,6 fL Menurun

Pemeriksaan Kimia Darah (10/05/2021)


Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan
GDS 106 3,5 – 10 mg/dL Normal
SGOT/AST 50 3,5 – 5,5 U/L Meningkat
SGPT/ALT 87 11,5 – 16,5 U/L Meningkat
BUN 19 35 – 55 mg/dL Normal
Kreatinin 0,8 100 – 400 mg/dL Normal

Pemeriksaan USG Skrotum


Interpretasi :
o Mengesankan gambaran epididimo-orchitis kiri dan tampak funiculitis kiri serta
edema scrotalis kiri.
o Testis kanan dalam batas normal

30
Pemeriksaan Rapid Antigen (10/05/2021)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Rapid Antigen SARS-CoV- NEGATIF NEGATIF
2 (Covid-19)

3.7 Diagnosa Kerja


Abses skrotum ec epididimo-orchitis sinistra

3.8 Penatalaksanaan
• Terapi :
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 250 mg IM single dose à Doxycyclin 100 mg 2 x 1 PO
- Paracetamol 3 x 500 mg PO
- Ketorolac 3 x 30 mg PO
- Elevasi skrotum untuk membantu mengurangi keluhan pasien
- Perencanaan tindakan operatif à Insisi drainase + orchidektomi.
• Monitoring:
Keluhan dari pasien
• Rencana Edukasi:
KIE keluarga dan pasien tentang keadaan pasien, rencana tindakan, risiko tindakan, dan
komplikasi tindakan yang akan dilakukan. Pasien juga diminta unutk tidak melakukan
hubungan senggama dengan pasangannya selama pengobatan.

3.9 Prognosis
• Ad Vitam : Dubia ad Bonam
• Ad Functionam : Dubia ad Bonam
• Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis
Pasien merupakan laki-laki beruisa 55 tahun dengan pekerjaan pegawai swasta, bangsa
Indonesia, didiagnosa dengan Abses skrotum ec epididimo-orchitis sinistra. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari anamnesis
didapatkan berupa keluhan nyeri pada skrotum kiri yang timbul secara mendadak dan menjalar
hingga perut bagian bawah dan paha bagian atas. Keluhan disertai dengan skrotum yang
membengkak, teraba panas, dan didapatkan adanya luka pada skrotum kiri yang mengeluarkan pus
dan sedikit darah sejak tadi pagi tanpa didahului oleh adanya trauma pada skrotumnya.
Pasien diketahui masih kerap melakukan aktivitas seksual dengan istrinya. Namun sejak
istrinya melakukan tindakan histerektomi (pengangkatan rahim), pasien mengaku jika penisnya
kerap lecet saat bersenggama terutama saat ia tidak menggunakan lubrikan / pelumas. Pasien
menyangkal sebelumnya pernah mengalami kondisi seperti ini. Riwayat infeksi pada kelenjar
ludah (parotitis), infeksi saluran pernapasan, BPH (Benign Prostate Hyperplasia) dan infeksi
saluran kemih, dan trauma pada genitalia disangkal oleh pasien.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pasien tidak sedang mengalami demam karena sebelumnya
pasien telah mengkonsumsi obat penurun panas (antipiretik). Pada status lokalis didapatkan
adanya edema eritema, dan luka kecil dengan diameter kurang lebih 0,5 x 0,5 cm yang
mengeluarkan pus bercampur sedikit darah pada skrotum kiri. Kemudian ketika dilakukan palpasi
didapatkan skrotum kiri teraba panas, fluktuasi (-), nyeri tekan (+). Phern’s sign (+), refleks
kremaster normal, dan pemeriksaan transluminasi negatif. Sedangkan pada pemeriksaan penis dan
testis kanan dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya leukositosis dan
dari pemeriksaan USG Skrotum didapatkan kesan gambaran epididimo-orchitis sinistra,
Berdasarkan komponen temuan tersebut melandaskan diagnosis abses skrotum ec
epididimo-orchitis sinitra. Epididimo-orchitis sendiri merupakan inflamasi akut yang terjadi pada
testis dan epididymis yang memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapat pembengkakan di daerah
belakang testis yang juga disertai skrotum yang bengkak (edema) dan merah. Dimana salah satu
manifestasi akhir atau bentuk dari komplikasinya adalah terbentuknya abses yang merupakan
akumulasi cairan serosa dan sel-sel darah putih akibat perasangan pada jaringan epididymis yang

32
meluas ke testis. Penyebab dari penyakit ini seperti infeksi bakteri, virus, ataupun karena dilandasi
oleh suatu kondisi tubuh tertentu seperti parotitis, kalainan pada prostat, dan riwayat kateterisasi
urin sebelumnya.

Penatalaksanaan
Pada pasien ini dipilih tindakan operatif untuk menangani abses yang telah terbentuk pada
skrotum kirinya. Mengingat kembali bahwa kondisi pasien ini telah memenuhi staging / klasifikasi
dari epididimo-orchitis yaitu memasuki stage III yang tidak hanya memerlukan tindakan
konservatif dengan menggunakan antibiotik, analgetik, dana antipiretik.

33
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Epididimo-orchitis adalah inflamasi akut yang terjadi pada testis dan epididymis
yang memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapat pembengkakan di daerah belakang testis
yang juga disertai skrotum yang bengkak (edema) dan merah. Abses skrotum terjadi karena
adanya infeksi yang menyebabkan terkumpulnya cairan dalam tunika vaginalis.
Epididimitis dan orchitis mengakibatkan adanya akumulasi abses yang dapat mengganggu
suplai darah ke testicular, terutama menimbulkan infeksi dan infark testicular, sehingga
terjadi rupture pada tunika albugenia. Pengobatan harus dimulai berdasarkan kemungkinan
patogen penyebabnya atau pada sebelum pengujian laboratorium selesai. Pengobatan
berfokus pada menyembuhkan infeksi, mengurangi gejala, mencegah penularan, dan
mengurangi kemungkinan komplikasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adler, Micheal.,et all. 2004. ABC of Sexually Transmitted Infections Ed. 5th . London : BMJ
Publishing Group
Ast, Alyssa Made M. 2013. How to Treat Scrotal Abscess. USA : Medscape. Availabe at :
https://emedicine.medscape.com/article/1949750-overview
Banyra, Oleg.,Shulyak, Alexander. 2012. Acute Epididymo-Orchitis : Staging and Treatment.
Ukraina : Central European Journal of Urology
Burner, David.,Ellie L Ventura, Jhon J Devlin. 2012. Scrotal Pyocele : Uncommon Urologic
Emergency. USA : Journal of Emergencies Trauma and Shock. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391854/
Drake RL.,Vogl AV.,Adam WM. 2015. Gray’s Anatomy For Student Ed.3th. Churchilll
Livingstone : Elsevier
Klaassen, Zachary W A. 2013. Male Reproductive Organ Anatomy. USA : Medscape. Available
at : https://emedicine.medscape.com/article/1899075-overview
Moore KL., Dalley AF.,Agur AMR. 2014. Moore Clinically Oriented Anatomy Ed.7th. Baltimore
: Lippincot Williams & Wilkins
Prince. SA. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Purnomo, B. Basuki. 2012. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Malang : Sagung Seto
Sjamsuhidajat, R. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4. Jakarta : EGC
Tania, Marisa Stephanie. 2009. Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika. Jakarta : FK Universitas
Indonesia
Trojian, Thomas H., et all. 2009. Epididimitis and Orchitis : An Overvie.

35

Anda mungkin juga menyukai