Anda di halaman 1dari 24

RESUME

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Maternitas 2

Dosen : Inggrid Dirgahayu, S. Kep., Ners., MKM

Disusun Oleh :

Sinta juliani 191FK03016

Kelas :

2A Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTASKEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2021
A. Pengertian Cephalopelvic disproportion (CPD)
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah disproporsi antara
ukuran janin dan ukuran pelvis, yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup
besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis
sampai terjadi kelahiran pervaginam (Varney, 2007). Menurut Cuningham
(2014), cephalopelvic disproportion (CPD) timbul karena berkurangnya
ukuran panggul, ukuran janin terlalu besar, atau yang lebih umum, dan
karena kombinasi keduanya.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. Mungkin
terdapat penyempitan pintu atas panggul, pintu bawah panggul, atau
panggul yang menyempit seluruhnya akibat kombinasi hal-hal di atas.
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang
dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Conjugata
vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9 ½ cm dan kadang- kadang
mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari
10 cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalu
kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa
sempit.
Cephalopelvic disproportion adalah ketidakseimbangan antara
besarnya kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya ukuran panggul
ibu.(Simanjuntak & Wulandari, 2017)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) atau disproporsi fotopelvik
adalah antara ukuran janin dan ukran pelvis yakni yaitu ukuran pelvis
tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu
melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervagina. Pelvis yang adekuat
untuk jalan lahir bayi 2,27 kg mungkin cukup besar untuk bayi 3,2 kg
mungkin tidak cukup besar dengan bayi 3,6 kg. Chepalo Pelvik
Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami.
Indikasi kemungkinan disproporsi sefalopelvik:
a. Ukuran janin cukup besar
b. Tipe dan karakteristik khusus tubuh wanita secara umum
1) Bahu lebih lebar dari pada pinggul tanpa
memperhatikan tinggi
2) Postur tubuh pendek seperti kotak
3) Tangan dan kaki pendek serta lebar
c. Riwayat fraktur pelvis
d. Deformitas spinal, contoh skoliosis,atau kifosis
e. Malpresentasi atau malposisi

Disproporsi sefalopelvik dapat ditandai oleh pola persalinan


disfungsional, kegagalan kemajuan persalinan, fleksi kepala yang buruk
atau kemacetan rotasi internal dan penurunan (yaitu deep transverse
arrest). Disproporsi sefalopelvik dapat atau tidak dapat disertai
pembentukan kaput atau molase. peralinan disfungsional yang disebabkan
oleh disproporsi sefalopelvik dapat mengakibatkan kondisi berikut:

a. Kerusakan pada janin yaitu kerusakan pada otak


b. Kematian janin atau neonates
c. Rupture uterus
d. Infeksi intruterus

Disproporsi sevalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk


melewati panggul. Disproporsi dapat absolute atau relative. Absolute
apabila janin sama sekali tidak akan selamat melewati jalan lahir.
Disproporsi relative terjadi apabila faktor-faktor lain ikut berpengaruh.
Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang
efisien. Kelonggaran jaringan lunak, letak, presentasi dan kedudukan janin
untuk mengadakan kedudukan janin yang menguntungkan dan
kemampuan kepala janin untuk mengadakan moulage. Sebaliknya
kontraksi yang jelek, jaringan lunak yang kaku, kedudukan abnormal, dan
ketidak mampuan kepala untuk mengadakan moulage sebagaimana
mestinya. Semuanya dapat menyebabkan persalinan vaginal tidak
mungkin.

1) Panggul (The Passage)


a. Ukuran Panggul
Meskipun persoalannya adalah hubungan
antara panggul dengan janin tertentu, pada beberapa
kasus panggul sedemikian sempitnya sehingga janin
normal tidak akan lewat. Ukuran yang sempit dapat
berada pada setiap bidang: Pintu atas panggul
(PAP), Pintu tengah panggul (PTP), atau Pintu
bawah panggul (PBP). Kadang-kadang seluruh
bidangnya sempit. Panggul sempit menyeluruh.
 Kesempitan Pintu Atas Panggul
Kesempitan pintu atas panggul
terjadi kalua diamaeter
anteroposterior (conjugata obstetrica)
kurang dari 10cm atau diameter
transversa kurang dari 12cm.
Kesempitan pintu atas panggul dapat
merupakan akibat
rickettsia/pertumbuhan menyeluruh
yang jelek. Pengaruh pada janin :
 Bagian terenda tidak bisa
masuk panggul
 Sering terjadi mal posisi
 Sikap defleksi
 Ansyklitismus yang
berlebihan
 Moulage berat
 Terbentuknya caput
succedaneum yang besar
 Tali pusat menumbung,
terjadi komplikasi ini karena
bagian terendah tidak
menutup PAP dengan baik.
Pengaruh pada persalinan :
 Pembukaan serviks lambat
dan sering kali tidak
lengkap.
 Biasa terjadi ketuban pecah
dini awal
 Seringkali disertai kontraksi
uterus yang efisien.
 Kesempitan Pintu Tengah Panggul
Kesempitan pintu tengah
panggul pada dasarnya merupakan
penyempitan bidang yang melalui
apex dari arcus punis, spina
ischiadika, dan sacrum. Biasanya
antara segmen keempat dan kelima.
Kesempitan pintu tengah
panggul merupakan sebab yang biasa
dijumpai pada distosia dan tindakan
operatif. Sebab kalau kepala janin
sudah tidak masuk pintu atas panggul
maka tidak ada keragu-raguan lagi
bahwa persalinan harus diakhiri
dengan sectio caesarea. Akan tetapi
kalau kepala dapat masuk kedalam
panggul maka penolong segan untuk
melakukan sectio caesarea oleh
karena mengharap kepala akan turun
sampai ketitik dimana dapat
dilakukan ekstraksi dengan forsep.
Bahaya disini adalah dengan adanya
moulage dan pembentukan caput
maka kepala akan lebih rendah dari
sesungguhnya. Yang akan dikerjakan
adalah forsep tengah akan tetapi
terpaksa dilakukanforsep tinggi.
Seringkali dengan akibat yang
berbahaya baik ibu maupun anaknya.
Kesempitan pintu tengah panggul
dapat menghalng-halangi
berputarnya ubun-ubun kecil
kedepan dan mengarahkannya ke
lengkung sacrum. Tidak terjadi
putaran paksi dan sikap defleksi
sering kali terdapat pada cavum
pelvis yang sempit.
 Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Kesempitan pintu bawah
panggul terjadi apabila distansia
intertuberosum kurang dari 8 cm.
Distosia dapat diharapkan akan
terjadi kalau diameter intertuberosum
ditambah dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 15 cm,
pengurangan distansia
intertuberosum dan angulus sub
pubicus akan mendorong kepala ke
belakang, dengan demikian
prognosisnya tergantung kepada
kapasitas segmen posterior, mobilitas
artilation sacro coccigalis, dan
kemampuan jaringan lunak untuk
mengakomodasikan anak. Sisi-sisi
segitiga posterior tidak terbentuk dari
tulang. Mskipun kesempitan pintu
bawah panggul banyak
mengakibatkan robekan perineum
dan lebih sering diperlukan
pertolongan dengan forsep, jarang
merupakan dengan indikasi seksio
sesarea tanpa adanya distosia oleh
karena kesempitan pintu atas panggul
atau pintu tengah panggul. Oleh
karena distansia intertuberosum
dapat diukur secara manual dapat
memberikan petunjuk akan
kemungkinan adanya kesempitan
pada bidang yang lebih tinggi, maka
distansia intertuberosum harus dinilai
sebagai bagan dari pemeriksaan
rutin. Kepala yang tertahan lama
dipintu bawah panggul dapat
disebabkan oleh perineum yang
kaku. Jaringannya tidak teregang
dengan baik, dan apabila robek
terjadi robekan luas yang tidak
teratur. Terapinya adalah dengan
episiotomi mediolateralis segera
setelah diketahui.
b. Pengaruh Bentuk Panggul
Kapasitas obstetrika dari suatu panggul
wanita ditentukan oleh ukuran dan bentuk atau
konfigurasinya. Dengan teknik radiologi klasifikasi
bentuk panggul dapat dipercaya dari pada
pengukuran diameter-diameternya. Oleh karena itu,
dengan pengecualian kasus dimana panggulnya
sangat sempit, dirasakan bahwa dalam usaha
menentukan prognosis tipe panggul adalah lebih
penting dari pada ukurannya. Faktor-faktor ini
saling melengkapi.
Panggul gynecoid atau panggul wanita
normal mempunyai diameter terbaik di tiga bidang
untuk lahirnya janin tanpa komplikasi. Panggul
android adalah panggul laki-laki mempunyai
reputasi abstetrik yang jelek dengan berkurangnya
segmen posterior disemua bidang panggul, ubun-
ubun kecil cenderung untuk masuk pintu atas
panggul dibelakang putaran paksinya di pintu
tengah panggul terhambat, dan terdorong ke
belekang pintu bawah panggul. Akibatnya adalah
tertahannya penurunan kepala, tidak terjadi putaran
paksi dan robekan perineum dan rectum.
Panggul antropoid pengukuran transversal
diberbagai bidang adalah relatve dan
dikompensasikan dengan diameter occipito
posterior dengan mudah dan dilahirkan dengan
muka menghadap kearah pubis. Umumnya
prognosisnya lebih baik dari pada panggul tipe
antroid dan plathypeloid.
c. Panggul-panggul Abnormal
1. Panggul Naegele
Pertumbuhan yang tidak sempurna atau tidak
adanya salah satu alae ossisacri menyebabkan
panggul sempit dan miring
2. Panggul Robert
Panggul yang menyempit simetris pada arah
transversal yang disebabkan oleh tidak adanya
kedua alae ossisacri.
3. Split Pelvis
Kedua os pubis tidak menjadi satu. Seringkali
disertai dengan tidak bersatunya dinding-
dinding vesica urinaria dan dinding anterior
abdominal.
4. Panggul Asimilasi
Adalah panggul yang memanjang dimana
vertebrata lumbalis terakhir atau vertebratara
coccygealis pertama meyerupai vertebrata
sacrali dan seperti merupakan bagian os sacrum.
Bukan vertebrata lumbalis ataupun coccygealis.
5. Panggul Ostomalacia
Terjadi pelunakan tulang yang kemudian
melengkung kedalam cavum pelvis, sehingga
dapat mengurangi semua ukuran diameternya.
6. Panggul Spondilolisthik
Vertebrata lumbalis terakhir tergeser kedepan
dan kebawah diatas promontorium. Kehamilan
dapat memperberat keadaan sampai timbul
gejala-gejala untuk pertama kalinya. Seringkali
terjadi partus lama dan memerlukan tindakan
operatif.
2) Anak (The Passenger)
a. Besarnya anak
Besarnya anak adalah penting. Kadang-
kadang anak terlalu besar untuk sebuah panggul.
Masalahnya adalah hubungan antara anak dengan
panggul. Anak dikatakan terlalu besar apabila
beratnya 4.500 gram atau lebih.
b. Moulage
Moulage kepala janin dapat sangat
menentukan. Kemampuan kepala untuk berubah
bentuk menyesuaikan diri dengan panggul
memungkinkan kepala melewati panggul dengan
selamat. Moulage yang berat dapat menimbulkan
kerusakan otak dan ini harus di pertimbangankan
dalam menentukan apaka janin dapat lahir
pervaginam.pengurangan diameter biparietal lebih
dari 0,5 cm dianggap berbahaya.
c. Pembesaran perut janin
Keadaan yang jarang ini dapat menyebabkan
distosia. Diagnosisnya dibuat setelah kepala lahir
badan tidak dapat keluar. Kematian janin tinggi oleh
karena janin dapat mati dalam uterus, dan trauma
akibat persalinan yang sulit dapat menyebabkan
kematian.
B. Manifestasi Klinis Cephalopelvic disproportion (CPD)
1. Persalinan lebih lama dari yang normal
2. Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 39 minggu
(primipara)
3. Tinggi badan kurang dari 145 cm
4. Ukuran distasia spinarum kurang dari 24-26 cm
5. Ukuran distasia kristarum kurang dari 28-30 cm
6. Ukuran konjugata eksterna diameter kurang dari 18-20 cm
7. Pintu atas panggul
1) Ukuran konjugata vera/diameter antero posterior (diameter
depan-belakang) yaitu diameter antara promontorium dan
tepi atas symfisis kurang dari 11 cm
2) Kuran diameter melintang (transversa), yaitu jarak terlebar
antara ke-2 linea inominata kurang dari 13 cm
3) Ukuran diameter oblik (miring) jarak antara artikulasio
sakro iliaka dengan tuberculum pubicum sisi yang
bersebelahan kurang dari 12 cm
8. Bidang tengah panggul
1) Bidang luas panggul terbentuk dari titik tengah symfisis,
pertengahan acetabulum, dan ruas sacrum ke-2 dan ke-3.
Diameter anteroposterior kurang dari 12,75 cm, diameter
trasversanya kurang dari 12,5 cm
2) Bidang sempit panggul merupakan bidang yang berukuran
kecil terbentang dari tepi bawah symfisis, spina ischiadika
kanan dan kiri, dan 1-2 cm dari ujung bawah sacrum.
Diameter antero-posterior kurang dari 11,5 cm, diameter
transversa kurang dari 10 cm
9. Pintu Bawah Panggul
1) Diameter anteroposterior yaitu ukuran dari tepi bawah
symfisis ke ujung sacrum kurang dari 11,5 cm
2) Diameter transversa jarak antara tuber ischiadikum kanan
dan kiri kurang dari 10,5 cm
3) Diameter sagitalis posterior yaitu ukuran dari ujung sacrum
kepertengahan ukuran transversa kurang dari 7,5 cm
C. Etiologic Cephalopelvic disproportion (CPD)
CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. (RISKA FITRIA, R. F. 2018).
D. Patofisiologi Cephalopelvic disproportion (CPD)
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan
penyebabkan CPD itu sendiri, yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul
yang sempit dan ukuran janin terlalu besar.
Pasien atas indikasi Cephalopelvic disproportion (CPD) dengan
CV <8½ perlu di lakukan pembedahan yang biasa disebut dengan sectio
caesarea. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Dari sini pasien
akan beradaptasi dengan keadaan akibat post anastesi dan luka post sectio
caesarea.
Post anastesi dapat merdampak pada penurunan medulla oblongata
sehingga menyebabkan penurunan refleks batuk yang akan berdampak
pada akumulasi secret, pada keadaan ini pasien kemungkinan akan
mengalami bersihan jalan napas tidak efektif. Post anastesi juga dapat
berdampak pada Penurunan kerja pons yang dapat mengakibatkan
penurunan kerja otot eliminasi dan penurunan perostaltik usus sehingga
mengakibatkan konstipasi.
Sedangkan untuk pasien yang memiliki CV >8 ½ -10 cm, dapat
dilakukan persalinan percobaan, jika persalinan berhasil maka pasien
akang mengalami preode post partum atau nifas. Pada priode ini dapat
terjadi distensi kabtung kemih yang dapat mengakibatkan udem dan
memar di uretra. Keadaan ini mengakibatkan penurunan sensitivitas &
sensasi kantung kemih dan pasien dapat mengalami gangguan eliminasi
urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal maka penanganan
selanjutnya adalah dilakukannya sectio caesarea.
E. Komplikasi Cephalopelvic disproportion (CPD)
a. Komplikasi Pada Kehamilan
1) Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat
dimasuki oleh bagian terbawah janin, menyebabkan fundus
tetap tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernapas, terasa
penuh diulu hati dan perut besar.
2) Bagian terbawah anak goyang.
3) Perut seperti abdomen pendulus.
4) Dijumpai kesalahan-kesalahan letak.
5) Fiksasi kepala tidak ada bahkan setelah persalinan dimulai.
6) Sering dijumpai tali pusat menumbung.
b. Komplikasi Persalinan
1) Pada ibu: Persalinan akan berlangsung lama, sering
dijumpai KPD, karena kepala tidak mau turun dan sering
terjadi tali pusat menumbung, sering terjadi inertia uteri
sekunder, pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering
didapati inertia uteri sekunder, partus yang lama akan
menyebabkan peregangan segmen bawah rahim dan bila
berlarut-larut menyebabkan rupture uteri, dapat terjaddi
simfiolisis, partus lama mengakibatkan oedema dan
hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi nekrotik
dan terjadilah fistula.
2) Pada anak: Infeksi intrapartal, kematian janin intrapartal,
moulage kepala berlangsung lama, prolaps funipuli,
perdarahan intracarnial, caput succedaneum sefalo-
hematoma yang besar, robekan pada tentorium selebri dan
perdarahan otak karena moulage yang hebat dan lama.
F. Pemeriksaan Cephalopelvic disproportion (CPD)
Dalam usaha menentukan apakah seorang bayi akan dapat
dilahirkan pervaginam tanpa menimbulkan perlukaan pada dirinya
maupun pada ibunya, cara-cara pemeriksaan perlu dilaksanakan:
a. Anamnesis
Sampai batas-batas tertentu informasi yang dicari tergantung
pada paritas penderita. Kalau ada riwayat kehamilan dan
persalinan sebelumnya maka perincian mengenai kehamilan
dan persalinan tersebut sangat membantu dalam menetapkan
prognosisnya. Pada primigravida informasi lain diperlukan
untuk membuat keputusan.
b. Bagian teretndah yang tidak turun
Meskipun keragu-raguan mengenai kapasitas panggul akan
dapat dihilangkan dengan pemeriksaan yang mendalam, salah
satu masalah yang banyak dijumpai adalah kepala yang tidak
turun pada primigravida mendekati aterm. Umumnya pada
primigravida dengan panggul normal kepala akan masuk
panggul kurang lebih 3 minggu sebelum aterm. Sebaliknya
pada presentasi bokong seringkali bokong baru turun setelah
dalam persalinan.
G. Penatalaksanaan Cephalopelvic disproportion (CPD)
a. Persalinan Percobaan
Persalinan percobaan adalah persalinan yang dilakukan
untuk membuktikan apakah persalinan pervaginam dapat
berlangsung atau harus dilakukan melalui seksio sesarea dengan
memperhatikan penurunan kepala janin dan terjadinya moulage
kepala.
Persalinan percobaan dikatakan gagal apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut :
1. Kemajuan persalinan
a) Pembukaan kurang lancar
b) Penurunan kepala lambat
2. Pertimbangkan persalinan pervaginam dengan
trauma maternal dan janin cukup besar dan
berbahaya.
3. Pemantauan janin intrautrine terjadi asfiksia.
(Holeng, P. V. 2017)
b. Seksio Cesaria
Penatalaksanaan terbaik untuk kondisi cephalopelvic
disproportion (CPD)adalah sectio caesarea (SC). Partus lama
merupakan salah satu indikasi di lakukannya section caesarea.
Partus tidak maju disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan
partus yang salah, janin besar, atau kelainan kongenital,ketuban
pecah dini dan paling banyak disebabkan oleh his yang tidak
adekuat dan kelainan letak janin.
Panggul sempit disebabkan karena bentuk tubuh atau postur
tubuh dan bentuk panggul ibu yang kecil sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan persalinan normal. Sectio
caesarea dilakukan untuk mencegah hal-hal yang membahayakan
nyawa ibu. Panggul sempit apabila ukurannya1-2 cm kurang dari
ukuran yang normal. Hal-hal yang dapat terjadi apabila tidak
dilakukan section caesarea yaitu, rupture uteri, terjadi fistula
karena anak terlalu lama menekan padajaringan lahir, terjadi edema
dan bahaya padajanin yaitu pada panggul sempit sering terjadi
ketuban pecah dini dan kemudian infeksi intrapartum, terjadi
prolaps funikuli dan dapat merusak otak yang mengakibatkan
kematian pada janin.(Hijriani et al., 2020)
H. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
Kasus
Ny. F, 25 thn, G2P1A0, aterm, mengeluh nyeri dan kelelahan, tampak
terpasang infus oksitosin pada lengan kiri. Ibu dengan TB 140 cm ini telah
berada di ruang VK dengan dilatasi serviks 10 cm, namun fase ekspulsi
memanjang. Saat dikaji his menjadi tidak terkoordinasi serta tampak ibu
tidak mampu membuat posisi efektif untuk mengedan. Pada pemeriksaan
dalam teraba bagian keras melenting, dan teraba fontanel posterior. Hasil
pemeriksaan USG menunjukkan berat janin 2800 gr, Conjugata Vera 10
cm, TD 100/70 mmhg, takikardi dan takipneu. Perawat melakukan
pengkajian Power, Passenger, Passage dan segera rencanakan tindakan
Operatif jika penatalaksaan partus normal gagal.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL (PRENATAL) Ny.
F USIA 25 TAHUN G2P1A0 HAMIL ATERM DENGAN
CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Ny. F
Umur : 25 Tahun
Dx Medis : cephalopelvic disproportion (CPD)
Tanggal Pengkajian : 27 Mei 2021
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri dan kelelahan
2) Riwayat Keperawatan Prenatal
a) GPA : G2P1A0
b) Riwayat Kehamilan Sekarang
Keluhan atau masalah :
Ibu dengan TB 140 cm ini telah berada di ruang VK
dengan dilatasi serviks 10 cm, namun fase ekspulsi
memanjang. Saat dikaji his menjadi tidak terkoordinasi
serta tampak ibu tidak mampu membuat posisi efektif
untuk mengedan. Pada pemeriksaan dalam teraba
bagian keras melenting, dan teraba fontanel posterior.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan Umum
Klien tampak kelelahan serta ibu tampak tidak mampu
membuat posisi efektif untuk mengedan
2) Pemeriksaan Antropometri
TB 140 cm
Conjugate Vera 10 cm
3) Tanda-tanda Vital
TD : 100/70 mmHg, takikardi dan takipneu
4) Genitalia
Dilatasi serviks 10 cm. pada pemeriksaan dalam teraba
bagian keras melenting, dan teraba fontanel posterior.
5) Ekstremitas
Tampak terpasang infus oksitosin pada lengan kiri
d. Data penunjang
Hasil pemeriksaan USG menunjukkan berat janin 2800 gr
e. Rencana tindakan
Perawat melakukan pengkajian power, passenger, passage dan
segera rencanakan tindakan operatif jika penatalaksanaan
partus normal gagal
Analisa Data

No Data Senjang Etiologic Masalah

1 DS : Cephalopelvic Nyeri Akut


- Klien mengeluh nyeri dan Disproportion (CPD)
kelelahan ↓
DO : Persalinan
- Tampak terpasang infus ↓
oksitosin pada lengan kiri Pemberian oksitosin
- Klien berada pada di ruang ↓
VK dengan dilatasi serviks Fase ekspulsi
10 cm, namun fase ekspulsi memanjang
memanjang ↓
- Saat dikaji his menjadi tidak Ketegangan segmen
terkoordinasi serta tampak uterus yang
ibu tidak mampu membuat berlebihan
posisi efektif untuk ↓
mengedan Pembentukan
- Conjugate vera 10 cm lingkaran retraksi
- Takikardi ↓
- Takipneu Rupture uteri

Trauma jaringan

Nyeri akut
2 DS : Cephalopelvic Resiko Cedera Pada
- Klien mengeluh nyeri dan Disproportion (CPD) Janin
kelelahan ↓
DO : Induksi Persalinan
- Tampak terpasang oksitosin ↓
pada lengan kiri Terpasang infus
- Klien berada pada di ruang oksitosin pada
VK dengan dilatasi serviks lengan kiri
10 cm, namun fase ekspulsi ↓
memanjang His menjadi tidak
- Saat dikaji his menjadi tidak terkoordinasi serta
terkoordinasi serta tampak tampak ibu tidak
ibu tidak mampu membuat mampu membuat
posisi efektif untuk posisi efektif untuk
mengedan mengedan
- Takipneu ↓
- Takikardi Fase ekspulsi
memanjang

Risiko Cedera Janin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d proses persalinan yang lama yang ditandai dengan
Klien mengeluh nyeri dan kelelahan, takipneu dan takikardi.
(D.0077)
2. Resiko Cedera Janin b.d induksi persalinan yang ditandai dengan
Klien mengeluh nyeri dan kelelahan, Tampak terpasang oksitosin
pada lengan kiri, fase ekspulsi memanjang, Saat dikaji his menjadi
tidak terkoordinasi serta tampak ibu tidak mampu membuat posisi
efektif untuk mengedan, takipneu, takikardi. (D.0138)
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Nyeri akut b.d proses persalinan yang setelah dilakukan Observasi :
lama yang ditandai dengan Klien Tindakan 2x24 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
mengeluh nyeri dan kelelahan, kliem mampu rasa nyeri kualitas, intensitas nyeri
takipneu dan takikardi. (D.0077) berkurang dan TTV - Identifikasi skala nyeri
normal - Identifikasi respons nyeri non verbal
kriteria hasil : - Identfikasi factor yang memberatkan dan meringankan
- Tingkat nyeri nyeri
- Fungsi - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan terntang nyeri
gastrointestinal - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Kontrol nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Mobilitas fisik - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
- Penyembuhan diberikan
luka - Monitor efek samping penggunakan analgetic
- Perfusi miokand
- Perfusi perifer Terapeutik :
- Pola tidur - Berikan Teknik nonfamakologis
- Status - kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
kenyamanan - fasilitasi istirahat dan tidur
- Tingkat cedera - pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :
- jelaskan penyebab, oeriode, dan pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian analgetic ( jika perlu )
2. Resiko Cedera Janin b.d induksi Setelah dilakukan Intervensi utama :
persalinan yang ditandai dengan Klien Tindakan 2x24 jam - pemantauan DJJ
mengeluh nyeri dan kelelahan, klien mampu pulih - pencegahan cedera
Tampak terpasang oksitosin pada Kembali. - pengukuran Gerakan janin
lengan kiri, fase ekspulsi memanjang, Kriteria hasil : Intervensi pendukung :
Saat dikaji his menjadi tidak - tingkat cedera - konseling nutrisi
terkoordinasi serta tampak ibu tidak - status - konseling seksualitas
mampu membuat posisi efektif untuk pertumbuhan - manajemen nutrisi
mengedan, takipneu, takikardi. - tingkat infeksi - manajemen perdarahan pervaginam
(D.0138) - tingkat - manajemen prolapsus uteri
pengetahuan - manajemen stress
- pemantauan elektrolit fetal
- pencegahan jatuh
- perawatan kehamilan
- perawatan kenyamanan
- perawatan persalinan resiko tinggi
- persiapan pemeriksaan USG
- promosi ASI eksklusif
- promosi dukungan keluarga
- promosi dukungan spiritual
- promosi komunikasi efektif
- promosi perawatan diri
- promosi proses efektif keluarga
- resusitas janin
- skrining penyalahgunaan zat
- Teknik distraksi
DAFTAR PUSTAKA

Hijriani, Rahim, I., & Hengky, henni kumaladewi. (2020). Mei 2020 pISSN
2614-5073. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 3(2), 257–265.
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/makes

Simanjuntak, N. M., & Wulandari, S. (2017). Tindakan Seksio Sesaria Atas


Indikasi Cephalopelvic Disproportion ( Cpd ) Di Ruang Delima Rsud Pasar
Rebo Jakarta Timur. 1(1), 30–38.

Holeng, P. V. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POST SECTIO


CAESAREA ATAS INDIKASI CEPHALOPELVIK DISPROPORTION (CPD)
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD Prof. DR. WZ JOHANES KUPANG
TANGGAL 29 JUNI–02 JULI 2017 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
CITRA BANGSA).

PPNI (2018).Standar Intevensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai