BAB I
TEORI DASAR
1. LAPARATOMI EKSPLORASI
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan kandungan. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik
sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi,
splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi.
Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi
adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo),
yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi
pelvic dan salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi
pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain,
menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) sedikit ke tepi dari garis tengah
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, insisi melintang di
bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.
b. Indikasi Laparatomi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5. Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997)
c. Komplikasi
1. Ventilasi paru tidak adekuat
2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan
d. Post Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien
yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
h) Riwayat Spiritual
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan
kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya aktivitas
ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri luka post
operasi.
i) Kebiasaan Sehari-hari
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau tidak.
Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi Buang Air
Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan
ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan minum
mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK mengalami
penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi penyakit yang
dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih lanjut, badan
tampak lemas.
b) Sistem Pernapasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasanmenjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru.
c) Sistem Kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan, kelelahan
yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah dan nadi
meningkat.
d) Sistem Pencernaan
Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan bising usus karena
puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.
e) Sistem Perkemihan
Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena adanya
muntah. Biasanya terpasang kateter.
f) Sistem Persarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi nervus
kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem persarafan.
g) Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap cahaya,
visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan pada sistem
penglihatan.
h) Sistem Pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri tekan, uji
kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya tidak ada
keluhan pada sistem pendengaran.
i) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.
j) Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat kurangnya
volume cairan.
k) Sistem Endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejalayang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa ada
tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan pada
sistem endokrin.
l) Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
o Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat kehilangan cairan
berlebihan
o Hemoglobin :dapat menurun akibat kehilangan darah
o Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi
m) Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri,
antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.
Diagnosa Keperawatan
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya
timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera
yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi
atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut
oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus
abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan.
Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau
enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan
akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis
dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan,
mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat
entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga
mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi
peritonium.
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen.
Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-
laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam
rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum
mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor)
meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk
mesenterium usus halus.
1) Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
Fungsi peritoneum:
2) Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling
bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen.
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
2.2 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan
tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda
umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas,
atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan
proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi
awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati
yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan
duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens.
Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran
empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi)
merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi
noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%.
Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko
kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis
sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon,
kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.
2.3 Etiologi
Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendisitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung/dudenum)
Tukak thypoid
Tukan disentri amuba/colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens,
enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian
atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis
sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites
terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding
perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan
akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen
asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif
yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%,
selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri
rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau
peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier
biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB,
peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium,
dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit
Crohn).
2.4 Klasifikasi
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak
ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,
Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,
imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius.
Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari
multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat
berasal dari:
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi
usus sehingga feces keluar dari usus.
Peritonitis tersier
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh
iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
Aseptik/steril peritonitis.
Granulomatous peritonitis.
Hiperlipidemik peritonitis.
Talkum peritonitis.
2.5 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-
kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi
usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika
defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan
cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra
abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat
timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk
antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan
mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan.
Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah
dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan
peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa
menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat
kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan
penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti
palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan
nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas
lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam
tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan
pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya
diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.
Test laboratorium
Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan
banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum
hasil pembiakan didapat.
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31,
PCO2= 40, BE= -4 )
X. Ray
3. Gambaran Radiologis
Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi
anteroposterior.
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta
dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika
penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi
didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang
diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti
duri ikan (Herring bone appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat
diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika
panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas
infra diafragma dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step
ladder appearance.
2.8 Penatalaksanaan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab peritonitis
memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas,
distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi,
leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras,
tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak
teratasi.
Pemeriksaan laboratorium.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk tindakan
bedah a.l :
Pemberian antibiotic.
Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan
tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra
operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
Pemberian antibiotic
Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.
1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik
dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular
memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran
urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum
luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan
antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum
luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan,
karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang
dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan
mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik
operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari
saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah
dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid
(saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan
antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat
menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera
akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan
eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula)
dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat
apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak
dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah
dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani
wawancaran praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan.
Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif
ditempat ruang operasi.
Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau dipindah kebagian
atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infuse
(IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas
hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya
sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi
tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang
luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen
anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase
ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat
dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
Komplikasi dini.
Septikemia dan syok septic.
Syok hipovolemik.
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem.
Komplikasi lanjut.
Adhesi.
3.2 Diagnosa
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan
menghindari nyeri.
3.3 Intervensi
Kriteria hasil :
Intervensi Keperawatan
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
Tindakan/Intervensi Rasional
Catat faktor risiko individu contoh Mempengaruhi pilihan intervensi
trauma abdomen, apendisitis akut,
Mandiri:
dialisa peritoneal.
Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, Perubahan pada lokasi/intensitas tidak
Kaji
lama,tanda vital dengan
intensitas sering,
(skala 0-10) catat
dan umum tetapi dapat menunjukkan
tidak membaiknya
karakteristiknya atau berlanjutnya
(dangkal, tajam, terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung
hipotensi,
konstan) penurunan tekanan nadi, menjadi konstan, lebih hebat, dan
takikardia, demam, takipnea. Tanda adanya
menyebar syoknyeri
ke atas, septik, endotoksin
dapat lokal bila
sirkulasiabses.
terjadi menyebabkan vasodilatasi,
Catat perubahan status mental (contoh kehilangan cairan dari sirkulasi, dan
bingung, pingsan). Memudahkan
rendahnya status drainase
curah cairan/luka
jantung. karena
gravutasi dan membantu meminimalkan
Hipoksemia,
nyeri hipotensi, dan asidosis dapat
karena gerakan.
Pertahankan posisisuhu,
Catat warna kulit, semikelembaban.
Fowler sesuai menyebabkan penyimpangan status
indikasi Meningkatkan
mental. relaksasi dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping pasien
Hangat, memfokuskan
denagn kemerahan, kulit keringperhatian.
kembali adalah
tanda dini septikemia. Selanjutnya
Menurunkan mual/muntah
manifestasi termasuk dingin,yang
kulitdapat
pucat
meningkatkan tekanan
lembab dan sianosis atau nyeri
sebagai tanda syok.
Berikan tindakan kenyamanan, contoh
intrabdomen.
pijatan punggung, napas dalam, latihan Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan Risiko tinggi infeksi
relaksasi atau visualisasi. berhubungan dengan trauma
Awasi haluaran urine. perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi
jaringan.
mempengaruhi antibiotik.
Tujuan: Mengurangi infeksi
Mencegah meluas dan membatasi
Berikan perawatan mulut dengan yang terjadi, meningkatkan
penyebaran organisme
sering. Hilangkan rangsangan kenyamanan pasien.
infektif/kontaminasi silang.
lingkunagan yang tidak menyenangkan
Kriteria hasil:
Kolaborasi:
Pertahankan teknik aseptik ketat pada
perawatan drein abdomen, luka Meningkatnya penyembuhan
Berikan obat sesuai indikasi: Menurunkan laju metabolik dan iritasi pada waktunya, bebas
insisi/terbuka, dan sisi invasif.
usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang drainase purulen atau eritema,
Bersihkan dengan
Analgesik, narkotikBetadine atau membantu menghilangkan nyeri dan tidak demam.
larutan lain yang tepat kemudia bilas
Antiemetik, meningkatkan penyembuhan.
dengan PZ. contoh hidroksin (Vistaril) Menyatakan pemahaman
Memberikan
Catatan: Nyeriinformasi
biasanyatentang status
berat dan penyebab individu / faktor
Antipiretik, contoh asetaminofen
Observasi drainase pada luka. infeksi.
memerlukan pengontrol nyeri narkotik, resiko.
(Tylenol)
analgesik dihindari dari proses diagnosis
Mencegah penyebaran, membatasi
karena dapat menutupi gejala.
Pertahankan teknik steril bila pasien pertumbuhan bakteri pada traktus
dipasang kateter, dan berikan urinarius.
Menurunkan mual/munta, yang dapt
perawatan kateter/ atau kebersihan meningkatkan nyeri abdomen
perineal rutin.
Menurunkan ketidaknyamanan
Menurunkan resiko terpajan
Awasi/batasi pengunjung dan staf sehubungan dengan demam atau
pada/menambah infeksi sekunder pada
sesuai kebutuhan. Berikan menggigil.
pasien yang mengalami tekanan imun.
perlindungan isolasi bila diindikasikan.
Perubahan nutrisi kurang dari
Kolaborasi: kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia dan muntah.
Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan Mengidentifikasikan mikroorganisme dan
seri darah, urine, kultur luka. membantu dalam mengkaji keefektifan
prigram antimikrobial.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Intervensi Keperawatan :
Mandiri:
Awasi haluan selang NG, dan catat Jumlah besar dari aspirasi gaster dan
adanya muntah atau diare. muntah atau diare diduga terjadi
obstruksi usus, memerlukan evaluasi
lanjut.
Kolaborasi:
Kolaborasi pemasangan NGT jika klien Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
tidak dapat makan dan minum peroral.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet.
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan meminimalisir proses
peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:
Intervensi keperawatan:
Mandiri:
Pantau tanda vital, catat adanya Membantu dalam evaluasi derajat defisit
hipotensi (termasuk perubahan cairan/keefektifan penggantian terapi
postural), takikardia, takipnea, demam. cairan dan respons terhadap
Ukur CVP bila ada. pengobatan.
Kolaborasi:
Mengisi/mempertahankan volume
sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah) membantu
menggerakkan air ke dalam area
intravaskular dengan meningkatkan
tekanan osmotik.
Pertahankan puasa dengan aspirasi
nasogastrik/intestinal Menurunkan hiperaktivitas usus dan
kehilangan dari diare.
Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari
Tindakan Intervensi Rasional nyeri.
a. Airway
Sumbatan Jalan Nafas terjadi vasodilatasi pada tahap awal dan vasokontriksi pada tahap
akhir
b. Breathing
Takhipneu
o Terjadi vasokontriksi saluran nafas akibat reaksi kimia dari virus atau mikroorganisme
Crakles
c. Circulation
Peningkatan HR
Penurunan TD
Peningkatan temperature
Penurunan SVR
d. Dissabilty
Status Mental
o Penurunan Kesadaran sampai koma, karena reaksi virus menurunkan kadar O2 dalam
Hb
o Penurunan PaO2
o Penurunan HCO3
o WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
o APTT > 60
Pseudomonas Gentamisin
Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin
RSHS BANDUNG
1. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Usia : 15 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Siswa
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Sindang Lengo RT 04 RW 01 Kec Banjaran Kel Taraju Sari Kab Bandung
Diagnosa Medis : Post laparatomi ekplorasi a/i peritonitis diffus ec. Perforasi hollow viscus (gaster
& duodenum) + syock septic
No. Medrec : 0001284375
Tgl Masuk RS : 02-06-2013
Tgl Pengkajian : 05-06-2013
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Walaupun pada hari pertama keluhan utama klien belum bisa dikaji karena penurunan kesadaran
tetapi setelah hari ke tiga pasien mengeluh nyeri pada abdomen
Menurut keterangan dari keluarga pada tanggal 01 Juni 2013 jam 15.00 sore klien ditemukan
tergeletak di semak semak perkebunan kelapa menurut tetangga yang melihat klien terjatuh dari
pohon kelapa dengan ketinggian kurang lebih 8 M, lalu klien dibawa ke sarana kesehatan terdekat
yaitu bidan, di bidan klien diinfus dan dirujuk ke RSUD Soreang klien masih sadarkan diri dan
mengeluh nyeri dilakukan perawatan sementara di RSUD karena peralatan yang tidak memadai
maka klien dirujuk ke RSHS dan tiba pada hari minggu tanggal 02 Juni 2103. Klien mengalami
pingsan, muntah, luka memar di muka kanan, jejas pada dada, setelah pemeriksaan lanjutan di
RSHS klien dilakukan operasi sito dengan jenis pembedahan laparatomi eksplorasi dengan
indikasi perforasi gaster dan duodenum.
Saat dikaji dihari ketiga post operasi dengan GSS E4M6VT dan klien sudah kooperatif saat
ditanya klien menunjukan nyeri pada bagian perut yang telah dilakukan laparatomi. Klien
meringis kesakitan saat sedang dilakukan perawatan luka dan ganti verban dan nyeri berkurang
saat klien beristirahat dan diberi obat analgetik. Saat ditnya apakah nyeri seperti ditusuk tusuk
klien menjawab ya dengan menganggukan kepala, skala nyeri saat dikaji dengan memilih rentang
0-10 dan dijelaskan kategori dari setiap rentang itu klien memilih rentang angka 6-7 artinya nyeri
sedang mengarah ke berat mengganggu sedikit aktivitas. Nyeri dirasakan pada abdomen kanan
pada luka drainage yeyenum dan menyebar ke perut tengah pada luka post op laparatomi
sepanjang 20 cm.
Klien tidak pernah mengalami sakit berat seperti ini, tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti
TBC, Asma, penyakit jantung dan penyakit yang lainnya..
Menurut keluarga di dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit menular seperti
TB namun memiliki penyakit keturunan seperti Hipertensi, penyakit gula (DM) .
f. Data Sosial
Menurut keluarga klien adalah anak rajin dan suka membantu pekerjaan orang tua misalnya
berkebun dll, walaupun sedikit nakal tetapi klien tidak pernah terlibat kenalan remaja seperti
narkoba, tawuran dsb.
g. Data Psikologis
Keluarga mengatakan sangat sedih atas apa yang dialami anggota kelurganya. Keluarga sangat
berharap pasien segera sembuh dan bisa kumpul bersama keluarga.
o FIO2 : 50%
o PEEK PRESSURE : 19
Tanggal 06-06-13
o Tipe : PS
o TV : 227
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 80%
o PEEK PRESSURE : 15
Tanggal 07-06-13
o Tipe : SIMV PS
o RR :8
o TV : 656
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 50%
o PEEK PRESSURE : 14
Tanggal 08-06-13
o Tipe : PCV
o RR : 18
o TV : 565
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 45%
o PEEK PRESSURE : 16
Tanggal 10-06-13
o Tipe : PCV
o RR : 12
o TV : 382
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 45%
o PEEK PRESSURE : 12
Tanggal 11-06-13
o Tipe : SIMV PS
o RR : 10
o TV : 581
o IPL :6
o PEEP :5
o FIO2 : 40%
o PEEK PRESSURE : 13
Tanggal 12-06-13
o Tipe : SIMV PS
o RR : 12
o TV : 413
o IPL :6
o PEEP :5
o FIO2 : 40%
o PEEK PRESSURE : 13
Tanggal 13-06-13
o Tipe : SIMV PS
o RR :8
o TV : 533
o IPL :5
o PEEP :5
o FIO2 : 40%
o PEEK PRESSURE : 14
Pengembangan dada simetris, terdapat jejas pada dada sebelah kiri, pada tanggal 10 -06-13
terpasang kasa yang dibentangkan pada dada dengan tujuan media kompres dingin dengan
disemprotkan air 15 menit sekali, saturasi O2 terendah 77% dan tertinggi 100% dan rata-rata
96-99%
Auskultasi : Bunyi napas ronchi, gargling (+) paru-paru sebelah kanan, RR : terendah 15
x/menit tertinggi 33 x/menit
Perkusi : Redup, dulnes
Palpasi : sedikit bengkak pada dada kanan
c. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Terpasang infus RL 20 x/menit, terpasang CVP dengan nilai terendah 3 cmH20 dan
tertinggi 14 cmH20, MAP : 90 mmHg, konjungtiva anemis, tidak ada pembesaran KGB, tidak
ada peningkatan JVP, dada sebelah kanan tampak bengkak, terpasang monitir EKG dengan
gambaran sistem tachikardi.
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, murmur (-), Gallop (-)
Palpasi : Tidak ada benjolan pada rongga dada, terendah TD : 60/90 mmHg tertinggi , CRT
terendah 2 detik pengkajian terakhir 3 detik, rata-rata HR : 110x/menit, Akral dingin
Perkusi : redup, dulnes
d. Sistem pencernaan
Inspeksi : Mukosa bibir kering peceh-pecah, terdapat lesi di tepi mulut akibat plester
pemasangan ETT, kebersihan mulut kotor, terdapat banyak sekret sangat kental berwarna
kekuningan di mulut di antara selang ETT dan mayo, muntah (-), ada pembesaran abdomen.
Terpasang selang NGT via jejenustomy, terdapat luka operasi post laparatomy eksplorasi
dengan jahitan sepanjang 20 cm terletak ditengah melewati pusar, terdapat luka jahitan
drainage dipasang selang yang bermuara dari duodenum perut kanan bawah, terdapat luka
jahitan dengan terpasang selang sebelah kiri bawah jejenustomy. Keadaan luka basah luka
bagian tengan terdapat rembesan sejumlah kurang lebih 3cc/hari berwarna kekuningan, dan
rembesan di jejenustomy dengan warna kuning kehijauan. Pada tanggal 08-06-13 drainage
abdomen kanan bawah terputus sehingga abdomen tampak berlubang dan ditutupi dengan
kasa steril dengan diberikan salep antibiotik. Pada tanggal 10-06-13 luka jahitan post
laparatomy terbuka sedikit (dehisiensi) kemudian pada tanggal 11-06-13 semua luka jahitan
post laparatomy terbuka seluruhnya (eviserasi). Luka hanya dengan jahitan terbuka hanya
ditutup dengan kasa steril. Feses kuning pekat konsistensi cair dan berbau obat, 2-3 kali/hari
Perkusi : Tidak dikaji karena klien mengeluh nyeri pada abdomen
Auskultasi : sebelum luka jahitan post laparatomy BU (+), BU 12x/menit
Palpasi : Tidak ada pembesaran limpa dan hepar
e. Sistem perkemihan
Inspeksi : Terpasang Dower Cateter, urine berwarna kuning pekat, jumlah urine 50 cc/jam,
tidak ada distensi kandung kemih, diuresis (+), hematuri (+) dihari pertama pengkajian namun
(-) dihari kedua
Palpasi : Tidak ada masa dan benjolan
f. Sistem integumen
Inspeksi : Kulit sawo matang, terdapat lesi ditepi mulut pada perlekatan plester ETT,
terpasang infus RL 20x/mnt, terpasang CVP. Terdapat luka jahitan post op laparatomy terletak
ditengah abdomen sepanjang 20 cm, terpasang selang drainage diabdomen bawah kanan,
terpasang jejenustomy di abdomen bawah kiri.
Palpasi : Suhu 38 C (febris), turgor kulit kurang baik.
g. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran KGB dan hepar
h. Sistem muskuloskeletal
Inspeksi : Tidak terdapat edema ekstremitas atas dan bawah, terpasang restrain pada tangan
kanan dan kiri, infus ditangan kanan
ROM 4 4
5 5
i. Sistem Persarafan
Status mental (orientasi, atensi, memori, berhitung) tidak dapat dikaji. GCS E4M6VT , pupil
bulat ishokor. Semua kerja nervus baik, refleks baik tidak ada gangguan yang signifikan pada
sistem persyarafan.
j. Kualitas Keseimbangan Cairan
o Pada tanggal 06-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = - 687
o Pada tanggal 07-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = + 367
o Pada tanggal 08-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = - 175
o Pada tanggal 09-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = +600
o Pada tanggal 10-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = - 300
o Pada tanggal 11-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = + 547
o Pada tanggal 12-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = + 972
o Pada tanggal 13-06-13 setelah dihitung selisih intake dan output = + 400
k. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 05-06 -2013
A. Hematologi
Darah rutin Hasil Nilai Rujukan
Hb 12,1/dl 11,5-13,5 g/dL
Ht 30% 34-40 %
Leukosit 8,900/mm3 5000-14500/mm3
Eritrosit 3.51 juta /ml 3,95-5,26 juta/UL
Trombosit 120.000/mm3 150.000-450000/mm3
Index Eritrosit Hasil Nilai Rujukan
MCV 84,6 fL 75-87 fL
MCH 28,8 pg 26-30 pg
MCHC 34,0 % 31-37 %
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
Kreatinin 0,34 0,24-0,41 mg/dl
GDS 143 <140 mg/dl
Natrium (Na) 138 135-145 meq/dl
Kalium (K) 3,3 3,6-5,5 meq/dl
Klorida (Cl) 103 98-108
Kalsium (Ca Bebas) 4,95 4,7-5,2
Magnesium (Mg) 1,79 1,70-2,55
Tanggal 04-06-13
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,31 7,35-7,45
PCO2 47 mmHg 32-42 mmHg
PO2 178 mmHg 80-108 mmHg
HCO3 23 mmol/L 22-26 mEq/L
TCO2 24 mmol/L 22-29 mmol/L
Base Excess (-2) (-2)~(+3) mEq/L (Asidosis)
Saturasi O2 99 % 95-98 %
Tanggal 05-06-13
Arteri
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,34 7,35-7,45
PCO2 47 mmHg 32-42 mmHg
PO2 231 mmHg 80-108 mmHg
HCO3 25 mmol/L 22-26 mEq/L
Base Excess (-1) (-2)~(+3) mEq/L (Asidosis)
Saturasi O2 100 % 95-98 %
Vena
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,32 7,33-7,43
PCO2 49 mmHg 35-45 mmHg
PO2 47 mmHg 34-49 mmHg
HCO3 24 mmol/L 24-28 mEq/L
Base Excess (-2) 0-+4
Saturasi O2 79 % 70-75 %
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
GDS 143 <140 mg/dl
Natrium (Na) 138 135-145 meq/dl
Kalium (K) 3,3 3,6-5,5 meq/dl
Klorida (Cl) 103 98-108
Kalsium (Ca Bebas)4,95 4,7-5,2
Magnesium (Mg) 1,73 1,70-2,55
Tanggal 08-06-13
Arteri
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,44 7,35-7,45
PCO2 47,4 mmHg 32-42 mmHg
PO2 85 mmHg 80-108 mmHg
HCO3 31,9 mmol/L 22-26 mEq/L
TCO2 61,5 mmol/l 22-29 mmol/L
Base Excess (2) (-2)~(+3) mEq/L
Saturasi O2 98 % 95-98 %
Vena
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,49 7,33-7,43
PCO2 53 mmHg 35-45 mmHg
PO2 38,8 mmHg 34-49 mmHg
HCO3 33 mmol/L 24-28 mEq/L
Base Excess (2) 0-+4
Saturasi O2 73 % 70-75 %
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
GDS 143 <140 mg/dl
Natrium (Na) 136 135-145 meq/dl
Kalium (K) 3,8 3,6-5,5 meq/dl
Klorida (Cl) 93 98-108
Kalsium (Ca Bebas)4,85 4,7-5,2
Magnesium (Mg) 1,82 1,70-2,55
Tanggal 11-06-13
Arteri
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,38 7,35-7,45
PCO2 41 mmHg 32-42 mmHg
PO2 95 mmHg 80-108 mmHg
HCO3 24 mmol/L 22-26 mEq/L
TCO2 47,5 mmol/l 22-29 mmol/L
Base Excess (-0,3) (-2)~(+3) mEq/L
Saturasi O2 97 % 95-98 %
Vena
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,36 7,33-7,43
PCO2 42 mmHg 35-45 mmHg
PO2 37,5 mmHg 34-49 mmHg
HCO3 23,6 mmol/L 24-28 mEq/L
Base Excess (-1) 0-+4
Saturasi O2 69 % 70-75 %
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
GDS 128 <140 mg/dl
Natrium (Na) 137 135-145 meq/dl
Kalium (K) 3,9 3,6-5,5 meq/dl
Klorida (Cl) 100 98-108
Kalsium (Ca Bebas)4,68 4,7-5,2
Magnesium (Mg) 2,21 1,70-2,55
Tanggal 12-06-13
Arteri
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,43 7,35-7,45
PCO2 27 mmHg 32-42 mmHg
PO2 136 mmHg 80-108 mmHg
HCO3 18 mmol/L 22-26 mEq/L
TCO2 19 mmol/l 22-29 mmol/L
Base Excess (-5) (-2)~(+3) mEq/L
Saturasi O2 99 % 95-98 %
Vena
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,42 7,33-7,43
PCO2 33 mmHg 35-45 mmHg
PO2 37 mmHg 34-49 mmHg
HCO3 22 mmol/L 24-28 mEq/L
Base Excess (-2) 0-+4
Saturasi O2 76 % 70-75 %
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
GDS 89 <140 mg/dl
Natrium (Na) 130 135-145 meq/dl
Kalium (K) 4,9 3,6-5,5 meq/dl
Klorida (Cl) 95 98-108
Kalsium (Ca Bebas)4,73 4,7-5,2
Magnesium (Mg) 1,99 1,70-2,55
Tanggal 13-06-13
Arteri
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,39 7,35-7,45
PCO2 39 mmHg 32-42 mmHg
PO2 148 mmHg 80-108 mmHg
HCO3 23 mmol/L 22-26 mEq/L
TCO2 25 mmol/l 22-29 mmol/L
Base Excess (-1) (-2)~(+3) mEq/L
Saturasi O2 99 % 95-98 %
Vena
Analisa Gas Darah Hasil Nilai Rujukan
PH 7,36 7,33-7,43
PCO2 42 mmHg 35-45 mmHg
PO2 43 mmHg 34-49 mmHg
HCO3 23 mmol/L 24-28 mEq/L
Base Excess (-1) 0-+4
Saturasi O2 77 % 70-75 %
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
GDS 114 <140 mg/dl
Natrium (Na) 133 135-145 meq/dl
Kalium (K) 4,2 3,6-5,5 meq/dl
Klorida (Cl) 97 98-108
Kalsium (Ca Bebas)4,85 4,7-5,2
Magnesium (Mg) 2,02 1,70-2,55
2. Foto Thorax
Tanggal 02/06/2013
o Kesan : Foto cervical dalam batas normal
o Kesan : Foto pelvis dalam batas normal
Tanggal 07/06/2013
o Kesan
o Efusi pleura kiri
o Suspek pneumonia kiri
o Ujung selang CVC setinggi parafertebra thorakal VII-VIII kanan
o Ujung ETT setinggi corpus vertebrata thorakal lll
o Ujung NGT setinggi paravertebra thorakal XII-lumbal I kiri
3. Kultur darah
Tanggal 11-6-2013
o Ditemukan kuman=acinetobacter
4. Penatalaksanaan Terapi
Tanggal 6-6-2013
o MO 1cc/jam (20mgr/kgbb/jam)
o Noradrenalin 5cc/jam (0,3mgr/kgbb/jam)
o NaCl 50cc/jam
o Metronidazole 1x1500mg/hari
o Ceftriaxome 1x2gm
o Paracetamol 3x1gr p.o
o Omz 1x40mg p.o
o Nebulizer bisolvon 2x1mg
o Zalf mata
o Gelofusin
Tanggal 11-6-2013
o MO 1cc/jam (20mgr/kgbb/jam)
o Noradrenalin 5cc/jam (0,3mgr/kgbb/jam)
o NaCl 50cc/jam
o ceftazidine 3x2gr
o lefovoxacim 1x500mg
o Paracetamol 3x1gr p.o
o Omz 1x40mg p.o
o Vit B 2x1tab
o Vit C 2X100mg
o Brudiar 3x2tab
o Meropenem 3x1gm
ANALISA DATA
Nama : Tn. D
Ruang : GICU RSHS
No Reg : 0001284375
TGL/
NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
JAM
1 06-06-13 DS : Inflamasi, iskemia, Nyeri
10.00 Klien meringis kesakitan saat infeksi,
dilakukan perawatan luka post trauma/perforasi
laparatomi
Saat ditanya apakah klien Kebocoran isi rongga
mengeluh nyeri klien menjawab abdomen ke
iya dengan cara menganggukan peritoneum
kepala dan menunjukan
kebagian perut tengah dan kanan Proliferasi kuman
bawah sebagai tempat nyeri (bakteri)
dirasakan
DO : Menyebar
Skala nyeri 7-8 dari 10 dipermukaan
HR = 113 x/menit peritoneum
R = 34 x/menit
Luka basah, rembesan berwarna Reaksi inflamasi
kuning kehijauan
Peritonitis
Leukosit 36.000 /mm3
(generalisata)
Abdomen tampak bengkak
Eviserasi (jahitan post lalaratomi Penurunan fungsi
terbuka) pencernaan
Ditemukan
kuman=acinetobacter (peristaltic dan bising
usus menurun)
Distensi abdomen
Tekanan intralumen
Merangsang respons
myenterik dan
otonomik
Iskemia jaringan/usus
Mediator inflamatori
N
ekrosis
Nyeri
Insersi laparatomi
kerusakan permukaan
jaringan tubuh
reaksi radang
pelepasan mediator
kimia (prostaglandin,
TNF, Histamin, dll)
stimulasi nosiseptor
nyeri : akut.
o FIO2 : 80%
o PEEK PRESSURE : 15
Tanggal 07-06-13
o Tipe :
SIMV PS
o RR :8
o TV : 656
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 50%
o PEEK PRESSURE : 14
Tanggal 08-06-13
o Tipe : PCV
o RR : 18
o TV : 565
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 45%
o PEEK PRESSURE : 16
Tanggal 10-06-13
o Tipe : PCV
o RR : 12
o TV : 382
o IPL : 10
o PEEP :5
o FIO2 : 45%
o PEEK PRESSURE : 12
Tanggal 11-06-13
o Tipe :
SIMV PS
o RR : 10
o TV : 581
o IPL :6
o PEEP :5
o FIO2 : 40%
o PEEK PRESSURE : 13
Tanggal 12-06-13
o Tipe :
SIMV PS
o RR : 12
o TV : 413
o IPL :6
o PEEP :5
o FIO2 : 40%
o PEEK PRESSURE : 13
Tanggal 13-06-13
o Tipe :
SIMV PS
o RR :8
o TV : 533
o IPL :5
o PEEP :5
o FIO2 : 40%
o PEEK PRESSURE : 14
Terdapat jejas pada dada sebelah
kiri
Bunyi napas ronchi, gargling (+)
paru-paru sebelah kanan
RR : terendah 15 x/menit
tertinggi 33 x/menit
Hasil AGD menunjukan dari 8
hari pengkajian klien mengalami
Asidosis Respiratorik
Kompensasi penuh dengan
peningkatan PCO2 dan HCO3
Hasil foto thoraks
o Efusi pleura kiri
o Suspek pneumonia kiri
Reaksi imunologic
Hipertermi
Diaporesis
Output berlebih
Gangguan pemenuhan
cairan
Trauma abdomen
Perforasi duodenum,
gaster
Peritonitis
Laparatomi eksplorasi
Kerusakan permukaan
jaringan
Proses inflamasi
Menghasilkan
endotoksin
Bakteremia &
septicemia
Reaksi imunologic
Hipertermi
Peningkatan reabsorbsi
Na dan H2O
Permeabilitas membran
meningkat
Renjatan hipovolemik
dan hipotensi
Kebocoran plasma
Gangguan Pemenuhan
Cairan
4 09-06-13 DO : Inflamasi, iskemia, Infeksi
infeksi,
DS :
trauma/perforasi tumor
Hipotensi TD rata-tara
70/100mmHg Kebocoran isi rongga
Nadi 113 x/menit abdomen ke
Suhu 38 derajat celsius
peritoneum
CVP rata-rata 7 cm H2O
Terdapat rembesan sebanyak
kurang lebih 5cc/jam pada luka Proliferasi kuman
post op pemasangan drainage (bakteri)
jejenustomi
Eviserasi jahitan terbuka post Menyebar dipermukaan
laparatomi peritoneum
Leukosit 36.000 /mm3
Ditemukan Reaksi inflamasi
kuman=acinetobacter
Peritonitis
(generalisata)
Distensi abdomen
Tekanan intralumen
Merangsang respons
myenterik dan
otonomik
Iskemia jaringan/usus
Nosiseptor
Mediator inflamatori
Nekrosis
Nyeri
Gangguan passage usus
Respons mual/muntah
Penyebaran kuman ke
peritoneum dan
sirkulasi
Septikemia