Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONCHOPNEUMONIA
DI RUANG ABIMANYU RSU KERTHA USADA
TANGGAL 23 SEPTEMBER 2016

1.1 Tinjauan Teori Penyakit


1.1.1 Definisi
Bronchopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing
(Ngastiyah, 2012).
Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya (Smeltzer, 2013).
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal (Nurarif & Kusuma, 2015).
Jadi, bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

1.1.2 Etiologi
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Penyebab
timbulnya bronchopneumonia, yaitu:
1. Bacteria, seperti: Streptococcus, Staphylococcus, H.Influenza, Klebsiella.
2. Virus, seperti: Legionella Pneumoniae.
3. Jamur, seperti: Aspergillus Spesies, Candida Albicans.

1.1.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan agen penyebab yaitu:
1) Pneumonia bacterial
2) Pneumonia atipikal
2. Klasifikasi berdasarkan anatomi yaitu:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia lobularis
3) Pneumonia interstisialis

1.1.4 Tanda dan Gejala


Gambaran klinis yang timbul dari bronchopneumonia yaitu:
1. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.
2. Sesak nafas.
3. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama.
4. Anoreksia, mual dan muntah.
5. Mudah merasa lelah.
6. Bunyi pernafasan, seperti mengi, crekles, ronchi.
7. Penggunaan otot bantu pernafasan.
8. Menggigil.

1.1.5 Anatomi Fisiologi dan Patofisiologi


1.1.5.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran
pernapasan dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah
sebagai berikut: rongga hidung - faring laring - trakea -bronkus - paru-
paru (bronkiolus dan alveolus). Adapun alat-alat pernapasan pada manusia
adalah sebagai berikut:
1) Alat Pernafasan Atas
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung
(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya
terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap
benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat
juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara
yang masuk. Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan
kelembapan udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak
terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya
mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya,
karbon dioksida (co2), belerang (s), dan nitrogen (n2). Selain sebagai
organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat
sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari
menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin
mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung,
udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
2. Tenggorokan (Faring)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian
belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring
(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).masuknya udara
melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar
sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan
masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat
tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur
agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan
sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
3. Laring
Laring atau (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar
dan terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan suara
dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan
cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (gumpalan
makanan), infeksi (misalnya infeksi dan tumor).

2) Alat Pernafasan Bawah


1. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10-12 cm dengan
diameter 2,5 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada
(torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin
tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan. Trakea tetap terbuka karena terbentuk dari adanya 16-20
cincin kartilao berbentuk huruf c yang membentuk trakea.
2. Cabang-Cabang Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
primer (kanan dan kiri). Bronkus kiri lebih tinggi dan cenderung
horizontal daripada bronkus kanan, karena pada bronkus kiri terdapat
organ jantung. Bronkus kanan lebih pendek dan tebal dan bentuknya
cenderung vertical karena arcus aorta membelokkan trakea kebawah.
Masing-masing bronkus primer bercabang lagi menjadi 9-12 cabang
untuk membentuk bronkus sekunder dan tersier (bronkiolus) dengan
diameter semakin menyempit. Struktur lapisan mukosa bronkus sama
dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan
pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna.
3. Paru-Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua
selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang
rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan
selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah
yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel
terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus,
jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-
paru berstruktur seperti
spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalam
yang sangat lebar untuk
pertukaran gas. Di dalam
paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter 1
mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut
alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang
rawan, dan tidak bersilia. Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan,
tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal
kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung
udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa
kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa
atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di
situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya
difusi gas pernapasan.

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Pernafasan Gambar 1.2 Bronchopneumonia

1.1.5.2 Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-
paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman
masuk ke dalam alveolus, sehingga terjadi peradangan pada dinding
bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Infeksi saluran nafas
bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah
alveoli, peningkatan suhu, dan edema pada kapiler dan alveoli. Ekspansi
kuman melalui pembuluh darah masuk kedalam saluran pencernaan dan
menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam
usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsidan
kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Kemudian proses peradangan yang terjadi selalu
dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai
seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4)
tahap, antara lain :
1) Stadium Kongesti (4 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak,
pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan
kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah
yang berdilatasi).
2) Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah
merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang
berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3) Stadium Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi
konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada
pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4) Stadium Resolusi (7 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semua.

1.1.6 Web Of Caution


1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada pasien bronchopneumonia meliputi:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
b. Laju endap darah meningkat 100mm
c. Pemeriksaan sputum : bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan
untuk kultur serta tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
d. GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.
b. Rontgenogram thoraks : Menunjukkan konsolidasi lobar yang sering
kali dijumpai pada infeksi pneumokokal. Infilrate multiple sering kali
dijumpai pada infeksi stapilokokus dan haemofilus.
c. Laringoskopi/bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat.

1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan bronchopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kelancaran pernafasan
2. Kebutuhan istirahat
Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.
3. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan
yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan
masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk
mencegah kekurangan kalori dipasang infuse dengan cairan glukosa 5%
dan NaCl 0,9%.
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia

6. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan
tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya
maka biasanya diberikan Penisillin ditambah dengan Cloramfenikol
atau diberikan antibiotic seperti Ampisillin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari.

1.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan bronchopneumonia adalah:
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
4. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Data Umum
1. Identitas Pasien
Meliputi: nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis,
ruangan, golongan darah, dan sumber informasi.
2. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
1.2.1.2 Riwayat Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
3. Riwayat Penyakit
1.2.1.3 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
a. Riwayat perawatan
b. Riwayat operasi
c. Riwayat pengobatan
2. Kecelakaan yang pernah dialami
3. Riwayat Alergi
1.2.1.4 Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional Gordon)
1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan
seperti kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyakit dan
pelaksanaannya.
2. Pola nutrisi/metabolic
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,
anoreksia, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
4. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernapasan dan
sirkulasi. Seperti: kelemahan, kelelahan, penurunan toleransi
terhadap aktivitas.
5. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energy.
Seperti: adanya kesulitan tidur atau tidak.
6. Pola kognitif dan perceptual
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan
keputusan.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan, harga diri, gambaran diri, dan perasaan terhadap diri
sendiri.
8. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
9. Pola peran-hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga
lainnya.
10. Pola manajemen koping stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan
menggunkan sistem pendukung.
11. Pola keyakinan-nilai
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan
dalam hidup. Seperti: terganggunya kegiatan beribadah.

1.2.2 Data Fokus


1. Data Subjektif
Ibu klien mengatakan klien sesak nafas
Ibu klien mengatakan klien batuk
Ibu klien mengatakan klien demam
Ibu klien mengatakan klien mual dan muntah
Ibu klien mengatakan nafsu makan klien menurun
Ibu klien mengatakan klien lemas
2. Data Objektif
Batuk (+), pilek (+)
Turgor kulit kurang elastis
Suhu 380C
Mual (+), muntah (+)
Klien tampak lemas dan pucat
Suara nafas wheezing (+/+), rales/crakles (+/+)

1.2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebih ditandai dengan batuk (+), wheezing (+/+).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler ditandai dengan dispnea.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh meningkat.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan dehidrasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan mual,
muntah.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai
dengan klien tampak lemas.

1.2.4 Rencana Asuhan Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamax24 jam
diharapkan pola nafas klien kembali efektif, dengan kriteria hasil :
NOC: Respiratory Status : Ventilation
1) RR normal (15-30x/menit)
2) Tidak sesak saat istirahat
3) Irama nafas normal (vesikuler +/+)
NIC : Airway Management
O : Monitor respirasi dan status O2
R/: Untuk mengetahui keadaan umum pasien
N : Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
R/: Memberikan rasa nyaman
E : Ajarkan klien tehnik nafas dalam
R/: Agar klien mampu mengatasi sesak
C : Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen
R/: Agar klien tidak sesak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebih ditandai dengan batuk (+), wheezing (+/+).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamax24 jam
diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali efektif, dengan kriteria
hasil :
NOC: Respiratory Status : Airway Patency
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten
NIC : Airway Management
O : Monitor pernafasan dan status oksigenasi
R/: Mengetahui pola kecepatan pernafasan serta menunjukan
kepatenan jalan nafas
N : Berikan posisi nyaman untuk memaksimalkan ventilasi
R/: Memaksimalkan ventilasi dan mengurangi sesak, melatih teknik
nafas yang disenangi anak
E : Ajarkan teknik batuk efektif
R/: Mempermudah pengeluaran sputum ataupun dahak
C : Kolaborasi dalam pemberian terapi nebulizer dan bronkodilator.
R/: Mengurangi sesak dan mempermudah pengeluaran sputum
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler ditandai dengan dispnea.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam,
diharapkan pernafasan klien kembali normal, dengan kriteria hasil :
NOC : Respiratory Status (Gas Exchange)
1) Tekanan parsial dari O2 di darah arteri dalam rentang normal
2) Tekanan parsial dari CO2 di darah arteri dalam rentang normal
3) Ph arteri dalam rentang normal (7,35-7,45)
NIC : Respiratory Monitoring
O: Monitor laju, irama dan kedalaman pernafasan
R/: Mengetahui keadaan umum dari status pernafasan klien
N: Beri posisi nyaman, buka jalan nafas dengan mengangkat dagu bila
diperlukan
R/: Mengurangi sesak dan memperlancar pernafasan klien
E: Ajarkan keluarga untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih
R/: Mencegah timbulnya sesak karena lingkungan yang tidak bersih
(adanya debu)
C: Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi nebulizer
R/: Mengurangi sesak dan memenuhi kebutuhan O2 klien
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh meningkat.
NOC : Thermoregulation
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x24 jam diharapkan
suhu tubuh dalam batas normal, dengan kreteria hasil:
1) RR normal (15-30 x/menit)
2) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37,50C)
3) Tidak ada dehidrasi
NIC : Fever Treatment
O: Monitor suhu sesering mungkin
R/: untuk mengetahui perubahan suhu klien
N: Kompres pada dahi dan aksila
R/: karena pada dahi dan aksila terdapat banyak pembuluh darah
sehingga dapat mempercepat vasodilatasi pembuluh darah
E: Selimuti Pasien
R/: untuk memberikan kehangatan pada pasien
C: Berikan anti piretik
R/: untuk menurunkan panas klien
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan dehidrasi.
NOC : Fluid Balance
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama..x 24 jam diharapkan
volume cairan klien seimbang, dengan kriteria hasil:
1) Intake dan output seimbang
2) Turgor kulit elastic
3) Tekanan Darah normal (Sistole:
NIC : Fluid Management
O: Monitor vital sign
R/: untuk mengetahui keadaan umum klien
N: Beri masukan cairan per oral
R: untk memenuhi kebutuhan cairan klien
E: Berikan informasi pada klien dan keluarga tanda dan gejala dehidrasi
R/: untuk menambah pengetahuan klien tentang tanda dan gejala
dehidrasi
C: Kolaborasi dalam pemberian cairan melalui IV
R/: untuk mengganti cairan klien yang hilang
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan mual,
muntah.
NOC: Nutrisional Status
Setelah diberikan tindakan keperawatan selamax 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi tubuh klien seimbang, dengan kriteria hasil:
1) Nutrisi yang masuk sesuai kebutuhan
2) Tonus otot meningkat
NIC : Nutrition Management
O: Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
R/: untuk mengetahui status nutrisi klien
N: Berikan pilihan makanan
R/: agar klien mau makan
E: Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
R/: untuk menambah pengetahuan klien tentang nutrisi
C: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet klien
R/: diet dapat membantu masalah pencernaan

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai


dengan klien tampak lemas.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selamax24 jam
diharapkan aktivitas klien kembali normal, dengan kriteria hasil :
NOC : Activity Tolerance
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) secara mandiri
2) Berpartisipasi melakukan aktivitas
NIC : Activity Therapy
O : Monitor respon emosional, fisik, social dan spiritual terhadap
aktivitas
R/: Mengetahui respon pasien dalam melakukan aktivitas
N : Bantu klien untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
R/: Membantu memilih aktivitas sesuai dengan kemampuan agar
tidak memberatkan pasien
E : Ajarkan pasien menggunakan alat bantu dalam beraktivitas
R/: Mempermudah dalam melakukan aktivitas tanpa bantuan orang
lain
C : Kolaborasi dengan tenaga medis dalam pemberian terapi yang tepat
misalnya dalam melakukan latihan
R/: Mempercepat proses penyembuhan, dan melatih kekuatan otot

1.2.5 Implementasi Keperawatan


Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan intervensi/perencanaan yang telah dibuat.

1.2.6 Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dispnea.
S: Ibu klien mengatakan klien sesak
O: Klien tampak menggunakan otot bantu pernafasan, wheezing +/+.
Crakles +/+
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebih ditandai dengan batuk (+), wheezing (+/+).
S: Ibu klien mengatakan klien batuk dan pilek
O: Batuk (+), pilek (+)
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler ditandai dengan dispnea.
S: Ibu klien mengatakan klien sesak
O: Klien tampak menggunakan otot bantu pernafasan
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh meningkat.
S: Ibu klien mengatakan klien sudah tidak panas lagi
O: Suhu 36,50C
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi keperawatan 1-4
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan dehidrasi.
S: Ibu klien mengatakan klien hanya mau minum sedikit
O: Klien tampak lemas dan pucat
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan ditandai dengan mual,
muntah.
S: Ibu klien mengatakan klien mual dan muntah
O: Klien tampak lemas
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai
dengan klien tampak lemas.
S: Ibu klien mengatakan klien tidak dapat melakukan aktivitasnya sendiri
O: Klien tampak lemas
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) fifth


edition. USA: Mosby Inc an Affiliate of Elservier.
Herdman. T. Heather. 2011. Nanda Internasional Diagnosis Keperewatan Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Kedokteran EGC.

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA:
Mosby Inc an Affiliate of Elservier.

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A.H, & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai