Anda di halaman 1dari 7

Left Bundle Branch Block (LBBB)

dan
Right Bundle Branch Block (RBBB)

A. DEFINISI

1. RBBB
Right Bundle Branch Block (RBBB) merupakan salah satu kelainan pada
jantung dimana terjadi gangguan pada penghantaran impuls jantung. RBBB ini
menunjukan adanya gangguan konduksi cabang kanan sistem konduksi atau divisi
anterior atau posterior cabang kanan yang menyebabkan terhambatnya aktivasi
depolarisasi dari ventrikel kanan. Pada EKG akan terlihat kompleks QRS yang
melebar lebih dari 0,12 detik dan akan tambapk gambaran rsR’atau RSR’ di V1,
V2 , sementara itu di I, aVL , V5 didapatkan S yang melebar karena depolarisasi
ventrikel kanan yang terlambat.
Pada RBB, depolarisasi septum dari ventrikel kiri adalah normal,
sedangkan depolarisasi ventrikel kanan terjadi perlambatan akibat blok di RBB.
Jadi, setelah sepolarisasi septum dan ventrikel kiri atau setelah terbentuk
gambaran rS di sadapan V1 dan qr di sadapan V5, baru terekam arus depolarisasi
ventrikel kanan yang datangnya terlambat menuju ke V1. Dengan demikian ,
kompleks QRS di V1 atau V2 menjadi bentuk yang dikenal sebagai telinga kelinci
( rabbit ear appearance ). Sebaliknya di sadapan V5 ( atau sandapan lateral
lainnya ) akan terekam gambaran qrs.
Pola RBBB sering dijumpai pada pasien stenosis mitral, defek septum
atrial, IMA serta bisa suatu variasi normal.

2. LBBB
Left Bundle Branch Block (LBBB) merupakan salah satu kelainan pada
jantung dimana terjadi gangguan pada penghantaran impuls jantung. LBBB ini
menunjukan adanya gangguan konduksi cabang kiri sistem konduksi atau divisi
anterior atau posterior cabang kiri yang menyebabkan terhambatnya aktivasi
depolarisasi dari ventrikel kiri. Pada EKG akan terlihat bentuk rsR’ atau R di lead
I, aVL, V5 dan V6 yang melebar. Gangguan konduksi ini dapat menyebabkan
aksis bergeser ke kiri yang ekstrim, yang disebut sebagai left anterior hemiblock
(jika gangguan dicabang anterior kiri ) dan left posterior hemiblock (jika
gangguan dicabang posterior kiri).
Apabila konduksi di LBB terganggu maka arus depolarisasi septum hanya
dibentuk dari komponen RBB sehingga mengarah ke ventrikel kiri. Sebagai
akibat selain gelombang r di sadapan V1 dan gelombang q disandapan V1 dan
gelombang Q di sandapan V5 tidak terbentuk, sebaliknya terjadi gelombang Q di
sandapan V1 dan gelombang R di sandapan V5. Setelah itu terjadi depolarisasi
ventrikel kanan, yang kemudian diikuti depolarisasi ventrikel kiri yang terlambat.
Pola LBBB sering dijumpai pada pasien stenosis aorta, cardiomiopati
dilatasi, IMA, penyakit arteri koroner, serta hipertensi yang mengarah ke
pelebaran akar aorta dan regurgitasi aorta.

B. ETIOLOGI

1. RBBB
Penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, CMP, degenerasi sistem konduksi
2. LBBB
PJK, hipertensi, kor –pulmonale, CMP, degenerasi sistem konduksi

C. KOMPLIKASI

1. Stroke
Ketika jantung tidak dapat memompa darah secara efektif, darah akan melambat. Hal ini
dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk. Jika bekuan darah terbawa dalam aliran
darah dan dalam perjalannya menghalangi arteri otak, maka akan menyebabkan stroke.
Ini dapat merusak otak dan menyebabkan kematian.
2. Gagal jantung
Gagal jantung dapat terjadi karena jantung memompa tidak efektif dalam waktu lama
karena bradikardi atau takikardi. Gagal jantung juga menyebabkan kelebihan cairan yang
terkumpul pada kaki dan paru-paru.
D. PERBEDAAN

Karakteristik RBBB :
- Pola rSR’ di sadapan aVR dan V1
- Gelombang S lebar ( durasi > 0,04 detik ) dan tumpul ( slurred ) di sadapan I,
aVL, V5, dan V6
- Durasi kompleks QRS > 0,12 detik ( blok total ) atau antara 0,10 – 0,12 detik
( blok parsial )
Karakteristik LBBB :
- Kompleks QRS lebar dan bertakik ( berbentuk huruf M ) disadapan I, aVL, V5
dan V6
- Tidak dijumpai gelombang Q sadapan I, V5, dan V6
- Kadang disertai depresi segmen ST dan gelombang T inverse di sadapan I,
aVL, V5, dan V6
Durasi kompleks QRS > 0,12 detik ( blok total ) atau antara 0,10 – 0,12 detik ( blok
parsial )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan


konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif
(di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu
jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan
dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan
latihan yang menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi
akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi


elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.

G. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Resiko tinggi Tujuan/Kriteria Hasil : a) Auskultasi nadi apikal, kaji
penurunan curah a) Mempertahankan/ frekuensi, irama jantung.
jantung b/d meningkatkan curah b) Catat bunyi jantung.
gangguan konduksi jantung adekuat yang c) Palpasi nadi perifer
elektrial , dibuktikan oleh TD/ d) Pantau Tekanan Darah.
penurunan nadi dalam rentang e) Kaji kulit terhadap pucat dan
kontraktilitas normal, haluaran urine sianosis.
miokardia adekuat, nadi teraba f) Berikan oksigen tambahan
sama, status mental dengan kanula nasal/masker
biasa. dan obat sesuai indikasi
b) Menunjukkan (kolaborasi).
penurunan frekuensi/
tak ada disritmia.
c) Berpartisipasi dalam
aktivitas yang
menurunkan kerja
miokardia.

2 Intoleransi aktivitas Tujuan/kriteria hasil : a) Periksa tanda vital sebelum


b/d a) Klien akan dan segera setelah aktivitas,
ketidakseimbangan berpartisipasi pada khususnya bila klien
antar suplai aktivitas yang menggunakan vasodilator,
oksigen, kelemahan diinginkan. diuretic dan penyekat beta.
umum, tirah baring b) Memenuhi perawatan b) Catat respons kardiopulmonal
lama/imobilisasi diri sendiri. terhadap aktivitas, catat
c) Mencapai peningkatan takikardi, disritmia, dipsnea,
toleransi aktivitas yang berkeringat dan pucat.
dapat diukur, c) Evaluasi peningkatan
dibuktikan oleh intoleransi aktivitas.
menurunnya d) Implementasi program
kelemahan dan rehabilitasi jantung/aktivitas
kelelahan. (kolaborasi).

3 Kelebihan volume Tujuan/kriteria hasil : a) Pantau pengeluaran urine, catat


cairan berhubungan a) Mendemonstrasikan jumlah dan warna saat dimana
dengan volume cairan stabil diuresis terjadi.
menurunnya laju dengan keseimbangan b) Pantau/hitung keseimbangan
filtrasi glomerulus masukan dan pemasukan dan pengeluaran
(menurunnya curah pengeluaran. selama 24 jam.
jantung)/meningkat b) Bunyi nafas bersih/ c) Pertahankan duduk atau tirah
nya produksi ADH jelas, tanda vital dalam baring dengan posisi
dan retensi rentang yang dapat semifowler selam fase akut.
natrium/air diterima. d) Pantau TD dan CVP (bila ada).
c) Berat badan stabil dan e) Kaji bising usus, catat keluhan
tidak ada edema. anoreksia, mual, distensi
d) Menyatakan abdomen dan konstipasi.
pemahaman tentang f) Konsul dengan ahli gizi.
pembatasan cairan
individual.

Anda mungkin juga menyukai