Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI AKIBAT PATOLOGIS


SISTEM PERNAPASAN
PADA PASIEN COR PULMONAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang dibimbing
oleh Ns.Syaifuddin Kurnianto, M.Kep

Oleh :

Tanti Indra Nur Cahyani 172303101029

Aninda Maris Sustika 172303101039

Zakia Fauqi Fahmawati 172303101056

Mohammad Wavy Azkiya 172303101058

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
Konsep Penyakit

Definisi

Cor pulmonal adalah Kondisi dimana pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru atau fungsi dari paru, kelainan dinding dada /
kelainan pada kontrol pernafasan atau vaskularisasunya (Wahid & Suprapto, 2013;
Somantri, 2009).

Cor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel
kanan (RV) jantung yang disebabkan oleh kelainan primer sistem pernapasan. Hipertensi
paru sering merupakan hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung pada cor
pulmonale. Penyakit ventrikel sisi kanan yang disebabkan oleh kelainan primer sisi kiri
jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap sebagai cor pulmonale, tetapi cor
pulmonale dapat berkembang sekunder akibat berbagai proses penyakit kardiopulmoner.
Walaupun cor pulmonale umumnya memiliki perjalanan kronis dan progresif lambat, onset
akut atau perburukan cor pulmonale dengan komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi.
(Leong, 2017).
Etiologi

Menurut (E. Weitzenblum and A. Chaouat, 2009), etiologi dari cor pulmonale
dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan
bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara
selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan cor pulmonale
adalah peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada
hipertensi arteri pulmonal. Berikut beberapa penyakit penyebab cor pulmonale :

1. Penyakit paru obstruktif COPD (bronkitis obstruktif kronis, emfisema, dan


hubungannya)
2. Asma (dengan obstruksi jalan nafas yang ireversibel)
3. Kistik, fibrosis
4. Bronkiektasis
5. Bronchiolitis obliterans
6. Penyakit paru restriktif
7. Penyakit neuromuskuler Kyphoscoliosisb Sequelae dari tuberkulosis paru
8. Sarkoidosis
9. Pneumoconiosis
10. Penyakit paru terkait obat
11. Alveolitis alergi ekstrinsik
12. Penyakit jaringan ikat
13. Fibrosis paru interstisial idiopatik. Fibrosis paru interstitial asal diketahui
14. Gabungan fibrosis paru dan emfisema
15. Insufisiensi pernapasan asal "sentral"
16. Hipoventilasi alveolar sentral
17. Sindrom obesitas-hipoventilasi (sebelumnya disebut "sindrom Pickwickian")
18. Sindrom sleep apnea.

Klasifikasi

Menurut Wahid & Suprapto (2013), Secara umum cor pulmonal dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Cor pulmonal akut


Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi. Etiologi nya embolus
multipel pada paru paru atau masif yang secara mndadak akan menyumbat aliran darah
dan ventrikel kanan. Gejalanya biasanya segera disusul oleh kematian, terjadinya dilatasi
dari jantung kanan
2. Cor pulmonal kronik
Merupakan jenis cor pulmonal yang paling sering terjadi dinyatakan sebagai hipertropi
ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembulu darah, atau adanya kelainan pada
torak, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi
ventrikel kanan.

2.1.4. Patofisiologi

Menurut (Leong, 2017), Patofisiologi cor pulmonale adalah hasil dari peningkatan tekanan
pengisian sisi kanan dari pulmonary hypertension yang berhubungan dengan penyakit paru-
paru. Peningkatan afterload menyebabkan perubahan struktural pada ventrikel kanan
termasuk hipertrofi ventrikel kanan yang dapat dilihat pada cor pulmonale kronis.

Cor pulmonale akut: emboli paru (lebih umum) dan sindrom gangguan pernapasan
akut ( ARDS ). Patofisiologi yang mendasari dalam emboli paru masif yang menyebabkan cor
pulmonale adalah peningkatan resistensi paru secara tiba-tiba. Pada ARDS, kelebihan
ventrikel kanan dapat terjadi karena ventilasi mekanis dan fitur patologis dari sindrom itu
sendiri. Ventilasi mekanis, terutama volume tidal yang lebih tinggi, membutuhkan tekanan
transpulmonary yang lebih tinggi.

Dalam kasus ARDS, cor pulmonale dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan shunting
kanan-ke-kiri melalui foramen ovale paten, yang membawa prognosis yang lebih buruk.

Beberapa mekanisme patofisiologis yang berbeda dapat menyebabkan hipertensi paru dan,
selanjutnya, menjadi pulmonale. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki lima
klasifikasi untuk hipertensi paru, dan semua kecuali satu dari kelompok ini dapat
menyebabkan kor pulmonale (Kelompok Klasifikasi WHO 2 adalah hipertensi arteri
pulmonal akibat disfungsi ventrikel kiri. Perhatikan klasifikasi WHO berikut:
Kelompok 1: Hipertensi arteri pulmonalis, termasuk penyebab turunan; gangguan jaringan
ikat, termasuk scleroderma; dan penyebab idiopatik lainnya

Kelompok 3: Hipertensi paru karena penyakit paru-paru dan / atau hipoksia; gangguan ini
termasuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), yang merupakan penyebab paling umum
untuk pulmonale. Ada penelitian yang mengkorelasikan derajat hipoksia dengan tingkat
keparahan cor pulmonale. Gangguan lain yang dapat menyebabkan kor pulmonale pada
kelompok ini termasuk penyakit paru interstitial (ILD) dan obstructive sleep apnea (OSA)

Kelompok 4: Hipertensi paru tromboemboli kronis; gumpalan darah yang terbentuk di paru-
paru dapat menyebabkan peningkatan resistensi, hipertensi paru dan, selanjutnya, cor
pulmonale

Kelompok 5: Hipertensi paru yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi lain, termasuk
sarkoidosis, polisitemia vera (yang dapat menyebabkan peningkatan viskositas darah dan,
selanjutnya, hipertensi paru), vaskulitis, dan gangguan lainnya.

Hasil akhir dari mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan dan resistensi arteri
pulmonalis.

Output ventrikel kanan dan ventrikel kiri

Venrtikel kanan adalah ruang berdinding tipis yang merupakan pompa volume yang lebih baik
daripada pompa tekanan. Itu lebih cocok untuk beradaptasi dengan mengubah preload
daripada afterload. Dengan peningkatan afterload, tekanan sistolik ventikel kanan meningkat
untuk mempertahankan gradien sirkulasi. Pada titik kritis, peningkatan lebih lanjut pada
tekanan dan resistensi arteri pulmonalis menghasilkan dilatasi ventrikel kanan yang
signifikan, peningkatan tekanan akhir-diastolik ventrikel kanan, dan kegagalan sirkulasi
ventrikel kanan.

Penurunan output ventrikel kanan menyebabkan penurunan pengisian ventrikel kiri, yang
menghasilkan penurunan curah jantung. Karena arteri koroner kanan berasal dari aorta,
penurunan output ventrikel kiri menyebabkan penurunan aliran darah koroner kanan dan
iskemia ke dinding ventrikel kanan. Apa yang terjadi kemudian adalah lingkaran setan antara
penurunan ventrikel kiri dan output ventrikel kanan.

Morfogenesis ventrikel kanan dan ventrikel kiri


Investigasi genetik telah mengkonfirmasi bahwa morfogenesis ventrikel kanan dan kiri
berasal dari set sel progenitor yang berbeda. Asal-usul embriologis yang berbeda dapat
menjelaskan perbedaan tingkat hipertrofi ventrikel kanan dan kiri.

Ventrikel kanan kelebihan beban

Tekanan ventrikel kanan dan volume berlebih dikaitkan dengan perpindahan septum ke arah
ventrikel kiri. Perpindahan septum, yang dapat divisualisasikan dengan ekokardiografi,
merupakan faktor tambahan yang mengurangi pengisian dan keluaran ventrikel kiri dalam
pengaturan pembesaran cor pulmonale dan ventrikel kanan.

Macam-macam penyakit paru-paru, emboli


paru, sindron gangguan pernapasan akut Menurunnya
(ARDS), Penyakit paru obstruktif kronis pengisian ventrikel
(PPOK) kanan

Kelainan Pada Arteri Menurunnya pengisian


Pulmonalis ventrikel kiri

Mengakibatkan darah Penurunan curah jantung


ventrikel kanan
membutuhkan tekanan
meningkat

Hipertensi arteri
pulmonal

Ventrikel kanan melebihi


batas toleransi kontraksi

Perubahan morfologi dinding


ventrikel kanan

Cor Pulmonal
Manifestasi Klinis

Menurut (Wahid & Suprapto, 2013), Informasi yang didapat bisa berbeda – beda antara
satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang
menyebabkan cor pulmonal

1) Cor pulmonal akibat emboli paru : sesak tiba – tiba pada saat istrirahat, kadang –
kadang di dapatkan batuk batuk dan hemoptisis
2) Cor pulmonal dengan PPOM : sesak nafas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum)
3) Cor pulmonal dengan hipertensi pulmonal primer ; sesak nafas dan sering pingsan jika
beraktifitas ( exertinal syncope)
4) Cor pulmonal dengan kelainan jantung kiri : sesak nafas ortopnea, paroxymal noctural
dypsnea.
5) Cor pulmonal dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta
cepat lelah
6) Gejala predominan cor pulmonal yang terko pensasi berakibat dengan penyakit
parunya : batuk produktif kronik, dypsnea karena olah raga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung
kanan, gejala – gejala ini lebih berat. Edema dependent dan nyeri kuadran kanan atas
dapat juga muncul.
7) Tanda – tanda cor pulmonal misalnya : sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop(atau keduanya ), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependent.
8) Gejala – gejala tambahan ialah : sianosis, kurang tanggap atau bingung, mata
menonjol.

Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) pemeriksaan Cor pulmonal meliputi :

1. Pemeriksaan EKG
a. Biasanya menunjukkan hipertropi ventrikel kanan dan abnormalitas ventrikel
kanan. Sering pula di dapatkan aritmia ventrikuler dan atau supraventrikuler. Poor
progesion of R pada sandapan precordial merupakan tanda yang sering kali di salah
artikan sebagai infark miokard lama.
b. EKG menunjukkan defiasi aksis tekanan dan gelombang P lancip. Gelombang S
dalam tampak pada lead V6. Deviasi aksis kanan dan voltase rendah dapat tampak
pada pasien dengan emfisema paru. Hipertropi ventrikel kanan jarang kecuali pada
“Hipertensi pulmonal primer”. EKG sering menunjukkan infark miokard.
Gelombang Q ini dapat muncul pada lead II, III dan aVF karena posisi ventrikel
jantung, tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark
miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tapi non spesifik.
c. Adanya hipertropi atrium, ventrikel kanan atau keduanya.

Contoh hasil EKG Cor Pulmonal

Contoh Hasil EKG Normal


2. Pemeriksaan Foto Torak
Tanda yang sering di dapatkan adalah :
a. Kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding toraks tergantung penyakit
dasarnya.
b. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran
vaskuler paru drastis di daerah perifer sehingga menimbulkan gambaran pohon
gundul (Pruned Tree)
c. Pembesaran ventrikel kanan
d. Pelebaran vena cava superior
e. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar.

Contoh hasil foto toraks


3. Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan ventrikel kanan. Meskipun
perubahan volum tidak dapat di ukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran
kavitas ventrikel kanan dalam hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri.
Septum interventrikel dpat bergeser kekiri.
4. Biopsi paru
Dapat digunakan untuk menunjukkan vaskulitas pada beberapa tipe penyakit
vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arteritis rhematoid, dan
granulomatosis wagener.
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada penderita Cor Pulmonal pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan
restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat
menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapmia atau asidosis respiratorik. Pada
beberapa penderita Cor Pulmonal AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada
saat istirahat, tetapi pada saat beraktivitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan
adanya hipoksia berat disertai hiperkapmia, hal ini membuktikan bahwa etiologi
sesak napasnya adalah kelainan paru. Pada penderita Cor Pulmonal dengan
hipoksia yang bermakna (saturasi Oksigen arterial 90 %) seringkali menderita
polisitemia.
b. Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggih ) akibat PPOM (penyakit paru
obstruktif menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85 %; PCO2 dapat meningkat
atau normal.
c. Faal paru menurun yaitu :
1) F.V.C berkurang (N = 5.8 L)
2) F.E.V1 berkurang (N=4,32 L)
d. Analisa gas darah :
1) PO2 kurang dari 60 mmHg
2) PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
e. pH darah rendah
f. Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang.

Tata Laksana

Menurut Wahid & Suprapto (2013), Tujuan dari penatalaksanaan adalah meningkatkan
ventilasi klien dan mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manifestasi dari
gagal jantung.

1. Penatalaksanaan keperawatan
Sasaran penatalaksanaan keperawatan adalah :
a. Melalui hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengefektifkan bersihan jalan napas.
b. Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi yang mudah
untuk bernapas.
c. Tirah baring : bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
d. Memberikan penyuluhan agar pasien menghindari segala jenis polusi udara
dan berhenti merokok.
e. Latihan pernapasan dan bimbingan fisioterapi
f. Kolaborasi memperbaiki ventilasi dan Oksigenisasi jaringan melalui
pemberian O2
2. Penatalaksanaan medis
Pemberian medikamentosa :
a. Aminofilin : menggunakan spasme saluran pernapasan beta 2 adrenergik
selektif (turbotalin atau salbutamol)
b. Mukolitik dan ekspektoran
Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecahkan ikatan rantai
kimianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.
c. Antibiotika
Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru,
disebabkan oleh mikroorganisme, diantaranya : hemophylus influensa dan
pneumococcus peka terhadap metisilin, Kloksasilin, flukoksasilin dan
eritromisin. Klebsiela peka terhadap gentamisin, steptomisin dan prolimiksin.
d. Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 (tekanan CO2 arterial ) dan asidosis pada penderita PPOM
di sebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga menimbulkan
hipoksemia. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen 20 – 30 % melalui
masker venture dan secara intermiten 1 – 3 Lpm
e. Jika terjadi gagal jantung kanan, diberikan digitalis, diuretik dan diet yang
rendah garam. Pemberian digitalis harus berhati – hati, karena dalam keadaan
hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi sehingga mudah terjadi
asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik dan bahaya intoksitasi lebih besar.
Pemberian diuretik A seperti furosemit atau hidroklorotiazid diharapkan dapat
mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan
menurunkan volume darah sehingga pertukaran udara dalam paru dapat
diperbaiki dan hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.

Prognosis

Cor pulmonale dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi dengan analisis
multivariat dalam penelitian. Para peneliti secara sistematis menerapkan langkah-langkah
spesifik yang bertujuan mengoreksi cor pulmonale, fakta yang dapat menjelaskan kurangnya
efek prognostik dalam penelitian mereka. Pasien dengan cor pulmonale lebih sering
mengalami syok dibandingkan dengan yang lain, meskipun fungsi sistolik ventrikel kiri
serupa antara kelompok. Cor pulmonale juga dikaitkan dengan kompromi oksigenasi dalam
penelitian. Terapi ajuvan untuk hipoksemia refrakter lebih sering digunakan pada kelompok
dengan cor pulmonale dan pasien-pasien ini menunjukkan lebih banyak pirau pada foramen
ovale paten dibandingkan dengan yang lain. (Boissier, et al., 2013)
Prognosis Cor Pulmonal bergantung pada patologi yang mendasarinya. Perkembangan Cor
Pulmonal sebagai hasil dari penyakit paru primer biasanya mempunyai prognosis yang lebih
buruk. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang
berkembang menjadi Cor Pulmonal memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup 5 tahun,
namun apakah cor pulmonal memiliki prognostik yang indenpenden atau hanya
mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit paru lainnya
masih bekum jelas. Prognosis pada kasus akut karena emboli paru berat ataupun sindrom
gangguan pernafasan akut belum pernah terbukti menunjukkan bahwa pada kasus emboli
paru, Cor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di RS. Para penelitih telah
mengumpulkan data demografi, Komorbiditas dan data manifestasi klinik pada 582 pasien
rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit perawatan intensif dan didiagnosa menderita
emboli paru (Leong, 2017).

Hasil peneltian mereka menunjukkan bahwa pasien emboli paru dengan hemodinamik
yang stabil faktor-faktor berikut dapat menjadi predictorindenpenden kematian di RS :

1. Usia yang lebih tua dari 65 tahun

2. Istirahat total selama lebih dari 72 jam

3. Menderita Cor pulmonal kronis

4. Sinus takikardi

5. Takipnea.

Komplikasi

Pada stadium lanjut, kongesti hati pasif sekunder akibat gagal ventrikel kanan berat dapat
menyebabkan anoreksia, ketidaknyamanan perut kuadran kanan atas, dan ikterus. Selain itu,
sinkop dengan aktivitas, yang juga dapat dilihat pada penyakit parah, mencerminkan
ketidakmampuan relatif untuk meningkatkan curah jantung selama latihan dengan penurunan
tekanan arteri sistemik berikutnya. (Leong, 2017).
Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dalam asuhan keperawatan. Tahapan ini merupakan
tahapan yang sangat penting karena keberhasilan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan sangat ditentukan dari seberapa jauh perawat bisa mengkaji masalah yang
dihadapi pasien sehingga dapat menentukan langkah langkah selanjutnya untuk membantu
mengatasi atau menyelesaikan masalah pasien. Tahapan pengkajian ini menggunakan dua
kegiatan, yaitu : Anamnesis; Pemeriksaan fisik. (Purwanto, 2016)

Data-data yang perlu dikaji pada penderita sebagai berikut :

1. Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan
sistem tubuh tertentu baru jelas dirasakan pada usia tertentu meskipun mungkin proses
patologis sudah berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu
dibandingkan dengan usia dan gender ,misalnya berat badan dan tinggi badan. Tempat
tinggal juga merupakan data yang perlu dikaji, khususnya tempat tinggal pada masa
bayi dan kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang. (Purwanto, 2016)
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada banyak kasus Kor pulmonal ditemukan pada anggota keluarga tertentu dan
ternyata kekurangan alfa-antripsin memegang peranan dalam penentuan predisposisi
terjadinya penyakit paru obstruktif kronik. (Wahid & Suprapto, 2013)
Riwayat penyakit paru kronik (bronchitis kronik dan emisema paru, diantaranya
disebabkan Hemophilus influenza, pneumococcus, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, klebsiella. (Wahid & Suprapto, 2013)
3. Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila
di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak
mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan. (Purwanto, 2016)
a. Cor Pulmonale akibat Emboli Paru: sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang
kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis
b. Cor Pulmonale dengan PPOM: sesak nafas disertai batuk yano produktif
(banyak sputunm)
c. Cor Pulmonale dengan Hipertensi Pulmonal primer: sesak nafas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope)
d. Cor Pulmonale dengan kelainan jantung kiri: sesak nafas, ortopnea, paroxymal
nocturnal dyspnea.
e. Cor Pulmonale dengan kelainan jantung kanan bengkak pada perut dan kaki
serta cepat lelah
f. Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produkif kronik, dispnea karena olahraga,
wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah me
nimbulkan gagal jantung kanan, gejala gejala ini lebih berat. Edema dependen
dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
g. Tanda-tanda Kor pulmonal misalnya slanosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah
atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan ederna
dependen.
h. Gejala-gejala tambahan ialah: sianosis, kurang tanggap/ bingung. mata
menonjol.
i. Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaltan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga,
wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah
menimbulkan gagal jantung kanan, gejala-gejala ini lebih berat. Edema
dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. (Wahid & Suprapto,
2013)
4. Riwayat Diet
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja
mencerminkan gangguan sistem tubuh tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang
salah dapat menjadi faktor penyebab. (Purwanto, 2016)
5. Status Sosial Ekonomi
Karena status social ekonomi merupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang
maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-
sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai
pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu.
Mendiskusikan bersama-sama bagaimana klien dan keluarganya memperoleh
makananyang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan
keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap
optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan
bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran. (Purwanto,
2016)
6. Masalah Kesehatan Sekarang Atau disebut juga Keluhan Utama
Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta
bantuan pelayanan seperti:
a. Apa yang di rasakan klien
b. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau perlahandan
sejak kapan dirasakan
c. Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari. (Purwanto, 2016)
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Aktivilas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyur dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nok turnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,
dispneu
b. Sirkulas
Gejala : Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:
kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,
serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock
hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung: S1 keras pembukaan yang
keras, takikardia. Irama tidak teratur: fibrilasi arterial.
c. Intensitas Ego
Tanda : Menunjukkan kecemasan: gelisah, pucal, berkeringat, gemetar. Takut
akan kematian, keinginan mengakhiri hidup merasa tidak berguna, kepribadian
neurotik
d. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik
Tanda : Edema umum, hepatomegali dan asistes, pemafasan payalh dan bising
terdengar krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
Gejala : Mengeluh kesemutan, pusing.
Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas: krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah,
gelisah.
g. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh. (Wahid & Suprapto, 2013)
8. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
1) Inspeksi
a) Vena-vena pada leher tidak terihat tidak terlihat kolaps pada saat inspirasi.
b) Kelemahan
c) Disprea.
d) Sianosis pada jari.
e) Perubahan Mental(Sinkope pada saat aktivitas).
2) Aiuskultasi
a) Terdengar Graham steel murmur yang bersifat soft blowing, high pitch
diastolic murmur, akibat adanya insusifisiensi relative katup pulmonal.
b) Right ventricular lift
c) Right arterial gallop di Giant waves.

Diagnosis Keperawatan

Penurunan curah jantung


Definsi : ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik

Gangguan frekuensi dan irama jantung

1. Aritmia (takikardia, bradikardia)


2. Perubahan pola EKG
3. Palpitasi
Ganguan preload
1. Edema
2. Keletihan
3. Peningkatan atau penurunan tekanan vena sentral(CVP)
4. Peningkatan atau penurunan tekanan baji arteri pulmunal(PAWP, pulpumonary artery
wedge pressure)
5. Distensi vena jugularis
6. Murmur
7. Kenaikan berat badan

Gangguan afterload

1. Kulit dingin dan berkeringat


2. Denyut perifer menurun
3. Dispnea
4. Peningkatan atau penurunan tahanan vaskular pulmonal (PVR)
5. Peningkatan atau penurunan tahanan vaskular sistemik (SVR)
6. Oliguria
7. Pengisian ulang kapiler memanjang
8. Perubahan warna kulit
9. Variasi pada hasil pemeriksaan tekanan darah

Gangguan kontraktilitas

1. Bunyi crakle
2. Batuk
3. Ortupnea atau dispnea
4. Penuruan curah jantung
5. Penurunan indeks tubuh
6. Penurunan fraksi injeksi, indeks volume sekuncup (SVI, stroke volume index), indeks
kerja vartikel kiri
7. Bunyi jantung S3 atau S4

Perilaku / emosi

1. Ansietas
2. Gelisah

Faktor berhubungan

1. Gangguan frekuensi atau irama jantung


2. Gangguan volume sekuncup
3. Gangguan preload
4. Gangguan afterload
5. Gangguan kontraktilitas.

Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut buku diagnosis keperawatan (Wilkinson, 2015).

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi perdarahan: membatasi
selama....... diharapkan klien mampu kehilangan volume darah selama episode
Tingkat keparahan kehilangan darah : perdarahan.
Tingkat keparahan perdarahan/ hemoragi Perawatan jantung: membatasi komplikasi
internal atau eksternal. akibat ketidakseimbagan antara suplai dan
Efektivitas curah jantung : Keadekuatan kebutuhan oksigen miokard pada pasien
volume darah yang di injeksikan dari yang mengalami gejala kerusakan fungsi
vertikel kiri untuk mendukung tekanan jantung.
perfusi sistemik. Perawatan jantung, akut: membatasi
Status sirkulasi : tingkat pengaliran darah komplikasi untuk pasien yang sedang
yang tidak terhambat, satu darah, dan pada mengalami episode ketidaksembangan
tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah antara suplai da kebutuhan oksigen miokard
besar aliran sistemik dan pulmonal. yang mengakibatkan kerusakan fungsi
Perfusi jaringan : organ abdomen: jantung.
keadekuatan aliran darah meleawati Promosi perfusi serebral: meningkatkan
pembuluh darah kecil visera abdomen untuk perfusi yang yang adekuat dan membatasi
mempertahankan fungsi organ. komplikasi untk pasien yang mengalami
Perfungsi jaringan: jantung : keadekutan atau beresiko mengalami ketidakadekuatan
aliran darah yang melewati vaskuatur perfusi serebral.
koroner untuk mempertahankan fungsi Perwatan sirkulasi: insufisiensi arteri:
organ jantung. meningkatkan sirkulasi arteri
Perfusi jaringan : serebral : keadekutan Perwatan sirkulasi: alat bantu mekanis:
aliran yang melewati vaskulatur serebral memberi dukungan terporel sirkulasi
untuk memperahankan fungsi otak. memlalui penggunaan alat atau pompa
Perfungsi jaringan: sel : keadekutan aliran mekanis.
yang melewati vaskulatur serebral untuk Perwatan sirkulasi: infusensi vena:
memperahankan fungsi otak. meningkatkan sirkulasi vena.
Perfungsi jaringan: perifer: keadekutan Perawatan embolus: perifer: membatasi
aliran yang melalui pembuluh darah yang komplikasi untuk pasien yang mengalami,
kecil ekstermitas untuk mempertahankan atau beresiko mengalami sumbatan sirkulasi
fungsi jaringan. perifer.
Perfungsi jaringan: pulmonal: keadekutan Perwatan embolus: paru: membatasi
aliran yang melewati vaskulator pulmonal komplikasi untuk pasien yang mengalami,
memerfusinit alveoli/ kapiler. atau beresiko mengalami sumbatan sirkulasi
Status tanda- tanda vital: tingkat suhu, paru.
nadi, pernafasan dan tekanan darah dalam Regulasi hemodinamik: megoptimalkan
rentang normal. frekuensi jantung, preload, afterload, dan
kontraktrilitas.
Pengandalian hemoragi: menurunkan atau
meniadakan kehilangan darah yang cepat
dan dalam jumlah yang banyak.
Terapi intravena(IV): memberi dan
memantau cairan dan obat intra vena(IV)
Pemantauan ekstermitas bawah:
mengumpulakan, menganalisis, dan
menggunakan data pasien untuk
mengategorikan risiko dan mencegah cedera
pada ekstermitas bawah.
Pemantauan neurologi: mengumpulkan
dan menganalisiss data pasien untuk
memncegah dan meminimalkan komplikasi
neurlogis.
Manajemen syok: jantung: meningkatkan
keadekuatan perfusi jaringan untuk pasien
yang mengalami gangguan fungsi pompa
jantung.
Manajemen syok:volume: meningkatkan
keadekuatan perfusi jaringan untuk pasien
yang mengalami gangguan volume
intravaskular berat.
Pemantauan tanda- tanda vital:
mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, pernafasan, dan suhutubuh
untuk menentukan dan mencegah
komplikasi.

Imlementasi Keperawatan

Menurut (Nirmalasari, 2017) deep breating exercise dan active range of motion dapat
dilakukan sebagai bentuk pilihan dalam pelayanan kesehatan fase inpatient untuk mengurangi
dyspnea dalam meningkatkan kualitas hidup pada.

Menurut (Fasitasari, 2013) pada penyakit Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang
mungkin berakibat Cor Pulmonal, pasien sebaiknya menerima konseling gizi untuk
mengoptimalkan asupan dietnya. Pasien disarankan untuk makan dengan porsi kecil dan
sering. Pada pasien dengan asupan yang tidak adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian
dukungan nutrisi berupa enteral dan/ atau parenteral nutrisi.

Menurut (Leong, 2017) terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi paru hipoksemik, yang
kemudian meningkatkan curah jantung, mengurangi vasokonstriksi simpatis, mengurangi
hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal.
Evaluasi keperawatan

Masalah Keperawatan Hambatan Pertukaran gas dinyatakan teratasi jika pasien :


1. Pasien menunjukan perbaikan ventilasi dan Oksigenasi
2. Frekuensi pernafasan normal tanpa menggunakan otot bantuan pernafasan
3. Tidak terjadi distres pernafasan
4. Akral hangat
5. Pasien tidak sianosis
6. RR 18-20 x/menit

DAFTAR PUSTAKA

Boissier, F. et al., 2013. Prevalence and prognosis of cor pulmonale during protective ventilation for
acute respiratory distress syndrome. Intensive Care Med, I(39), p. 1725–1733.

Digiulio, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

E. Weitzenblum and A. Chaouat , 2009. Cor pulmonale. Chronic Respiratory Disease , I(6), pp. 177-
185.

Fasitasari, M., 2013. Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan penyakit paru obstuktif kronik (PPOK). Sains
Medika, V(1), pp. 50-61.

Leong, D., 2017. Emedicine. [Online]


Available at: https://emedicine.medscape.com/article/154062-overview#a23
[Accessed 3 March 2019].

Nirmalasari, N., 2017. DEEP BREATHING EXERCISE DAN ACTIVE RANGE OF MOTION EFEKTIF
MENURUNKAN DYSPNEA PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE. NurseLine Journal , II(2),
pp. 159-165.

Purwanto, H., 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. 1 ed. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan.

Somantri, I., 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.

T. Heather Herdman; Shigemi Kamitsuru, 2018. Nursing Diagnoses Definitions and Classification
2018-2020. 11th ed. New York: NANDA International, Inc..

Wahid, A. & Suprapto, I., 2013. Kepeprawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Sistem Respirasi. Jakarta: CV.Trans Info Media.

Wilkinson, J. M., 2015. Diagnosis Keperawatan. 9 ed. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai