Disusun oleh :
2. Etiologi
1) Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
a. Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
b. Penyakit paru obstrutif kronik
c. Fibrosis paru
d. Penyakit fibrokistik
e. Cryptogenic fibrosing alveolitis
f. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2) Kelainan dinding dada :
a. Kifos koliosis, torakoplasti
b. fibrosis pleura,
c. Penyakit neuromuscular
3) Gangguan mekanisme control pernafasan :
a. Obesitas, hipoventilasi idopatik
b. Penyakit serebro vascular.
4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
a. Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5) Kelainan primer pembuluh darah :
A. Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis
pembuluh darah paru
3. Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu
dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan
pulmonary heart disease.
4. Patofisiologi / Patway
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kondisi Cor Pulmonale diawali dari
penyakit paru yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada
saatnya akan menyebabkan gangguan jantung dan menyebabkan ventrikel
kanan membesar dan akhirnya mengalami kegagalan. Setiap kondisi yang
menganggu oksigen ke paru-paru akan mengakibatkan hipoksemia dan
hiperkapnia, mengakibatkan insufisiensi ventilator. Selanjutnya akan
menyebabkan vasokonstriksi artei pulmonal dan kemungkinan reduksi
jarring-jaring vaskuler paru. Hal ini akan mengakibatkan resistensi dalam
sistem sirkulasi pulmonal dengan akibat adalah peningkatan tekanan darah
dalam paru.
1) Obstruksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu
penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 %
pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, sistem
fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga
hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil
pasien sistem fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli
yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya
menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
2) Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale
adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis,
dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis
paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan
atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks
mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan
terjadinya obliterasi pembuluh paru.
3) Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis
terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan
vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik
merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan
sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom
hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini.
Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah
paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri
tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya.
Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan
vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri
pumonalis.
4) Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale
primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil
tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun
pada jantung. Secara histopatologis didapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta
pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan
etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya
penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta
infeksi HIV.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan
gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG
akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:
1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II
2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3 4.
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete
6. Penatalaksanaan
Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada
penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta
peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari
ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di
paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang
berbeda yaitudi fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary
heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang
meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor
(epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada
dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah
utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian
antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi.
Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian
broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK;
pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline,
dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor
pulmonal kronis.
a) Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan
pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55
mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi
oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar,
kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi,
meringankan hipoksemiajaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal.
Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2kurang dari 55
mm Hg atau saturasi O2kurang dari 88%.Manfaat dari terapi oksigen
adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status
fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk
managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia
atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b) Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease
kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada
edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel
kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang
berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya.
Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan
penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah
produksihypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi
efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan
menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan
sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan
aritmia, yang berakibat menurunnyacardiac output. Oleh karena itu
diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease
kronis, dengan memperhatikan pemakaian.
7. Pengkajian Keperawatan
Cor Pulmonale dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak.
Pada orang dewasa kasus ini biasa ditemukan pada lansia karena sering
didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi.
Berikut ini pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien cor pulmonal:
a. Pada pasien cor pulmonale biasanya akan diawali dengan tanda-tanda
mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif.
b. Perlu juga dintanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
c. Apa Tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai
berat.
e. Menanyakan Riwayat penyakit sebelumnya.
8. Diagnosa Keperawatan
9. Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
Beri motivasi pada klien untuk Agar pasien mau memenuhi diet
mengubah kebiasaan makan. yang disarankan untuk
kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan Kongesti visceral (terjadi pada GJK
anoreksia, mual, distensi abdomen lanjut) dapat mengganggu fungsi
dan konstipasi. gaster/intestinal.
Publishing.
I. Jakarta: InternaPublishing.
EGC.