Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

RANGKUMAN MATERI COR PULMONALE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1


Yang Diampu Oleh : Ibu Ns. Dewi Rachmawati,M.Kep

Disusun oleh :

Nama : DIVA PRAMESTI NIRWANA SAHDU


NIM : P17230214105
Kelas : 1B

POLTEKKES KEMENKES MALANG KAMPUS 3 BLITAR


JL. DR. SUTOMO NO. 56, BENDOGERIT, KEC. SANANWETAN,
KOTA BLITAR , JAWA TIMUR 66133
1. Definisi
Menurut Bhattacarya (2004), cor pulmonal merupakan suatu perubahan
pada struktur ventrikel kanan yang disebabkan karena adanya hipertensi
pulmonal. Secara sederhana, cor pulmonale didefinisikan sebagai “hipertrofi
ventrikel kiri yang disebakan karena penyakit yang akan mempengaruhi
fungsi dari paru-paru. (Shujaat, Minkin & Eden: 2007).
Cor pulmonale merupakan jenis paling umum dari penyakit jantung.
(Weitzenblum: 2012). Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana
terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari
hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari
parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.
Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya
stenosis Mitral, Kelainan Jantung Bawaan atau Gagal Jantung Kiri yang juga
menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut
akibat adanya emboli paru yang pasif, dapat juga bersifat kronis. (Yogiarto,M
dan Baktiyasa,B : 2003)

2. Etiologi
1) Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
a. Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
b. Penyakit paru obstrutif kronik
c. Fibrosis paru
d. Penyakit fibrokistik
e. Cryptogenic fibrosing alveolitis
f. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2) Kelainan dinding dada :
a. Kifos koliosis, torakoplasti
b. fibrosis pleura,
c. Penyakit neuromuscular
3) Gangguan mekanisme control pernafasan :
a. Obesitas, hipoventilasi idopatik
b. Penyakit serebro vascular.
4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
a. Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5) Kelainan primer pembuluh darah :
A. Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis
pembuluh darah paru

3. Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu
dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan
pulmonary heart disease.

a. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat,


kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif
(banyak sputum).
c. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan
sering pingsan jika beraktifitas(exertional syncope).
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada
perut dan kaki serta cepat lelah.

Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi


berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea
karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit
paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat.
Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena
leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi
sternum bawah atau epigastrium prominen,hati membesar dan nyeri tekan, dan
edema dependen.Gejala- gejala tambahan ialah :
1. Sianosis
2. Kurang tanggap/ bingung
3. Mata menonjol

4. Patofisiologi / Patway

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kondisi Cor Pulmonale diawali dari
penyakit paru yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada
saatnya akan menyebabkan gangguan jantung dan menyebabkan ventrikel
kanan membesar dan akhirnya mengalami kegagalan. Setiap kondisi yang
menganggu oksigen ke paru-paru akan mengakibatkan hipoksemia dan
hiperkapnia, mengakibatkan insufisiensi ventilator. Selanjutnya akan
menyebabkan vasokonstriksi artei pulmonal dan kemungkinan reduksi
jarring-jaring vaskuler paru. Hal ini akan mengakibatkan resistensi dalam
sistem sirkulasi pulmonal dengan akibat adalah peningkatan tekanan darah
dalam paru.

Dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu:

1) Obstruksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu
penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 %
pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, sistem
fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga
hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil
pasien sistem fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli
yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya
menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
2) Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale
adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis,
dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis
paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan
atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks
mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan
terjadinya obliterasi pembuluh paru.
3) Vasokontriksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis
terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan
vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik
merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan
sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom
hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini.
Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah
paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri
tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya.
Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan
vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri
pumonalis.
4) Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale
primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil
tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun
pada jantung. Secara histopatologis didapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta
pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan
etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya
penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta
infeksi HIV.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran Elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan
gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG
akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:
1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II
2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3 4.
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete

Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel


kanan, EKG menunjukkan:
1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90
2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)
4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1
6. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
7. RBBB incomplete atau incomplete
Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan
adanya Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan
gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-
kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat.
Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-
pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut:
1) rS di V5 dan
2) Aksis bergeser ke kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht >
50%), tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan
karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.

6. Penatalaksanaan
Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada
penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta
peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari
ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di
paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang
berbeda yaitudi fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary
heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang
meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor
(epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada
dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah
utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian
antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi.
Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian
broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK;
pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline,
dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor
pulmonal kronis.
a) Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan
pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55
mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi
oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar,
kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi,
meringankan hipoksemiajaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal.
Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2kurang dari 55
mm Hg atau saturasi O2kurang dari 88%.Manfaat dari terapi oksigen
adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status
fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk
managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia
atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b) Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease
kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada
edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel
kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang
berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya.
Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan
penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah
produksihypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi
efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan
menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan
sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan
aritmia, yang berakibat menurunnyacardiac output. Oleh karena itu
diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease
kronis, dengan memperhatikan pemakaian.
7. Pengkajian Keperawatan
Cor Pulmonale dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak.
Pada orang dewasa kasus ini biasa ditemukan pada lansia karena sering
didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi.
Berikut ini pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien cor pulmonal:
a. Pada pasien cor pulmonale biasanya akan diawali dengan tanda-tanda
mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif.
b. Perlu juga dintanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
c. Apa Tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai
berat.
e. Menanyakan Riwayat penyakit sebelumnya.

8. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible /


menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada
status cedera kapiler paru.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan
penekanan toraks.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan
nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
4. Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.5.Perubahan
pola eliminasi urin b.d. oliguria.

9. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara


reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar
pada status cedera kapiler paru.
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan
tubuh.
Kriteria hasil :
a. Klien tidak mengalami sesak napas.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis.
d. Pao2 dan paco2 dalam batas normal
e. Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional :

Intervensi Rasional

Pantau frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat


pernapasan.Catat penggunaan otot distress pernapasan dan/atau
aksesori, nafas bibir, tidakmampuan kronisnya proses penyakit.
bicara/ berbincang
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
pasien untuk memilih posisi yang dengan posisi duduk tinggi dan
mudah untuk bernapas. Dorong latihan nafas untuk menurunkan
nafas perlahan atau nafas bibir kolaps jalan nafas, dispnea dan
sesuai kebutuhan atau toleransi kerja nafas.
individu.
Awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat
membrane mukosa. pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir/atau daun telinga).
Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya
hipoksemia
Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi
penghisapan bila diindikasikan. adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas
kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area Bunyi nafas mugkin redup karena
penurunan aliran udara dan/atau aliran udara atau area konsolidasi.
bunyi tambahan. Adanya mengi mengindikasikan
secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status Gelisah dan ansietas adalah
mental. Selidiki adanya perubahan. manifestasi umum pada hypoxia,
GDA memburuk disertai bingung/
somnolen menunjukkan disfungsi
sersbral yang berhubungan dengan
hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Selama distress pernapasan
Berikan lingkungan yang tenang dan berat/akut/refraktori pasien secara
kalem. Batasi aktifitas pasien atau total tak mampu melakukan aktifitas
dorong untuk tidur/ istirahat dikursi sehari-hari karena hipoksemia dan
selama fase akut. Mungkinkan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas
pasien melakukan aktifitas secara perawatan masih penting dari
bertahap dan tingkatkan sesuai program pengobatan. Namun,
toleransi individu program latihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi Paco2 biasanya meningkat
1. Awasi/gambarkan seri GDA dan (bronchitis, enfisema) dan pao2
nadi oksimetri. secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih
kecil atau lebih besar. Catatan:
paco2 “normal” atau meningkat
menandakan kegagalan pernapasan
yang akan datang selama asmatik.
b. Berikan oksigen tambahan yang Dapat memperbaiki/mencegah
sesuai dengan indikasi hasil GDA memburuknya hypoxia. Catatan:
dan toleransi pasien. emfisema kronis, mengatur
pernapasan pasien ditentukan oleh
kadar CO2 dan mungkin dieluarkan
dengan peningkatan pao2
berlebihan.
1. Berikan penekanan SSP (misal: Digunakan untuk mengontrol
ansietas, sedative, atau narkotik) ansietas/gelisah yang meningkatkan
dengan hati-hati. konsumsi oksigen/kebutuhan,
eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat
karena dapat terjadi gagal nafas.
d. Bantu instubasi, Terjadinya/kegagalan nafas yang
berikan/pertahankan ventilasi akan datang memerlukan
mekanik,dan pindahkan UPI sesuai penyelamatan hidup.
instruksi pasien.

2. Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia.


Tujuan :
a. Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
b. Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
b. Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress
pernapasan
intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi Rasional

Berikan posisi fowler atau semi Memaksimalkan ekspansi paru,


fowler menurunkan kerja pernapasan,
dan menurunkan resiko aspirasi

Ajarkan teknik napas dalam dan Membantu meningkatkan difusi


atau pernapasan bibir atau gas dan ekspansi jalan napas
pernapasan diafragmatik abdomen kecil, memberika pasien beberapa
bila diindikasikan kontrol terhadap pernapasan,
membantu menurunkan ansietas.

Obserfasi TTV (RR atau frekuensi Mengetahui keadekuatan frekuensi


permenit) pernapasan dan keefektifan jalan
napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan
nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
Tujuan : Nafsu makan membaik.
Kriteria hasil :
a. Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
b. Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal
Intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi Rasional

Beri motivasi pada klien untuk Agar pasien mau memenuhi diet
mengubah kebiasaan makan. yang disarankan untuk
kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.

Sajikan makanan untuk klien Mengurangi anorexia pada


semenarik mungkin. pasien.

Pantau nilai laboratorium, Untuk mengetahui


khususnya transferin, albumin, dan perkembangan klien dalam
elektrolit. mempertahankan berat badan
normal.

Timbang berat badan pasien pada Untuk mengetahui


interval yang tepat. perkembangan klien dalam
mempertahankan berat badan
normal.

Diskusikan dengan ahli gizi dalam Untuk bisa lebih tepat


menentukan kebutuhan protein memberikan diet kepada pasien
untuk klien. sesuai zat gizi dan kalori yang
dibutuhkan.

Pertahankan kebersihan mulut Menambah nafsu makan dan


yang baik. membersihkan kuman-kuman
yang ada dalam mulut, sehingga
makanan yang klien makan
akan terasa lebih nikmat.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan


demand oksigen
Tujuan : keseimbangan antara suplai dan demand oksigen.
Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di
tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.

Intervensi dan Rasional :

Tindakan/ Intervensi Rasional

Beri bantuan untuk melaksanakan Ajarkan klien bagaimana


aktifitas sehari-hari meningkatkan rasa control dan
mandiri dengan kondisi yang ada

Ajarkan klien bagaimana Istirahat memungkinkan tubuh


menghadapi aktifitas menghindari memperbaiki energy yang
kelelahan dan berikan periode digunakan selama aktifitas
istirahat tanpa gangguan di antara
aktifitaa

Kolaborasi dengan ahli gizi Dengan ahli gizi,perawat dapat


mengenai menu makanan pasien menentukan jenis-jenis makanan
yang harus dikonsumsi untuk
memaksimalkan pembentukan
energy dalam tubuh pasien.
5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.
Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal.
Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal,
klien menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.

Intervensi dan Rasional :

Tindakan/ Intervensi Rasional

Pantau pengeluaran urine, catat Pengeluaran urine mungkin sedikit dan


jumlah dan warna saat dimana pekat karena penurunan perfusi ginjal.
diuresis terjadi. Posisi terlentang membantu diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.

Pantau/hitung keseimbangan intake Terapi diuretic dapat disebabkan oleh


dan output selama 24 jam kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites
masih ada

Pertahakan duduk atau tirah baring Posisi tersebut meningkatkan filtrasi


dengan posisi semifowler selama ginjal dan menurunkan produksi ADH
fase akut. sehingga meningkatkan dieresis.

Pantau TD dan CVP (bila ada) Hipertensi dan peningkatan CVP


menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal
jantung.

Kaji bisisng usus. Catat keluhan Kongesti visceral (terjadi pada GJK
anoreksia, mual, distensi abdomen lanjut) dapat mengganggu fungsi
dan konstipasi. gaster/intestinal.

Konsul dengan ahli diet. Perlu memberikan diet yang dapat


diterima klien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: CV

Pentasada Media Edukasi.

DiGiulio, M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha

Publishing. 

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid

I. Jakarta: InternaPublishing.

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 

Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem

Respirasi. Jakarta: CV Trans Info Media.

Wilkinson, J. M. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai