Anda di halaman 1dari 18

BAB I ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPERTENSI PULMONAL

Pendahuluan Hipertensi pulmonal primer atau idiopatik adalah suatu penyakit yang jarang didapat namun progresif oleh karena peningkatan resisten vaskular pulmonal, yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan pertengahan, lebih sering didapatkan pada peremupan dengan perbandingan 2 : 1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosa untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health (NIH); bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau mean tekanan arteri pulmonalis lebih besar dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktivitas, dan tidak miokardium, penyakit jantung kongenital, dan tidak adanya kelainan paru, penyakit jaringan ikat atau penyakit tromboemboli kronik, sehingga hipertensi pulmonal primer juga disebut sebagai unexplained pulmonary hypertension. Patologi Arteri pulmonal normal merupakan suatu struktur complaint dengan sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi pulmonary vaskular bed sebagai sirkuit yang low pressure dan high low. Gambaran patologi vaskular ada hipertensi pulmonal primer tidak patognomonis untuk kelainan ini., karena menyerupai gambaran arteriopati pada hipertensi pulmonal dari berbagai macam sebab, kelainan vaskular di sini termasuk hiperplasia otot polos vaskular, hiperplasia intima, dan trombosis insitu. Kelainan yang tejadi pada hipertensi pulmonal primer mengenai arteri-arteri pulmonalis kecil dengan diameter antara 40-100 mm dan arteriola. Evolusi vaskular pada hipertensi pulmonalis primer ini

tergantung progresivitas penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan resistensi pulmonal pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal jantung kanan. Pada stadium awal hipertensi pulmonal primer, peningkatan tekanan arteri pulmonalis menyebabkan kerja ventrikel kanan meningkat dan terjadi trombotik arteriopati pulmonal. Karakteristik trombotik arteriopati pulmonal ini adalah trombus insitu pada muscularis arteri dari vaskulatur pulmonal. Pada stadium lanjut, di mana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan progresif, lesi berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan struktur endotelial pulmonal normal. Etiologi Penyebab hipertensi pulmonal primer belum diketahui dengan pasti. Beberapa konsep patogenesis mempertimbangkan kepekaan individu dan rangsangan pemicu sebagai faktor pemula terhadap kerusakan dan perbaikan vaskular pulmonal. Hanya sebagian kecil kelompok dengan resiko tinggi (seperti obat penekan nafsu makan dan pasien HIV-1) yang menjadi hipertensi pulmonal. Kejadian hipertensi pulmonal primer dalam satu keluarga menunjukkan kepakaan genetik. Bentuk kelainan bawaan adalah autosomal dominan dengan rasio perempuan dan pria 2 : 1. Vasokontriksi dan hipertrofi media terjadi pada awal hipertensi pulmonal primer. Keadaan ini adalah sekunder terhadap kerusakan sel endotelial, yang dapat menyebabkan berkurangnya produksi endothelium-derived vasodilator atau meningkatkan vasokontriktor. Predisposisi

Kerusakan endotel paru


PGI, ET-1

Pelepasan : TB,

Pelepasan NO, peleHipertensi pulmonal Trombosis insitu Remodeling

Vasokontriksi

pasan sal K

Fibrolisis pelepasan : Gangguan koagulasi VEGF, TGF- PDGF,

Pasien dengan predisposisi genetik, kerusakan endotel dapat menimbulkan siklus ganas perkembangan hipertensi pulmonal. Pertama : kerusakan endotel menyebabkan imbalans mediator vasoaktif vasokontriksi. Kemudian terjadi pelepasan growth factor yang menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah (semodeling). Hal ini merangsang fibrinolisis dan gangguan koagulasi yang mempresipitasi trombosis insitu. TB : tromboxan, PG : prostaglandin, ET: endothelin, NO : nitric oxide, PDGF : platelet-derived growth factor, VEGF : vaskular endothelial growth factor, TGF : transformis growth factor. Patofisiologi Normalnya, jaring-jaring vaskular paru dapat mengatasi volume darah yang akan dikirimkan oleh ventrikel kanan. Ventrikel kanan mempunyai resistensi rendah terhadap aliran darah dan mengkompensasi peningkatan volume darah dengan dilatasi pembuluh dalam sirkulasi paru. Jika jaring-jaring vaskular paru rusak atau tersumbat, bagaimanapun seperti hipertensi paru, kemampuan untuk mengatasi berapapun aliran dan volume darah yang diterimanya hilang , peningkatan aliran darah lebih lanjut akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal. Dengan meningkatkan arteri pulmonal, tahanan vaskular pulmonal juga meningkat. Baik konstriksi arteri pulmonal (seperti terjadi dalam hipoksia atau hiperkapnia) dan penurunan jaring-jaring vaskular pulmonal mengakibatkan

peningkatan tahanan dan tekanan vaskular pulmonal. Beban kerja yang meningkatkan ini memperngaruhi fungsi ventrikel kanan. Miokardium akhirnya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gagal (kor pulmonal). Klasifikasi Klinik dan Fungsional Hipertensi Pulmonal Selama beberapa tahun hipertensi pulmonal diklasifikasikan sebagai hipertensi pulmonal primer (idiopatik) dan hipertensi sekunder. Pada tahun 2003, pada Word Symposium III mengenai hipertensi pulmonal di Venice, dilakukan revisi klasifikasi klinik, dimana hipertensi pulmonal dikelompokkan dalam 5 kelompok dan hipertensi pulmonal primer atau hipertensi pulmonal idiopatik dimasukkan dalam kelompok hipertensi arteri pulmonal. Klasifikasi Klinik Hipertensi Pulmonal yang direvisi (Venice 2003) 1. Hipertensi arteri pulmonal Idiopatik atau primer Familial Hipertensi yang berhubungan dengan : Penyakit kolagen pada pembuluh darah Shunt kongenital sistemik ke pulmonal Hipertensi portal Infeksi HIV Toksin dan obat-obatan Penyakit lain (kelainan tiroid, kelainan penyimpanan glikogen, penyakit Gaucher, hemoragik telangiektasis herediter, hemoglobinopati kelainan meloproliferatif, splenektomi) meningkatan yang dibebankan padanya, mengarah pada hipertrofi ventrikel kanan (perbesaran dan dilatasi) dan

Yang berhubungan dengan keterlibatan vena atau kapiler : Penyakit oklusi vena pulmonal

Hemangiomatosis kapiler pulmonal

2. Hipertensi pulmonal dengan penyakit jantung kiri : Penyakit atrium atau ventrikel jantung kiri Penyakit katub jantung kiri

3. Hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru adan atau hipoksia : Penyakit paru obstruksi kronik Penyakit jaringan paru Gangguan saat tidur Kelainan hipoventilasi alveolar Tinggal lama di tempat yang tinggi Perkembangan abnormal

4. Hipertensi pulmonal oleh karena penyakit emboli dan trombotik kronik : Obstruksi tromboembolik arteri pulmonalis proksimal Obstruksi tromboembolik arteri pulmonalis distal Emboli pulmonal non trombotik (tumor, parasit, benda asing)

5. Lain-lain : sarcoidosis, histiositosis-X,limfsgiomstosis, penekanan pembuluh darah paru (adenopati, tumor, fibrosis mediastinitis)

Gambaran Klinis Hipertensi pulmonal sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Gejala-gejala tersebut sering sulit dibedakan antara hipertensi pulmonal sekunder atau oleh karena penyakit jantung, kesulitan utama adalah gejala umumnya berkembang secara gradual. Hemoptisis oleh karena pecahnya pembuluh darah paru yang mengalami distensil jarang terjadi, namun hemoptisis pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer suatu keadaan yang berbahaya. Pada pemeriksaan fisik relatif tidak sensitif untuk menegakkan diagnosa hipertensi

pulmonal primer, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi pulmonal (hipertensi pulmonal sekunder). Pemeriksaan auskultasi paru pasien hipertensi pulmonal primer umumnya bersih. Bila ditemukan wheezing dan ronki, kemungkinan kelainan oleh karena penyakit paru yang lain seperti : asma bronkial, bronkitis, atau fibrosis. Ronki basah seperti pada gagal jantung kongestif menunjukkan penyakit jantung kiri, bukan hipertensi arteri pulmonal. Bunyi jantung II pada daerah pulmonal kadang dapat ditemui pada hampir 90 % pasien dengan hipertensi pulmonal, pada stadium lanjut di mana telah terjadi gagal jantung kanan, gejala dan tanda seperti gallop ventrikel kanan (S4 kanan), distensi vena jugularis, pembesaran hepar atau limpa, asites, atau edema perifer dapat ditemui. Gejala dan Tanda Hipertensi Pulmonal Gejala Dispnea saat aktivitas Fatique Sinkop Nyeri dada angina Hemoptisis Fenomena Raynauds Tanda Distensil vena jugularis Impuls ventrikel kanan dominan Komponen katup paru menguat (P2) S3 jantung kanan Murmu trikuspid Hepatomegali Edema perifer

Tes Diagnosis Ekokardiografi Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosa sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi tidak hanya membantu menetapkan diagnosa, namun juga dapat menilai etiologi dan prognosis. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel

kiri, shun jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Elektrokardiogram Elektrokardiogram juga harus dilakukan pada pasien yang dicurigai hipertensi pulmonal primer, meskipun tidak spesifik untuk hipertensi pulmonal primer. Gambaran tipikal pada EKG berupa strain ventrikel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke kanan dapat membantu menegakkan diagnosa hipertensi pulmonal. Radiologi Gambaran khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal primer bersih. Foto thoraks dapat membantu diagnosis, atau membantu menemukan penyakit paru lain yang mendasari hipertensi pulmonal (membedakan hipertensi primer dan sekunder). Gambaran khas foto thoraks pada hipertensi pulmonal ditemukan pembesaran hilar, bayangan arteri pulmonalis dan foto thoraks lateral terdapat pembesaran ventrikel kanan. Pemeriksaan angiografi Kateterisasi jantung merupakan pemeriksaan utama untuk diagnosa hipertensi arteri pulmonal. Kateterisasi membantu diagnosa dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk dugaan prognostik pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprostenol) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasodilatsi positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan resisten pada vaskular paru sedikitnya 20 % dari tekanan awal.

Terapi Intervensi (Bedah)

Atrial Septosotomi Blade balkon atrial septosotomy dilakukan pada pasien dengan tekanan RV yang sangat berat dan volume overload yang refrakter dengan tercapai medikamentioasa yang maksimal. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan perbaikan output sistemik ventrikel kiri. Terdapat perbaikan fungsi latihan dan tanda disfungsi jantung kanan berat seperti asites dan sinkope. Septastomi atrial harus dilakukan di fasilitas yang memadai dan operator yang perpengalaman. Thromboenarterectomy pulmonary Thromboenarterectomy menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Pulmonary thromboenaterectomy dilakukan melalui median sternotomi pada cardiopulmonary bypass. Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kurang dari 5 %. Respons terhadap terapi cukup mengesankan dengan perbaikan yang dramatis pada disfungsi ventrikel kanan. Transplantasi paru Transplantasi tunggal paru dilakukan pada pasien parenkim paru, kecuali mereka dengan penyakit supuratif seperti fibrosis kistik, di mana pada kasus tersebut transplantasi bilateral lebih dianjurkan. Sebagian besar pusat-pusat pelayanan lebih menyukai melakukan tindakan transplantasi paru bilateral pada pasien dengan hipertensi pulmonl=al primer karena pembuluh darah paru. Terdapatnya penurunan fungsi ventrikel kanan sangat mencolok bukan suatu kontraindikasi untuk dilakukan transplantasi paru tunggal ataupun bilateral oleh karena ventrikel kanan akan segera membaik setelah dilakukan transplantasi. Bentuk ventrikel kanan juga terlihat menjadi normal setelah dilakukan transplantasi tunggal paru ataupun transplantasi bilateral. Kemampuan hidup tahun pertama bagi pasien rata-rata mendekati 80 % pada pasien dengan transplantasi paru. Bronkiolitis obliterasi (kronik rejeksi) merupakan komplikasi jangka panjang bagi pasien yang mendapat transplantasi.

Terdapat kekambuhan dari gangguan primer paru-paru pada pasien transplantasi dapat terjadi pada beberapa keadaan akan tetapi belum pernah dilaporkan pada pasien hipertensi pulmonal primer.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTENSI PULMONAL 3.1 Pengkajian Identitas / biodata klien Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien. Keluhan utama Dispnea, nyeri dada substernal Riwayat kesehatan sekarang Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan sinkop. Riwayat kesehatan dahulu Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan, peny emfisema Pemeriksaan Fisik Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ. Otak sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma) Mata retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur Jantung gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia) tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea,

Ginjal penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema. 5. Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal 1). Pernafasan B1 (breath) a) sesak nafas yang timbul secara bertahap b) kelemahan c) batuk tidak produktif d) gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis e) nyeri (pada hipertensi pulmonal akut) 2). Kardiovaskular B2 (blood) a. tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah terganggu b. gagal jantung kanan c. oksigen yang kurang dari normal d. edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki) e. distensi vena jugularis f. hepatomegali 3). Persyarafan B3 (brain) a. pusing 4). Perkemihan B4 (bladder) norml

5). Pencernaan B5 (bowel)

normal 6). Muskuloskeletal/integument B6 (bone) a. penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas b. kelemahan 2. Diagnosis Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain: 1) Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru 2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru 3) Kelebihan volume cairan b.d edema perifer 4) Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular 5) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Intervensi Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru Tujuan : Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak napas Kriteria Hasil : a. Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20 x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam batas normal

NO 1 Evaluasi

INTERVENSI perubahan

RASIONAL tingkat Perubahan warna kulit, membrane

kesadaran,

catat

sianosis

dan mukosa terganggu. Untuk

dapat

mengindikasikan

perubahan warna kulit, termasuk gangguan perfusi gas ke jaringan membrane mukosa dan kuku 2 Berikan tambahan oksigen

meningkatkan

konsentrasi

oksigen dalam proses pertukaran gas

Pantau saturasi (oksimetri), PH, Untuk mengetahui tingkat oksigenasi BE, HCO3 dengan analisa gas pada jaringan sebagai dampak adekuat darah tidaknya proses pertukaran gas

Koreksi keseimbangan asam basa

Mencegah

asidosis

yang

dapat

memperberat fungsi penapasan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat teratasi Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang b. Skala nyeri turun c. Wajah pasien tampak rileks d. Tanda-tanda vital normal NO 1 INTERVENSI Tingkatkan istirahat yang adekuat RASIONAL Istirahat dapat menurunkan tingkat nyeri

Lakukan manajemen sentuhan

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Massase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan menurunkan sensasi nyeri

Anjurkan nyeri

tindakan (misalnya,

pengurangan Teknik relaksasi,atau distraksi dapat teknik nyeri dan dapat meningkatkan

nyeri untuk membantu pengobatan mengalihkan perhatian klien dari rasa relaksasi,atau distraksi) . produksi endorfin dan enkafalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri

Kolaborasi

pemberian

analgesik Analgesik dapat menurunkan tingkat nyeri

sesuai indikasi

3. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis

Kriteria Hasil : a. Edema ekstremitas berkurang b. Produksi urine > 600 ml/hari

NO 1

INTERVENSI Ukur intake dan output Penurunan

RASIONAL curah gangguan jantung perfusi

mengakibatkan

ginjal,

retensi

natrium/air,

dan

penurunan output urin

Bantu drainase

posisi

yang

membantu Meningkatkan aliran balik vena dan lakukan mendorong perifer berkurangnya edema

ekstremitas,

latihan gerak pasif

Kolaborasi garam

berikan

diet

tanpa Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung

Kolaborasi hidronolakton

berikan

diuretik, Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru

contoh,furosemid,sprinolakton,

4. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas normal Kriteria Hasil : a. Tidak ditemukan dyspnea b. Turgor kulit bagus c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik NO 1 INTERVENSI RASIONAL

Istirahatkan klien dengan tirah Istirahat dapat mengurangi kerja otot baring optimal pernapasan dan penggunaan oksigen

Atur posisi tirah baring yang ideal. Dengan posisi kepala yang lebih Kepala tempat tidur harus tinggi dapat mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung yang dapat mengurangi kongesti paru dinaikkan 20-30cm

Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan sediaan oksigen dapat kanula nasal/masker sesuai dengan melawan efek hipoksia/iskemia indikasi

Kolaborasi berikan antikoagulan, Antikoagulan contoh heparin dosis Warfarin (Coumadin)

dapat

mencegah

rendah, pembentukan trombus/emboli perifer

5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, energi pasien dapat dihemat Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami kondisi yang abnormal setelah melakukan aktivitas NO 1 INTERVENSI Tingkatkan istirahat, batasi Istirahat RASIONAL dapat menurunkan kerja

aktivitas, dan berikan aktivitas miokardium dan konsumsi oksigen senggang yang tidak berat

Pertahankan

klien

tirah

baring Tirah baring dapat mengurangi beban jantung

sementara sakit akut

Pertahankan penambahan oksigen Penambahan oksigen meningkatkan sesuai program oksigenasi jaringan

Kesimpulan Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular. Dengan penanganan yang cepat dan tepat maka prognosis semakin bagus dan akirnya angka kematian akibat penyakit ini berkurang.

Daftar Pustaka

Smeltzer C., Suzanne dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol. 1. Jakarta : EGC. Hal : 6186191.682-1687 Diah, Muhammad dan Ali Ganie. 2006. Buku Ajar IPD Jilid III Edisi IV. Jakarta : Penerbit IPD FKUI Pusat. Hal Latief, abdul dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika. Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Anda mungkin juga menyukai