Anda di halaman 1dari 6

iagnosis dan Penatalaksanaan Cor Pulmonal

Diposting oleh : Administrator Kategori: Referat Coas - Dibaca: 356 kali

Share on twitterShare on linkedinShare on facebookShare on emailMore Sharing Services0 Cor Pulmonal Kronis Definisi Kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulnomal yang disebabkan oleh penyakit paru kronis. Pada perkembangannya akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Etiologi Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan mejadi 4 kelompok : 1. 2. 3. 4. Penyakit pembuluh darah paru. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis. Penyakit neuro muskular dan dinding dada. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan pernafasaan saat tidur. Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK, diperkirakan 8090% kasus. Patofisiologi Penyakit paru kronis akan mengakibatkan : 1. 2. 3. 4. Berkurangnya vaskular bed paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru Asidosis dan hiperkapnia Hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokontriksi pembuluh darah Polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Diagnosis Pada anamnesis, biasanya pasien mengeluhkan :

Fatigue, takipnue, exertional dyspnea, dan batuk Nyeri dada atau angina yang disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal. Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia. Pada tahap lanjut, gagal jantung kanan akan mengakibatkan kongestif hepar, sehingga muncul gejala anoreksia, nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, dan ikterus.

Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan :

Inspeksi : diameter dinding dada yang membesar, sianosis Palpasi : edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung kanan. Perkusi : pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa menyebabkan asites.

Auskultasi :pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Split pada bunyi jantung II, dapat ditemukan pada tahap awal, namun pada tahap lanjut dapat terdengar systolic ejection murmur yang terdengar lebih keras di area pulmonal. Bunyi jantung III dan IV juga terdengar serta mumur sistolik dari regurgitasi pulmonal.

Pada pemeriksaan penunjang:

Pada foto thorak, ditemukan corakan vaskuler meningkat, pelebaran hilus dan trunkus pulmolnal. Kemudian tanda-tanda pembesaran ventrikel kanan, seperti apeks terangkat, pinggang jantung menghilang. Pada EKG, ditemukan gelompang P pulmonal, deviasi aksis jantung ke kanan dan RVH. Pada Echokardiografi ditemukan penebalan dinding ventrikel kanan, pelebaran rongga ventrikel kanan ke arah kiri, septum interventrikuler bergeser ke kiri dan bergerak berlawanan selama siklus jantung. Kateterisasi jantung, akan membantu untuk menilai tekanan vaskuler paru, kalkulasi tahanan vaskular paru serta responnya terhadap pemberian oksigen dan vasolilator.

Penatalaksanaan Tujuan dari terapi pada kor pulmonal kronik adalah : 1. 2. 3. 4. Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas Menurunkan hipertensi pulmonal Meningkatkan kelangsungan hidup Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.

Penatalaksanaan tentu diawali dengan istirahat, diet jantung yang rendah garam, kemudian menghentikan faktor resiko seperti merokok pada pasien PPOK. Kemudian penatalaksanaan selanjutnya sebagai berikut : Terapi Oksigen Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis : (1) terapi oksigen mengurangi vasikontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemuadian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan. (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lainnya. Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) meningkatkan kelangsungan hidup dibanding pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen adalah : PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%, PaO2 55 -59 mmHg disertai salah satu dari : edema disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, eritrositosis hematokrit > 56%. Vasodilator Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, ACE- I, dan postaglandin belum direkomendasikan secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal kronik, meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer. Vasodilator yang biasa dipakai adalah nifedipine dengan dosis 10-30 mg PO 3 kali sehari, maksimal 120 -180 mg per hari. Digitalis Hanya digunakan pada pasien kol pulmonal bisa disertai gagal jantung kiri. Digoksin bisa diberikan dengan dosis 0,125-0,375 mg PO 1 x 1. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia.

Diuretik Diberikan bila ditemukan gagal jantung kanan, pemberian diuretik berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang dapat memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu pemberian diuretik dapat menimbulkan kekurangan cairan sehingga mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. Furosemid dapat diberikan dengan dosis 20-80 mg per hari PO / IV, dosis maksimal 600 mg per hari. Antikoagulan Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tombroemboli akibat disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan adanya faktor imobilisasi pada pasien. Warfarin dapat diberikan dengan dosis 2-10 mg PO 1 x 1. Prognosis Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Kepustakaan 1. 2. 3. 4. Sjaharuddin Harun dan Ika Prasepta Wijaya, Kor Pulmonal Kronik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. InternaPublishing2009; 287: 1842-44 Braunwald E, Heart Failure and cor pulmonale, dalam Harissons Principles Internal Medicine, edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-78 Weitzenblum E, Chronic Cor Pulmonale. Heart 2003; 89:225-30. Diakses dari situswww.bmjheart.com tanggal 18 desember 2010. Ali A Sovari, Cor Pulmonale. University of Illinois at Chicago, 2010. Diakses dari situswww.emedicine.com tanggal 18 desember 2010

OR-PULMONALE CHRONICUM (CPC)

17

MAR

PENGERTIAN Kor pulmonal merupakan suatu keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru-paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jntung kiri maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonale. Kor pulmonale bisa terjadi akut (contohnya, emboli paru-paru masif) atau kronik. PATOFISIOLOGI Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-paru. Sirkulasi paru-paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan. Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah; maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat terjadi karena besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam

keadaan istirahat, serta kemampunan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliaran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. PPOM terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari kor pulmonale. Penyakitpenyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa penyakit-penyakit intrinsik seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan ektrinsik seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan kor pulmonale cukup jaran terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru berulang. Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteria dan arteriola kecil. Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-pru adalah : 1. Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru. 2. Obstruksi dan/atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru. Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonale. Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOM bronkitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokontriksi pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan arteria paru-paru. Mekanisme kedua yang turut meningkatkann resistensi vaskuler dan tekanan arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonale. Kira-kira duapertiga sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami

obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi.

Patofisiologi Pulmonale).
Kelainan Restriktif Paru Kelinan Obstruktif Paru Kelainan Vascular Paru Perubahan Anatomis Pada

(Etiologi

dan

Patogenesis

Cor-

Perubahan Fungsional Pada Paru-paru.

Pembuluh Darah Paru-Paru.

Hipoksemia
Asidosis Berkurangnya Anyaman Vascular Paru-paru.

Hiperkapnea
Vasokonstriksi Arteriola Paru-paru.

Meningkatnya Resistensi
Vascular Paru-paru.

Hipertensi Pulmonale Hipertropi Ventrikel Kanan. Gagal Jantung Kongestif.

Kor-Pulmonale.

Dalam pembahasan diatas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan kor pulmonale. MANIFESTASI KLINIS. Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria yaitu: 1 2 Adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonl. Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.

Adanya hipoksemia menetap, hiperkapnea, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukan kemungkinan penyakit paru-paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfisema dengan atau tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, siknop pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik dari hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua,dan bising akibat insufisiensi katup trikispidalis dan pulmonalis, irama gallop (S3 dan S4) distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan. PENATALAKSANAAN. Penanganan kor pulmonle ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar (dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkanya) dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia, dan takipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas (kersten,1989). Bronkodilator dan antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien PPOM (COPD). Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gaagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang. Pustaka : A. Price Sylvia, M. Wilson Lorraine, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2, EGC, Jakarta, 1995.

Anda mungkin juga menyukai