Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam
struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem
pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di
cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri
ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung
bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder
untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki
progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan
komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi. Data kematian yang dikumpulkan sejak
tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab
kematian akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien penderita
penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru,
tumor paru, pneumonia, dan bronkhiektasis.

Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal
dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara
menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah
komplikasi yang mungkin terjadi.

Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam
mengenai penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien cor
pulmonal dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi pulmonary Cor Pulmonale?


2. Apa etiologi/ faktor pencetus Cor Pulmonale?
3. Apa saja manifestasi klinis Cor Pulmonale?
4. Apa Patogenesis Cor Pulmonale?
5. Bagaimana patofisiologi Cor Pulmonale?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang Cor Pumonale?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis Cor Pulmonale?
8. Apa komplikasi dari Cor Pulmonale?
9. Bagaimana prognosis dari Cor Pulmonale?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Cor Pulmonale?

1.3 Manfaat

1. Mendapatkan pengetahuan tentang Cor Pulmonale


2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan Cor Pulmonale
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Definisi

Menurut WHO ( 1963 ), Definisi Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis dengan di
temukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur
paru. Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit
jantung konginetal ( bawaan ).

Cor Pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau
dengab gagal jantung kanan ; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau
pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jantung kiri maupun penyakit jantung
bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonale. Kor pulnonale dapat terjadi akut atau
kronik . Pembahasan berikut menerangkan tentang kor pulmonale tidaj di ketahui, karena sering kali
terjadi tanpa dapat di kenali secara klinis atau pada waktu autopsi. Di pekirakan insidens kor pulmonale
adalah 6% sampe 7% dari seluruh penyakit jantung berdasar kan hasil penyelidikan yang memakai
kriteria ketebalan dinding ventrikel postmortem.

2.2. Etiologi

Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :

1) Penyakit paru menahun dengan hipoksia :

- Penyakit paru obstrutif kronik,

- Fibrosis paru,

- Penyakit fibrokistik,

- Cryptogenic fibrosing alveolitis,

- Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia

2) Kelainan dinding dada :

- Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,

- Penyakit neuromuscular,

3) Gangguan mekanisme control pernafasan :


- Obesitas, hipoventilasi idopatik,

- Penyakit serebro vascular.

4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :

- Hipertrofi tonsil dan adenoid.

5) Kelainan primer pembuluh darah :

- Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.

2.3.Manifestasi Klinis

Gejala klinis muncul pada pasien dengan penyakit cor pulmonal adalah :
1. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, contohnya COPD akan
menimbulkan gejala napas pendek dan batuk.
2. Gejala ventrikel kanan: edema, distensi vena leher, organ hati teraba, efusi pleura,
ascite, dan murmur jantung.
3. Sakit kepala, bingung, dan somnolen terjadi akibat dari peningkatan PCO2.

2.4. Patogenesis

Secara umum cor pulmonal dibagi menjadi 2 bentuk :

1. Cor Pulmonal Akut


Merupakan dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekomensasi.
Etiologi:
Terjadinya embolus multipel pada paru-paru secara masif di masa secara
mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan.
Gejala:
a. Biasanya segera disusul oleh kematian
b. Terjadinya dilatasi dari jantung kanan
2. Cor Pulmonal Kronis
Merupakan bentuk cor pilmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai
hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru-paru atau adanya kelainan pada
toraks, sehingga akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi
hipertropi ventrikel kanan.
2.5. patofisiologi cor pulmonale

Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmonal merupakan fungsi pembesaran atau
kompensasi dari peningkatan dalam afterload. Jika resistensi vaskuler paru-paru
meningkat dan tetap meningkat, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkin paru-paru,
peninglatan curah jantung da pengerahan tenaga fisis dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. Afterload vebtrikel kanan secra kronis meningkat jika
volume paru-paru membesar seperti COPD yang dikarenakan adanya pemanjangan
pembuluj paru-paru dan kompresasi kapiler alveolar.

Gangguan paru restriktif

Ganggua paru-paru obstruksi

Gangguan paru-paru primer


Perubahan anatomi Perubahan fungsinal
pembuluh darah paru-paru
paru-paru

Hipoksemia dan
hiperkapnia
Pengurangan jarigan
vaskuler paru-paru
asidosis

polisitemia
Vasokontruksi arteri
pulmonal

Peningkatan resistensi
vaskuler paru-paru

Hipertensi pulmonal

Hipertensi ventrkel
kanan

Cor pulmonal
Penyakit paru-paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada suatu waktu akan
mempegaruhi jantung, menyebabkan pembesaran ventrikel kanan, dan sering berakhir
dengan gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenisasi paru-
paru, dapat menyebabkan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkapnia (peningkatan
PaCO2), dan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkan
vasokonstriksi arteri pulmonar dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru
seperti pada emfisema dan emboli paru-paru. Akibatnya, akan terjadi peningkatan
tahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal.
Arteri mean pressure pada paru-paru sebesar 45 mmHg atau lebih dan dapat
menimbulkan cor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh
gagal jantung kanan.

2.6. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar. Perluasan hilus dapat dihitung dari
perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis
utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal toraks. Perbandingan
>0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal.
2. Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan.
Meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan
pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat tergeser ke kiri.
3. Magnetic resonance imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur masa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume
kavitas, dan jumlah darah yang dipompa.
4. Biopsi paru-paru
Dapat berguna untuk menunjukan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler
paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen, atritis rhematoid, dan granulomatosis
wegener.

2.6. Penatalaksanaan Medis

Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah untuk meningkatkan ventilasi pasien dan
mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manifestasi dari gaga jantungnya.
Penatalaksanaan medis secara umum:
1. Pada pasien dengan penyakit asal COPD: pemberian O2 sangat dianjurkan untuk
memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal serta
tahanan vaskuler pulmonal .
2. Higienis bronkhial, diberikan obat golongan bronkodilator.
3. Jika terdapat gejala gagal jantung: perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.
4. Bedrest, diet rendah sodium, pemberian diuretik.
5. Digitalis: bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut
jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.

Selain hal tersebut diatas, dianjurkan pula perawatan yang dilakukan di rumah (home
care) karane penatalaksanaan dari penyait ini berhubungan dengan pengobatan terhadap
penyakit yang menyebabkannya, dan biasanya dalam jangka waktu yang lama. Pasien
dengan COPD dianjurkan untuk menghindari alergen yang dapat mengiritasi jalan napas.

2.7. Komplikasi

Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:

a) Sinkope

b) Gagal jantung kanan

c) Edema perifer

d) Kematian

2.8. Prognosis

Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart
disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal
jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang
dari 4 tahun.

Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan
dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.

Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien
yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang
terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis
intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang
terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya
dapat dipertahankan mendekati normal.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesa,meliputi:

1. Identitas pasien

Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus
yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan
merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang
menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa
penyakit yang menyerang paru-paru.

Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas
seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.

 Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja
yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
 Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi
persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan
semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor
pulmonal.

1. Riwayat sakit dan Kesehatan

 Keluhan utama

Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada

 Riwayat penyakit saat ini

Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri
dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.

Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.

- Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.

- Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
- Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

- Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas,


apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas

 Riwayat penyakit dahulu

Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat
hipertensi pulmonal.

3.1.2 Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)

1. B1 (BREATH)

 Pola napas : irama tidak teratur


 Jenis: Dispnoe
 Suara napas: wheezing
 Sesak napas (+)

1. B2 (BLOOD)

 Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)


 Nyeri dada (+)
 Bunyi jantung: murmur
 CRT : tidak terkaji
 Akral : dingin basah

1. B3 (BRAIN)

 Penglihatan(mata)

- Pupil : tidak terkaji

- Selera/konjungtiva : tidak terkaji

 Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji


 Penciuman (hidung) : tidak terkaji
 Pusing
 Gangguan kesadaran

1. B4 (BLADDER)

 Urin:
- Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam

- Warna : kuning pekat

- Bau : khas

 Oliguria

1. B5 (BOWEL)

 Nafsu makan : menurun


 Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
 Abdomen : asites
 Peristaltic : tidak terkaji

1. B6 (BONE)

 Kemampuan pergerakan sendi: terbatas


 Kekuatan otot : lemah
 Turgor : jelek
 Oedema

1. Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap
penyakit.

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung
lebih cepat).
4. Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.
5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.

3.3 Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.

 Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.


 Kriteria hasil :
o Klien tidak mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
o Pao2 dan paco2 dalam batas normal
o Saturasi O2 dalam rentang normal
o Intervensi dan Rasional :

Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan.Catat penggunaan otot pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
aksesori, nafas bibir, tidakmampuan
bicara/ berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
pasien untuk memilih posisi yang mudah posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
untuk bernapas. Dorong nafas perlahan menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan
atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau kerja nafas.
toleransi individu.
Awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
membrane mukosa. atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
penghisapan bila diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara
penurunan aliran udara dan/atau bunyi atau area konsolidasi. Adanya mengi
tambahan. mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
Selidiki adanya perubahan. pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/
somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori
Berikan lingkungan yang tenang dan pasien secara total tak mampu melakukan
kalem. Batasi aktifitas pasien atau aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dorong untuk tidur/ istirahat dikursi dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan
selama fase akut. Mungkinkan pasien masih penting dari program pengobatan. Namun,
melakukan aktifitas secara bertahap dan program latihan ditujukan untuk meningkatkan
tingkatkan sesuai toleransi individu. ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa
sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema)
dan pao2 secara umum menurun, sehingga
1. Awasi/gambarkan seri GDA dan hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau
nadi oksimetri. lebih besar. Catatan: paco2 “normal” atau
meningkat menandakan kegagalan pernapasan
yang akan datang selama asmatik.
b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur
pasien. pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2
dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan
pao2 berlebihan.
1. Berikan penekanan SSP (misal: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah
ansietas, sedative, atau narkotik) yang meningkatkan konsumsi
dengan hati-hati. oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
d. Bantu instubasi, berikan/pertahankan Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang
ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI memerlukan penyelamatan hidup.
sesuai instruksi pasien.

1. 2. Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia.

 Tujuan :
o o Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
o Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
o Kriteria hasil :
 o Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 o Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress
pernapasan
 Intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi Rasional
Berikan posisi fowler atau semi Memaksimalkan ekspansi paru,
fowler menurunkan kerja pernapasan,
dan menurunkan resiko
aspirasi
Ajarkan teknik napas dalam dan Membantu meningkatkan difusi
atau pernapasan bibir atau gas dan ekspansi jalan napas
pernapasan diafragmatik kecil, memberika pasien
abdomen bila diindikasikan beberapa kontrol terhadap
pernapasan, membantu
menurunkan ansietas.
Obserfasi TTV (RR atau Mengetahui keadekuatan
frekuensi permenit) frekuensi pernapasan dan
keefektifan jalan napas

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung
lebih cepat).

 Tujuan : Nafsu makan membaik.


 Kriteria hasil :
o Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
o Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
o Intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi Rasional

Beri motivasi pada klien untuk mengubah Agar pasien mau memenuhi diet yang
kebiasaan makan. disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.

Sajikan makanan untuk klien semenarik Mengurangi anorexia pada pasien.


mungkin.

Pantau nilai laboratorium, khususnya Untuk mengetahui perkembangan asupan


transferin, albumin, dan elektrolit. gizi klien melalui sampel darah.

Timbang berat badan pasien pada interval Untuk mengetahui perkembangan klien
yang tepat. dalam mempertahankan berat badan
normal.

Diskusikan dengan ahli gizi dalam Untuk bisa lebih tepat memberikan diet
menentukan kebutuhan protein untuk klien. kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori
yang dibutuhkan.
1. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen

 Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.


 Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya
tahan, menunjukkan penghematan energi.
 Intervensi dan Rasional :

Tindakan/ Intervensi Rasional


Beri bantuan untuk melaksanakan Ajarkan klien bagaimana meningkatkan
aktifitas sehari-hari rasa control dan mandiri dengan kondisi
yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapi Istirahat memungkinkan tubuh
aktifitas menghindari kelelahan dan memperbaiki energy yang digunakan
berikan periode istirahat tanpa gangguan selama aktifitas
di antara aktifitaa
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Dengan ahli gizi,perawat dapat
menu makanan pasien menentukan jenis-jenis makanan yang
harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energy dalam tubuh pasien.

1. Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.

 Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal.


 Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.

 Intervensi dan Rasional :

Tindakan/intervensi Rasional
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat
warna saat dimana diuresis terjadi. karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga
pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama
tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan intake dan output Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
selama 24 jam kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih
ada.

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal
posisi semifowler selama fase akut. dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada) Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut)
mual, distensi abdomen dan konstipasi. dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

Konsul dengan ahli diet. Perlu memberikan diet yang dapat diterima
klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Kor-pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi
akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan.

Kor-pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor Pulmonale akut tersering adalah
emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale kronik sering disebabkan oleh penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor Pulmonale kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel
kanan, sedangkan pada Cor Pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.

4.2. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih
banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Price Anderson Syivia. 2003.Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit.Ed.6.


EGC : Jakarta.

Doenges, E. Marilynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.

http://aangcoy13.blogspot.co.id/2012/04/asuhan-keperawatan-askep-cor-pulmonal.html

http://matsum.blogspot.co.id/2008/05/cor-pulmonale.html

Anda mungkin juga menyukai