BAB I
KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari
ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit
intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru. Karena itu untuk
mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya stenosis Mitral, Kelainan Jantung Bawaan atau
Gagal Jantung Kiri yang juga menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat
bersifat akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dapat juga bersifat kronis. (Yogiarto,M dan
Baktiyasa,B : 2003).
Ini adalah penyakit jantung karena peningkatan tekanan darah dalam pembuluh- pembuluh nadi
paru. Penyakit jantung pulmonal terkadang timbul sekunder dengan penyakit paru- paru seperti
emfisema, silicosis atau fibrosis pulmonal, yaitu darah dialirkan lewat paru- paru dengan sulit.
3. ETIOLOGI
Etiologi dari CP secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
Pneumokoniosis, Sarcoidosis.
D. Penyakit Vaskuler Paru, Emboli paru berulang atau emboli paru pasif, emboli paru yang
masih pasif merupakan penyebab tersering dari CP akut sedangkat emboli paru berulang
Schistosomiosis, Skleroderma.
4. MANIFESTASI UMUM
menyebabkan gagal jantung karena penyakit paru dan hipoksia yang menyertai. Gambaran
Cor pulmanale terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronis. Penyebab lainnya
yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru, kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer,
emboli paru berulang baik subklinis maupun klinis, sindrom Pickwickian, schitosomiasis, dan
infiltrasi kapiler paru obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase karsinoma.
Gejala- gejala pokok penyakit paru- paru muncul, termasuk batuk- batuk dengan dahak,
5. MANIFESTASI KLINIS
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain
M CP akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan
M CP dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
M CP dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas
(exertional syncope).
M CP dengan kelainan jantung kiri : sesak napas, ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea.
M CP dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan,
gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga
muncul.
M Tanda- tanda cor pulmonale misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel
kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium
F Sianosis
F Mata menonjol
Berdasarkan stadium :
2. Stadium dekompensata:
F TVJ meninggi,
F Edema
F Asites
6. PATOFISIOLOGI
Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah
o Hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler – alveolar yang terganggu hipoksia
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup
bagi ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan
akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-
tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak napas kebal
yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP
meningkat, liver yang membengkak dan nyeri, dan bising insufisiensi trikuspidalis.
© Cor Pulmonal Kronis
Seperti yang telah disebutkan, PPOM adalah penyebab tersering CP kronis (lebih dari
50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru,
penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian asidosis respiratorik. Di samping itu
Viskositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan tekanan
pembuluh darah arteri paru akan meningkat. Jadi adanya penurunan vaskuler bed,
hiposia, dan hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini
berupa hipertrofi dan dilatasi. Jiks mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal
jantung kanan.
Penya
Hipoksia
kanan
Cor Pulmonal
Compensata Cor
Pulmonal Decompensenta
7. KOMPLIKASI
a. Emfisema
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
J PEMERIKSAAN EKG
Sering pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Poor
dalam tampak pada lead V6. deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak
pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada ”
Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung., tetapi
gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia
1. kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thorak tergantung penyakit
dasarnya.
5. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar
J PEMERIKSAAN LABORATORIUM
F Pada penderita CP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan restriktif atau
CP AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada saat istirahat, tetapi pada saat
hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya adalah kelainan
paru. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna (saturasi oksigen arterial £
Obstruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85%; PCO 2 dapat meningkat
atau normal.
S F. E. V1 berkurang (N = 4,32 L)
F pH darah rendah
Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada penderita CP dengan
kelainan struktur pada jantung kiri. Pada pemeriksaan M mode, katup pulmonal
dan atau dengan Color Mapping dapat ditunjukkan adanya regurgitasi trikuspidalis dan
katup pulmonal.
J RONTGEN DADA
Radiografi dada menyingkirkan ada tidaknya penyakit parenkim paru dan ventrikel kanan
J PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes fungsi paru biasanya dapat mengkonfirmasi penyakit paru yang mendasari.
Ekokardiogram diharapkan menunjukkan ukuran dan fungsi ventrikel kiri normal tetapi
ventrikel kanan dilatasi. Scan paru perfusi jarang memberikan manfaat, jika negatif
dapat untuk menyingkirkan emboli paru, suatu penyebab cor pulmonale yang cukup
sering. Angiografi pulmoner merupakan metode diagnosis yang paling spesifik untuk
adanya emboli paru, tetapiu cara ini meningkatkan risiko jika dilakukan pada pasien
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
F Terapi ditujukan pada proses- proses paru yang menyebabkan gagal jantung kanan.
Pemberian oksigen, pembatasan garam dan cairan, dan diuretik tetap dilakukan;
digitalis tidak diperlukan untuk gagal jantung kanan kecuali jika ada fibrilasi atrial.
F Istirahat
F Memperbaiki ventilasi
F Bronkodilator
F O2 (1- 3 1/m)
F Jika dekompensasi diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah garam. Pemberian
digitalis harus berhti- hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah
mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik,
F Antibiotik sering diberikan, dan dalam keadaan terpaksa juga diberikan oksigen dengan
Download Askep Kapuk Online Update ASKEP DALAM Saluran Nafas tentang Askep PPOK
BAB I
KONSEP DASAR
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya
penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke
tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan
atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi,
adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis
dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin
lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor
kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema
Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap
(lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah
segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-
pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
Letak paru-paru.
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-
gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri,
Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran
melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri
bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah
saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan
kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan
dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah
mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis
dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-
dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-
anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan
tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah
tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar
bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran
napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
III. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut;
Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
Etiologi
2. Alergi
tubuh, yaitu :
1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun
pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah
terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus,
seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis
kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1
(terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus
yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar,
5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia
dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.
7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis,
yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka
keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai "overinflation".
Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:
1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan
saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung
alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit.
Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray.
4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi
secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas
Tipe Emfisema
bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus
biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar
3. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan
isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab
dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi
enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi
Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana
akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari
perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan
elastisitas recoil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs)
dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan
ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja
nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi
oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai
dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan
Asma
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan,
atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah
IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang
2. Polusi udara
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat
oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi
obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
1. Pemeriksaan radiologist
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas
kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
5. Pengobatan simtomatik.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
(amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi
faal paru.
3. Fisioterapi
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
IX. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
3. Infeksi Respiratory
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
BAB III
Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif
baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
Pengkajian
sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
5. Barrel chest?
1. Chest X-Ray :
(asthma)
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :
bronchodilator.
3. TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali
(bronchitis)
(asthma).
emfisema primer.
10. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
11. ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),
12. Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
14. Palpasi:
15. Perkusi:
16. Auskultasi:
Diagnosa Keperawatan
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
sumber informasi.
1. Gagal/insufisiensi pernapasan
2. Hipoksemia
3. Atelektasis
4. Pneumonia
5. Pneumotoraks
6. Hipertensi paru
Intervensi Keperawatan
bronkopulmonal.
2. Intervensi keperawatan:
IPPB
4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
keletihan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
2. Intervensi:
dirapatkan.
diharuskan.
2. Intervensi keperawatan:
kebutuhan oksigen.
1. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas
yang mungkin.
2. Intervensi keperawatan:
treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan
melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan
diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
2. Intervensi keperawatan:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
2. Intervensi keperawatan:
3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
2. Intervensi:
2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat,
2. Intervensi keperawatan:
perawat.
sesak.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
2. Intervensi keperawatan:
3. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
menumpuk.
sumber informasi.
2. Intervensi keperawatan:
1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek;
sumber-sumber kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.
2. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta:
4. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin
6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984, page :
346-379.
9. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta8.20003,
hal :1347-1353.
10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 480-482.
11. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan,
Bandung.
12. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page: 157.
13. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page : 954,990-
993.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI
16. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih
17. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC