Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel

kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang terjadi berupa
hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi
arteri pulmoner. Dilatasi adalah peregangan dari ventrikel, sebagai hasil cepat dari
peningkatan tekanan pada tempat yang elastis. Hipertrofi ventrikel adalah respon adaptif dari
peningkatan tekanan dalam jangka waktu lama. Setiap sel otot berkembang membesar dan
mengalami perubahan morfologis yang khas agar dapat mencukupi peningkatan kekuatan
kontraksi yang diperlukan untuk menggerakkan darah melawan tahanan yang lebih besar.
Hipertensi pulmonal yang menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan
atau dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit
paru obstruktif konis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan
kor pulmonal yang diperkirakan mencapai 80-90% kasus.
Penanganan Cor Pulmonale Chronicum ditujukan untuk memperbaiki hipoksia
alveolar (dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkanya) dengan pemberian oksigen
konsentrasi rendah dengan hati-hati. Terapi optimal Cor Pulmonale Chronicum karena PPOK
juga harus dimulai dengan terapi optimal PPOK untuk mencegah dan memperlambat
timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru diberikan bila timbul tanda-tanda gagal
jantung kanan. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal,
polisitemia, dan takipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas.
1.2.

Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior

(KKS) ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok.
1.3.

Manfaat Penulisan

1.3.1. Bagi Mahasiswa


Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari mengenai tentang Cor
Pulmonale Chronicum (CPC)

1.3.2. Bagi masyarakat


Dapat menambah pengetahuan mengenai penyakit ini beserta pencegahan dan
pengobatannya. Dengan demikian penderita dapat mengetahui bagaimana tindakan
selanjutnya apabila mengalami gejala-gejala yang mengarah pada penyakit tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi
Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi
pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang
tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Defenisi lain berhubungan dengan
hipertensi pulmonal maka kor pulmonal adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan
penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru; hipertensi pulmonal
menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan
berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
merupakan penyebab utama insufisiensi respiratorik kronik dan kor pulmonal.
Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal
akut, sering disebabkan oleh emboli paru massif, sedangkan kor pulmonal kronis adalah
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan
penyakit paru obstruktif atau restriktif. Pada PPOK, progresifitas hipertensi pulmonal
berlangsung lambat.

2.2. Epidemiologi
Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat terdapat sekitar 14 juta, prevalensi
yang tepat dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus
PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk mendeteksi adanya hipertensi pulmonal.
Kor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7% dari seluruh kasus penyakit jantung
dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruksif kronik (PPOK) karena
bronchitis kronik dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus kor pulmonal. Pada
sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan PPOK dan kor pulmonal
memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.
Sebaliknya, kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya
emboli paru masif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor
pulmonal akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angka
kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya
terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.
3

Secara global, insidensi cor pulmonal bervariasi antar tiap negara, tergantung pada
prevalensi merokok, polusi udara dan faktor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang
bervariasi

2.3. Etiologi dan Klasifikasi


Pada umumnya etiologi dapat digolongkan dalam 4 kelompok:
1. Penyakit vaskular paru
2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma
dan fibrosis.
3. Penyakit neuromuscular dan dinding dada
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK
Namun dapat juga dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu: penyakit vaskuler paru dan
penyakit pernafasan. Penyakit paru obstruktif

kronik yang merupakan penyakit paru

obstruktif ialah penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, diperkirakan
80-90% kasus.
Tabel 2.1 Kor Pulmonal
Mekanisme

Respons

Karakteristik

Penyakit vaskuler paru


Emboli, besar atau multipel Penurunan curah
akut
akibat obstruksi
Emboli, kecil, vaskulitis,
kerukasan paru luas (ARDS)
Emboli,
medium
dan
rekuren; hipertensi pulmonal
primer; vasopati diet atau
obat
Penyakit Pernafasan

jantung Kor pulmonal akut


Distensi ventrikel kanan
Syok
Hipertensi pulmonal akibat Kor pulmonal subakut
hipoksia yang luas dan Distensi ventrikel kanan
obstruksi mikrovaskuler
sesak nafas dan demam
Curah jantung tinggi
Hipertensi pulmonal akibat Kor pulmonal kronik
obstruksi vaskuler
Hipertrofi jantung kanan
Curah jantung rendah atau Sesak nafas
normal

Obstruktif
A. Bronkitis kronik dan
emfisema; asma kronik
Restriktif
A. Intrinsik;
fibrosis Hipertensi akibat hipoksia, Kor pulmonal kronik
interstisial, reseksi paru distorsi
dan
hilangnya Sesak nafas
vaskuler
Hiperventilasi
4

Curah jantung normal atau


rendah
B. Ekstrinsik;
obesitas,
miksidema,
kelemahanan
otot,
kifoskeliosis, obstruksi
saluran nafas atas,
kendali
respirasi
menurun, ketinggian

Hipertensi akibat hipoksia Kor pulmonal kronik


alveolar
Edema perifer
Curah jantung normal atau Hipoventilasi
tinggi

Prevalensi kor pulmonal sulit ditentukan, karena kasus ini tidak terjadi pada semua
kasus PPOK. Selain itu, pemeriksaan fisik dan tes rutin kurang sensitive dalam mendeteksi
hipertensi pulmonal. Diperkirakan insidensi kor pulmonal mencapai 6-7% dari keseluruhan
kasus penyakit jantung pada orang dewasa di Amerika Serikat. PPOK (bronchitis kronik dan
emfisema) merupakan penyebab lebih besar yaitu lebih dari 50%. Dilain pihak, kor pulmonal
menyebabkan gagal jantung dekompensata sebanyak 10-30%.
Pada kor pulmonal akut yang umumnya diakibatkan oleh emboli paru massif
sekunder. Secara umum, kejadian kor pulmonal bervariasi pada tiap negara, bergantung pada
prevalensi perokok, polusi udara, dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan penyakit
paru.

2.4.

Patofisiologi
Beratnya pemberian ventrikel kanan pada kor pulmonal berbanding lurus dengan

fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan
relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume
paru membesar, seperti pada penyakit COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi
kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan
mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini sering
kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan
oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2) dan hiperkapnea
(peningkatan PaO2), akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea
akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan
vaskularisasi paru seperti pada emfisemi dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan
5

tahanan pada sirkulasi pulmonal yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan ratarata pada arteri paru (arterial mean pressure) adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat
dapat menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertrofi dan mungkin diikuti oleh
gagal jantug kanan.

Gambar2.1 : Skema terjadinya kor pulmonal kronik

2.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dimulai dengan tanda PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal
dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.

Penyakit vaskuler
1. Kor pulmonal akut
Pada keadaan ini terjadi gagal ventrikel kanan akut sekunder akibat kontraksi ventrikel
kanan tidak mampu memompa darah ke paru.
Pucat, berkeringat, hipotensi, takikardi dengan volume kurang terjadi akibat curah
jantung yang rendah
Distensi vena kolateral
Bising sistolik akibat regurgitasi sternum sinistra
2. Kor pulmonal kronik sekunder terhadap penyakit vaskuler paru
Sesak nafas, dapat sangat hebat behkan pada aktifitas yang ringan, dan tidak mereda
dengan preubahan posisi menjadi duduk,
Batuk yang tidak produktif
Nyeri dada anterior, akibat dilatasi arteri pulmonalis dan iskemia ventrikel kanan
Hepatomegali dan edema ektremitas bawah akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
Takipnea dan kadang sianosis
Distensi vena jugularis dan refluks hepatojugular.
Penyakit Parenkim Paru
1. Penyakit paru obstruktif
Dispnea sering memburuk pada malam hari karena hipoventilasi atau obstruksi
karena stridor
Riwayat batuk produktif dan mengi
Infeksi pernafasan sering sebagai faktor pencetus.
Distensi dada bahkan barrel chest
Bunyi jantung sering sulit dinilai oleh karena obstruksi aliran nafas, ronki dan mengi
Edema perifer
Refluks hepatojugular atau peningkatan tekanan vena jugular (TVJ)

Dapat dijumpai Gallop S3 dan regurgitasi trikuspid


Pembesaran ventrikel kanan bahkan gagal ventrikel kanan
FEV1 < 1,01 dan Pao2 60 mmHg

Hipertensi pulmonal akibat hipoksemia alveolar, asidemia dan hiperkarbia (oleh


karena efek mekanik volume paru yang meningkat), dan akibat peningkatan
viskositas (polisitemia)
Sering disertai dengan penyakit jantung koroner (PJK)
Pada keadaan berat dapat dijumpai adanya nyeri kepala rekuran, bingung, bahkan
muntah

2.6.

Diagnosa
Penegakan diagnosa pada kor pulmonal oleh karena PPOK dapat ditegakkan dengan
menemukan tanda PPOK, hipertensi pulmonal, hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan
gagal jantung kanan.
Tanda PPOK dapat di peroleh dari:
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
4) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
5) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
1) Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
2) Palpasi
8

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar


3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
4) Auskultasi
suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada
waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
B. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri: nilai obstruksi ialah % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%, VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
Uji bronkodilator: Perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
2. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
3. Elektrokardiografi dan atau ekokardiografi
Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang di tandai dengan P pulmonal,
hipertrofi ventrikel kanan dan menilai fungsi jantung
9

2.7.

Penatalaksanaan
Terapi medis untuk cor pulmonal kronis umumnya difokuskan pada pengobatab

penyalit paru yang mendasari dan meningkatkan oksigenasi serta fungsi ventrikel kanan
dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan mengurangi vasokonstriksi
pulmonal. Pada ksus cor pulmonal akut dilakukan terapi untuk menstabilkan
hemodinamika pasien. Pada cor pulmonal akut dengan gagal ventrikel kanan meliputi
pemberian carian dan vasokonstriktor untuk mempertahankan tekanan darah yang cukup.
Untuk tromboemboli paru yang berat pertimbangkan pemberian antikoagulasi, agen
trombolitik dan embolectomy terutama jika kolaps sirkulasi tidak dapat dicegah. Juga
pertimbangkan pemberian bronkodilator dan pengobatan infeksi pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), dan agen steroid ataupun imunosupresant pada
penyakit infiltratif dan fibrosis paru.
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk
(1). Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas,
(2). Menurunkan hipertensi pulmonal
(3). Meningkatkan kelangsungan hidup
(4). Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.
Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan hipertensi
pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk
tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan
merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai berikut :
a. Terapi oksigen
Terapi oksigen sangat penting pada pasein dengan PPOK yang mendasarinya.
Pada cor pulmobal tekanan parsial oksigen (PaO2) cenderung berada dibawah 55
mmHg danmenurun lebih lanjut pada saat beraktivitas ataupun tidur. Terapi
oksigen dapat meningkatkan curah jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan
meningkatkan perfusi ginjal. Pada suatu penelitian dengan percobaan terapi
oksigen nocturnal secara acak menunjukkan bahwa terapi oksigen dengan aliran
rendah yang terus menerus untuk pasien dengan PPOK berat memberikan
penurunan angka kematian yang signifikan.
10

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup


belum diketahui. Ditemukan dua hipotesis yaitu : (1). Terapi oksigen mengurangi
vasokonstriksi dan menurunkan resitensi vaskuar paru yang kemudian
meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan. (2). Terapi oksigen meningkatkan
kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan
organ vital lain.
Pemakaian oksigen secara kontinu selama 12 jam (National Institute of
Health/NIH, Amerika), 15 jam (British Medical Research Council/MRC) dan 24
jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa
terapi oksigen.
Indikasi terapi oksigen (dirumah) adalah : (a). PaO2 <55 mmHg atau SaO2
<88%, (b). PsO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari : (b.1) edema yang
disebabkan oleh gagal jantung (b.2). P pulmonal pada EKG, (b.3), eritrositosis,
hematokrit >56%.
b. Vasodilator
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalasium, agonis alfa andrenergic,
ACE Inhibitor, dan prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan
pemakaiannya secara rutin. Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan
vasodilator bila didapatkan empat respon hemodika sebagai berikut (a). Resistensi
vaskular diturunkan minimal 20%, (b). curah jantung meningkatkan atau tidak
berubah, (c). tekanan arteri pulmonal menurunkan atau tidak berubah, (d). tekanan
darah sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian harus dievaluasi setelah
4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik diatas menetap atau
tidak. Pemakaian sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru pada Primary
ulmonary Hipertension, sedang ditunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal
lengkap.
c. Digitalis
Digitalis digunakan pada penderita CPC bila disertai gagal jantung kiri.
Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada penderita CPC
dengan fungsi ventrike kiri yang normal, hanya pada penderita CPC dengan fungsi
ventrikel kiri yang menurun digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan.
Disamping itu pengobatan dengan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya
komplikasi aritmia.
d. Diuretika
Diuretic diberikan jika disertai gagal jantung kanan. Pemberian diuretic yag
berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa memicu peningkatan
11

hiperkapnea. Disamping itu denga terapi diuretic dapat terjadi kekurangan cairan
yang mengakibatlan preload ventrikel kenan dan curah jantung menurun.
e. Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien CPC dengan kadar hematokrit yang tinggi
untuk menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi
tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.
f. Antikoagulan
Pemberian antikoagluan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan
terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan
adanya faktor imobilisasi pada pasien.
Warfarin merupakan antikoagulan yang dianjurkan pada pasien dengan resiko
tinggi tromboemboli. Peran menguntungkan dari penggunaan antikoagulan dalam
mengurangi gejala dan angka kematian pada pasien telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian.
Disamping terapi diatas pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat
terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.
2.8.

Diagnosis Banding
a. Kor pulmonal akut
Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli
paru massif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat
pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru
semakin meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri
paru semakin meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang
cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung
kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis
meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan
sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP
yang meningkat, liver yang membengkak dan nyeri serta bising insufisiensi katup
tricuspid.
b. Congestive heart failure (CHF)
Adalah keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.

12

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif adalah


penurunan kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah (TD) dan penurunan volume darah arteri yang efektif.
Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokonstriksi dan
resistensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hokum starling.
Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload dan hipertensi disertai
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi.
c. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, visceralis atau keduanya.
Respon perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah
(efusi perikard) deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma
atau klasifikasi.
Salah satu reaksi radang dari perikarditis akut adalah penumpukan cairan
(eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek
hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah atau timbul cepat akan
menghambat pengisian ventrikel, penurunan volume akhir diastolik sehingga curah
jantung sekuncup dan semenit kurang.
Kompensasinya adalah takikardi, tetapi pada tahap berat atau kritis akan
menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan
perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponade jantung. Bila
reaksi radang ini berlanjut terus menerus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut
luas, menebal, kalsifikasi, dan juga terisi eksudat yang akan menghambat proses
diastolic ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan
kongesti sistemik (perikarditis konstriktifa).
2.9.

Komplikasi

2.10.

Prognosis

Cor Pulmonale Cronic (CPC) adalah variabel yang tergantung pada penyakit yang
mendasari. Pasien dengan penyakit ini karena PPOK memiliki angka kematian 2 tahun
lebih tinggi. Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap terapi medis yang
tepat sangat penting karena pengobatan, baik untuk hipoksia dan penyakit yang mendasari
dapat menentukan mortalitas dan morbiditas.
13

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan

3.2.

Saran

14

Anda mungkin juga menyukai