PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari ventrikel
kanan jantung sebagai akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang terjadi berupa
hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi
arteri pulmoner. Dilatasi adalah peregangan dari ventrikel, sebagai hasil cepat dari
peningkatan tekanan pada tempat yang elastis. Hipertrofi ventrikel adalah respon adaptif dari
peningkatan tekanan dalam jangka waktu lama. Setiap sel otot berkembang membesar dan
mengalami perubahan morfologis yang khas agar dapat mencukupi peningkatan kekuatan
kontraksi yang diperlukan untuk menggerakkan darah melawan tahanan yang lebih besar.
Hipertensi pulmonal yang menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan
atau dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit
paru obstruktif konis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan
kor pulmonal yang diperkirakan mencapai 80-90% kasus.
Penanganan Cor Pulmonale Chronicum ditujukan untuk memperbaiki hipoksia
alveolar (dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkanya) dengan pemberian oksigen
konsentrasi rendah dengan hati-hati. Terapi optimal Cor Pulmonale Chronicum karena PPOK
juga harus dimulai dengan terapi optimal PPOK untuk mencegah dan memperlambat
timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru diberikan bila timbul tanda-tanda gagal
jantung kanan. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal,
polisitemia, dan takipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas.
1.2.
Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok.
1.3.
Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi
pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang
tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Defenisi lain berhubungan dengan
hipertensi pulmonal maka kor pulmonal adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan
penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru; hipertensi pulmonal
menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan
berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
merupakan penyebab utama insufisiensi respiratorik kronik dan kor pulmonal.
Kor pulmonal akut adalah peregangan atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal
akut, sering disebabkan oleh emboli paru massif, sedangkan kor pulmonal kronis adalah
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan
penyakit paru obstruktif atau restriktif. Pada PPOK, progresifitas hipertensi pulmonal
berlangsung lambat.
2.2. Epidemiologi
Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat terdapat sekitar 14 juta, prevalensi
yang tepat dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi pada semua kasus
PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk mendeteksi adanya hipertensi pulmonal.
Kor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7% dari seluruh kasus penyakit jantung
dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruksif kronik (PPOK) karena
bronchitis kronik dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus kor pulmonal. Pada
sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan PPOK dan kor pulmonal
memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.
Sebaliknya, kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya
emboli paru masif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor
pulmonal akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angka
kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya
terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.
3
Secara global, insidensi cor pulmonal bervariasi antar tiap negara, tergantung pada
prevalensi merokok, polusi udara dan faktor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang
bervariasi
obstruktif ialah penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, diperkirakan
80-90% kasus.
Tabel 2.1 Kor Pulmonal
Mekanisme
Respons
Karakteristik
Obstruktif
A. Bronkitis kronik dan
emfisema; asma kronik
Restriktif
A. Intrinsik;
fibrosis Hipertensi akibat hipoksia, Kor pulmonal kronik
interstisial, reseksi paru distorsi
dan
hilangnya Sesak nafas
vaskuler
Hiperventilasi
4
Prevalensi kor pulmonal sulit ditentukan, karena kasus ini tidak terjadi pada semua
kasus PPOK. Selain itu, pemeriksaan fisik dan tes rutin kurang sensitive dalam mendeteksi
hipertensi pulmonal. Diperkirakan insidensi kor pulmonal mencapai 6-7% dari keseluruhan
kasus penyakit jantung pada orang dewasa di Amerika Serikat. PPOK (bronchitis kronik dan
emfisema) merupakan penyebab lebih besar yaitu lebih dari 50%. Dilain pihak, kor pulmonal
menyebabkan gagal jantung dekompensata sebanyak 10-30%.
Pada kor pulmonal akut yang umumnya diakibatkan oleh emboli paru massif
sekunder. Secara umum, kejadian kor pulmonal bervariasi pada tiap negara, bergantung pada
prevalensi perokok, polusi udara, dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan penyakit
paru.
2.4.
Patofisiologi
Beratnya pemberian ventrikel kanan pada kor pulmonal berbanding lurus dengan
fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan
relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung
sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume
paru membesar, seperti pada penyakit COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi
kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan
mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini sering
kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan
oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2) dan hiperkapnea
(peningkatan PaO2), akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea
akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan
vaskularisasi paru seperti pada emfisemi dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan
5
tahanan pada sirkulasi pulmonal yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan ratarata pada arteri paru (arterial mean pressure) adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat
dapat menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertrofi dan mungkin diikuti oleh
gagal jantug kanan.
Penyakit vaskuler
1. Kor pulmonal akut
Pada keadaan ini terjadi gagal ventrikel kanan akut sekunder akibat kontraksi ventrikel
kanan tidak mampu memompa darah ke paru.
Pucat, berkeringat, hipotensi, takikardi dengan volume kurang terjadi akibat curah
jantung yang rendah
Distensi vena kolateral
Bising sistolik akibat regurgitasi sternum sinistra
2. Kor pulmonal kronik sekunder terhadap penyakit vaskuler paru
Sesak nafas, dapat sangat hebat behkan pada aktifitas yang ringan, dan tidak mereda
dengan preubahan posisi menjadi duduk,
Batuk yang tidak produktif
Nyeri dada anterior, akibat dilatasi arteri pulmonalis dan iskemia ventrikel kanan
Hepatomegali dan edema ektremitas bawah akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
Takipnea dan kadang sianosis
Distensi vena jugularis dan refluks hepatojugular.
Penyakit Parenkim Paru
1. Penyakit paru obstruktif
Dispnea sering memburuk pada malam hari karena hipoventilasi atau obstruksi
karena stridor
Riwayat batuk produktif dan mengi
Infeksi pernafasan sering sebagai faktor pencetus.
Distensi dada bahkan barrel chest
Bunyi jantung sering sulit dinilai oleh karena obstruksi aliran nafas, ronki dan mengi
Edema perifer
Refluks hepatojugular atau peningkatan tekanan vena jugular (TVJ)
2.6.
Diagnosa
Penegakan diagnosa pada kor pulmonal oleh karena PPOK dapat ditegakkan dengan
menemukan tanda PPOK, hipertensi pulmonal, hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan
gagal jantung kanan.
Tanda PPOK dapat di peroleh dari:
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
4) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
5) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
1) Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
2) Palpasi
8
2.7.
Penatalaksanaan
Terapi medis untuk cor pulmonal kronis umumnya difokuskan pada pengobatab
penyalit paru yang mendasari dan meningkatkan oksigenasi serta fungsi ventrikel kanan
dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan mengurangi vasokonstriksi
pulmonal. Pada ksus cor pulmonal akut dilakukan terapi untuk menstabilkan
hemodinamika pasien. Pada cor pulmonal akut dengan gagal ventrikel kanan meliputi
pemberian carian dan vasokonstriktor untuk mempertahankan tekanan darah yang cukup.
Untuk tromboemboli paru yang berat pertimbangkan pemberian antikoagulasi, agen
trombolitik dan embolectomy terutama jika kolaps sirkulasi tidak dapat dicegah. Juga
pertimbangkan pemberian bronkodilator dan pengobatan infeksi pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), dan agen steroid ataupun imunosupresant pada
penyakit infiltratif dan fibrosis paru.
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk
(1). Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas,
(2). Menurunkan hipertensi pulmonal
(3). Meningkatkan kelangsungan hidup
(4). Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.
Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan hipertensi
pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk
tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan
merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai berikut :
a. Terapi oksigen
Terapi oksigen sangat penting pada pasein dengan PPOK yang mendasarinya.
Pada cor pulmobal tekanan parsial oksigen (PaO2) cenderung berada dibawah 55
mmHg danmenurun lebih lanjut pada saat beraktivitas ataupun tidur. Terapi
oksigen dapat meningkatkan curah jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan
meningkatkan perfusi ginjal. Pada suatu penelitian dengan percobaan terapi
oksigen nocturnal secara acak menunjukkan bahwa terapi oksigen dengan aliran
rendah yang terus menerus untuk pasien dengan PPOK berat memberikan
penurunan angka kematian yang signifikan.
10
hiperkapnea. Disamping itu denga terapi diuretic dapat terjadi kekurangan cairan
yang mengakibatlan preload ventrikel kenan dan curah jantung menurun.
e. Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien CPC dengan kadar hematokrit yang tinggi
untuk menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi
tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.
f. Antikoagulan
Pemberian antikoagluan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan
terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan
adanya faktor imobilisasi pada pasien.
Warfarin merupakan antikoagulan yang dianjurkan pada pasien dengan resiko
tinggi tromboemboli. Peran menguntungkan dari penggunaan antikoagulan dalam
mengurangi gejala dan angka kematian pada pasien telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian.
Disamping terapi diatas pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat
terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.
2.8.
Diagnosis Banding
a. Kor pulmonal akut
Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli
paru massif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat
pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru
semakin meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri
paru semakin meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang
cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung
kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis
meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan
sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP
yang meningkat, liver yang membengkak dan nyeri serta bising insufisiensi katup
tricuspid.
b. Congestive heart failure (CHF)
Adalah keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.
12
Komplikasi
2.10.
Prognosis
Cor Pulmonale Cronic (CPC) adalah variabel yang tergantung pada penyakit yang
mendasari. Pasien dengan penyakit ini karena PPOK memiliki angka kematian 2 tahun
lebih tinggi. Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap terapi medis yang
tepat sangat penting karena pengobatan, baik untuk hipoksia dan penyakit yang mendasari
dapat menentukan mortalitas dan morbiditas.
13
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
14