Anda di halaman 1dari 3

2.

jelaskan perbedaan sesak napas pada penyakit cardiovascular dan non cardiovascular
Jawab

Dispnea (kesulitan bernapas) akibat meningkatnya usaha ernapas yang terjadi akibat kongesti
pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru.

Dispneu karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan
pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkisar 5
mmHg. Jika meningkat, seperti pada penyakit katup mitral dan aorta atau disfungsi ventrikel
kiri, vena pulmonalis akan teregang dan dinding bronkus terjepit dan mengalami edem,
menyebabkan batuk iritatif nonproduktif dan mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih
lanjut dan melebihi tekanan onkotik plasma (sekitar 25 mmHg), jaringan paru menjadi lebih
kaku karena edema intertisial (peningkatan kerja otot pernapasan untuk mengembangkan
paru dan timbul dispneu), transudat akan terkumpul dalam alveoli yang mengakibatkan adem
paru. Jika keadaan berlanjut, akan terjadiproduksi spurum yang berbuih, yang dapat berwarna
kemerahan akibat pecahnya pembuluh darah halus bronkus yang membawa darah ke dalam
cairan edem. Dispneu jantung akan memburuk dalam posisi berbaring telentang (ortopnu),
dan dapat membangunkan pasien pada dini hari (disertai keringat dan ansietas-dispneu
nocturnal paroksismal), dan akan berkurang jika duduk tegak atau berdiri. Aliran darah balik
vena sistemik ke jantung kanan meningkat pada posisi setengah duduk (recumbent), terutama
pada dini hari katika volume darah paling tinggi, menyebabkan aliran darah paru meningkat
dan disertai pula peningkatan lebih lanjut tekanan vena pulmonalis. Tetapi jika kontraksi
ventrikel kanan sangat terganggu, seperti pada kardiomiopati dilatasi atau infark ventrikel
kana, ortopneu dapat berkurang karena jantung kanan tidak dapat meingkatkan aliran darah
paru sebagai respon terhadap peningkatan aliran balik vena.

Meskipun dispneu jantung dapat terjadi akut, umpamanya akibat gagal ventrikel kiri
pascainfark miokard akut, dispneu lebih sering memiliki onset gradual dan bersifat kronis,
memburuk dengan lambat selama beberapa minggu atau bilan. Pada dispneu yang timbul
mendadak harus dipertimbangkan sebab-sebab lain seperti pneumotoraks atau emboli paru.

Sesak Napas Akibat Jantung Sesak Napas Akibat Non-Jantung


 Akut  Akut
- Iskemia atau infark miokard - Emboli paru
- Regurgitasi mitral akibat ruptur korda - Pneumotoraks
- Terjadinya AF pada penyakit katup - Asma
mitral atau aorta - Sindrom hiperventilasi
 Kronik  Kronik
- Disfungsi ventrikel kiri - Penyakit paru obstruktif atau restriktif
- Penyakit katup mitral atau aorta - Hipertensi pulmonal
- Miksoma atrium - Kelainan dinding dada
- Anemia
- Kegemukan dan kurang fit
Dispneu atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari
penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya
menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan
otot-otot pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius, pectoralis
mayor), pernapasan cuping hidung, takipnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu
menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami hal yang sama setelah
melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.

Namun, belum tersedia keterangan tentang dispnea dengan segala keadaannya yang dapat
diterima. Sumber penyebab dispnea termasuk: (1) reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot
pernapasan, paru, dan dinding dada; dalam teori tegangan panjang, elemen-elemen sensoris,
gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam
otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidaj cukup besar
untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2) kemoreseptor untuk ketegangan CO2
dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang oksigen); (3) peningkatan kerja pernapasan yang
mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas; dan (4) ketidakseimbangan antara
kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi. Mekanisme tegangan-panjang yang tidaj sesuai
adalah teori yang paling banyak diterima karena teori tersebut menjelaskan paling banyak
kasus klinis dispnea. Faktor kunci yang tampaknya menjelaskan apakah dispnea terjadi pada
tingakat ventilasi atau usaha sesuai dengan derajat aktivitasnya. Namun, rangsangan, reseptor
sensoris, dan jaras saraf yang sesuai tidak dapat ditentukan dengan pasti.

Dispnea pada gagal jantung dini diamati hanya pada selama aktivitas, yang mungkin secara
sederhana timbul sebagai memburuknya sesak napas yang terjadi secara nirmal di bawah
keadaan ini. Namun, semakin berlanjutnya gagal jantung dispnea tampak tampak semakin
agresif dengan aktivitas yang tidak begitu berat. Akhirnya, sesak napas timbul walaupun
pasien sedang beristirahat. Perbedaan utama antara dispnea saat pengerahan tenaga pada
individu normal dan pada pasien jantung adalah derajat aktivitas yang dibutuhkan untuk
menginduksi gejala. Dispnea jantung diamati paling sering pada pasien dengan peningkatan
vena pulmonalis dan tekanan kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan
pembuluh darah paru dan edema paru intersisial, yang mungkin terbukti pada pemeriksaan
radiologik dan yang mengurangi kelenturan paru dan oleh karena itu meningkatkan kerja
otot-otot pernapasan yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru. Aktivitas reseptor dalam
paru menimbulkan pernapasan yang cepat dan dalam yang khas dari dispnea jantung.
Kebutuhan oksigen pernapasan ditingkatkan oleh kerja belebihan ari otot-otot pernapasan.
Hal ini dilipatgandakan dengan berkurangnya pengantaran oksigen ke otot-otot ini, yang
terjadi sebagai konsekuensi berkurangnya curah jantung dan yang mungkin menyebabkan
kelelahan otot-otot pernapasan dan sensasi sesak napas.

Sumber:
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit edisi 6. EGC. Jakarta
Isselbacher, at al. 2013. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13. EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai