Anda di halaman 1dari 33

DIARE AKUT

Amellia Ahmad, Mustaring

A. PENDAHULUAN
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak,
seperti intoleransi dan sindroma malabsorbsi. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit.5 Sistem kekebalan tubuh yang belum terbangun
sempurna pada balita menyebabkan balita menjadi kelompok umur yang
rawan gizi dan rawan akan suatu penyakit, terutama penyakit infeksi. 10
Diare umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang
harus diperhatikan adalah mencegah dan mengatasi terjadinya komplikasi
dari diare yaitu dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin asupan nutrisi untuk mencegah terjadinya gangguan nutrisi yang
berujung pada gangguan pertumbuhan akibat diare.5
B. DEFINISI
Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama ≥ 14 hari. Menurut Departemen Kesehatan (2011) diare adalah
suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Sedangkan menurut IDAI diare akut
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari dua minggu.1,3,4

Gastroenteritis (GE) atau biasa yang disebut dengan “muntaber”


adalah peradangan selaput lendir saluran pencernaan, dan ditandai dengan
muntah dan / atau diare. Diare akut didefinisikan sebagai onset peningkatan isi
cairan yang mendadak dari tinja di atas nilai normal. Dalam istilah praktis ini
dikaitkan dengan peningkatan frekuensi dan konsistensi cairan tinja.5

1
Pada neonatus (0-28 hari) yang minum ASI ekslusif frekuensi buang
air besarnya dapat lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan
saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif definisi diare yang
praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari,
tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah disebut dengan diare.1,6,7

C. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.
Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan
sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2018 Angka kematian
(CFR) saat KLB diare diharapkan <1% namun pada tahun 2018 CFR diare
saat KLB mengalami peningkatan dibanding tahun 2017yaitu menjadi 4,76%
dari sebelumnya 1,97%. Prevalensi diare di Indonesia dalam Riskesdas 2018,
Lima provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Papua
(6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan
9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan
8,8%), sementara itu Sulawesi Tenggara (4,1% dan 7,3%). 1,8,12
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016,
Diare masuk dalam 10 penyakit menular tertinggi di Sulawesi Tenggara pada
nomor urut 2 dengan jumlah perkiraan kasus diare di Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2016 berjumlah 28.517 kasus dari total penduduk 1.299.044
jiwa, kasus terbanyak terdapat di Kabupaten Buton utara dengan jumlah
13.958 kasus sementara itu Kota Kendari menempati posis keempat terbanyak
dengan jumlah 7.691 kasus. Total diare yang ditangani Tahun 2016 sebesar

2
46,77% Hasil ini menurun dibandingakn tahun 2015 sebanayk 41.071
kasus.12,13
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu
16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan
hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi
diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di
perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada
kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan.Berdasarkan
pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian
peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit
menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan
Pneumonia.14

D. ETIOLOGI
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80%
pada kasus yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di
masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.5
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1

3
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah sebagai berikut5:
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus Aureus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides

Golongan Virus :

1. Astrovirus 5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) 6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus 7. Herpes simplex virus
4. Coronavirus 8. Cytomegalovirus

Golongan Parasit :

1. Balantidium coli 5. Giardia Lamblia


2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichiura
Di Negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut
pada anak-anak yaitu :Rotavirus, Escherichia coli, enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.1
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus.Biopsi usus halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar
pada lamina propria.Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkolerasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh

4
sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun
biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”.5
Diare pada akut pada bayi dan anak paling banyak disebabkan oleh
virus, dimana virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan
menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbs usus
halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit
yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum
baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap
terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari
penyerapan air dan nutrient yang tidak sempurna.5
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella,
Shigella, E. coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik.Toksin
shigella juga dapat masuk kedalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja yang disebut disentri.1
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan
diare pada anak antara lain1 :
1. Kesulitan makan
2. Defek Anatomis :Malrotasi, Penyakit Hirchprung, Short Bowel Syndrome,
Atrofi Mikrovilli, Stricture.
3. Malabsorpsi :Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa,
Cystic fibrosis, Cholestosis, Penyakit Celiac.
4. Endokrinopati :Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma
Adrenogenital.
5. Keracunan Makanan :Logam Berat, Mushrooms.

5
6. Neoplasma :Neuroblastoma, Phaechromocytoma, Sindroma Zollinger
Ellison.

Lain-lain :Infeksi non gastrointestinal, Alergi susu sapi, Penyakit Crohn,


Defisiensi imun, Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra.

E. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flier,
fluid, field).5
Faktor risiko kejadian Diare adalah:
1) Faktor perilaku
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyabaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya Diare. Perilaku tersebut
antara lain:6,9
a) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara ekslusif selama 6
bulan pertama kehidupan. Sehingga bayi beresiko menderita Diare
lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI secara eksklusif dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Pada
Balita yang diberikan MP-ASI terlalu dini dapat mempercepat bayi
kontak terhadap kuman.
b) Menggunakan botol susu yang kurang bersih terbukti dapat
menimbulkan Diare, karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu.
c) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak pada saat memberi ASI atau makan anak.
d) Menyimpan makanan di tempat yang tidak higienis seperti
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, karena makanan
akan tercemar dan kuman akan berkembang biak beberapa jam
pada makanan yang berada pada suhu ruangan.

6
e) Tidak diberikan imunisasi Campak. Diare sering terjadi dan
berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita Campak,
hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
Oleh karena itu segera memberikan anak imunisasi Campak setelah
berumur 9 bulan.
2) Faktor pejamu (Hospes⁄Inang)
Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden dan
lamanya penyakit Diare. Faktor-faktor tersebut antara lain:9
a) Kurang gizi. Risiko kematian karena Diare meningkat pada anak-
anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi
buruk.
b) Imunodefisiensi⁄imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya
berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti
Campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti para
penderita AIDS. Pada anak imunosupresi berat, Diare dapat terjadi
karena kuman yang tidak patogen.
3) Faktor lingkungan9
Penyakit Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis 2
faktor lingkungan yang dominan, yaitu sarana air bersih dan tempat
pembuangan tinja.
4) Faktor Sosiodemografi9
Demografi memperhatikan berbagai karakteristik individu
maupun kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan demografi,
karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi.
o Karakteristik sosial dan demografi meliputi: jenis kelamin,
umur, status perkawinan, dan agama. Karakteristik pendidikan
meliputi tingkat pendidikan. Karakteristik ekonomi meliputi
jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan.
F. ANATOMI SALURAN CERNA
a. Gaster
Sel-sel epitel di gaster adalah merupakan kelenjar gaster. Terdapat
3 tipe kelenjar yaitu : cardiac, oxyntic, dan pyloric. Cardiac merupakan

7
penghasil mukus yang terletak pada perbatasan cincin gaster sampai
oesophagus.Oxyntic merupakan yang paling banyak dan didapatkan pada
fundus. Tipe ketiga yaitu Piloric merupakan 10% permukaan mukosa
gaster, ditandai adanya pits yang dalam. Dua tipe sel yang utama adalah
sel penghasil mukus dan sel penghasil gastrin.Fungsi neuromuskuler gaster
meliputi penyimpanan, mencampur, menggilas dan melakukan kontrol
terhadap pengeluaran makanan ke dalam duodenum. Sekresi gaster terdiri
dari asam hidroklorid (HCL), gastrin, pepsinogen, faktor intrinsik, lipase
dan mukus.5

b. Usus Halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. Pada neonates memiliki
panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa.
Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga
enterosit. Permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya
vilus dan kripta.Vilus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-
masing region usus halus.Di duodenum vilus tersebut lebih pendek, lebih
lebar dan lebih sedikit; menyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada
jejunum; serta menjadi lebih kecil dan meruncing di ileum.Densitas
terbesar didapatkan di jejunum. Di antara vilus tersebut terdapat kripta
(Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan
pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan
ileum, tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas
epitel dengan melakukan kontrol terhadap aliran air dan solute
paraseluler.5
c. Usus Besar
Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rectum dan anus.Mukosa usus
besar bertambah dengan adanya plika semilunar yang ireguler dan adanya
kripta tubuler Lieberkuhn.Tidak terdapat vilus pada usus besar.Baik
permukaan mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit)
dan sel goblet yang membatasi dari jaringan mesenkim lamina
propria.Kolonosit memiliki mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek
daripada usus halus.Epitel bagian bawah kripta terdiri atas proliferasi sel

8
kolumnar yang tidak berdiferensiasi, sel goblet dan sedikit sel
endokrin.Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip seperti pada usus
halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian bawah
kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya
akan dilepaskan dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus
pembaharuan sel ini berlangsung 3 sampai 8 hari pada manusia. Kripta
dikelilingi oleh sarung fibroblast dalam lamina propria, mengalami
proliferasi dan migrasi secara sinkron dengan migrasi sel epitel. Jumlah
total sel terbanyak pada kripta kolon desenden, menurun secara progresif
di sepanjang kolon transversum dan kolon desenden dan meningkat lagi
pada sekum.5

G. PATOLOGI DAN PATOMEKANISME


Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare5 :
a. Pembagian diare menurut etiologi
b. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbs dan
gangguan sekresi
c. Pembagian diare menurut lamanya diare yaitu diare akut yang
berlangsung kurang dari 14 hari, diare kronik yang berlangsung lebih
dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi, dan diare persisten yang
berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa


mekanisme yang saling tumpang tindih.Diare akibat gangguan absorpsi
yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar dari pada kapasitas
absorpsi.Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah.Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan
dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.5,13

9
1. Gangguan Absorpsi atau Diare Osmotik

Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab


seperti celiac sprue, atau karena5 :

a. Mengonsumsi magnesium hidroksida


b. Defisiensi sukrase-isomaltase, adanya lactase defisien pada anak yang
lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose
antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeable, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, sehingga
air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil
cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti
Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam
jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorpsi Umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida,
tepung, asam aminodan monosakarida mempunyai peran pada gerakan
osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan
menyerap Na dan air) dapat disebabkan oleh virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak
karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-
obatan tertentu.Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorpsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.Coli)

10
menyebabkan malabsorpsi nutrien dengan merubah faal membrane brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa.5
Gangguan atau kegagalam ekskresi pancreas menyebabkan
kegagalan pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid,
selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya
menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi
protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan
sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa,
isomaltosa dan defisiensi kongenital laktase, pemberian obat pencahar;
laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi
karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare.Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah
mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi
enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.5

3. Gangguan Sekresi atau Diare Sekretorik


a. Hiperplasia Kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrovi vili.5
b. Luminal Secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia,
garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan

11
perubahan saluran ion akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-.5
Bahan laksatif dapat menyebabkan variasi efek pada aktivitas
NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar
cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan
sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningaktan konsentrasi garam empedu, lemak.5
c. Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera.Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan,
apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti
ganglioneuroma atau neuroblastoma. Diare yang disebabkan tumor ini
termasuk jarang.5

4. Diare Akibat Gangguan Peristaltik

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,


tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi.Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan
diare.Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi.Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable
pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.5

12
5. Diare Inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada


beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik.5

6. Diare Terkait Imunologi

Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi


hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV.Reaksi tipe I yaitu terjadi antara sel
mast dengan IgE dan alergen makanan.Reaksi tipe III misalnya pada
penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
Disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang
masuk dalam tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE
yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel
mast dan basophil. Bila terjadi pajanan berulang dengan antigen spesifik,
sel mast akan melepaskan mediator seperti histamine, ECF-A, PAF, SRA-
A, dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi kompleks antigen-
antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan
komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan
Machrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan
basophil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon
imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi.Antigen dari luar
dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-
II dependen. Terjadi pelepasan berbagai ditokin seperti MIF, MAF, dan
IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan
menimbulkan kerusakan jaringan. Berbagai mediator diatas akan
menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan
jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.5

13
H. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik.Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
panas.Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia.Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat.Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik.Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.1
Penilaian menurut World Gastrointestinal Organization (WGO)
meliputi kesadaran, mata cekung, rasa haus, serta turgor kulit. Menurut
Guandalini, penilaian dehidrasi yang paling baik adalah menilai pemanjangan
pengisian kapiler perifer, turgor kulit, dan pola pernafasan.7
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umumnya terjadi pada penderita dengan
inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi
pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar.1
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik, akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran
cerna bagian atas seperti: enteric virus, bakteri yang memproduksi
enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.1
Muntah juga sering terjadi pada non Inflammatorydiare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak
berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang
terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian

14
khusus, informasi tentang adanya immunodefisiensi atau penyakit kronis
sangat penting.1

I. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama
diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lender
dan darah. Bila disertai muntah : volume dan frekuensinya. Kencing :
biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media,
campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit
dan obat-obatan yang sudah diberikan serat riwayat imunisasinya.5
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya :
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.7
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan kapilery
refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.5
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan
sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria
WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat
pada table berikut .5

15
Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat
dehidrasi Sedang, Kehilangan Kehilangan BB >
kehilangan BB BB3%-9% 9%
<3%
Baik Normal, lelah, Apatis, letargi,
Kesadaran
gelisah, irritable tidak sadar
Normal Normal- meningkat Takikardi,
Denyut
bradikardi pada
Jantung
kasus berat
Normal Normal – melemah Lemah, kecil,
Kualitas nadi
tidak teraba
Normal Normal- cepat Dalam
Pernapasan
Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Mata
Normal Berkurang Tidak ada
Air mata
Basah Kering Sangat kering
Mulut dan
lidah
Segera kembali Kembali <2 detik Kembali >2 detik
Cubitan kulit
Normal Memanjang Memanjang,
Capillary refil
minimal
Hangat Dingin Dingin, mottled,
Ekstremitas
sianotik
Normal Berkurang Minimal
Kencing
Dikutip dari kepustakaan 5.

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umunya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain

16
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kutur urin dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut5:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine: urine lengkap, kultur, dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja:
a. Pemeriksaan Makroskopik: pemeriksaan makroskopik tinja perlu
dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan
laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau
darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.1
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E.
histolytica, E. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptodporidium dan Strongyloides.1
b. Pemeriksaan Mikroskopis: pemeriksaan mikroskopis untuk mencari
adanya lekosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare,
letak anatomis serta adanya proses peradangan muksa. Lekosit dalam
tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang
mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi
sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. Jejuni, EIEC, C.difficle, Y.
enterolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau
P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan adalah pada umumnya
adalah leukosit PMN, kecuali pada S. thypii leukosit menonuklear.

17
Tidak semua penderita colitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya leukosit pada
tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak
memproduksi leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah risiko tinggi, kultur
tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada
pasien immunocompromised. Biopsi duodenum adalah metode yang
spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan
protozoa yang membentuk spora E. histolytica dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk.5
J. TATALAKSANA
Departemen Kesehatan telah melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan
Dokter Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat dirumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu. 5,10
1. Rehidrasi
Oralit baru dapat mengurangi rasa mual dan muntah, berikan
segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia
Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium.
Sedangkan diare yang paling banyak terjadi akhir-akhir ini dengan
tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus.
Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit
seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.

18
Osmolaritas larutan lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga
kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.5
Oralit baru ini adalah oralit yang osmolaritas yang rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan,
namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit
baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu,
oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan INUCEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.5Ketentuan pemberian oralit
formula baru :
1) Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
2) Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang,
untuk persediaan 24 jam
3) Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Untuk anak < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
- Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
4) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa larutan harus dibuang.
a. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah
tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti : air tajin, larutan gula garam,
kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan
dirumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah
10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun
adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah
300-400 ml setiap BAB.5
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan
dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar
dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang

19
sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian
mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain
cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus
diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang
6 kali sehari) serta rendah serat. Makanan yang merangsang (pedas,
asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat
menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan cara pengobatan ini
diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan anak
bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang,
obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan – sedang.5
b. Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di
sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan
oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila
berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat,
perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan
umur penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun
adalah 600 ml, >5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml.
rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang
sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita
dan memantau tanda-tanda dehidrasi.5
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi
lagi. Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi
bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan
minum air putih atau air tawar. Bila udema kelopak mata sudah hilang
dapat diberikan lagi.5
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat
diberikan secara per-oral. Oralit dapat diberikan melalui nasogastrik
dengan volume sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam
keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk.
Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan

20
dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan
dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila
memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita
tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah
pemberian cairan parenteral.7
c. Pengobatan diare dehidrasi berat
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau
Rumah Sakit. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit
harus diberi oralit sampai cairan infuse terpasang. Disamping itu, semua
anak harus diberi oralit selama pemberian cairan intravena (± 5
ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3-4
jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian
tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian
intravena. Untuk rehidrasi parenteral di gunakan cairan Ringer Laktat
dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam
pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas
1 tahun ½jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam bberikutnya 70
cc/kgBB.5
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik,
tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada
anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang
sesuai yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi.5
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di
awal masa diare selama 10 hari kedepan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa
pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan
durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.5

21
Zinc merupakan mikronutrient yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat
kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan
dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial
pertahanan tubuh terhadap infeksi.5
Dasar penggunaan pemakaian zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur
dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen
dari usus. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume
buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi
pada anak.5
Dosis pemberian Zinc pada anak-anak:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10-14 hari walaupun diare sudah
berhenti.
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah
larut berikan pada anak diare.1
3. Asi dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anakagar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi
harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan

22
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan
lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.1
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan
ditingkatkan setelah sembuh.Tujuannya adalah memberikan makanan
kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima. Meneruskan pemberian
makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan
penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada
anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola
makan sebelum sakit. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak
diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang
minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau.
Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum
paling tidak setiap 3 jam.1
4. Antibiotik selektif 5
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan
diare seperti: antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari
satu mekanisme kerja, banyak di antaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur
kurang dari 2 – 3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat-obat
tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.5
• Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua
diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus
yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan
antibiotika.5

23
Antibiotik diberikan jika ada indikasi misalnya diare
berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional
justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile
yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.
Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan
mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah
biaya pengobatan yang tidak perlu. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme sebagai berikut: inaktivasi obat melalui
degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang
menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membran
terhadap antibiotik.

Tabel 2. Antibiotik pada diare


Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Ciprofloxacin Azitromisin
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari oral dosis tunggal
Doxycycline
6 mg/kgBB
oral dosis tunggal
Shigella Azitromisin Pivmecillinam
dysentery 12 mg/kgBB oral pada hari 1 20 mg/kgBB
(max. 500 mg/dosis) 4x sehari selama 5 hari
kemudian 6 mg/kgBB 1 kali Ceftriaxone
perhari selama 4 hari kedepan 50-100 mg/kgBB
(max. 250mg/dosis) 1x sehari IM selama 2-5 hari

Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari kasus berat )

24
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

5. Nasihat kepada orang tua


Nasihat yang diberikan yaitu bagaimana cara memberikan cairan
dan obat di rumah dan kapa harus membawa kembali bali ke petugas
kesehatan apabila diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus,
makan/minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah dan diare tidak
membaik dalam 3 hari.1
K. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:11
1) Dehidrasi.
2) Renjatan hipovolemik.
3) Hipokalemi dan hiponatremia
4) Hipoglikemi.
5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
Kejang, terutama pada Diare hipertonik
L. PENCEGAHAN
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6
bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus
diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses
menyapih).1
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan

25
susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.1
b. Makanan Pendamping ASI
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut
melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar.1
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-
benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.1
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan
di rumah.1
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).1
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di
jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

26
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.1

f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak
berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang
secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti
di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.1
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk
mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit
campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak
segera setelah bayi berumur 9 bulan.1

M. PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan
pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi

27
EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik
7,12
hemolitik.

Lampiran 1.Penilaian derajat dehidrasi dan rencana pengobatan.6.

Kolom A Kolom B Kolom C Kolom D


1. Anamnesis
Frekuensi <4X sehari 4-10X sehari >10X sehari >3 minggu
(diare kronik)
Muntah Tidak Kadang-kadang Sering kali
ada/sedikit
Haus Tidak ada Haus Sangat haus/
tidak bisa
minum
Kencing Normal Sedikit, pekat Tidak kencing
selama 6 jam
2. Inspeksi
Keadaan Baik Jelek, Tidak sadar atau
umum mengantuk, gelisah
gelisah
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Nafas Normal Lebih cepat Sangat cepat
dan dalam
3. Palpasi kulit
Turgor Cepat kembali Kembali pelan Sangat pelan
Nadi Normal Normal/cepat Sangat cepat,
lemah sampai
tak teraba
Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
4. Suhu badan Panas tinggi
>38,5oC
5. Berat badan Kehilangan Kehilangan 2,5- Kehilangan
2,5% 10% >10%
6. Kesimpulan Dehidrasi (-) 2 tanda/lebih 2 tanda/lebih Tinja:
Dehidrasi Dehidrasi berat darah/lendir +
ringan/sedang panas
Antibotika
Rencana A Rencana B Rencana C

28
Sesuai dengan rekomendasi WHO, penatalaksanaan pemberian cairan pada
pada penderita diare yaitu4,6.

29
30
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian KesehatanRI. 2011. Situasi Diare di indonesia. Jakarta:
Kementrian KesehatanRI.
2. UNICEF. 2013. Committing to Child Survival: A Promise Renewed.
Progress Report 2013. http://www.unicef.org/publications/files/APR.
(Diakses tanggal 06 Oktober 2019).
3. The United Nations Children’s Fund (UNICEF)/World Health Organization
(WHO). 2009. Diarrhoea: Why children are still dying and what can be
done.http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/978924159
8415/en/. (Diakses 06 Oktober 2019).
4. Depkes R.I. 2017. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare .Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
5. Subagyo B, Budi N. S, Diare akut. Buku Ajar Gasroenterologi-Hepatologi.
Jilid 1. Cetakan ketiga. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 2012. P 87-
120.
6. Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
7. Suraatmaja, Sudaryat. 2010. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto.
8. Zein U, Huda K. S, Ginting J. Diare akut disebabkan bakteri. Fakultas
Kedokteran. Bagian Penyakit Tropik dan Infeksi. Universitas Sumatera
Utara. Medan. 2004. P 1-15.
9. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare
Pada Balita. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkunga.
10. Herniyanti, Hasanah O, Rahmalia S. Karakteristik diare pada anak di RSUD
TG. Balai Karimun. 2012.
11. Herry G, Melinda H. D. N. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak. Edisi ke-3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rs. Dr. Hasan Sadikin. Bandung. 2014. P288-298.

32
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Profil Kesehatan
Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
13. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2017. Profil Kesehatan
Sulawesi Tenggara 2016. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kendari.
14. Wawan W. 2010. Probiotik Sebagai Terapi Diare Akut Pada Bayi dan
Anak.Denpasar: FK Udayana, SMF Ilmu Kesehatan Anak RS Umum Pusat
Sanglah. Halaman 1-20

33

Anda mungkin juga menyukai