Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipoglikemia, juga disebut gula darah rendah, terjadi ketika glukosa darah
turun di bawah tingkat normal. Glukosa merupakan sumber energi yang
penting bagi tubuh, berasal dari makanan. Karbohidrat adalah sumber diet
utama pada glukosa. Beras, kentang, roti, tortilla, sereal, susu, buah, dan
permen adalah makanan yang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi1,2.
Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah dan dibawa ke
sel-sel tubuh. Insulin merupakan hormon yang diproduksi di pankreas
berfungsi membantu sel-sel menggunakan glukosa untuk energi. Jika
seseorang mendapatkan lebih banyak glukosa dari pada kebutuhan tubuh
pada saat itu, maka tubuh akan menyimpan kelebihan glukosa di dalam hati
dan otot dalam bentuk glikogen. Glukosa yang berlebihan juga dapat diubah
menjadi lemak dan disimpan dalam sel lemak.Saat glukosa darah mulai
turun, hormon glukagon yang diproduksi oleh pankreas akan memecah
glikogen dan glukosa masuk ke dalam aliran darah. Sehingga kadar glukosa
akan kembali normal1,2.
Hipoglikemia dapat terjadi tiba-tiba. Hal ini biasanya ringan dan dapat
diobati dengan cepat dan mudah dengan makan atau minum dalam jumlah
kecil makanan yang kaya glukosa. Jika tidak diobati, hipoglikemia bisa
memburuk dan menyebabkan kebingungan, kecanggungan, atau pingsan.
Hipoglikemia berat dapat menyebabkan kejang, koma, dan bahkan
kematian1,2.

Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua dari 10 tahun,
hipoglikemia jarang ditemukan kecuali sebagai efek samping dari
pengobatan diabetes. Hipoglikemia dapat disebabkan dari penggunaan obat
lain atau penyakit, kekurangan hormon atau enzim dan tumor 1,2. Referat ini
akan menjelaskan hal-hal mengenai hipoglikemia, dari defenisi hingga tata
laksana.
1.2 Tujuan
Referat ini disusun dengan tujuan memenuhi salah satu tugas pada
kepaniteraan klinik ilmu penyakit dalam RSUD Jendral Ahmad Yani Metro
dan menambah pengetahuan penulis dan orang lain yang membaca
mengenai hipoglikemia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipoglikemia (gula darah rendah) adalah istilah yang digunakan ketika
seseorang memiliki kadar glukosa yang rendah di dalam darah.Seseorang
dikatakan hipoglikemia jika gula darah mencapai kurang dari 70 mg / dL
(3.9 mmol/L)1,3.
2.2 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian
hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat
bermanfaat untuk mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh
berbagai regimen terapi terhadap timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik

yang menyebabkan pasien beresiko dapat dibandingkan.Hipoglikemia


merupakan elemen penting yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
diabetes melitus tipe II. Hipoglikemia merupakan elemen penting yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2. Pada UK
Prospective Diabetes Study (UKPDS) ditemukan proporsi pasien dengan
episode hipoglikemik berkisar antara 1,2% akibat keseimbangan diet, Pada
penggunaan sulfonilurea mencapai 11-17%, dan pada penggunaan insulin
mencapai 36,5%4.
Di sisi lain, di Inggris dalam Hipoglikemia Study Group, 7% dari peristiwa
hipoglikemik berat dilaporkandengan populasi yang jauh lebih tinggi dari
studi yang dilaporkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, persentase
hipoglikemia terkonfirmasi oleh laboratorium adalah 20,4%, yang sangat
mirip dengan dari studi UKPDS. Pada kasus hipoglikemia berat sebanyak
11,6% responden setidaknya mengalami salah satu insiden yang parah.
Tingginya jumlah peristiwa hipoglikemik dapat dikaitkan dengan persentase
yang relatif lebih tinggi dari pasien terkontrol dan cukup terkendali. Dalam
penelitian ini, jumlah pasien yang dapat dikendalikan adalah 41%4.
2.3 Etiologi
Hipoglikemia dapat terjadi sebagai efek samping dari beberapa obat
diabetes, termasuk insulin dan obat oral yang meningkatkan produksi
insulin, seperti klorpropamid, glimepiride , glipizide, glyburide , nateglinida
, repaglinid, sitagliptin, tolazamid, dan tolbutamide. Oleh sebab itu dijumpai
saat-saat dan keadaan tertentu dimana pasien diabetes memungkinkan
mengalami kejadian hipoglikemia. Sampai saat ini pemberian insulin masih
belum sepenuhnya dapat menirukan pola sekresi insulin yang fisiologis.
Makan akan meningkatkan glukosa darah dalam beberapa menit dan
mencapai puncak sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling
cepat, bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan
peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak
konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikan. Oleh sebab itu pasien rentan
terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan

yang berikutnya. Oleh sebab itu waktu dimana resiko hipoglikemia paling
tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan malam hari2,5.
Hampir setiap pasien yang mendapat terapi insulin dan sebagian besar
pasien yang mendapat sulfonylurea, pernah mengalami keadaan dimana
kadar insulin disirkulasi tetap tinggi sementara kadar glukosa darah sudah
dibawah normal. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien
perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulindengan waktu
dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap
kadar

glukosa

darah,

tanda-tanda

dini

hipoglikemia

dan

cara

penanggulangannya. Resiko hipoglikemia terkait dengan penggunaan


sulfonylurea dan insulin2,5.
Pada pasien diabetes tipe 2 kejadian hipoglikemia berat jauh lebih sedikit.
Darithe United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), pada kadar
HbA1c yang setara dengan DCCT dalam 10 tahun pertama kejadian
hipoglikemia berat dengan terapi klorpropamid timbul pada 0,4%,
glibenklamid 0,6% dan insulin 2,3%. Kejadian hipoglikemia berat juga
meningkat dengan penggunaan insulin yang makin lama2,5.
Hal ini diketahui bahwa pasien dengan diabetes tipe 2 yang telah mengambil
insulin selama lebih dari 10 tahun meningkat risiko untuk mengalami
hipoglikemia Jelas, perhatian terbesar untuk pengembangan hipoglikemia
yang diinduksi obat menjadi ketika pasien memiliki pra-exsiting diabetes
dan kemudian ditempatkan pada obat yang memiliki potensi untuk
menyebabkan hipoglikemia2,5.
Dalam tabel 1 juga di jelaskan beberapa karakteristik pasien yang dapat
menyebabkan peningkatan risiko hipoglikemia. Parameter farmakokinetik
dan farmakodinamik obat dapat berpengaruh pada tingkat resiko yang
berhubungan dengan karakteristik pasien.
Tabel 1. Faktor resiko hipoglikemia5
Faktor resiko
Peningkatan usia
Insufiensi ginjal
Insufiensi hati

Mekanisme
Gejala penurunan kesadaran
Penurunan insulin clearance
Penurunan glukoneogenesis

Penurunan pemasukan nutrisi


Pemasukan alkohol yang berlebihan
Polifarmasi

Insufiensi pemasukan glukosa


Penurunan glukoneogensis
Peningkatan risiko hasil interaksi obat
menjadi hipoglikemia

Perlu dicatat bahwa faktor risiko tersebut mirip dengan faktor risiko terkait
pada pasien dengan DM. Secara khusus diketahui bahwa usia lanjut, asupan
alkohol, dan polifarmasi merupakan faktor-faktor resiko untuk hipoglikemia
pada pasien dengan diabetes tipe 1. Selain faktor-faktor risiko yang dibahas
di atas, faktor risiko yang menempatkan pasien dengan diabetes tipe 1 pada
risiko hipoglikemia adalah: asupan kafein; variasi dalam tidur; dan aktivitas
fisik, dalam latihan tertentu, dalam kaitannya dengan makanan dan obatobatan. Namun, tidak diketahui bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi
risiko hipoglikemia pada pasien dengan diabetes tipe 25.
2.4 Klasifikasi
Hipoglikemia spontan pada orang dewasa dibedakan atas dua tipe, yaitu
hipoglikemia sesudah makan (reaktif) dan hipoglikemia puasa6.
a. Hipoglikemia Puasa
Hipoglikemia puasa biasanya timbul menyertai penyakit endokrin tertentu
dan bersifat subakut atau kronik disertai neuroglikopenia sebagai gejala
utamanya. Penyebab utama terjadinya hipoglikemia puasa adalah:6
Kurangnya produksi glukosa
Penyebab tidak memadainya produksi glukosa selama puasa dapat
dikelompokkan menjadi 5 kategori :
(1) Defisiensi hormon
a. Hipohipofisisme
b. Insufiensi adrenal
c. Defiseiensi ketokolamin
d. Defisiensi glukagon
(2) Defek enzim
a. Glukosa 6-fosfatase.
b. Fosforilasi hati
c. Piruvat karboksilase.
d. Fosfoenolpiruvat karboksikinase
e. Fruktose-1,6-difosfatase
f. Glikogen sintetase
(3) Defisiensi substrat

a. Hipoglikemia ketotik pada bayi


b. Malnutrisi berat, penyusutan otot
c. Kehamilan lanjut
(4) Penyakit hati didapat
a. Kongesti hati
b. Hepatitis berat
c. Sirosis
d. Uremia
e. Hipotermia
(5) Obat
a. Alkohol
b. Propanolol
c. Salisilat

Penggunaan glukosa berlebihan


Penggunaan glukosa berlebihan terjadi pada dua keadaan yaitu ketika
ada hiperinsulinisme dan ketika konsentrasi insulin plasma rendah.
Hipoglikemia jenis ini terjadi oleh karena:6
-

Obat-obatan: terutama insulin, sulfonilurea, etano, golongan quinine,


pentamidine,

sulfonamide.kuinin

pada

malaria

falciparum,

disopiramid, pentamidin
Penyakit kronik :gagal ginjal, gagal jantung, sepsis.
Defisiensi Hormon :kortisol, growth hormone, glukagon dan

epinefrin.
Tumor non Sel Beta
Hiperinsulinisme endogen
Hiperinsulinissme
Insulinoma
Insulin eksogen
Penyakit imun dengan insulin atau antibodi reseptor insulin
Tumor ekstrapankreas
Defisiensi karnitin sistemik
Defisiensi enzim oksidasi lemak
Defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase
Kaheksia dengan penipisan lemak

b. Hipoglikemia reaktif
Hipoglikemia reaktif relatif akut dan ditandai dengan sekresi autonomik
neurogenik, seperti banyak keringat dingin, palpitasi, cemas, dan
gemetaran serta jarang menimbulkan kadar glukosa sangat menurun untuk
memicu terjadainya gejala neuroglikopenik berat7. Hipoglikemia reaktif
dapat dibagi menjadi awal (2-3 jam sesudah makan) dan lambat (35 jam

pasca-sarapan). Hipoglikemia

awal

(alimentary)

timbul

jika

ada

pengeluaran karbohidrat yang cepat dari lambung kedalam usus halus,


diikuti dengan peninggian absorpsi glukosa danhiperinsulinemia. Hal ini
terlihat pada pasien pasca-gastrektomi (sindroma dumping). Ada pula yang
bersifat fungsional sebagai tanda adanya overaktivitas saraf parasimpatik
yang dimediasi saraf vagus. Pada beberapa keadaan yang jarang dijumpai
adanya defek pada hormon kontra-regulasi, seperti pada defisiensi growth
hormone, glukagon, kortisol, atau respon autonomik8.
Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut, subakut dan kronik.
Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma sehingga
mencapai kadar rendah. Hipoglikemia akut dapat terjadi pada penderita
diabetes ataupun tidak. Pada penderita diabetes hipoglikemia disebabkan
penyerapan insulin eksogen berlebihan. Sedangkan pada non diabetes
hipoglikemia disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejalanya adalah
perasaan cemas, gemetar, palpitasi, takikardi, berkeringat, dan perasaan
lapar7. Keadaan klinisnya juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
berat ringannya penyakit yang tersaji pada tabel 2.
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan tanda yang dikenal dengan Trias
Whipple, yaitu :
1)
2)
3)

Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah


Kadar glukosa darah yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dl)
Kepulihan gejala stelah kelainan dikoreksi
Tabel 2. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut8
Ringan
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata.
Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf simpatis:
perpirasi, tremor, takikardia, palpitasi, gelisah
Penurunan glukosa merangsang saraf parasimpatis: lapar, mual,
tekanan darah menurun
Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan
aktivitas sehari-hari yang nyata.
Timbul gangguan pada SSP : headache, vertigo, penurunan daya
ingat, perubahan emosi, pelaku irasional, penurunan fungsi
rasa, double vision

Berat

Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri


karena adanya gangguan kognitif
Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan terapi
parenteral
Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler atau
intravena)
Disertai kejang atau koma

Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma secara


relatif lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia
ataupun gangguan metabolik fungsi hati. Gejalanya yaitu perasaan kacau
progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan mengantuk. Dapat timbul
kejang dan koma bila pasien tidak makan7.
Menurut American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia,
kejadian hipoglikemia dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori yang dapat
dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Hipoglikemia menurut American Diabetes Association


Workgroup on Hypoglycemia9
Severe hypoglycemia
Kejadian hipoglikemia yang membutuhkan bantuan
dari orang lain
Documented
Kadar gula darah plasma 70 mg/dl disertai gejala
symptomatic
klinis hipoglikemia
hypoglycemia
Asymptomatic
Kadar gula darah plasma 70 mg/dl tanpa disertai
hypoglycemia
gejala klinis hipoglikemia
Probable
symptomatic Gejala klinis hipoglikemia tanpa disertai pengukuran
hypoglycemia
kadar gula darah plasma
Relative hypoglycemia
Gejala klinis hipoglikemia dengan pengukuran kadar
gula darah plasma 70 mg/dl dan terjadi penurunan
kadar gula darah

2.5 Patofisiologi
Respon Fisiologis terhadap Hipoglikemia

Glukosa merupakan bahan metabolisme obligat untuk otak pada keadaan


fisiologi. Otak tidak dapat mensintesis glukosa ataupun menyimpan
glukosa lebih dari beberapa menit, sehingga otak membutuhkan glukosa
yang terus menerus dan berlanjut dari sirkulasi arteri. Jika glukosa plasma
arteri turun di bawah batas fisiologis, transport glukosa darah ke otak
mengalami gangguan sehingga tidak dapat memenuhi metabolisme energi
dan fungsinya. Sehingga dengan adanya mekanisme kontra regulator dapat
menjaga dan memperbaiki keadaan hipoglikemia secara tepat10.
Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes melitus
tipe 1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki penurunan
sekresi insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah
rendah) karena insulin yag beredar dalam tubuh merupakan insulin
penggantui yang berasal dari luar (eksogen).Pertahanan fisiologis yang
kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon. Sekresi
glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu
glikogenolisis10.
Pertahanan fisiologis

yang

ketiga

terhadap

hipoglikemia

adalah

peningkatan sekresi epinefrin adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila


sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah.
Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan
cara stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi
penyerapan glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin,
perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam amino dari otot, dan
gliserol dari jaringan lemak) 10.
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula
darah dalam pulau Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin
(aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan secara langsung oleh sistem saraf
pusat.Glukoneogenesis dibutuhkan untuk menjaga kebutuhan glukosa
melalui prekusor dari otot dan jaringan lemak ke hati dan ginjal. Otot
menghasilkan laktat, piruvate, alanin, glutamin, dan asam amino lainnya.
Trigliserida pada jaringan lemak akan dipecah menjadi asam lemak dan

10

gliserol. Ini merupakan prekusor glukogenik. Asam lemak merupakan


energi oksida alternatif untuk jaringan selain dari otak10.
Keseimbangan glukosa sistemik keadaan dimana konsentrasi glukosa
plasma dalam keadaan normal dipengaruhi oleh hubungan dari hormon,
sinyal neuron, dan efek substrat endogen yang akan meregulasi produksi
glukosa dan penggunaan glukosa oleh jaringan selain dari otak. Dalam
regulasi yang paling berperan adalah insulin. Jika level plasma menurun di
bawah fisiologis pada keadaan puasa maka sekresi insulin pankreas
mengalami penurunan, kemudian terjadi peningkatan glikogenolisis dan
glokoneogenesis di hati. Penurunan level insulin juga menurunkan
penggunaan glukosa pada jaringan peripheral, menginduksi lipolisis dan
proteolisis, dengan demikian terjadi pelepasan prekusor glukoneogenik.
Penurunan sekresi insulin merupakan pertahanan pertama dalam merespon
keadaan hipoglikemia11.
Mekanisme kontraregulator dimana glukagon dan epinefrin merupakan
dua hormon yang disekresikan pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon
hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis
dan

kemudian

glukoneogenesis,

epinefrin

selain

meningkatkan

glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati, juga menyebabkan lipolisis di


jaringan jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot.
Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino merupakan bahan baku
(prekusor) glukoneogenesis hati11.
Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada
keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan
hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukkan
kemampuan otoregulasi12.
Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang
berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer
(lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth
hormone dan kortisol pada individu kemungkinan menimbulkan
hipoglikemia yang umumnya bersifat ringan11.
Peran sel beta pankreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat
sekresi insulin dan turunnya kadar insulin di dalam sel beta berperan

11

dalam sekresi glukagon oleh sel alfa. Respon fisiologis utama terhadap
hipoglikemia

terjadi

sesudah

neuron

di

VMH

(ventromedial

hypothalamus) yang sensitif terhadap glukosa teraktivasi dan kemudian


mengaktifkan sistem saraf otonomik dan melepaskan hormon-hormon
kontraregulator11.
Tabel 4. Respon fisiologis terhadap penurunan kadar gula darah plasma 12
Respon

Batas Kadar Gula


Darah (mg/dl)

Efek fisiologis

Penurunan sekresi
insulin

80 85

Mempercepat peningkatan
glukosa
(Menghambat
penurunan glukosa)

Peningkatan sekresi
glukagon
Peningkatan sekresi
epinephrine

65 70

Mempercepat peningkatan
glukosa
Mempercepat peningkatan
glukosa,
Menghambat
penurunan glukosa

Peningkatan sekresi
cortisol dan growth
hormon

65 70

Simptom hipoglikemia

50 55

65 70

Mempercepat peningkatan
glukosa,
Menghambat
penurunan glukosa

Sebagai tanda bagi pasien


untuk
mengkonsumsi
glukosa
Keterangan: Peningkatan glukosa adalah produksi glukosa yang dilakukan oleh
hati dan ginjal (glukoneogenesis). Penurunan glukosa adalah penggunaan glukosa
oleh jaringan yang sensitif terhadap insulin.12

Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia,


kadar glukosa plasma yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal
yang lebih hebat yang menyebabkan gejala neurogenik sehingga penderita
hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar
penderita

segera

mengkonsumsi

karbohidrat.

Seluruh

mekanisme

pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada
advanced diabetes mellitus tipe 212.
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari 2 fase, yaitu:12
a.

Fase I
Gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga
hormone epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan
peringatan karena pada fase ini pasien masih sadar12.

12

b.

Fase II
Gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh
memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan
melepaskan epinefrin dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga
menyebabkan

gejala

yang

menyerupai

serangan

kecemasan

(berkeringat, gelisah, gemetar, pingsan, jantung berdebar-debar, rasa


lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya
glukosa ke otak dan menyebabkan ousing, bingung, lelah, lemah,
perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan
penglihatan, kejang, hingga koma. Hipoglikemia yang berlangsung
lama bias menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang
menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bias terjadi
secara perlahan maupun secara tiba-tiba12.
2.6 Diagnosis
A. Keluhan
Tanda dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi pada setiap individu
dari yang ringan sampai berat, sebagai berikut: rasa gemetar, perasaan
lapar, pusing, keringat dingin, jantung berdebar, gelisah, terjadi
penurunan kesadaran bahkan sampai koma dengan atau tanpa kejang.
Koma hipoglikemi dapat mengakibatkan kerusakan sel otak permanen
sampai meninggal13.
Pada pasien atau keluarga perlu ditanyakan adanya riwayat diabetes
melitus, penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral, dosis
terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis, gangguan ginjal,
gangguan hepar dan penyakit endokrin lainnnya serta waktu makan
terakhir, jumlah asupan makanan, aktivitas fisik yang dilakukan. Selain
itu, juga harus diperhatikan adanya penurunan berat badan, rasa lesu,
somnolen, mual, muntah dan sakit kepala serta gejala gejala lain yang
mengarah ke infeksi13.
B. Gejala dan Tanda Hipoglikemia

13

Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi


sistem saraf otonom (neurogenik) dan neuroglikopenia yang dapat
dilihat pada tabel 5. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang
mengalami hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat
berkurang sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia tidak
menyadari

kalau

kadar

gula

darahnya

rendah

(hypoglycemia

unawareness). Kejadian ini dapat memperberat akibat dari hipoglikemia


karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi glukosa untuk
meningkatkan kadar gula darahnya14.
Tabel 5. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia 15
Kadar Gula
Gejala Neurogenik
Gejala Neuroglikopenik
Darah
79,2 mg/dL
Gemetar, goyah, gelisah Irritabilitas, kebingungan
70,2 mg/dL
Gugup, berdebar-debar
Sulit berpikir, sulit berbicara
59,4 mg/dL
Berkeringat
Ataksia, paresthesia
50,4 mg/dL
Mulut
kering,
rasa Sakit kepala, stupor,
kelaparan
39,6 mg/dL
Pucat, midriasis
Kejang, koma, kematian

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada hipoglikemia bersifat nonspesifik dan umumnya
dihubungkan dengan gangguan fisiologis sistem saraf pusat dan
otonom. Pada pemeriksaan tanda vital dapat ditemukan hipotermia,
takipnea, takikardi dan tekanan darah menurun. Kesadaran dapat
menurun dan dapat juga ditemukan defisit neurologik fokal (refleks
patologis positif pada satu sisi tubuh) sesaat13.
Pada pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung dan tenggorokan dapat
ditemukan pandangan mata kabur, pupil normal hingga terfiksasi atau
dilatasi, ikterus (biasanya diakibatkan sumbatan empedu karena
gangguan hepar) dan nyeri parotis akibat gangguan endokrin13.
Kondisi neurologis dapat ditemukan koma, kebingungan, lesu,
hilangnya koordinasi, agitasi, sindroma stroke, tremor, kejang dan
diplopia. Gangguan pernapasan dapat ditemukan adanya dispnea,
takipnea dan edema pulmo akut. Gangguan gastrointestinal berupa
mual, muntah, dispepsia, dan kram abdomen. Kulit pasien biasanya

14

diaforesis (keringat dingin), hangat dan penurunan turgor kulit yang


menunjukkan tanda dehidrasi13.
D. Pemeriksaan Penunjang

Gula darah puasa


Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi

glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2

jam
HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar
gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil
tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin
terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka
akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko

terjadinya komplikasi.
Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah

terganggu
Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

2.6 Tata Laksana


Tata laksana hipoglikemia meliputi pemberian glukosa oral, glukosa
intravena, dan memantau kadar gula darah. Penanganan hipoglikemia
tergantung pada derajat keparahan hipoglikemia itu sendiri. Hipoglikemia
ringan hingga sedang lebih mudah ditangani yaitu dengan intake oral
karbohidrat aksi cepat seperti minuman glukosa, tablet, atau makanan ringan.
Hipoglikemia derajat berat memerlukan tindakan segera dan khusus16.

Dekstrosa
Pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi glukosa oral seperti pada
pasien penurunan kesadaran, kejang, atau perubahan status mental dapat
diberikan cairan dekstrosa secara intravena baik perifer maupun sentral.
Konsentrasi dekstrosa 50% pada air dapat diberikan pada pasien dewasa,
sementara dekstrosa dengan konsentrasi 25% biasa digunakan sebgai

15

terapi pada pasien anak. Perlu diperhatikan pada cairan dekstrosa 50% dan
25% dapat menyebabkan nekrosis jaringan jika diberikan pada jalur
intravena yang tidak benar, oleh karena itu, cairan tersebut harus diberikan
pada jalur IV yang paten16.

Glukagon
Glukagon merupakan lini pertama terapi hipoglikemi pada pasien
hipoglikemi dengan terapi insulin karena glukagon merupakan hormon
utama pengatur insulin. Tidak seperti dekstrosa, glukagon diberikan
melalui subkutan atau intra muskular. Hal ini menjadi penting karena
glukagon dapat dijadikan pilihan terapi selagi menunggu paramedic datang
untuk memberikan dekstrosa16.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glukagon efektif dalam
menyediakan kembali glukosa darah dan dapat mengembalikan kesadaran,
serta sifatnya aman dalam penanganan hipoglikemia berat baik diberikan
secara intravena, subkutan, ataupun intra muskular. Glukagon yang
diberikan secara parenteral biasa diberikan pada pasien DM tipe 1 dengan
riwayat hipoglikemia berat. Glukagon yang diberikan secara intravena
biasa diberikan pada pasien hipoglikemia berat dengan DM tipe 216.
Mengingat bahwa glukagon menstimulasi sekresi insulin berkaitan dengan
glikogenolisis maka sangat perlu diperhatikan pemberian glukagon pada
pasien DM tipe 2 dengan terapi insulin atau dengan komplikasi tertentu.
Glukagon sangat tidak disarankan diberikan secara infus intravena atau
dengan pasien yang menggunakan sulfonilurea; pada pasein tersebut lebih
baik diberikan glukosa secara bolus kemudian diikuti dengan infus hingga
efek dari sulfonilurea telah habis16.
Mual dan muntah sering dilaporkan sebagai efek samping terhadap
penggunaan glukagon dengan dosis >1mg, namun menurut penelitian yang
pernah dilaporkan sangat jarang membahas tentang kejadian mual dan
muntah tersebut, selain itu mual dan muntah tetap akan dapat terjadi
walaupun tanpa penggunaan glukagon. Ada juga laporan mengenai reaksi
alergi setelah pemberian glukagon, namun hal ini biasanya terjadi apabila

16

glukagon diberikan sebagai terapi selain untuk hipoglikemia16.


Penatalaksanaan pasien hipoglikemia di rumah sakit dilakukan dengan
mempertimbangkan terlebih dahulu tingkat kesadaran pasien. Skema tata
laksana pasien hipoglikemia di rumah sakit dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Hipoglikemia menurut Lovelace


Medical Center Diabetes Episodes of Care 17

Stadium permulaan (sadar)


1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen
gula murni (bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula
diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4. Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak
sadar)
5. Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga


hipoglikemia)
1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (50 ml) bolus

17

intravena
2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDS), kalau memungkinkan dengan
glukometer:
- Bila GDS<50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
- Bila GDS<100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
4. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40%
- Bila GDS<50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
- Bila GDS<100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
- Bila GDS 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40%
- Bila GDS>200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dextrose 10%
5. Bila GDS>100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS
setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDS>200 mg/dl,
pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
6. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS
setiap 4 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDS > 200 mg/dl,
pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
7. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale
setiap 6 jam:

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis


insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg
9.

IV/IM (bila penyebabnya insulin)


Bila pasien belum sadar, GDS sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100
mg per 4 jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus
dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8
jam. Cari penyebab lain kesadaran menurun18.

2.7 Prognosis
Prognosis hipoglikemia tergantung pada penyebab kondisi ini, tingkat
keparahan, dan durasi. Jika penyebab hipoglikemia puasa diidentifikasi dan

18

diobati sejak dini, prognosis sangat baik. Jika penyebab hipoglikemia tidak
dapat disembuhkan, seperti tumor ganas yang tidak dapat dioperasi, prognosis
jangka panjangnya jelek. Namun, perhatikan bahwa tumor ini dapat
berkembang agak lambat. Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat
mengancam kehidupan dan mungkin terkait dengan peningkatan mortalitas
pada pasien dengan diabetes.
Jika pasien memiliki hipoglikemia reaktif, gejala sering meningkat secara
spontan dari waktu ke waktu, dan prognosis jangka panjang sangat baik.
Hipoglikemia reaktif sering berhasil diatasi dengan perubahan pola makan
dan diikuti dengan angka morbiditas yang minimal. Angka mortalitas tidak
diamati. Hipoglikemia reaktif yang tidak diobati dapat menyebabkan
ketidaknyamanan yang signifikan untuk pasien, namun sekuele jangka
panjang tidak mungkin ada.
Studi menunjukkan bahwa hipoglikemia terkait-obat tidak berhubungan
dengan risiko kematian yang meningkat pada pasien yang dirawat di bangsal
umum. Hal ini menunjukkan bahwa hipoglikemia mungkin menjadi penanda
beban penyakit dan bukan penyebab langsung kematian19.

BAB III
KESIMPULAN

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat


penurunan kadar glukosa darah dibawah rentang batas normal.
Bila kadar glukosa darah turun sampai dibawah 40 mg/dl, akan
memberikan gejala-gejala neurologik yang berat dan irreversibel.
Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian

19

obat-obat

golongan

Hipoglikemia

dapat

sulfonilurea

dan

memprovokasi

pemakaian
terjadinya

insulin.

gangguan

hemodinamik sehingga dapat meningkatkan angka kejadian


stroke, infark miokard, dan aritmia ventrikel yang berakhir pada
sudden death. Hipoglikemia dapat pula menimbulkan penurunan
kesadaran dan kejang, yang pada usia lanjut akan meningkatkan
risiko jatuh dan fraktur karena adanya komorbiditas seperti
osteoporosis. Penatalaksanaan hipoglikemia pada pasien dapat
dilakukan dengan pemberian glukosa oral atau intravena. Hal
tersebut dapat ditentukan dengan mempertimbangkan derajat
hipoglikemia dan juga tingkat kesadaran pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Healthcare Communications American Diabetes Association (ADA) Diabetes


Guidelines Summary Recommendations from NDEI, 2016
2. Vivian A. Fonseca, M.D., F.R.C.P., Tulane University Health Sciences Center, New
Orleans, LA; Catherine L. Martin, M.S., A.P.R.N., B.C.-A.D.M., C.D.E., University
of Michigan Health System, et al.,

3. Philip E. Cryer, Md, Washington University School Of Medicine, Department


Of Endocrinology/Metabolism, Defining And Reporting Hypoglycemia In
Diabetesa Report From The American Diabetes Association Workgroup On
Hypoglycemia American Diabetes AssociationWorkgroup On Hypoglycemia,
Diabetes Care, Volume 28, Number 5, May 2005.
4. Elizabeth R. SeaquisT, MD,John Anderson, MD.,Belinda Childs, ARNP, MN,
BC-ADM, CDE., Philip Cryer, M., Samuel Dagogo-Jack, MD, MBBS, MSC.
Et al., Hypoglycemia and Diabetes: A Report of aWorkgroup of the American
Diabetes Association and The Endocrine Society., Diabetes Care, Volume 36,
2013.

5. Gladwell Sean. Hypoglycemia Causes and Occurrences. Editor Teodora


Smiljanic. Everlon Cid RigobeloPublishing Process, 2011.
6. Guettier JM & Gorden P. Hypoglycemia. Endocrinol Metab Clin North Am.
2006;35:75366.

20

7. Cryer P. 2008. Glucose homeostasis and hypoglycemia. In: Kronenberg H, Melmed


S, Polonsky K, Larsen P, eds. Williams textbook of endocrinology, 11th ed.
Philadelphia:Saunders, an imprint of Elsevier, Inc. p150333.
8. Soeatmadji DW. 2008. Hipoglikemia Iatrogenik. In: Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.p19006.
9. American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia. Defining and
reporting hypoglycemia in diabetes. Diabetes Care. 2005;28:12459.
10. Lefebvre PJ &Scheen AJ. 2003. Hypoglycemia. In: Porte D, Sherwin RS, Baron
A(eds.) Ellenberg & Rifkins Diabetes Melitus. 6th ed. New York: Mc Graw Hill.
p122 8
11. Cryer PE. Hypoglycemia, functional brain failure, and brain death. J Clin Invest.
2007;117:86870.
12. Cryer PE. The Barrier of hypoglycemia in diabetes. Diabetes. 2008;57:316975.
13. Hamdy O. 2015. Hypoglicemia. [Internet] http://emedicine.medscape.com/article/
122122-overview. Diakses tanggal 29 Mei 2016.
14. Kushner P. Minimizing the risk of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes
melitus. Diabetes, Metabolic Syndrome, and Obesity : Targets and Therapy.
2011;3:4953.
15. Briscoe VJ & Davis SN. Hypoglycemia in type 1 and type 2 diabetes: Physiology,
pathophysiology, and management. Clin Diabetes. 2006;24:11521.
16. Kedia N. Treatment of severe diabetic hypoglycemia with

glucagon: an underutilized therapeutic approach. Dove Press


Journal. 2011;4:33746.
17. Tomky
D. Detection, Prevention, and Treatment of
Hypoglycemia in The Hospital. Diabetes Spectrum.
2005;18(1):42.
18. PERKENI. 2006. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
19. Boucai L, Southern WN, Zonszein J. Hypoglycemia-associated
mortality
is
not
drug-associated
but
linked
to
comorbidities. Am J Med. 2011;124(11):102835.

Anda mungkin juga menyukai