Anda di halaman 1dari 9

KARDIOMIOPATI DIABETIK

Hubungan antara payah jantung dan diabetes mellitus telah lama diketahui orang, namun
adanya kardiomiopati diabetic sebagai suatu kelainan klinis tersendiri masih terus diperdebatkan.
Pada tahun 1881, Leyden mengemukakan bahwa payah jantung merupakan penyulit DM yang
sering ditemukan. Mayer menyatakan bahwa penyakit jantung pada diabetes mellitus dapat
terjadi akibat gangguan metabolisme. Pada tahun 1972, Rubler dan kawan kawan
mengemukakan istilah kardiomiopati diabetic, setelah melakukan studi post mortem terhadap 4
orang pasien diabetes mellitus yang meninggal akibat payah jantung tanpa adanya riwayat
alkoholisme, hipertensi, penyakit jantung coroner atau penyakit jantung katup. Diseksi anatomi
dari jantung pasien pasien tersebut menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dan fibrosis
tanpa atheroma arteri coroner. Kelainan ini kemudian dikenal dengan kardiomiopati diabetic.
Kardiomiopati diabetic merupakan entitas klinis yang masih membingungkan, walaupun
penelitian klinis dan biomolekular telah dilakukan lebih dari 3 dekade. Hal ini antara lain
dikarenakan belum ada kesepakatan dalam mendefisikan kardiomiopati diabetik.

DEFINISI
Kardiomiopati diabetic adalah kelainan kardiovaskular yang terjadi pada pasien Diabetes
Melitus, ditandai dengan dilatasi dan hipertrofi miokardium, penurunan fungsi sistolik dan
diastolic dari ventrikel kiri serta proses terjadinya tidak berhubungan dengan penyebab
penyebab umum dari penyakit jantung seperti penyakit jantung coroner, penyakit jantung katup
dan penyakit jantung hipertensif. Kardiomiopati diabetic dapat terjadi tanpa gejala selama
beberapa tahun sebelum timbul gejala gejala dan tanda tanda klinis yang nyata. Stadium awal
dari kardiomiopati diabetik ditandai dengan perubahan patologik didalam interstisium
miokardium. Hiperglikemi kronik merupakan faktor penyebab utama terjadinya kardiomiopati
diabetic, karena dapat menyebabkan kelainan ditingkat kardiomiosit yang pada akhirnya akan
menimbulkan gangguan struktur dan fungsi jantung.

EPIDEMIOLOGI
Bukti bukti epidemiologi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa komplikasi
makrovaskular (Penyakit arteri coroner, Penyakit vaskuler perifer dan stroke) lebih sering
ditemukan diantara pasien diabetes mellitus dibandingkan populasi non diabetes. Angka
kematian akibat penyakit arteri coroner 3 kali lebih sering terjadi pada pasien DM dibandingkan
populasi non DM pada umur dan jenis kelamin yang sama. Prevalensi payah jantung pada
populasi umum berkisar antara 1 sampai 4%, namun pada pasien DM sebesar 12%. Prevalensi

meningkat sebesar 22% dari semua pasien di atas usia 64 tahun. Lebih sepertiga dari semua
pasien yang masuk rumah sakit dengan payah jantung adalah pengidap Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus juga merupakan predictor kuat terhadap morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular serta merupakan factor risiko independen terhadap kematian pada pasien dengan
payah jantung.
The Framingham Heart Study melaporkan sebesar 2,4 kali peningkatan angka kejadian
payah jantung pada laki laki DM dan sebesar 5,1 kali pada wanita DM dibandingkan populasi
non DM. Studi lain dengan populasi yang lebih besar juga menunjukkan hasil yang sama. The
Cardiovascular Heart Study (CHS) yang dilakukan pada pasien pasien di atas umur 65 tahun
menunjukkan bahwa DM disertai dengan peningkatan angka kejadian payah jantung. The Strong
Heart Study (SHS) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara DM dan massa ventrikel
kiri,penebalan dinding ventrikel, peningkatan kekakuan arteri dan disfungsi diastolic,
dibandingkan dengan kelompok control. Informasi terbaru dari studi MESA (Multi Ethnic
Study of Atherosclerosis) melaporkan adanya perbedaan inter-rasial dari massa ventrikel kiri,
volume ventrikel kiri dan fungsi ventrikel kiri diantara pasien DM.
Studi UKPDS (UK Prospective Diabetes Study) mendapatkan peningkatan prevalensi
payah jantung pada pasien DM tipe 2, yang berkorelasi dengan tingginya kadar HbA1c. Setiap
kenaikan 1% dari kadar HbA1c, risiko untuk mengalami payah jantung meningkat sebesar 8%.
PATOGENESIS
Patogenesis kardiomiopati diabetic bersifat multifactorial. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan, antara lain akibat disfungsi otonom, gangguan metabolisme, abnormalitas
homeostatis ion, perubahan struktur protein dan fibrosis interstisium. Hiperglikemi yang
berkepanjangan akan meningkatkan glikosilasi protein protein interstisium seperti kolagen
yang mengakibatkan kekakuan miokardium dan gangguan kontraksi miokardium. Mekanisme
terjadinya gangguan kontraksi miokardium antara lain disebabkan karena beberapa keadaan,
antara lain : 1). Gangguan homeostatis kalsium; 2). Aktivasi system renin angiotensin; 3).
Peningkatan stress oksidatif; 4). Perubahan substrat metabolism; 5). Disfungsi mitokondria.

Gangguan Homeostasis Kalsium

Kalsium intraseluler merupakan regulator utama kontraksi jantung. Didalam


kardiomiosit, masuknya kalsium memicu aktivasi depolarisasi membrane sel. Kalsium
kemudian akan berdifusi melalui ruang sitosol untuk mencapai protein kontraksi,
berikatan dengan troponin C. Selanjutnya akan memicu terjadinya pergeseran filament
tipis dan tebalyang menyebabkan kontraksi jantung pada fase sistolik. Kalsium kemudian
kembali ke kadar diastolic melalui aktivasi Sarcoplasmic Reticulum Ca++ 2pump
(SERCA2a) sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan sarcolemmal Ca2+ ATPase.

Gangguan homeostasis kalsium yang merubah fungsi jantung pada DM terjadi akibat
penurunan :
Aktivasi enzim ATPase
Kemampuan ambilan kalsium oleh reticulum sarkoplasma
Aktivitas sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan enzim sarcolemmal Ca2+ ATPase.

Aktivasi Sistem Renin Angiotensin


Peranan aktivasi system renin angiotensin dalam perkembangan kardiomiopati diabetic
telah lama dikethui. Densitas reseptor Angiotensin II dan ekspresi mRNA mengalami
peningkatan pada jantung pasien DM. Aktivasi system renin angiotensin pada DM disertai
dengan peningkatan kerusakan oksidatif, apoptosis dan nekrosis kardiomiosit serta sel
endotel. Hambatan terhadap system renin angiotensin dapat mengurangi produksi ROS
(Reactive oxygen species) pada hewan percobaan, dimana efeknya menyerupai efek terapi
anti oksidan. Juga pada hewan percobaan menunjukkan bahwa terapi dengan ACE-inhibitor
kaptopril memberikan efek kardioprotektif.

Peningkatan Stres Oksidatif


Peningkatan produksi ROS pada jantung pasien DM merupakan faktor pendukung
terjadinya dan progresivitas kardiomiopati diabetic. Kerusakan dan disfungsi sel akibat
pengaruh superoksida akan terjadi bila terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan ROS
dan kemampuan degradasi ROS. Meningkatnya pembentukan ROS dan menurunnya
mekanisme pertahanan antioksidan akan meningkatkan stress oksidatif pada jantung pasien
DM. Dalam kondisi fisiologis, sebagian besar ROS dihasilkan oleh mitokondria. Peningkatan
produksi ROS didalam mitokondria dapat terjadi diberbagai jaringan seperti di dalam sel
endotel sebagai akibat pajanan yang lama dari hiperglikemi.
Bukti bukti dari beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan produksi ROS
dari sumber sumber diluar mitokondria seperti NADPH oxidase atau menurunnya aktivitas
neuronal nitric oxide synthase (NOS 1) disertai dengan meningkatnya aktivasi xanthine
oxidoreductase. Peningkatan produksi ROS disertai dengan peningkatan apoptosis, kerusakan
DNA dan penurunan jalur DNA repair. Disamping menimbulkan kerusakan ditingkat selular,
peningkatan produksi ROS jugadapat menyebabkan gangguan fungsi jantung melalui
mekanisme lain, seperti peningkatan aktivasi Protein Kinase C, Advanced Glycosylation End
Products dan Jalur Aldose Reduktase.

Perubahan Substrat Metabolisme


Diabetes mellitus ditandai dengan penurunan metabolism glukosa dan laktat serta
peningkatan metabolismeasam lemak. Pada tikus percobaan diabetes, didapatkan ambilan
asam lemak yang melebihi kecepatan oksidasinya didalam jantung, sehingga menyebabkan
akumulasi lemak didalam miokardium yang akan menimbulkan lipotoksisitas. Hasil hasil
sampingan metabolime lemak seperti ceramide akan menyebabkan apoptosis kardiomiosit.

Disfungsi Mitokondria
Diabetes mellitus menyebabkan perubahan fungsi dan struktur mitokondria. Gangguan
fungsi mitokondria pada DM merupakan refleksi dari gangguan transkripsi gen yang terlibat
dalam proses fosforilasi oksidatif, namun bukan gen yang terlibat dalam oksidasiasam lemak.
Produksi hydrogen peroksida meningkat sedangkan kadar glutathione menurun pada DM, hal
ini menunjukkan terjadinya peningkatan produksi ROS yang berasal dari mitokondria.

Gejala dan Tanda


Gejala-gejala dan tanda tanda klinis kardiomiopati diabetic dapat berupa perubahan
struktur jantung yang berhubungan erat dengan perubahan fungsinya. Perubahan
perubahan tersebut antara lain :
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK)
Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara DM dan HVK. The Strong
Heart Study melaporkan terjadi peningkatan massa ventrikel kiri dan ketebalan dinding
ventrikel kiri baik pada wanita maupun pria dengan DM. Temuan yang sama juga dilaporkan
pada Cardiovascular Health Study (CHS) dan The Multi Ethnic Study of Atherosclerosis
(MESA). Studi terbaru pada pasien DM tipe 2 di Jepang melaporkan adanya hubungan antara
resistensi insulin, kekakuan arteri dan indeks massa ventrikel kiri (menggunakan cardiac
MRI). Temuan ini juga didukung oleh penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar di
Swedia yang menunjukkan adanya hubungan antara sindrom metabolic, resistensi insulin dan
peningkatan massa dan ketebalan dinding ventrikel kiri.

Disfungsi Diastolik
Disfungsi diastolic ditangdai dengan gangguan relaksasi dan pengisian pasif dari
ventrikel kiri, sedangkan dikatakan payah jantung diastolic bila disfungsi diastolic disertai

peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, gambaran klinis payah jantung dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal.
Disfungsi diastolic merupakan temuan umum baik pada orang normal maupun pada
pasien pasien kardiomiopati diabetic yang asimptomatik. Oleh karena itu, disfungsi
diastolic merupakan pertanda gangguan studi pada kardiomiopati diabetic. Dalam suatu studi
terhadap pasien DM tipe 2 dengan kendali glukosa darah yang baik, 47% ditemukan
mengalami disfungsi diastolic.

Disfungsi Sistolik
Disfungsi sistolik adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu mempompa darah
pada fase sistolik. Payah jantung sistolik adalah keadaan dimana terjadi tanda tanda dan
gejala gejala payah jantung sebagai akibat dari disfungsi sistolik. Gambaran khas dari
disfungsi sistolik adalah menurunnya fraksi ejeksi ventrikel kiri. Pada kardiomiopati diabetic,
disfungsi sistolik terjadi belakangan, setelah sebelumnya pasien telah mengalami disfungsi
diastolic yang berat. Jadi apabila telah ditemukan disfungsi sistolik pada pasien
kardiomiopati diabetic, menandakan prognosis yang buruk, dimana dalam suatu penelitian
menunjukkan angka kematian sebesar 15-20% pertahun.

DIAGNOSIS
Walaupun tidak ada uji diagnostic khusus untuk menegakkan diagnosis kardiomiopati
diabetic, namun dengan berbagai modalitas pencitraan yang berada diharapkan dapat
mendeteksi gambaran kelainan jantung. Saat ini pendekatan diagnostic yang umum
digunakan dalam praktik klini meliputi 1) Ekokardiografi, 2) CardiacMRI, 3) Cardiac seperti
NT-BNP {(n-Terminal pro-BNP (brain natriuretic peptide)}
Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang non invasive dan praktis dalam
menentukan struktur dan fungsi jantung. Penilaian kuantitatif dan kualitatif jantung dapat
dibuat melalui pemeriksaan geometri ventrikel kiri, wall motion, fungsi sistolik dan diastolic
serta anatomi dan fungsi katup katup jantung. Twi dimensional echocardiography
merupakan cara terpilih dalam mendeteksi dan menilai hipertrofi ventrikel kiri. Walaupun
merupakan baku eman untuk menilai fungsi diastolic ventrikel kiri, namun kateterisasi
jantung jarang digunakan untuk mendiagnosis disfungsi diastolic karena bersifat invasive.
Pulse-wave Doppler echocardiography merupakan metoda yang paling praktis dan sering
digunakan untuk menilai fungsi diastolic, sedangkan Tissue Doppler Imaging (TDI)

ECHOCARDIOGRAPHY merupakan metoda yang lebih sensitive dalam mendeteksi


kelainan fungsi ventrikel kiri yang ringan.

Cardiac Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Cardiac MRI mempunyai akurasi yang lebih baik daripada ekokardiografi dan merupakan
baku emas dalam mengukur massa ventrikel kiri (left ventricular mass). Namun
penggunaannya terbatas hanya untuk tujuan riset dikarenakan biayanya mahal, memakan
waktu lama dan memerlukan keahlian khusus.

Cardiac Biomarkers
Brain Natriuretic Peptide (BNP) merupakan hormone jantung yang dihasilkan sebagai
respon terhadap kelebihan tekanan dan volume ventrikel. Walaupun BNP sensitive dan
spesifik untuk payah jantung kongestif, namun tidak dapat membedakan antara payah
jantung sistolik dan diastolic, sehingga membatasi kegunaannya dalam mendiagnosis
kardiomiopati diabetic.

Penatalaksanaan
Kendali Glikemik
Kendali glikemik yang buruk pada pasien DM, akan meningkatkan risiko kematian
kardiovaskular, dimana setiap kenaikan 1% kadar HbA1c terjadi peningkatan kematian
kardiovaskular sebesar 11%. Perbaikan kendali glikemik akan memberikan efek
menguntungkan terhadap penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
UKPDS (United Kingdonm Prospective Diabetes Study) gagal membuktikan manfaat
kendali glukosa darah intensif dalam menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskular
pada pasien DM tipe 2 menggunakan sulfonylurea atau insulin. Sangat penting dicatat bahwa
terdapat keterbatasan metodologi dalam penelitian UKPDS dalam hal interpretasi hasil
penelitian.
Pada penelitian DCCT (Diabetes Control and Complication Trial), sebanyak 1441 pasien
DM tipe 1 secara acak dibedakan terapi konvensional atau intensif selama rata rata
6,5tahun. Jumlah pasien yang mengalami komplikasi makrovaskular major sebanyak 40
orang pada kelompok yang mendapatkan terapi konvensional, sedangkan pada kelompok
yang mendapat terapi intensif ditemukan sebanyak 23 orang. Secara statistic tidak bermakna,
walaupun terjadi perbaikan profil lipid pada kelompok terapi intensif.

Beta Blocker
Stimulasi kronik dari system syaraf simpatis akan meningkatkan denyut jantung dan
perubahan ekspresi gen yang akan menyebabkan remodeling jantung baik pada pasien
dengan payah jantung maupun diabetes mellitus. Secara tradisional, terdapat keberatan
penggunaan beta blocker pada pasien DM karena dikhawatirkan terhadap efek samping
resistensi insulin dan meningkatkan risiko terjadinya hypoglycemia unawereness.
Namun dengan kemajuan pemahaman terhadap payah jantung dan kenyataan betapa
pentingnya peranan system saraf simpatis dalam pelepasan zat zat vasoaktif,maka beta
blocker menjadi penting peranannya dalam pengobatan payah jantung. Jadi beta blocker
berperan penting dalam mencegah bahkan memperbaiki remodeling jantung, sehingga dapat
memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan menurunkan mortalitas. Pada studi CIBIS II (Cardiac
Insufficiency Bisoprolol Study II( dan MERIT-HF (Metaprolol Controlled-release
Randomized Intervention Trial in Heart Failure) yang meneliti pasien pasien dengan payah
jantung ringan sampai sedang menunjukkan penurunan angka kematian 32 dan 34%
Carvedilol suatu beta blocker generasi ketiga yang dapat menghambat reseptor alfa dan
beta, bahkan menunjukkan efek yang sangat baik dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas (penurunan sampai 67%). Pada studi yang lebih baru, the COVERNICUS
(Carvedilol Prospective Randomized Cumulative Survival) study group menunjukkan
penurunan mortalitas yang bermakna pada pasien pasien dengan payah jantung yang
diobati dengan carvedilol.
ACE-inhibitor
Studi multisenter terhadap kaptropil menunjukkan perbaikan yang bermakna dalam
kemampuan latihan fisik dan gejala gejala klinis payah jantung, tanpa pengaruh terhadap
mortalitas. The CONSENSUS study group merupakan kelompok pertama yang menunjukkan
penurunan mortalitas dengan enalapril pada pasien pasien payah jantung berat. Peneliti
peneliti dari SOLVD (Studies of Left Ventricular Dysfunction) memperkuat temuan enapril
dapat mencegah onset terjadinya payah jantung baru.
Beberapa penelitian post infark miokardium juga menunjukkan penurunan mortalitas dan
morbiditas dengan ACE inhibitor disbanding placebo. Manfaat yang jelas terhadap
penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler ditemukan pada HOPE (Heart Outcomes
Prevention Outcome) study yang menggunakan ramipril terhadap 9297 pasien dengan risiko
tinggi, dimana manfaat hasil studi lebih jelas pada pasien pasien DM. Selanjutnya dari
HOPE study didapatkan penurunan sebanyak 33% dari timbulnya risiko terjadinya DM tipe
2.

Angiotensin II Receptor Antagonis


Angiotensin II merupakan pemain utama dalam terjadinya disfungsi jantung. The ELITE
(Evaluation of Losartan the Elderly) study yang membandingkan losartan dengan kaptopril
pada pasien usia lanjut dengan payah jantung mendapatkan bahwa losartan sama amannya
dengan kaptopril dan secondary end pointnya.
Ca++ Channel Antagonist
Studi pada hewan percobaan menunjukkan adanya perbaikan dari kardiomiopati diabetic
dengan verapamin. Walaupun demikian studi dengan verapamin, diltiazem dan nifedipine
menunjukkan efek merugikan terhadap payah jantung. Amlodipin dan felodipin yang diteliti
dalam studi PRAISE (Prospective Randomized Amlodipine Survival Evaluation) dan ValHeFT III (Valsartan Heart Failure Trial III), tidak menunjukkan manfaat lebih dibandingkan
dengan pengobatan konvensional.

Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitors)


Kemampuan statin dalam menurunkan kadar kolesterol serum dan mengurangi risiko
Penyakit Jantung Koroner telah dijadikan bagian dari lipid hypothesis.
Disamping efek langsung terhadap metabolism kolesterol, statin juga memiliki manfaat
tambahan, yaitu menghambat isoprenoid intermediates, memodifikasi ikatan protein GTP
seperti Rho, meningkatkan aliran darah kolateral, meningkatkan aktivitas enzim NO synthase
yang diproduksi oleh sel endotel, mencegah aktivasi nuclear factor kappa B dan mencegah
up-regulasi mRNA VEGF. Scanadian Simvastatin Survival Study membuktikan terjadi
penurunan kejadian Penyakit Jantung Koroner setelah pemberian Simvastatin.
Thiazolelidindione (TZD)
Tzd adalah obat baru dalam pengobatan DM tipe 2, yang bekerja meingkatkan
sensitivitas insulin pada otot rangka dan jaringan lemak melalui ikatan dan aktivasi PPARgamma, suatu reseptor inti yang mempunyai peran regulasi proses differensiasi sel.
Disamping itu, TZD juga bekerja pada PPAR- alfa dan meningkatkan kadar HDL
cholesterol dan menurunkan kadar trigliserida. TZD juga meningkatkan ekspresi dan fungsi
GLUT 4 didalam otot jantung, sehingga memperbaiki metabolism glukosa dan menurunkan
utilisasi NEFA oleh miokardium. Oleh karena itu TZD dapat melindungi jantung dari jejas
miokardium yang menyertai iskemi dan memperbaiki fungsi jantung setelah terjadi iskemi.
Namun pemberian TZD harus hati hati pada pasien payah jantung, karena sifatnya yang
dapat menimbulkan retensi cairan.

PARP Inhibitors
PARP-1 (Poly Adenosine Diphosphate Ribose Polymerase-1) yang termasuk dalam
golongan enzim PARP merupakan protein inti yang berfungsi sebagai suatu DNA-nicksensor enzyme. Didalam sel endotel, dapat terjadi overproduksi superoksida akibat
hiperglikemi, yang akan menyebabkan terbelahnya rantai DNA. Keadaan ini akan
menyebabkan aktivasi PARP yang menghambat GAPDH (Glyceraldehyde-3-phosphate
dehydrogenase). Akibatnya akan terjadi aktivasi sejumlah transuder utama dari kerusakan
akibat hiperglikemi (polyol pathway, pembentukan AGEs dan aktivasi Protein Kinase C).
Selain memiliki efek langsung terhadap kerusakan DNA, PARP juga memodulasi proses
inflamasi dan kerusakan sel system kardiovaskularmelalui aktivasi NF-Kb dan overekspresi
endothelin-1 (ET-1) dan reseptor ET. Blokade aktivitas PARP dengan competitive PARP
inhibitor, merupakan pendekatan rasional dalam mencegah kerusakan jaringan akibat aktivasi
berbagai jalur yang disebabkan karena hiperglikemi kronik. Obat obat baru yang masih
dalam penelitian, antara lain

AGEs inhibitor : aminoguanidine dan pyridoxamine


AGEs cross link breaker : alanine aminotransferase 711
Modulator metabolism asam lemak bebas : trimetazidine
GLP-1 recombinant : Exenatide
Copper chelator : trientine

Anda mungkin juga menyukai