Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi bukanlah suatu penyakit tunggal tetapi suatu sindrom dengan


beragam penyebab. Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar
di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan
pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data
Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun
obat-obatan yang efektif banyak tersedia.1
Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai.1
Hipertensi emergensi merupakan suatu kejadian kegawatan di bidang
Nefrologi yang merupakan situasi dengan spektrum kegawatan yang bervariasi
namun dalam banyak hal masih dapat terlihat sebagai suatu keberhasilan terapi
yang dramatis apabila dilakukan dengan tepat dengan menggunakan obat-obat
anti hipertensi yang sesuai. Dua per tiga penderita hipertensi tidak menyadari bila
dirinya mengidap hipertensi yang sejatinya merupakan faktor risiko utama dari
penyakit kardiovaskular dan kematian serebrovaskular, serta kerusakan target
organ.2
1-2 % pasien yang tidak dapat mengendalikan tekanan darah dengan baik,
suatu saat akan datang ke unit gawat darurat sekurang kurangnya sekali dalam
hidupnya oleh karena terjadi hipertensi emergensi. Pengenalan dini tentang tanda-
tanda klinis hipertensi emergensi, evaluasi dan pengobatan yang tepat adalah
merupakan hal mutlak untuk mencegah kematian maupun cacad permanen yang

1
2

ditimbulkannya terhadap kerusakan target organ. JNC VII tidaklah secara rinci
memberikan pedoman terapi terhadap hipertensi emergensi. Pembahasan ini lebih
terarah pada pengenalan terhadap situasi klinis yang terjadi serta pilihan
pengobatan yang sesuai.2
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat
timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai
120-130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka
kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di
negara maju berkisar 2-7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40-60
tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2-10 tahun. Angka ini menjadi
lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam
pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta
penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang
angka kejadian ini.3

Universitas Muhammadiyah Palembang


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Secara umum, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan arteri yang lebih
besar dari 140/90 mmHg pada orang dewasa pada sedikitnya tiga kali kunjungan
berurutan ke dokter. Terdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi
peningkatan darah secara akut. Terminologi yang paling sering dipakai adalah
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.
Hipertensi emergensi, yaitu peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg
atau diastolik >120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ terget.
Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam
dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
Hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah seperti
pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada
keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. Hipertensi emergensi adalah
hipertensi derajat 3 dengan HMOD (hypertension-mediated organ damage) akut.
Hal ini sering kali mengancam jiwa dan memerlukan penanganan segera dan
seksama. Untuk menurunkan tekanan darah biasanya memerlukan obat intravena.
Kecepatan peningkatan dan tinggi tekanan darah sama pentingnya dengan nilai
absolut tekanan darah dalam menentukan besarnya kerusakan organ.
Kerusakan target organ akut yaitu ensefalopati, perdarahan intraserebral,
kegagalan ventrikel kiri akut dengan edema paru, unstable angina, diseksi
aneurisme aorta, infark miokard akut, eklampsia, anemia hemolitik
mikroangiopati atau insufisiensi renal. Keterlambatan pengobatan akan
menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita perlu dirawat di
ruangan Intensive Care Unit (ICU).4,5

2.2. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana
terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat

Universitas Muhammadiyah Palembang


4

pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi
organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat
mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid,
perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark
miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem
organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklampsia, dan anemia
hemolitik mikroangiopatik.
Faktor risiko krisis hipertensi, antara lain:
 Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
 Kehamilan
 Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
 Pengguna NAPZA
 Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/kolagen).

2.3. Patofisiologi
Kegagalan autoregulasi normal dan kenaikan resistensi vaskuler sistemik
tiba-tiba biasanya awal dalam proses penyakit. Peningkatan resitensi vaskuler
sistemik diperkirakan terjadi dari pelepasan vasokonstriktor humoral dari dinding
pembuluh darah yang mengalami stres. Ketika tekanan meningkat dalam
pembuluh darah akan memicu siklus kerusakan endotel mulai dari aktivasi lokal
faktor pembekuan intravaskular, nekrosis fibrinoid pembuluh darah kecil, dan
pelepasan lebih banyak vasokonstriktor. Jika proses ini tidak berhenti, siklus dari
cedera vaskular lebih lanjut, iskemia jaringan, dan disfungsi autoregulatori terjadi
kemudian.5
Presentasi klinis yang paling umum adalah hipertensi darurat infark cerebral
(24,5%), edema paru (22,5%), ensefalopati hipertensi (16,3%), dan gagal jantung
kongestif (12%). Kurang presentasi umum meliputi pendarahan intrakranial,
diseksi aorta, dan eklampsia.5

Universitas Muhammadiyah Palembang


5

Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi Emergensi4

Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan


resistensi vaskuler sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan
hipertensi emergensi. Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya
mengandalkan satu kali pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang sangat
tinggi, misalnya hipertensi derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target organ
akibat hipertensi (HMOD, hypertension-mediated organmisalnya retinopati
hipertensif dengan eksudat dan perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau
kerusakan ginjal.Dalam homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor

Universitas Muhammadiyah Palembang


6

utama dalam mengatur tekanan darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan
prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin-
angiotensin sistem juga sangat berpengaruh dalam terjadinya hipertensi
emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon
vasodilatasi endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan
tekanan darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan
resistensi vaskuler yang menetap.

2.4. Manifestasi Klinis


Gambaran klinis hipertensi emergensi umumnya adalah gejala organ target
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung
dan diseksi aorta, mata kabur dan edema papilla mata, sakit kepala hebat,
gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak, gagal ginjal akut pada
gangguan ginjal, di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan
tekanan darah umumnya.

Tabel 1. Gambaran Klinik Hipertensi Emergensi6

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal


Darah Neurologi
>220/140 Perdarahan, Sakit Kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, Muntah
mmHg Eksudat, Kacau, Membesar, Proteinuria
Edema Gangguan Dekompensa
papilla Kesadaran, si, Oliguria
Kejang,
Lateralisasi

Tabel 2. Gejala klinis hipertensi emergensi


Tipe hipertensi
Gejala khas Tanda khas Keterangan
emergensi
Stroke akut Kelemahan, Defisis neurologist Hipertensi tidak
(trombosis atau gangguan fokal selalu diobati
emboli) kemampuan

Universitas Muhammadiyah Palembang


7

motorik
Perdarahan Sakit kepala, Gangguan mental, Fungsi lumbar
subaraknoid delirium tanda-tanda menunjukkan
rangsang meningen santokromia atau sel
darah merah
Trauma kepala akut Sakit kepala, Perdarahan terbuka, Computed
gangguan ekimosis, gangguan tomographic (CT)
kemampuan mental scan dapat menolong
sensorik dan penjelasan gangguan
motorik intrakranial
Encefalopati Sakit kepala, Papilledema Biasanya sebagai
hipertensif gangguan mental diagnosa per
ekslusionem
Iskemik kardiak / Nyeri dada, mual EKG abnormal
infark muntah, (gelombang. T-
elevasi)
Payah jantung kiri Sesak berat Ronkhi (+)
akut / edema paru
akut
Aorta diseksi Nyeri dada Pelebaran aorta Echocardiogram, CT
knob pada foto dada, atau
polos dada angiogram kadang-
kadang diperlukan
untuk konfirmasi
Operasi pembuluh Perdarahan, nyeri Perdarahan pada Sering
darah pada bekas operasi bekas operasi membutuhkan
operasi perbaikan
pembuluh darah
Feokromositoma Sakit kepala, Pucat, flushing, Phentolamine sangat
keringat dingin, Fakomatosis berguna
palpiltasi
Obat yang Sakit kepala, Takikardia Riwayat penggunaan
berhubungan dengan palpiltasi obat
katekolamin
Preeklamsi / Sakit kepala, uterus Edema, Perlu petunjuk

Universitas Muhammadiyah Palembang


8

eklamsia yang sensitif hiperrefleksia pengobatan /


protocol

2.5. Diagnosis
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi harus dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-
obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat
konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang
menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-
tanda defisit neurologis harus diperiksa seperti sakit kepala, penurunan kesadaran,
hemiparesis dan kejang.5
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,
kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT-Scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan
status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri
pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur
pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

Gambar 2. Algoritme Diagnosis Hipertensi8

1) Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan7:
a. Riwayat hipertensi
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia, sering pada usia 30-70 tahun.
d. Gejala sistem syaraf (sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas).
e. Gejala sistem ginjal (gross hematuria, jumlah urin berkurang)
f. Gejala sistem kardiovaskular (adanya payah jantung, kongestif dan
edema paru, nyeri dada).
g. Riwayat penyakit (glomerulonefrosis, pielonefritis)
h. Riwayat kehamilan (tanda- tanda eklampsia)

2) Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah harus dievaluasi pada kedua lengan dengan ukuran manset
yang tepat. Pemeriksaan fisik juga harus bertujuan untuk menentukan atau

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

menjelaskan disfungsi target organ. Fokus pemeriksaan nerologis untuk menilai


perubahan status mental dan defisit neurologis fokal juga harus dilakukan.
Perubahan status mental dengan pemeriksaan funduskopi yang menunjukkan
adanya eksudat, perdarahan atau papiledema yang mengarah pada ensefalopati
hipertensi. Pemeriksaan kardiovaskuler harus terfokus pada adanya gallop (S3 dan
S4) dan murmur patologis (seperti regurgitasi aorta). Pulsasi vena jugularis yang
meningkat dan ronki pada lapang paru menunjukkan adanya edema pulmonal dan
dekompensasi gagal jantung kongestif. Nadi distal harus dipalpasi pada semua
ekstremitas, dan nadi yang tidak sama seharusnya menimbulkan kecurigaan untuk
terjadinya diseksi aorta.5

3) Pemeriksaan Penunjang 5,7,8


a. Pemeriksaan Laboratorium
Elektrokardiogram harus dilakukan untuk menilai hipertropi
ventrikel kiri, aritmia, iskemia akut atau infark. Urinalisis harus
dilakukan untuk menilai hematuria dan proteinuria. Profil basal
metabolik termasuk nitrogen urea dan serum kreatinin darah penting
untuk menilai disfungsi ginjal. Biomarker jantung juga harus diperiksa
jika dicurigai ACS (Acute Coronary Syndrome).

b. Pemeriksaan Radiografik
Pasien yang datang dengan perubahan status mental atau defisit
neurologis fokal harus melewati pemeriksaan Computed Tomography
(CT) otak untuk menilai adanya perdarahan atau infark. X-Ray dada
sering dilakukan untuk menilai adanya edema pulmonal. Jika dicurigai
adanya diseksi aorta (berdasarkan riwayat nyeri dada, nadi yang tidak
sama dan/atau pelebaran mediastinum pada X-Ray dada), pencitraan aorta
(CT angiogram/ Magnetic Resonance Imaging/ Transesophageal
Echocardiogram) harus dilakukan sesegera mungkin.

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

2.6. Tatalaksana

Gambar 3. Algoritme Tatalaksana Hipertensi9

Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan

tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan

klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan

pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari

keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru.

Algoritma farmakoterapi telah dikembangkan untuk memberikan

rekomendasi praktis pengobatan hipertensi. Beberapa rekomendasi utama, yaitu:

(1) Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua

obat. Bila memungkinkan dalam bentuk SPC, untuk meningkatkan

kepatuhan pasien.

(2) Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker (Renin-

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau

diuretik.

(3) Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain

dianjurkan bila ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal

jantung dan untuk kontrol denyut jantung.

(4) Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko

rendah (TDS <150 mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi

dan berisiko sangat tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau

ringkih.

(5) Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi

atau ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi

dua obat.

(6) Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali

ada kontraindikasi.

(7) Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu. bila TD belum

terkendali dengan kombinasi obat golongan di atas.

(8) Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.10

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat

bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan

darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang

tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak

terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan

iskemik pada otak dan ginjal.

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

Target terapi hipertensi emergensi ialah Mean Arterial Pressure (MAP)

<25% semula dalam waktu kurang dari 1 jam dengan menggunakan agen

parenteral. Dalam 2-6 jam setelah stabil, turunkan tekanan darah diastolik hingga

mencapai 160/100-110 mmHg. Jika masih tetap stabil, turunkan tekanan darah

hingga sesuai target dalam 24-48 jam. Khusus pada diseksi aorta tanpa syok,

target tekanan darah sistolik 120 mmHg harus dicapai dalam 20 menit.7

Pilihan untuk obat antihipertensi sering berdasarkan disfungsi target organ,

availabilitas, dan kemudahan pemakaian, kebiasaan suatu institusi dan selera dari

dokter itu sendiri. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip,

bukan injeksi). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan

dosis 0,25 µg/kg/menit.

Tabel 3. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi6

Parameter Hipertensi Urgensi Hipertensi Emergensi

Biasa Mendesak
Tekanan >180/110 >180/110 >220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sering sesak napas kacau, gangguan kesadaran
kali tanpa gejala
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
Fisik kerusakan organ target; muncul klinis gangguan fungsi ginjal,
target, tidak ada penyakit CVA, iskemia jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, naikkan pendek obat IV
dosis

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU


dalam 3 hari 24 jam

Untuk hipertensi emergensi lebih dianjurkan untuk pemakaian parenteral,

daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Obat hipertensi parenteral 3


Obat Dosis Onset Lama Efek Samping Perhatian
Kerja Kerja Khusus
Vasodilator
Sodium 0,25-10 µg Langsu 1-2 Mual, muntah, kedut Hipertensi
Nitroprusside /kg/ menit ng menit otot, berkeringat, darurat; hati-
infus IV intoksikasi thiocynate hati dengan
dan sianida. tekanan
intrakranial
yang tinggi
atau azotemia.

Nitrogliserin 5-100 2-5 5-10 Sakit kepala, muntah, Iskemia


µg/menit menit menit methemoglobinemia, Koroner
sebagai toleransi dengan
infus IV penggunaan jangka
panjang
Nicardipine 5-15 mg / 5-10 15-30 Takikardi, sakit Hipertensi
Hidroklorida jam IV menit menit, kepala, phlebitis local darurat kecuali
melebih gagal jantung
i 4 jam akut ; hati-hati
dengan
iskemia
koroner
Fenoldopam 0,1 – 0,3 <5 30 Takikardi, sakit Hipertensi
Mesylate µg/kg menit menit kepala, mual,flushing darurat ; hati-
permenit hati dengan
infus IV glaukoma
1,25 – 5 15 – 30 6-12 Penurunan drastis Gagal
Enalaprilat mg setiap menit jam tekanan renin Ventrikel Kiri
6 jam IV tinggi;variable respon Akut; Hindari
pada infark
miokard akut
Hidralazine -10-20 mg -10-20 -1-4 Takikardi, Sakit Eklampsia
Hidroklorida IV menit jam IV Kepala, Muntah
-10-40 mg IV -4-6
IM -20-30 jam IM
menit
IM
Adrenergik

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

Labelatol -20-80 mg IV bolus 5-10 3-6 Muntah,bro Hipertensi


Hidroklorida setiap 10 menit menit jam nkokonstrik darurat kecuali
-0,5-2 mg/menit si,pusing, gagal jantung
sebagai Infus IV mual, akut
hipotensi
ortostatik,
kulit kepala
kesemutan
Esmolol 250-500 µg/kg/menit 1-2 10-30 Hipotensi, Diseksi aorta,
Hidroklorida bolus IV, lalu 50- menit menit mual, asma, preoperasi
100µg/kg/menit gagal
dengan infus; mungkin jantung
mengulangi bolus
setelah 5 menit atau
meningkatkan infuse
sampai 300µg/menit
Phentolamine 5-15 mg IV bolus 1-2 10-30 Takikardi,S Kelebihan
menit menit akit Kepala Katekolamin

Tabel 5. Obat hipertensi parenteral yang tersedia di Indonesia 6


Obat Dosis Onset Lama Efek Samping
Kerja

Nikardipin 5-15 mg/jam IV 5-15 menit 30-40 menit Pusing kepala,


kontinyu, mulai 5 refleks
m/jam, naikkan tiap takikardi
15-30 menit dengan
2,5 mg sampai target
TD, kemudian
turunkan ke 3 mg/jam

Nitrogliserin 5-200 mg/menit, 5 1-5 menit 3-5 menit Sakit kepala


mg/menit naikkan tiap
5 menit

Klonidin 150-300 µg IV dalam 30 menit 4-6 jam Sedasi,


5-10 menit hipertensi
rebound
Diltiazem 0,25 µg/kg IV dosis 3 menit 0,5-10 jam Bradikardia
awal dalam 2 menit,
dilanjutkan dengan IV
drip 5 mg/jam (5-15
mg/jam)

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

1. Sodium Nitroprusside

Sodium nitroprusside merupakan vasodilator arteri dan vena. Obat

ini mudah dititrasi dan efeknya reversibel. Bagaimanapun, obat ini

menyebabkan penurunan perfusi cerebral dengan meningkatkan tekanan

intrakranial, dan harus secara hati-hati digunakan ada ensefalopati

hipertensi. Pada pasien dengan penyakit arteri koroner, obat ini dapat

menyebabkan penurunan signifikan pada aliran darah koroner setelah

fenomena coronary steal (coronary steal phenomenon). Dalam suatu uji

coba acak terkontrol yang berskala besar di antara pasien dengan infark

miokard akut dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri,

penggunaan nitroprusside dalam 9 jam setelah onset nyeri dada,

mengakibatkan peningkatan mortalitas. Karena obat ini merupakan obat

yang sangat poten dengan onset aksi cepat dan waktu paruh pendek, obat

ini harusnya hanya digunakan dengan pengawasan tekanan darah intra-

arterial dalam ruang/keadaan perawatan intensif.

Nitroprusside mengandung 44% sianida berat. Ekskresi sianida

dalam bentuk tiosiat membutuhkan fungsi hepar dan renal yang adekuat.

Toksisitas sianida yang potensial dan kebutuhan akan pengawasan

hemodinamik invasif yang aktif dengan garis arterial, obat ini tidak sering

digunakan sebagai obat pilihan pertama dalam hipertensi emergensi.

2. Nitrogliserin

Nitrogliserin merupakan vasodilator dan bekerja sebagai dilator

arteriolar hanya pada penggunaan dosis tinggi. Obat ini menurunkan

tekanan darah dengan mengurangi preload dan after load pada dosis

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

tinggi. Sama dengan nitroprusside, nitrogliserin dapat membahayakan

perfusi cerebral dan karena itu tidak digunakan pada ensefalopati

hipertensi. Obat ini sering menjadi obat pilihan pada hipertensi emergensi

yang berhubungan dengan edema pulmonal atau sindrom koroner akut.

3. Labetalol

Labetalol merupakan suatu kombinasi alpha adrenergik dan beta-

adrenergik reseptor blocker non-selektif. Obat ini memiliki onset kerja

cepat yaitu dalam 2-5 menit setelah pemberian lewat IV dan berefek

hingga sekitar 2-4 jam. Labetalol dapat diberikan secara bolus dan injeksi

intravena secara terus menerus tanpa pengawasan tekanan darah invasif.

Efek samping potensial dapat berupa bradikardi karena efek beta-blocker-

nya. Obat ini menurunkan resistensi vaskuler sistemik total, namun

menjaga aliran darah cerebral dan koroner. Oleh karena itu, labetalol

direkomendasikan oleh American Stroke Association untuk manajemen

hipertensi pada pasien-pasien yang menerima tissue Plasminogen

Activator (tPA) untuk stroke. Labetalol juga sering digunakan pada

hipertensi emergensi yang disebabkan kehamilan karena lipidnya dapat

larut dan tidak melewati plasenta.

4. Fenoldopam

Fenoldopam bekerja pada reseptor dopamine-1 perifer

mengakibatkan vasodilatasi perifer, dominan pada renal, jantung dan

splanchnic vascular beds. Ironisnya, selain menurunkan tekanan darah,

obat ini meningkatkan perfusi renal. Dalam beberapa studi yang

membandingkan fenoldopam dengan obat antihipertensi lainnya dalam

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

hipertensi emergensi, dilakukan observasi peningkatan creatinine

clearance. Oleh karena itu, fenoldopam dapat menjadi obat yang

bermanfaat pada pasien-pasien dengan hipertensi emergensi yang

berhubungan dengan gagal ginjal akut.

5. Nicardipine

Nicardipine merupakan dihydorpyridine calcium channel blocker

generasi kedua. Obat ini bekerja pada L-type voltage gated calcium

channels menyebabkan relaksasi otot polos arteriolar perifer. Nicardipine

merupakan obat vasodilator arterial serebral dan koroner. Obat ini

meningkatkan perfusi cerebral dan sering digunakan untuk krisis

hipertensi pada pasien yang menerima tPA untuk stroke akut.

6. Clevidipine

Clevidipine merupakan dihydropyridine calcium channel blocker

generasi ketiga, yang diakui oleh FDA pada tahun 2008 untuk manajemen

hipertensi emergensi. Clevidipine menghambat masukan kalsium

ekstraseluler melalui channel tipe L, merelaksasikan otot polos arteriolar

yang mengakibatkan resistensi vaskuler perifer, meningkatkan stroke

volume dan cardiac output. Clevidipine memiliki onset dan offset kerja

yang cepat (< 1 menit) dan mudah dititrasi. Obat ini dimetabolisme

menjadi bentuk tidak aktif oleh esterase dalam darah dan jaringan

ekstravaskuler dan karena itulah obat ini tidak membutuhkan penyesuaian

dosis pada pasien dengan disfungsi renal dan hepar. Clevidipine menjadi

obat hipertensi urgensi yang aman di antara pasien-pasien pasca operasi

jantung.

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

7. Hydralazine

Hydralazine merupakan vasodilator arteriolar direk. Obat ini

biasanya digunakan sebagai antihipertensi pada suatu PRN berdasarkan

pada keadaan pasien bahkan untuk peningkatan tekanan darah yang

asimptomatis. Obat ini memiliki periode laten awal yaitu 5-15 menit

diikuti oleh penurunan tekanan darah yang mendadak, dengan efek yang

bertahan hingga 10 tahun. Hydralazine tidak direkomendasikan untuk

penggunaan pada krisis hipertensi karena efek antihipertensinya yang tidak

dapat diprediksi dan sulitnya titrasi. Obat ini juga sering digunakan pada

kehamilan yang berkaitan dengan krisis hipertensi karena obat ini tidak

bersifat teratogenik dan meningkatkan aliran darah uterus.

Gambar 4. Obat parenteral yang dipakai pada Hipertensi Emergensi

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

Gambar 5. Dosis Intravena yang dapat dipakai sebagai Antihipertensi pada kasus

Hipertensi Emergensi

Pada hipertensi emergensi dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi

dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat

sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan

komplikasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi8


Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah

Diseksi Aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera

mungkin

Infark Miokard Akut, Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan

Iskemia nicardipine iskemia

Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

labetalol

Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam

labetalol

Kelebihan Katekolamin Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam

Hipertensi Ensefalopati Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam

Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam

Hemorrhage nicardipine

Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam

2.7. Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%), gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penanganannya tepat
dan segera.

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >180


mmHg atau diastolik >120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan target
organ yang bersifat progresif. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera
mungkin (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan
target organ yang terjadi dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi
intravena. Target terapi hipertensi emergensi ialah Mean Arterial Pressure (MAP)
<25% semula dalam waktu kurang dari 1 jam dengan menggunakan agen
parenteral.
Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan
aman. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena
tekanan darah dapat diatur sesuai dengan keinginan. Drug of choice untuk
hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside.
Keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau
kematian. Maka dari itu sebaiknya penderitaa perlu dirawat di ruangan Intensive
Care Unit (ICU).

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai