Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat
diseluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah;
terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand
17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi
berkisar 6-15%.1

Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi
(underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan
bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat
merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung),
ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya. Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent
killer.1,2

Krisis Hipertensi merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat.1 Sekitar 1-2% dari semua pasien hipertensi datang ke
ruang gawat darurat dengan hipertensi emergensi setidaknya sekali dalam seumur hidup
mereka.3 Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering
berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah
tersebut.2 Kerusakan organ merupakan komplikasi dari penderita dengan krisis hipertensi dan
membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Keadaan hipertensi emergensi biasa ditemukan dalam praktek klinis sehari-hari sehingga
pengenalan, evaluasi dan pengobatan sangat penting dalam mencegah kerusakan organ yang
permanen.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik >180
mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target.
Manifestasi klinis umum dari kerusakan organ pada hipertensi emergensi termasuk Sindrom
Koroner Akut (ACS), dekompensasi akut gagal jantung, ensefalopati, perdarahan intraserebral
dan gagal ginjal akut. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu
jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena. 2
Hipertensi urgensi adalah tingginya peningkatan tekanan darah yang akut (> 180/120
mmHg) tanpa bukti kerusakan organ. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan
dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. 2 Istilah "krisis hipertensi"
sering digunakan untuk mencakup keadaan hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. 3
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain. 2,3

a. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110
mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita
dan kepatuhan pasien.

b. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

c. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120/130
mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema, peninggian tekanan intrakranial,
kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita
tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan
riwayat hipertensi esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang
sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.

2
d. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala
yang hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila
tekanan darah tersebut diturunkan.

2.2 Klasifikasi Hipertensi


Table 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan

gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis

Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang

ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.

Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang

dari 1 %.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi1,6


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial stiffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan
darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga
membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

3
Gambar 2.1 Etiologi Hipertensi Emergensi 1

Kelainan endokrin Essential hypertension

Hipertensi berat
Kehamilan

Kelainan ginjal
Obat-obatan

Critical levelatau
kenaikan dan
peningkatan resistensi
vascular secara cepat

Natriuresis spontan
Kerusakan endotel

Kekurangan volume
 Permeabilitas endotel intravaskular

Deposit platelet & fibrin  Vasodilatasi, NO &  Vasokontriksi,


prostacyclin (reninangiotensin,
catecholamines)
Fibrinoid necrosis and
intimal proliferation  Tekanan darah
lebih lanjut
4
Peningkatan TD besar
Disfungsi organ target

Gambar 2.2 Patofisiologi Hipertensi Emergensi 1

2.4 Mekanisme Autoregulasi 7


Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan
pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan
berbagai tingkatan perubahan kontraksi/ dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun
maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada
individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure
(MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang
menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik
seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran
darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2.3)

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, penurunan MAP sebanyak
20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau urgensi.
Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah
jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan
hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25%
dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan intrakranial,
penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus dijaga agar tekanan
darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

5
Gambar 2.3 Kurva Autoregulasi pada tekanan darah 3

2.5 Manifestasi Klinis 1,2


Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target yang
ada. Tanda dan gejala krisis hipertensi berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan krisis
hipertensi dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan
tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis.
Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola,
perdarahan dan eksudasi maupun papiledema.

Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih
dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa
pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.

6
Gambar 2. 4 Gambaran fuduskopi pembengkakan optik

Tabel 2. Kerusakan target organ pada Hipertensi Emergensi

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal

darah neurologi

> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah

mmHg eksudat, kacau, membesar, proteinuria

edema gangguan dekompensasi,

papilla kesadaran, oliguria

kejang.

7
Manifestasi klinis pada hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat dengan tekanan darah >
180/120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai
keadaan pada tabel 2 :

1. Funduskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperative

2.6 Pendekatan Diagnosis 6


Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti
hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,
amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit
kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik harus
diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang.

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin


dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-
pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal
jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan.
Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:

8
Gambar 2.5 Alur Diagnostik Hipertensi

2.7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah

secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan

biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap

penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya

masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,

mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang

dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh

dan efek samping minimal.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.

Penurunan  tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan

9
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan

lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral

(Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV

dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil

merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi

Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg.

Penderita harus dirawat inap.

Tabel 2.3 Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 3,5


Parameter Hipertensi Urgensi Hipertensi Emergensi

Tekanan > 180/110 > 220/140


darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, kecemasan; Sesak napas, nyeri dada, nokturia,
sering  kali tanpa gejala dysarthria, kelemahan, kesadaran
menurun
Pemeriksaan Tidak ada kerusakan organ Ensefalopati, edema paru, insufisiensi
target, tidak ada penyakit ginjal, iskemia jantung
kardiovaskular

Terapi Awasi 1-3 jam; Pasang jalur IV, periksa laboratorium


memulai/teruskan obat oral, standar, terapi obat IV
naikkan  dosis

Rencana Periksa ulang dalam 24 jam Rawat ruangan/ICU

10
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi urgensi dapat dilihat
pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Obat hipertensi oral 3,5
Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 Hipotensi, gagal ginjal,
ulangi per 30 min ; jam ;              SL 10-20 stenosis arteri renalis
SL, 25 mg min/2-6 jam
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk,
ulangi per jam mulut kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
ulangi setiap 30 min jantung, hipotensi ortostatik
Nifedipine 5 - 10  mg PO; 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 gangguan coroner
menit
SL, Sublingual. PO, Peroral

Sedangkan untuk hipertensi emergensi lebih dianjurkan untuk pemakaian parenteral,


daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Obat hipertensi parenteral 3,5


Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / kg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan jangka
nitroprusside menit sebagai menit setelah panjang dapat menyebabkan
infus IV infus keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg 2-5 min /5-10 Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
sebagai infus IV min methemoglobinemia; membutuhkan
sistem pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15-30 Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
sebagai infus IV min peningkatan tekanan intrakranial;
hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan gangguan
per 250 cc jam coroner
Glukosa 5%
mikrodrip
5-15 ug/kg/menit 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
Diltiazem sebagi infus IV 30 min peningkatan tekanan intrakranial;
11
hipotensi

Pada hipertensi emergensi dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi dengan

penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak

memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat

pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Obat yang dipilih untuk Hipertensi Emergensi dengan komplikasi 2,5
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera

mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan

nicardipine iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam

labetalol
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam

labetalol
Kelebihan katekolamin Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopati Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam

hemorrhage nicardipine
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi


Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung
dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan
disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care
unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

1.      Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous.
Secara intavena mempunyai onset of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg /
menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

12
2.      Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis
tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action 3 – 5
menit.  Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus intavena. Efek samping : sakit kepala, mual,
muntah, hipotensi.

3.      Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara intravena bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai TD
yang diinginkan.  Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperuricemia, aritmia, dll.

4.      Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.  Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10
– 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.  Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi
refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.  Efeksamping :
refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI
akut dll.

5.      Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60


menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6.      Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk
mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.  Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7.      Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem
simpatis dan parasimpatis.  Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.  Onset of action : 1 – 5
menit.  Duration of action : 10 menit.  Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine,
respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.

8.      Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.  Dosis : 20 – 80 mg secara i.v.
bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.  Onset of action 5 – 10 menit  Efek
samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll.  Juga tersedia
dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping
hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.

9.      Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.
Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.  Onset of action : 30 – 60 menit, duration of
13
action kira-kira 12 jam.  Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino,
with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak
konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10.  Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.  Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam
10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.  Onset of
action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam.  Efek samping :
rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara
tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Pengobatan khusus krisis hipertensi


1.      Ensefalopati Hipertensi

Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi
esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik
dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan gejala saraf fokal
(nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas)
melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang dianjurkan
: Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.

2.      Gagal Jantung Kiri Akut

Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat dari
bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila tensi telah
terkontrol.

Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan


mempercepat perbaikan

3.    Feokromositoma

Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan berakibat kenaikan
tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak
dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.

4.      Deseksi Aorta Anerisma Akut

Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang meluas. Bila terjadi
ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidaj khas

14
yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan
katup aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan
dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan obat
pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.

5.      Toksemia Gravidarum


Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin
kemudian dilanjutkan dengan klonidin.

6.      Perdarahan Intrakranial

Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena penurunan
tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar tempat
perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan
sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat pilihan :
Trimetapan atau Hidralazin.

2.7 Prognosis 1
Kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal jantun (13%).
Prognosis menjadi lebih baik apabila penanganan tepat dan segera.

BAB III

KESIMPULAN

Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neuro-cardiovaskular


yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis terdiri dari hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan

15
darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut.2

Kerusakan organ merupakan komplikasi dari penderita dengan krisis hipertensi dan
membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Keadaan hipertensi emergensi biasa ditemukan dalam praktek klinis sehari-hari sehingga
pengenalan, evaluasi dan pengobatan sangat penting dalam mencegah kerusakan organ yang
permanen.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Devicaesaria A. 2014. Hipertensi Krisis. Leading article: Departemen Neurologi,


FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo
2. Alwi,I, dkk. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI, 2006
3. Varon J, Marik PE, clinical Review. The Management of Hypertensive Crises. Critical
Care
4. Thomas L. 2011. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can FamPhysican.
57:1137-41
5. Marik PE, Rivera R. 2011. Hypertensive emergencies: an update. Curr Opin Crit Care 17:
569-580.
6. Aggarwal M, Khan IA. 2006. Hypertensive crisis: hypertensive emergencies and
urgencies. CardiolClin 24: 135-146.
7. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, etal. 2004.
ImpairedCerebral Autoregulation in Pasient with MalignantHypertension. Journal of the
AmericanHeart Association. 110:2241-2245.
8. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. 2010. Risk Factors
Promoting Hypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. AmJ Hypertensi.
23:775-780.

17

Anda mungkin juga menyukai