Hipertensi Krisis
Asnelia Devicaesaria
Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo
PENDAHULUAN
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai
di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan
sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah
tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuh-
kan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di
Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia
20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30%
diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis diser-
tai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi
krisis.
Pada JNC 7 tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi, namun
hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus yang memer-
lukan tatalaksana yang lebih agresif.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7.
DEFINISI
Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan darah akut. Definisi yang
paing sering dipakai adalah:
Dikenal beberapa istilah yang ningkatan tekanan darah secara cepat disertai pening-
berkaitan dengan hipertensi krisis katan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah
antara lain: yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel
dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat keru-
1. Hipertensi refrakter sakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan
Respon pengobatan yang tidak fungsi autoregulasi.
memuaskan dan tekanan darah >
200/110 mmHg, walaupun telah di- Tabel 2. Causes of Hypertensive Emergency
berikan pengobatan yang efektif (tri-
ple drug) pada penderita dan kepatu-
han pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik
> 120 mmHg disertai dengan kelain-
an funduskopi. Bila tidak diobati da-
pat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi de-
ngan tekanan darah diastolik > 120-
130 mmHg dan kelainan funduskopi
disertai papil edema, peninggian te-
kanan intrakranial, kerusakan yang
cepat dari vaskular, gagal ginjal akut,
ataupun kematian bila penderita
tidak mendapatkan pengobatan. Hi-
pertensi maligna biasanya pada pen-
derita dengan riwayat hipertensi e-
sensial ataupun sekunder dan jarang
pada penderita yang sebelumnya
mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-
tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang hebat, penurunan kesa- MEKANISME AUTOREGULASI
daran dan keadaan ini dapat menjadi
reversibel bila tekanan darah tersebut Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ
diturunkan. tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan
mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/
dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka
Faktor penyebab hipertensi intinya akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik
terdapat perubahan vascular, berupa akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi,
disfungsi endotel, remodeling, dan aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial
arterial striffness. Namun faktor pe- Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah
nyebab hipertensi emergensi dan batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan ok-
hipertensi urgensi masih belum dipa- sigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
hami. Diduga karena terjadinya pe- aliran darah yang menurun.
Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi
ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah dapat ter-
jadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2).
Gambar
Gambar 1. Patofisiologi 1. Patofisiologi
hipertensi emergensi. hipertensi emergensi.
Hipertensi berat
Kehamilan
Kelainan ginjal
Obat-obatan
Natriuresis spontan
Kerusakan endotel
Kekurangan volume
Permeabilitas endotel intravaskular
Peningkatan TD besar
Iskemik jaringan
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan da-
rah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai ting-
katan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi
vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran
darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di
bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk
kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia
otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang autoregulasi
ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga pengurangan aliran darah dapat ter-
jadi pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2).
Gambar 2. Kurva autoregulasi pada tekanan darah.
Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita hipertensi dengan yang nor-
motensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara grup nor-
motensi dan hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung meng-
geser autoregulasi ke arah normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, diperkirakan
bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena
itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit
atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita
diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit
dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalo-
pati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut atau-
pun perdarahan intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus
dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada. Tanda
dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis de-
ngan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan
tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati
didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdara-
han dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular
bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut.
Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja
terjadi.
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel 3
1. Funduskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis
tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan
minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang me-
nyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik
harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa.
Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak
nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi
ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan
diagnostik pada pasien hipertensi:
PENATALAKSANAAN
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan
1. Hipertensi Urgensi β-adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja
mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol
A. Penatalaksanaan Umum memiliki dose range yang sangat lebar sehingga
Manajenem penurunan tekanan darah pada menyulitkan dalam penentuan dosis. Peneli-
pasien dengan hipertensi urgensi tidak mem- tian secara random pada 36 pasien, setiap grup
butuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi man- mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan meng-
faat untuk menurunkan tekanan darah dalam hasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan
24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diastolik secara signifikan. Secara umum la-
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal betalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg
standard goal penurunan tekanan darah dapat secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam ke-
diturunkan sampai 160/110 mmHg. mudian. Efek samping yang sering muncul ada-
lah mual dan sakit kepala.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi par-
enteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam Clonidine adalah obat-obatan golongan sim-
menurunkan tekanan darah. Pemberian loading patolitik sentral (α2-adrenergicreceptor agonist)
dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbul- yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit
kan efek akumulasi dan pasien akan mengalami dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa
hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1
penggunaan kombinasi obat oral merupakan mg setiap jam sampai tercapainya tekanan da-
pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi rah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7
urgensi. mg. Efek samping yang sering terjadi adalah se-
dasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi
urgensi Nifedipine adalah golongan calcium channel
blocker yang memiliki pucak kerja antara 10-20
Captopril adalah golongan angiotensin-convert- menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan
ing enzyme (ACE) inhibitor dengan onset mulai oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena
15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg dapat menurunkan tekanan darah yang men-
sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosis- dadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga
nya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. berhubungan dengan kejadian stroke.
Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,
hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal 2. Hipertensi Emergensi
(khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri
renal bilateral). A. Penatalaksanaan Umum
Nicardipine adalah golongan calcium channel Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan
blocker yang sering digunakan pada pasien de- setiap individu tergantung pada kerusakan or-
gan target. Manajemen tekanan darah dilakukan
ngan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang
dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU
urgensi secara random terhadap penggunaan agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan
nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal pe-
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan nurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi
placebo yang mencapai 22% (p=0,002). Penggu- penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% se-
naan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diu- lama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.
lang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah Penurunan tekanan darah secara cepat dan berle-
yang diinginkan. Efek samping yang sering terja- bihan akan mengakibatkan jantung dan pembu-
di seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala. luh darah orak mengalami hipoperfusi.
KESIMPULAN
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan di bidang neuro-cardiovaskular yang sering di-
jumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis terdiri dari hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi. Keduanya harus ditangani dengan tepat dan segera sehingga prognosisnya terhadap or-
gan target (otak, ginjal dan jantung) dan sistemik dapat ditanggulangi.
daftar pustaka
1. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi- 7. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. 2007.
Urgensi. BIKBiomed. 2007. Vol.3, No.4 :163-8. pp. 43-50.
2. 2. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors 8. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensivecri-
PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. Am ses. Critical CareJournals. 2003.
J Hypertensi. 2010. 23:775-780. 9. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, etal.
3. Kaplan NM. Primary hypertension. In: Clinical Hypertension. 9 ed. Lip- ImpairedCerebral Autoregulation in Pasient with MalignantHyperten-
pincott Williams &Wilkins; 2006: 50-104. sion. Journal of the AmericanHeart Association. 2004. 110:2241-2245.
4. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8. 10. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can FamPhy-
5. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.Harrison's sician. 2011.57:1137-41.
Principles ofInternal Medicine. Seventeenth Edition. 2008. 11. Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. 2011.
6. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU DigitalLi- 12. Bisognano JD. Malignant Hypertension. 2013. pp. 43-50.
brary. 2004.