A. DEFENISI
Krisis Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik
≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target
yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera,
dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan
terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi.
Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat
tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan
>220/140
Krisis hipertensi merupakan sebuah kegawatdaruratan yang
memerlukan penurunan tekanan darah segera (Tanto, 2014)
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang
neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis
ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan
dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah
tersebut ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan
hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi
yang mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
melebihi batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah darah (Hani, 2010)
B. KLASIFIKASI
Krisis hipertensi dibagi menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
1. Hipertensi urgensi, apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan
atau diastolic >120 mmHg tanpa disertai jejas organ target
2. Hipertensi emergensi, apabila tekanan darah sistolik sistolik > 180
mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg disertai jejas organ target yang
progresif. Beberapa organ target pada hipertensi krisis yang harus
diwaspadai, antara lain :
a) Neurologi : ensefalopati hipertensi, stroke iskemik/hemoragik, papil
edema, perdarahan intracranial
b) Jantung, syndrome koroner akut, edema paru, diseksi aorta, gagal
jantung akut
c) Ginjal : proteinuria, hamaturia, gangguan ginjal akut
d) Preeclampsia/eklampsia, anemia hemolitik, dan lain-lain
C. ETIOLOGI
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi
kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada
kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi
organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat
mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,
diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
1. Faktor Resiko Krisis Hipertensi
a. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
b. Kehamilan
c. Umur
d. Gaya Hidup
e. Obesitas
f. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
g. Pengguna NAPZA
h. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma
kepala, penyakit vaskular/ kolagen)
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi krisis hipertensi hingga saat ini belum diketahui secara
pasti. Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi
dan peningkatan resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat.
Peningkatan tekanan darah menyebabkan stress mekanik dan jejas endotel
sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat. Hal tersebut juga memicu
kaskade koagulasi dan deposisi fibrin. Hal tersebut menyebabkan iskemia
serta hipoperfusi organ yang menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut
berlangsung dalam sebuah lingkaran (Tanto, 2014).
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun
sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan
tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap
lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan
tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron.
Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada
retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala
retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan
gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan
ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal
adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus
pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah
maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan
kerusakan otak yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan
pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme
adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi
pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ
target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap
pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial
akan dijumpai keluhan yaitu :
1. Sakit kepala
2. Penurunan tingkat kesadaran
3. Mual dan muntah
4. Pendarahan
5. Tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis.
Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau
defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan
retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun
papiledema.
6. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja
muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal
jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan
oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi (Devicaesaria, 2014)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan tekanan darah : tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg,
dan atau diastolic >120 mmHg
2. Funduskopi : spasme arteri segmental atau difus, edema retina,
perdarahan retina, eksudat retina, papil edema, vena membesar
3. Pemeriksaan neurologis : sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan,
deficit fokal neurologis, kejang, koma
4. Status kardiopulmoner
5. Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada gagal ginjal akut
6. Pemeriksaan denyut nadi perifer
7. Pemeriksaan darah : hematokrit dan apusan darah
8. Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada urine
9. Kimia darah : peningkatan kreatinin, azotemia (ureum > 200 mg/dl),
glukosa, elektrolit
10. Pemeriksaan EKG : adanya iskemia, hipertropi ventrikel kiri
11. Foto thoraks (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta
(Tanto, 2014)
E. KOMPLIKASI
a. Iskemia atau Infark Miokard
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri
dada berkurang atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat
pilihan adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat
menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner.
Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol.
b. Gagal Jantung Kongestif
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat
menimbulkan gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan
bersama-sama dengan oksigen, morfin, dan diuretik merupakan obat
pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin yang
juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan yang
lain.
c. Diseksi Aorta Akut
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan
darah yang mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan
perut. Untuk menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera
diturunkan. Tekanan darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100
mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan hipoperfusi organ target.
Obat pilihan adalah vasodilator seperti nitroprusid yang diberikan bersama
penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain.
d. Insufisiensi Ginjal
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian
tekanan darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian
tekanan darah dapat disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok,
siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli.
Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi vaskular
sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti
nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
e. Krisis Katekolamin
Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis
kokain. Pada intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan
infark miokard. Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis
katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik
Pada kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan
secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah
sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah
selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan
tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan
dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih
perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi
diberikan obat antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara
hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah
secara cepat tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral,
dimulai pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat
antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah
yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat
monitor tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau
hipotensi, kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan
terjadinya hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai
normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
a. Natrium Nitropusida
b. Nikardipin hidroklorida
c. Nitrogliserin
d. Enaraplirat
e. Hidralazin Hidroklorida
f. Diazoksid
g. Labatalol Hidroklorida
h. Fentolamin
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan
penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis
hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang
diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya
kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan
usia pasien.
1) Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari
MAP ataupun TD yang didapat.
2) Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak,
jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting
anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal
dalam satu atau dua minggu.
a. Diet sehat penderita krisis hipertensi
1) Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan
dengan empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah
kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah
energi (bagi yang kegemukan).
2) Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH
(Dietary Approach to Stop Hipertension) yang merupakan
strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip utama dari diet
DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang
terdiri atas buah-buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa
atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-bijian, dan kacang-
kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang
dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori
tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam
diet DASH untuk yang berat badannya normal mengandung
2.000 kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi,
siang, malam).
BAHAN
PORSI SEHARI UKURAN PORSI
MAKANAN
Karbohidrat 3 – 5 piring Kecil
Lauk hewani 1 – 2 potong Sedang
Lauk nabati 2 – 3 potong Sedang
Sayuran 4 – 5 mangkuk
Buah – buahan 4 – 5 buah/potong Sedang
Susu / yoghurt 2 – 3 gelas
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi
paru
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
jantung
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai O2
ke otak menurun karena hipertensi
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
e. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
f. Resiko injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
5. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Pantau kecepatan, irama,
kedalaman dan upaya
Respiratory status : ventilation pernafasan
Respiratory status : airway 2. Pantau adanya pucat dan
sianosis
patency
3. Atur posisi pasien untuk
Ketidakefektifan pola Vital sign status
optimalkan pernafasan (posisi
napas berhubungan Kriteria hasil :
semi fowler)
dengan Penurunan Suara nafas bersih, tidak ada
4. Informasikan kepada pasien
ekspansi paru sianosis, dan dispneu dan keluarga tentang teknik
Menunjukkan jalan nafas yang relaksasi untuk memperbaiki
paten pola pernafasan
TTV dalam rentang normal 5. Kolaborasikan pemberian
bronkodilator dan oksigen
sesuai dengan program
NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan Intrakranial Pressure (ICP)
keperawatan perfusi jaringan Monitoring (Monitor tekanan
serebral adekuat dengan intrakranial)
Gangguan Perfusi kriteria hasil : Berikan informasi kepada
Jaringan Serebral Fungsi neurologis normal keluarga
Berhubungan dengan Tekanan intra kranial dalam Monitor tekanan perfusi
edema serebral, batas normal serebral
embolisme, aterosklerosi, Tidak terdapat nyeri kepala Catat respon pasien
Tidak terdapat cartid bruit terhadap stimuli
koagulasi intravaskuler Tidak terdapat kegelisahan Monitor tekanan intrakranial
Tidak terdapat lesu pasien dan respon
Tidak terdapat kecemasan neurology terhadap aktivitas
Tidak ada agitasi Monitor jumlah drainage
Tidak terdapat muntah cairan serebrospinal
Tidak pingsan Monitor intake dan output
cairan
Restrain pasien jika perlu
Monitor suhu dan angka
WBC
Kolaborasi pemberian
antibiotik
Posisikan pasien pada
posisi semifowler
Minimalkan stimuli dari
lingkungan
KATEGORI DIASTOLIK
SISTOLIK (MMHG)
TEKANAN DARAH (MMHG)
NORMAL < 120 Dan < 80
PREHIPERTENSI 120-139 80-89
HIPERTENSI
140-159 90-99
STADIUM I
HIPERTENSI
≥160 ≥100
STADIUM II
KRISIS HIPERTENSI Atau
( MEMBUTUHKAN
PENANGANAN >180 >110
GAWAT DARURAT )
TEKANAN
TEKANAN SISTOLIK
KATEGORI DIASTOLIK
(MMHG)
(MMHG)
TEKANAN DARAH
120 80
OPTIMAL
TEKANAN DARAH
120-130 80-85
NORMAL
PRA HIPERTENSI 130-140 85-90
HIPERTENSI RINGAN 140-160 90-100
HIPERTENSI SEDANG 160-180 100-110
HIPERTENSI BERAT >180 >110