Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

UGD RSUD S.K. LERIK KOTA KUPANG

HIPERTENSI URGENSI

Oleh:

dr. Mariana Astuti Dam

Pendamping Internsip:

dr Aisah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD SK . LERIK, KOTA KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

2020

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS IGD


Nama : dr. Mariana Astuti Dam

Judul Portofolio : Hipertensi Urgensi

Topik : Ilmu Penyakit Dalam

Wahana :RSUD S.K. Lerik, Kota Kupang

Kupang,……………………2020

Mengetahui,

Dokter Pendamping IGD

dr. Aisah

NIP. 197708112010012010
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat.1 Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan
darah secara akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan menyebabkan penanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa.2
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis.
Dari 60 juta penduduk Amerika Serikat 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1 –
2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Data mengenai
hipertensi krisis di Indonesia masih belum banyak diteliti, namun studi Multinational
Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovacular Disease (Monica) yang dilakukan
di Jakarta pada tahun 1988 menempatkan hipertensi sebagai faktor risiko utama kejadian
kardiovaskular.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Terdapat perbedaan beberapa penulis mengenai terminologi peningkatan tekanan darah
secara akut. Terminologi yang paling sering dipakai adalah :
Hipertensi urgensi (mendesak) yaitu peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg
atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak tanpa disertai kerusakan organ target. Pada
keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat –
obatan anti hipertensi oral. Hipertensi emergensi (darurat) yaitu peningkatan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ
terget. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan
memberikan obat – obatan anti hipertensi intravena.1,3,4
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain.3
1. Hipertensi refrakter: respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah >
200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.

2. Hipertensi akselerasi: peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan
kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120
– 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai

2.2. Etiologi dan Patofisiologi


Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.
Peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular dipercaya
menjadi penyebab.4,5 Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol kemudian berdampak pada kerusakan vaskular,
deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.1

2.3. Mekanisme Autoregulasi


Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan
pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan
berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun
maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada
individu normotensi, aliran darah orak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure
(MAP) 60 – 70 mmHg.6 Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang
menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi
klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.3
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan
aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih inggi (lihat gambar 02).3

Gambar 02. Kurva autoregulasi pada tekanan darah.

Straagaard pada penelitiaanya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita
hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan 73 mmHg pada orang normotensi. Penderita
hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara group normotensi dan hipetensi
tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke
arah normal.3
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,
diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira – kira 25% di bawah
resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak
20 – 25% dalam beberapa menit atau jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi.
Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun oedema paru akibat payah
jantung kiri dilakukan dalam tempo 15 – 30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan
hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25%
dalam 2 – 3 jam. Untuk pasien dengan infak serebri akut ataupun perdarahn intrakranial,
penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar tekanan
darah tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.3

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubunga dengan kerusakan organ target yang ada.
Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda – beda setiap pasien. Sakit kepala, perubahan
tingkat kesadaran dan atau tanda neurologi fokal bisa terjadi pada pasien dengan hipertensi
ensefalopati. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan
arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain
manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial
infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan
oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.5

Gambar 03. Papiledema. Perhatikan adanya pembengkakan dari optik disc dengan margin
kabur.8
Hipertensi Urgensi (mendesak).3
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi
dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak
dijumpai keadaan pada tabel 03.
1. Funduskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif
Tabel 03. Hipertensi emergensi (darurat).3
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai
dengan satu atau lebih kondisi akut berikut:
1. Perdarah intra kranial atau perdarahan subaraknoid
2. Hipertensi ensefalopati
3. Diseksi aorta akut
4. Oedema paru akut
5. Eklamsi
6. Feokhromositoma
7. Funduskopi KW III atau IV
8. Insufisiensi ginjal akut
9. Infark miokard akut
10. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain: sindrom withdrawal
obat anti hipertensi.

2.5. Pendekatan Diagnosis


Kemampuan membedaan antara hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan
dengan cepat dan segera agar dalam penatalaksaan tidak terlambat yang berakibat
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien.1
Catatan riwayat penyakit harus dilaporan untuk mengetahui kegawatan hipertensi, obat –
obatan yang diminum terakhir baik yang diresepkan oleh dokter maupun tidak terutama obat
– obatan monoamine oxidase inhibitors, kokain, amfetamin dan phencyclidine. Riwayat
penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda –
tanda neurologik harus diperiksa seperti sakit kepala dan kejang.1
Pemeriksaan laboratorium seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa harus
disertakan pada pasien hipertensi krisis. Foto thorax, EKG dan CT-scan kepala sangat
penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan
neurologis. Pada keadaan gagal jantun kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan
ekokardiografi perlu dilakukan.1 Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada
pasien hipertensi:
Gambar 04. Alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi.1,4

2.6. Penatalaksanaan
1. Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure
(MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Pada fase awal goal standar penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.1,4
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral mauun oral bukan tanpa resiko dalam
menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti hipertensi dapat
menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah.
Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan
hipertensi urgensi.1,4

B. Obat – obatan spesifik untuk hipertensi urgensi


 Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan
onset mulai 15 – 30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal
kemudian tingkatkan dosisnya 50 – 100 mg setelah 90 – 120 menit kemudian. Efek
yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal
(khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).4
 Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada
psien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien
dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipin atau
plasebo. Nicardipin memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan plasebo
yang mencapai 22% (P=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat
diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping
yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.4

 Labetolol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan memiliki waktu
kerja mulai antara 1 – 2 jam. Dalam penelitian labetolol memiliki dose range yang
sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random
pada 36 pasien, setiap group ada yang diberikan dosis 100, 200 dan 300 mg secara
oral dan menghasilkan penurunan tekan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.
Secara umum labetolol dapat diberikan mulai dari dosi 200 mg secara oral dan dapat
diulangi setiap 3 – 4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual
dan sakit kepala.4

 Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergic receptor


agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 – 30 menit dan puncaknya antara 2 – 4
jam. Doasi awal bisa diberikan 0,1 – 0,2 mg kemudian berikan 0,05 – 0,1 setiap jam
sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg.
efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.4

 Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja
antara 10 – 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi
hipertensi urgensi kerana dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak
dapat diperidisikan sehingga berhungan dengan kejadian strok. Pada tahun 1995
National Heart, Lung, and Blood Institute meninjau kembali bukti keamanan tentang
penggunaan obat golongan Ca channel blocker terutama nifedipine kerja cepat harus
digunakan secara hati-hati terutama pada penggunaan dosis besar untuk terapi
hipertensi.4
2.7. Prognosis
Sebelum ditemukannya obat anti-hipertensi yang efektif harapan hidup penderita
hipertensi maligna kurang dari 2 tahun, dengan penyebab kematian tersering adalah strok,
gagal ginjal dan gagal jantung.[11] Kematian disebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia
(48%), infark miokard (1%) dan diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat
ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan yang tepat pada dekade terakhir.3
BAB III LAPORAN KASUS

1.1 Identitas
Nama : Ny. S.M
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Kelapa Lima
Pekerjaan : IRT
MRS : 20 September 2020

Keluhan utama : Nyeri kepala


Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri kepala. Nyeri
kepala dirasakan saat pasien bangun dari tidur siang. Nyeri kepala dirasakan hilang
timbul, hilang bila beraktivitas dan bekerja, timbul terutama saat pasien bangun dari
tidurnya. ± 1 hari, nyeri kepala menetap seharian, penderita memeriksakan diri ke
poli 158, disarankan mondok karena tekanan darah sangat tinggi.

Mual (-), muntah (-), pusing berputar (-), telinga berdenging (-), penglihatan tiba –
tiba kabur (-), kelemahan di anggota gerak (-), kesemutan (-), pelo (-), perot (-),
tersedak (-), berdebar – debar (-), nyeri dada (-), sesak (-), kaki bengkak (-),
gemetaran (-), BAK jumlah dan frekuensi cukup, warna kuning jernih, BAB tidak ada
keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


o Riwayat darah tinggi (+) didiagnosis sejak tahun 2000,
Kontrol dan minum obat tidak teratur.
o Riwayat sakit jantung disangkal
o Riwayat kencing manis tidak ada
o Riwayat sakit ginjal disangkal
o Riwayat terbangun di malam hari karena sesak disangkal
o Riwayat tidur dengan bantal tinggi disangkal
o Riwayat batuk lama disangkal
o Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


o Tidak ada keluarga yang menderita darah tinggi
o Riwayat sakit kencing manis disangkal
o Riwayat sakit jantung disangkal
o Riwayat sakit ginjal disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : TD : 200/100 mmHg
N : 90x/ menit
RR : 22x/ menit
t : 36,8°C
TB : 150 cm, BB : 50 kg, IMT : 22,22 (normoweight)
Kulit : turgor cukup
Kepala : mesosefal
Mata :conjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+) normal, isokor ± 3 mm / 3 mm
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-), epistaksis (-)
Mulut : sianosis (-)
Tenggorok : T1-1, arcus faring hiperemis (-)
Leher : leher JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak
membesar, trakea di tengah
Dada : bentuk simetris saat statis dinamis, retraksi intercostal (-),
suprasternal (-), retraksi epigastrium (-).
Cor I : Ictus cordis tampak di SIC VI Linea axillaris anterior
Pa :Ictus cordis teraba di SIC VI Linea axillaris anterior, kuat
angkat (+), melebar (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Batas kiri : SIC VI Linea axillaris anterior
Batas kanan : SIC V Linea Parasternalis Dextra
Batas atas : SIC II Linea Parasternalis Sinistra
Au : heart rate: 90x/menit, reguler, M1M2, P1P2, A1A2,
A2P2, bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)

Pulmo depan I : simetris statis dinamis


Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : SD vesikuler +/+
ST -/-
belakang I : simetris statis dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : SD vesikuler +/+
ST -/-

Vesikuler Vesikuler Vesikuler


ST (-)
Paru depan Paru belakang

Abdomen I : cembung, venektasi (-)


Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) N , pekak alih (-), area traube timpani
Pa : supel, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba
Extremitas : superior inferior
Oedema : -/- -/-
Sianosis : -/- -/-
Akral dingin : -/- -/-
Tonus : N/N N/N
Kekuatan otot : 5.5.5/5.5.5 5.5.5/5.5.5
Refleks Fisiologis : +N/+N +N/+N
Refleks Patologis : -/- -/-

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hematologi, Kimia Klinik dan Urine Lengkap tanggal 20 September 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Hematologi
Hemoglobin 12,00 gr% 12,00-15,00
Hematokrit 30,1 % 35,0-47,0
Eritrosit 3,55 juta/mmk 3,90-5,60
Lekosit 10,80 ribu/mmk 4,00-11,00
Trombosit 304,0 ribu/mmk 150,0 – 400,0

RDW 17.10 % 11,6 – 14,80


MPV 7,00 fL 4,00-11,00

Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 95 mg/dl 74-150
Ureum 20 mg/dl 15-39
Creatinin 0.60 mg/dl 0,60-1,30

Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 136-145
Kalium 3,3 mmol/L 3,5 – 5,1 L
Chlorida 109 mmol/L 98 – 107 H
Urine Lengkap
Warna Kuning/jernih
BJ 1,020
pH 6,00
30 mg/dl Negatif
Protein
Neg mg/dl Negatif
Reduksi
0,2 mg/dl Negatif
Urobilinogen
Neg mg.dl Negatif
Bilirubin
Neg mg/dl Negatif
Aseton
Nitrit +/pos
Sedimen
LPK
Epitel 1–2
LPB
Leukosit 1–2
LPB
Eritrosit Neg

Ca oksalat Neg

Asam urat Neg

Tripel fosfat Neg

Amorf Neg
LPK
Sil. Hyalin Neg
LPK
Sil. Granula kasar Neg
LPK
Sil.Grranula halus Neg
LPK
Sil. Epitel Neg
LPK
Sil. Eritrosit Neg
LPK
Sil. Leukosit Neg

Bakteri Neg

Lain lain Neg

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Asam urat 4,75 mg/dl 2,60 – 7,20
Cholesterol 161 mg/dl 50 – 200
Trigliserida 92 mg/dl 30 – 150
HDL cholesterol 38 mg/dl 35 – 60
LDL cholesterol 83 mg/dl 62 – 130

Hasil pemeriksaan X - Foto Thorax AP 20 September 2020

COR : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal


Kalsifikasi aorta
PULMO : Corakan vaskuler tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri lancip
KESAN : Kardiomegali (LV), Kalsifikasi Aorta, Pulmo tak nampak kelainan

Hasil Pemeriksaan EKG : Tanggal 20 September 2020


1.6 Diagnosa
Hipertensi Urgensi

1.7 Rencana terapi:

- Rawat inap
- O2 2 liter/menit
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
- Amlodipin 1 x 10 mg p.o
- Captopril 3x 25 mg p.o

Prognosis

- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sannationam : dubia ad malam
BAB IV
PENUTUP
3.1. Simpulan
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi emergensi (darurat), yaitu peningkatan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan
organ terget sedangkan hipertensi urgensi (mendesak), yaitu peningkatan tekanan darah
seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target.
Faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis
fibrinoid arteriol kemudian berdampak pada kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan
kerusakan fungsi autoregulasi.
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure
(MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan
setiap individu tergantung pada kerusakan organ target. Managemen tekanan darah dilakukan
dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan
ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikonrol dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean Arterial Pressure
(MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2 – 3 jam berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi Urgensi. BIK
Biomed.2007. Vol.3, No.4 :163-8.
2. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors Promoting
Hypertensive Crises: Evidence From a Longitudinal Study. Am J Hipertensi 2010. 23:775-
780.
3. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital Library [database
on the internet] 2004. [cited February 2013, 21]. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/ fisiologi-abdul % 20 majid.pdf.
4. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
Article [article on the internet] 2007. [cited February 22, 2013]. pp. 43 – 50. Available
from:http://www.turner-white.com/memberfile. php?
PubCode=hp_mar07_hypertensive.pdf.
5. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensive crises. Critical
Care Journals [data base on the internet] 2003. [cited on February 21, 2003]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC270718/pdf/cc2351.pdf.
6. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, et al. Impaired
Cerebral Autoregulation in Pasient with Malignant Hypertension. Journal of the American
Heart Association [database on the internet] 2004. [cited February 24, 2013]. 110:2241-
2245. Available from: http://circ.ahajournals.org/content/110/15/2241.full.pdf.
7. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can Fam Physician [article on
the internet] 2011. [cited February 2013, 22]. 57:1137-41. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3192077/pdf/0571137.pdf.
8. Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. Medscape Article [data
base on the internet] 2011. [cited on February 22, 2003]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1952052overview?
pa=3QEKRWRb083C64sgKB3xlATWV3tEcYgMKwy9Z49iwNgDq
%2FiI01G9ar41BQtDWBtiLCEJNCrbkqLWYvqLrhntWA%3D%3D#showall.

Anda mungkin juga menyukai