Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

KRISIS HIPERTENSI




Oleh :
ASIH APRILIYANI
NIM.0908151698


Pembimbing :
dr. WR Butar Butar, Sp.PD FINASIM



KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2014
2


BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan
penanggulangan yang baik. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90
mmHg. Hipertensi sering disebut silent kiler karena termasuk yang mematikan
tanpa disertai dengan gejala gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi
korbannya.
1
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena
beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya
pasien hipertensi yang masih belum mendapat pengobatan maupun yang sudah
diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit
penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan moriditas dan mortalitas.
2
Menurut World Health Organization (WHO) dan The Internationa Society
of Hypertension (ISH) saat ini 600 juta penderita di seluruh duni dan 3 juta
diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya. Di Indonesia masalah hiprtensi
cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat
menjadi 27,5% pada tahun 2004.
3
Menurut beberapa penulis yaitu 1% dari
penderita hipertensi akan mengalami krisis hipertensi. Menurut majalah Lancet
dan WHO kejadian hipertensi akan meningkat dari 0,26% tahun 2000 menjadi
0,29% tahun 2025 pada penduduk dewasa di dunia. Untuk mencegah kerusakan
organ akibat krisis hipertensi di Indonesia perlu dilakukan upaya pengenalan dini
dan penatalaksanaan krisis hipertensi yang disepakati bersama.
4

Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis hipertensi
dan secara gais besar The Fifth Report of Joint National Comitte on Detection,
Evaluation and Treatment of High lood Pressure (JNCV) membagi krisis
hipertensi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi
urgensi (mendesak). Membedakan kedua golongan krisis hipertensi ini bukanlah
dari tingginya tekanan darah, tetapi dari kerusakan organ sasaran.
4


3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mmHg dan/ atau diastolik 120
mmHg) yang membutuhkan penanganan segera.
1,5


2.2 Klasifikasi Krisis Hipertensi
a. Hipertensi darurat (Emergency hypertension)
Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mmHg dan atau
diastolik 110 mmHg) dengan kerusakan organ target yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera dalam hitungan
menit sampai jam.
5
b. Hipertensi mendesak (Urgency hypertension)
Kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mmHg dan atau
diastolik 120 mmHg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau
minimal. Sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih
lambat dalam hitung jam sampai hari.
5

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluaion, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2. (Tabel
2.1)
2
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7
2
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Derajat I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Derajat II 160 atau 100
4


2.3 Epidemiologi
Insiden hipertensi tergantung komposisi ras populasi yang diteliti dan kriteria
yang digunakan untuk menjelaskan kondisi. Pada populasi kulit putih di daerah
pinggiran kota seperti pada penelitian Framingham, hampir seperlima populasi
mempunyai tekanan darah lebih besar dari 160/95, sementara hampir setengah
populsi mempunyai tekanan lebih besar dari 140/90. Prevalensi yang lebih tinggi
ditemukan pada populasi bukan kulit putih.
6
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi
hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang
berusia di atas 65 tahun.
2
Hasil penelitian Oktora (2007) mengenai gambaran penderita hipertensi yang
dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUD ArifinAchmad Pekanbaru tahun
2005 didapatkan penderita hipertesi meningkat secara nyata pada kelompok umur
45-54 tahun yaitu sebesar 24,07% dan mencapai puncaknya pada kelompok umur
65 tahun yaitu sebesar 31,48% Jika dibandingkan antara pria dan wanita
didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 58,02% dan
pria sebesar 41,98%.

2.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi
Faktor faktor yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut
adalah:
2
1. Faktor resiko, seperti diet, asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
dan genetik.
2. Sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal).
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi.
4. Pengaruh sistem otokrim setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin, dan aldosteron.

5

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:
2

Tekanan darah = Curah jantung x Tahanan perifer
2.5 Patofisiologi
Banyak fakto ryang dapat menyebabkan hipertensi menjadi krisis hipertensi.
Hipertensi kronis jarang menyebabkan terjadinya krisis hipertensi karena adaptasi
pebuluh darah sehingga kerusakan organ target dapat dicegah. Krisis hipertensi
terjadi karena peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Endotel memiliki peranan
penting dalam mengatur homeostasis tekanan darah dengan mensekresikan
beberapa substansi seperti nitrit oxide (NO) dan prostasiklin. Peningkatan
vasoreaktif dapat dipresipitasi oleh pelepasan substansi vasokonstriksi seperti
angiotensin II, norepinefrin atau keadaan yang menyebabkan suatu kondisi
hipovolemia. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) berperan
penting pada proses hipertensi berat. Angiotensin II menyebabkan cedera pada
pembuluh darah sehingga terjadi aktivasi gen proinflamatori seperti interleukin 6
dan NF-k. Selama terjadi peningkatan tekanan darah, endotel mengkompensasi
dengan melepaskan vasodilator seperti NO. Saat endotel tidak lagi mampu
mengkompensasi maka akan terjadi peningkatan tekanan darah dan kerusakan
endotel.
1,2
Kegagalan mekanisme tubuh dalam mengkompensasi menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah dan kerusakan endotel. Mekanisme pasti
kerusakan endotel belum diketahui secarapasti. Hali ini mungkin berhubungan
dengan respon imun sehingga terjadi pelepasan sitokin, vasokonstriktor endotelin
dan peningkatan ekspresi endothelial adhesion molecules. Peningkatan ekspresi
cell adhesion molecules seerti P-selectin, atau intracellular adhesion molecule 1
oleh sel endotel menyebabkan terjadinya inflamasi yang menyebabkan
bertambahnya kerusakan fungsi sel endotel, peningkatan permeabilitas endotel,
menghambat aktivitas fibrinolitik endotel dan aktivasi kaskade koagulasi.
Agregasi trombosit dan degranulasi pada endotel yang mengalami kerusakan akan
memicu terjadinya inflamasi lebih lanjut, thrombosis dan vasokonstriksi.
1,2

6


Gambar 2.1 Perubahan pada vaskular selama krisis hipertensi

2.6 Kerusakan Organ Target
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah:
2
1. Jantung
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Angina atau infark miokardium
- Gagal jantung
2. Otak (stroke atau transient ischemic attack)
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati
Beberapa peneliti menemukan bahwa penyebab kerusakan organ organ
tersebut dapat diakibatkan langsung dari kenaikan tekanan darah, atau karena efek
tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angitensin
II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain
lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
7

terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor- (TGF-).
2
Adanya kerusakan organ target terutaa pada jantung dan pembuluh darah
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan
mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular.

Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi
antara lain adalah:
2
- Merokok
- Obesitas
- Kurangnya aktivitas fisik
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
- Umur (laki laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur
(laki laki < 55 tahun, perempuan <65 tahun)
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah
menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89
mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi
hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan
darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan
darah sistolik > 140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik:
2
- Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
- Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.
- Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi.


8

2.7 Gambaran Klinis Krisis Hipertensi
Sebagian besar penderita dengan hipertensi tidak mempunyai gejala spesifik
yang menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi dari
pemeriksaan fisik, sehingga peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan
satu satunya tanda pada hipertensi. Gejala yang ditimbulkan berbeda beda
tergantung tingginya tekanan darah. Kadang kadang hipertensi esensial berjalan
tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis
dan migren dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial meskipun
tidak jarang yang tanpa gejala. Pada hasil observasi mengenai hipertensi di Paris,
dari 1771 pasien hipertensi yang tidak dapat diobati, gejala sakit kepala
menduduki urutan pertama, diikuti oleh palpitasi, nokturia, pusing dan tinnitus.
Pada observasi tersebut tidak didapatkan korelasi antara tingginya tekanan darah
dan gejala yang timbul.
7

Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat sebagai keluhan yang
dihubungkan dengan hipertensi. Pada penelitian A. Gani,dkk. Gejala klinisi
seperti pusing, cepat marah dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering
dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur dan sesak nafas.
Penelitian ini tidak berbeda dengan Harmaji,dkk yang melaporkan mendapatkan
keluhan pusing, rasa berat di tengkuk dan sukar tidur adalah gejala yang paling
sering dijumpai pada pasien hipertensi, rasa mudah lelah dan cepat marah juga
banyak dijumpai, sedangkan mimisan jarang ditemukan.
8


2.8 Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Pada pemeriksaan yang
menyeluruh kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesis meliputi:
2

a. Lamanya menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik).
9

- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat obat analgesik dan obat/ bahan lain.
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma).
- Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme).
c. Faktor faktor risiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga.
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga.
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarga.
- Kebiasaan merokok.
- Pola makan.
- Kegemukan, intesnitas olah raga
- Kepribadian.
d. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris.
- Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak napas, bengkak di kaki.
- Ginjal: haus, poliuri, nokturia, dan hematuria.
- Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten.
e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
f. Faktor faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi,
payah jantung kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi di keempat
ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidaknya bruit
pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru. Selain itu harus juga
dicari berbagai komplikasi krisis hipertensi lainnya dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung kongestif dan udema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
1,9

10

Pengukuran tekanan darah:
2
a. Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah
pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi
setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset (panjang 12-13 cm, lebar
35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar (gunakan
suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan sistolik dan diastolik).
Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit,
pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya
sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral
dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan
darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik)
dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk
orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada
hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada
posisi berdiri.
2
b. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
2

Beberapa indikasi penggunaan ABPM antara lain:
- Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
- Adanya disfungsi saraf otonom
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan obat antihipertensi
- Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan
antihipertensi.
c. Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran sendiri di rumah memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kekurangannya adalah masalah ketepatan pengukuran, sedang
kelebihannya antara lain dapat memberikan banyak hasil pengukuran.
Beberapa peneliti bahwa pengukuran di rumah lebih mewakili kondisi
tekanan darah sehari hari. Pengukuran tekanan darah di rumah juga
11

diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan menigkatkan
keberhasilan pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya.
2
3. Pemeriksaan Penunjang
1,9

- Pemeriksaan laboratorium awal : Urinalisis, darah lengkap dan elektrolit
- Pemeriksaan penunjang : Elektrokardiografi dan foto thoraks
- Pemeriksaan penunjang lainnya bila memungkinkan : CT Scan Kepala,
Echocardiogram.

2.9 Penatalaksanaan Krisis Hipertensi

Tujuan penatalaksanaan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah
sesegera mungkin. Setelah itu dapat dilakukan pengobatan terdiri dari terapi non
farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh
semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.
1,9,10
a. Non farmakologi
Terapi non farmakologis terdiri dari:
1,9,10

- Menurunkan berat badan (5-20 mmHg/10 kg)
- Menghentikan rokok
- Menurunkan berat badan berlebih
- Menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan (2-4 mmHg)
- Latihan fisik; 30 menit/hari (4-9 mmHg)
- Menurunan asupan garam ; 2,4 gram-6 gram (2-8 mmHg)
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak.


b. Farmakologi
1,9,10

Penatalaksanaan hipertensi emergensi:
1. Harus dilakukan di RS dengan fasilitas pemantauan yang memadai.
2. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera
mungkin.
3. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam
dengan langkah sebagai berikut:
12

- 5 - 120 menit pertama tekanan darah rata rata (mean arterial blood)
diturunkan 20-25%.
- 2- 6 jam kemudian diturunkan sampai 160/100 mmHg.
- 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak
ada gejala iskemia organ.

Obat obatan yang digunakan:
1,9,10
1. Clonidin (catapres) IV 150 mcg/ampul
- Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan glukosa 5% 500cc dan
diberikan dalam mikrodrip 12 tetes per menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai.
- Bila tekanan darah target tercapai pasien diobservasi selama 4 jam
kemudian diganti dengan tablet clonidin oral sesuai kebutuhan.
- Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak tetapi diturunkan
perlahan lahan oleh karena bahay rebound phenomen, dimana
tekanan darah naik secara cepat bila obat dihentikan.
2. Diltiazem (Herbesser) IV 10 mg dan 50 mg/ ampul
- Diltiazem 10 mg IV diberikan selama 1-3 menit kemudian
diteruskan dengan infus 50 mg/jam selama 20 menit.
- Bila tekanan darah telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30
mg/jam sampai target tercapai.
- Diteruskan dengan dosis maintanance 5-10 mg/jam dengan
observasi 4 jam kemudiandiganti dengan tablet oral.
3. Nicardipin (Perdipin) IV 12 mg dan 10 mg/ampul
- Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus
- Bila tekanan darah stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit
sampai target tercapai.
4. Labetalol (Normodyne) IV
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 meit atau dapat diberikan
dalam cairan infus dengan dosis 2 mg/menit.
5. Nitropruside (Nitropress, Nipride) IV
Diberikan dalam cairan infus dengan dosis 0,25-10 mcg/kg/menit.
13

Tabel 2.2 Obat parenteral yang dipakai di Indonesia
10,11
Obat Dosis Efek Onset Perhatian khusus
Klonidin IV
150 ug
6 amp per 250 cc
Glukosa 5%
mikrodrip
30-60 min 24 jam Ensepalopati
dengan gangguan
koroner
Nitrogliserin
IV
10-50ug
100ug/cc per 500 cc
2-5 min 5-10 min Sakit kepala,
takikardia, muntah,
Nicardipine
IV


0,5-6 ug/kg/menit 1-5 min 15-30
min
Takikardi, mual,
muntah, sakit
kepala, peningkatan
tekanan
intrakranial;
Diltiazem
IV
5-15 ug/kg/menit 1-5 min 15-30
min
Takikardi, mual,
muntah, sakit
kepala, peningkatan
tekanan
intrakranial;
Nitroprusside
IV
*

0,25-10 mcg / kg /
menit
Langsung

2-3 menit Mual, muntah,
penggunaan jangka
panjang dapat
menyebabkan
keracunan tiosianat,
*
obat ini belum beredar resmi di Indonesia

Penatalaksanaan hipertensi urgensi
Penatalaksanaa hipertensi urgensi cukup dengan obat oral yang bekerja
cepat sehingga menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam.
Tabel 2.3 Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia
10,11
Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril
12,5 - 25 mg
ulangi per 30
min
15-30 min

6-8 jam Stenosis a.renalis
Clonidine 75
- 150 ug,
ulangi per
jam
30-60 min 8-16 jam mengantuk, mulut
kering
Propanolol
10 - 40 mg PO
ulangi setiap
30 min
15-30 min 3-6 jam Bronkokonstriksi,
blok jantung,
Nifedipine 5
- 10 mg
ulangi setiap
15 menit
5 -15 min 4-6 jam Gangguan koroner
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
4
- Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal, proteinuria < 130/80 mmHg).
- Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
- Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
14

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau
kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.
4
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7:
4
- Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone antagonist (Aldo
Ant)
- Beta Blocker (BB)
- Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
- Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
- Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB).
Diuretika golongan tiazid bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Yang termasuk golongan
tiazid antara lain:
12
- Hidroklorotiazid (HCT), dosis: 12,5-25 mg, 1 x sehari.
- Klortalidon, dosis: 12,5-25 mg, 1 x sehari.
- Indapamid, dosis: 1,25-2,5 mg, 1 x sehari.
- Bendroflumetiazid, dosis: 2,5-5 mg, 1 x sehari.
- Metolazon, dosis: 2,5-5, 1 x sehari.
- Xipamid, dosis: 10-20 mg, 1 x sehari.
Yang termasuk golongan beta bloker, antara lain:
12

- Kardioselektif: asebutolol, atenolol, bisoprolol, metoprolol.
- Non selektif: alprenolol, karteolol, nadolol, oksprenolol, pindolol, propranolol,
timolol, karvedilol, labetalol.
Beberapa obat yang termasuk dalam golongan antagonis kalsium:
Nifedipin, verapamil, diltiazem, amilodipin, nikardipin, isradipin, felodipin.
12

Beberapa obat yang tergolong ACEI: Kaptopril, benazepril, enalapril,
fosinopril, lisinopril, perindopril, quinapril, trandolapril, dan imidapril.
12

Beberapa obat yang tergolong ARB: Losartan, valsartan, irbesartan,
telmisartan,dan candesartan.
15

BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tanga
Alamat : Rama Kasih Pekanbaru
Masuk RS : 22 Februari 2014

ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan utama :
Sakit kepala yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit (SMRS).
Riwayat penyakit sekarang :
- Sejak 2 tahun SMRS pasien sering mengeluhkan sakit kepala, sakit
dirasakan di seluruh bagian kepala, sakit dirasakan berdenyut, kepala
terasa pusing, sakit kepala tidak berkurang dengan tidur dan perubahan
posisi, tengkuk terasa berat, mual tidak ada, muntah tidak ada ,penglihatan
kabur tidak ada, kelemahan anggota gerak tidak ada, nyeri dada tidak ada,
sesak napas tidak ada. Pasien berobat ke klinik dokter dan didiagnosis
hipertensi, namun pasien tidak kontrol dan minum obat secara teratur.
Pasien hanya kontrol dan minum obat jika ada keluhan saja. Pasien tidak
ingat nama obat yang diminum.
- Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala dirasakan
semakin sering, sakit kepala terasa terutama saat pasien emosi dan marah,
sakit kepala dirasakan di seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat,
kepala pusing, badan terasa lemas, pandangan kabur tidak ada, nyeri dada
tidak ada, sesak napas tidak ada, kelemahan anggota gerak tidak ada.
Pasien berobat ke dokter dan diberikan obat tekanan darah tinggi. Keluhan
16

dirasakan berkurang setelah pasien minum obat. Namun pasien tidak
minum obat lagi setelah keluhan berkurang.
- Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala semakin hebat, sakit
dirasakan di seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat dan sakit, kepala
pusing, badan lemas, dada terasa berdebar debar, nyeri dada tidak ada,
sesak napas tidak ada, pandangan kabur tidak ada, mual (+), tidak ada
muntah, tidak demam, kelemahan anggota gerak tidak ada, penurunan
kesadaran tidak ada, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien kemudian
dibawa berobat ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat hipertensi (+) sejak 2 tahun yang lalu tidak rutin kontrol
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat diabetes melitus tidak diketahui
- Riwayat asma (-)
- Riwayat jatuh dan kecelakaan (-)
- Riwayat stroke (-)
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat nenek pasien menderita hipertensi
- Riwayat diabetes melitus di keluarga (-)
- Riwayat penyakit jantung di keluarga (-)
- Riwayat stroke di keluarga (-)
Riwayat pengobatan :
- 2 tahun SMRS pasien didiagnosa hipertensi oleh dokter tetapi tidak pernah
kontrol dan minum obat secara teratur. pasien hanya datang berobat dan
minum obat saat ada keluhan. Pasien tidak ingat nama obat yang diberikan
dokter.
Riwayat kebiasaan :
- Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
- Pasien suka makanan yang asin dan gorengan
- Riwayat aktivitas fisik dan olahraga jarang
17

- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat merokok (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign di IGD dan di bangsal:
o Tekanan darah :
IGD : 210/160 mmHg
Bangsal : 150/90 mmHg
o Frekuensi nadi :
IGD : 98 kali /menit
Bangsal : 84 kali /menit, regular, isian cukup
o Frekuensi nafas:
IGD : 24 kali /menit
Bangsal : 22 kali /menit
o Suhu axilla
IGD : 36,4C
Bangsal : 36,3
0
C
Status gizi :
o BB : 45 kg
o TB : 152 cm
o IMT : 19.48 kg/m
2
(Normal)
Pemeriksaan Kepala dan Leher :
- Wajah : moon face (-), eksoftalmus (-)
- Mata : mata cekung (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor diameter 2/2 mm, reflek cahaya (+/+)
- Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
- Leher : JVP 5 - 2 cmH
2
0, carotid pulse regular dan kuat, pembesaran
KGB (-), pembesaran tiroid (-), kaku kuduk (-)

18

Pemeriksaan Thoraks
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba di SIC V 1 jari medial LMC sinistra
Perkusi : batas jantung kanan : linea sternalis dekstra SIC V
batas jantung kiri : linea midclavicularis sinistra 2 jari
medial SIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani (+)
Pemeriksaan ekstremitas:
- Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(22/02/2014) Pemeriksaan laboratorium darah rutin
- Hb : 12,9 gr/dl
- Ht : 38,7 %
- Leu : 12.200 /L
- Plt : 144.000/L
(22/02/2014) Pemeriksaan elektrolit
- Na
+
: 136,3 mmol/L
- K
+
: 2,59 mmol/L
- Cl
-
: 102,8 mmol/L
19

RESUME
Sejak 2 tahun SMRS pasien sering sakit kepala, sakit di seluruh bagian kepala,
sakit dirasakan berdenyut, kepala pusing, sakit kepala tidak berkurang dengan
tidur dan perubahan posisi, tengkuk terasa berat, Pasien berobat ke klinik dokter
dan didiagnosis hipertensi, namun pasien tidak kontrol dan minum obat secara
teratur. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala dirasakan
semakin sering, sakit kepala terutama saat pasien emosi dan marah, sakit di
seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat, kepala pusing, badan terasa lemas.
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala semakin hebat, sakit
dirasakan di seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat dan sakit, kepala pusing,
badan lemas, dada terasa berdebar debar, mual. Pasien suka mengkonsumsi
makanan asin dan gorengan, jarang berolahraga dan aktivitas fisik. Nenek pasien
menderita hipertesi. Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan tekanan darah
210/160 mmHg.

DAFTAR MASALAH
Sakit kepala
Hipertensi
DIANOSIS KERJA
Krisis hipertensi (Hipertensi urgensi)
RENCANA PEMERIKSAAN
Rotgen Thoraks
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi :
- Tirah baring
- Diet rendah garam 2-6 gr/hari
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
- Aktivitas fisik 30 menit/ hari


20

Farmakologi :
- IVFD RL 20 tts/menit
- Captopril 3x 25 gr
- Bisoprolol 1x 5 mg
- Amlodipin 1x 5 mg
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
23//02/2014 Sakit kepala
sudah
berkurang,
kepala
pusing,
tengkuk
terasa berat,
badan lemas
KU : TSS
Kes : CM
TD 130/90mmHg
Nadi : 86 x/menit
Nafas :20 x/menit
Suhu : 36,6
0
C

Hipertensi
urgensi
dalam
masa
perbaikan
- IVFD RL 20 tpm
- Captopril 3x25mg
- Bisoprolol 1x5mg
- Amlodipin 1x5mg

24/02/2014 Pusing
sudah
berkurang,
badan masih
lemas.
KU : TSS
Kes : CM
TD 120/80mmHg
Nadi : 84 x/menit
Nafas :20 x/menit
Suhu : 36,3
0
C
Hipertensi
urgensi
dalam
masa
perbaikan
- IVFD RL 20 tpm
- Captopril 3x25mg
- Bisoprolol 1x5mg
- Amlodipin 1x5mg







21


BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa pengukuran tekanan
darah pada awal datang dengan tekanan darah 210/160 mmHg. Hal ini dapat
disimpulkan, pasien ini mengalami suatu krisis hipertensi dengan tekanan darah
sistolik 180 mmHg dan/ atau diastolik 120 mmHg. Krisis hipertensi harus
diklasifikasikan apakah krisis hipertensi ini merupakan krisis hipertensi urgensi
atau krisis hipertensi emergensi. Sehingga diperlukan data tambahan lainnya, pada
pasien ditemukan sakit kepala, kepala pusing. tengkuk terasa berat, tidak ada
keluhan nyeri dada, tidak ada sesak napas, tidak ada pandangan kabur, tidak ada
kelemahan anggota gerak. Ini dapat dipikirkan tidak ada kerusakan organ target,
jadi mengarah ke hipertensi urgensi, Akan tetapi, pada pasien tidak dilakukan
funduskopi sehingga tidak dapat diketahui apakah terjadi kerusakan pada mata
atau tidak. Dari pemeriksaan fisik paru, jantung, abdomen dalam batas normal.
Kemungkinan tidak adanya kerusakan organ target.
Berdasarkan klasifikasi JNC 7 pasien dengan tekanan darah 210/160
mmHg termasuk dalam keadaan hipertensi grade II. Hal ini ditandai juga dari
adanya keluhan sakit kepala, terasa berat di tengkuk, kepala pusing. Selain itu
diketahui, pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu. Pasien ini
memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, obat obat antihipertensi hanya
dikonsumsi pada saat keluhan saja.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah adalah IVFD RL
20 tts/ menit, captopril 3x 25 gr, bisoprolol 1x 5 mg, amlodipin 1x 5 mg. Pada
hipertensi urgensi dengan gejala nyeri kepala yang hebat tanpa ada gejala
kerusakan organ target penyerta dilakukan terapi dengan observasi 1-3 hari.
Pada pasien ini pemberian obat antihipertensi sudah mencapai target terapi
yaitu tekanan darah menjadi 120/80 mmHg.


22


DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan NK. Hypertensive crisis. In: Kaplans clinical hypertension 8th
edition. Lipincott William & Wilkins. 2002.
2. Yogiantoro M. Hipertensi esensial dalam Sudoyo Aw dkk, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
3. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2009.
4. Majid Abdul. Krisis hipertensi aspek klinis dan pengobatan. Bagian Fisiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2004: 1-7.
5. Roesma J. Krisis hiprtensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006: 616-617.
6. Isselbacher dkk. Harrison prinsip prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 3.
Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
7. Sudoyo AW dkk, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
8. Price SA, Wilson GH. Hypertensive vascular disease dalam Harrisons
principle of internal medicine. 16
th
edition. USA: Mc Graw HillCompanies
Inc. 2005.
9. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. Available from
http://www.emedicine.com/MED/topic3432.httm.
10. Vidt D. Hypertensive crises: emergencies and urgencies. Clev Clinic Med.
2003.
11. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in : Harrisons Principles of
Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mc Graw Hill Companies, Inc. 2008. p
241.
12. Vaughan CJ, Norman D. Hypertensive emergincies. The Lancet. 2000: 356.

Anda mungkin juga menyukai