Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERWATAN

DENGAN KASUS HIPERTENSI KRISIS


RSUD SIDOARJO

DISUSUN OLEH
SUTIANANINGSIH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
TAHUN AJARAN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan kasus HIPERTENSI KRISIS
di RSUD SIDOARJO

Telah disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing pembimbing

Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep medis hipertensi krisis


1. Pengertian hipertensi krisis
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis di mana tekanan darah menjadi
sangat tinggi dengan kemungkinan adanya kerusakan organ seperti otak (stroke), ginjal,
dan jantung. Krisis hipertensi sangat sering terjadi pada pasien hipertensi lama yang tidak
rutin atau lalai meminum obat antihipertensi nya. (Terry & Weaver, 2014).
Krisis Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg
dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif,
sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam agar
dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Kebanyakan referensi di Indonesia memakai
patokan >220/140 (Herlianita,2010)
2. Etiologi hipertensi krisis
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.Diduga karena terjadinya peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi (Devicaesaria, 2014)
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1) Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2) Pre-eklampsia dan eklampsia kehamilan
3) Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4) Pengguna NAPZA
5) Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)
(Devicaesaria, 2014).
3. Klasifikasi hipertensi krisis
Menurut Herlianita (2010) krisis Hipertensi dibedakan menjadi 2 berdasar tingkat
kegawatannya
1) Emergency Hypertension (Hipertensi Darurat): Tekanan darah yang sangat tinggi
dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi.
2) Urgency Hypertension (Hipertensi Mendesak) :Tekanan darah yang tinggi tapi
belum disertai kerusakan organ. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan
jam atau hari untuk mencegah kerusakan target organ.Sama seperti Hipertensi
darurat, tidak ada patokan mutlak, namun sebagai patokan tekanan darah yang
lebih dari 180/110 mmHg
4. Patofiologi
Patofiologi krisis hipertensi hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi dan
peningkatan retensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan tekanan
darah menyebabkan stress mekanik dan jejas endotel sehingga permeabilitas pembuluh
darah meningkat. Hal tersebut juga memicu kaskade koagulasi dan deposisi fibrin. Hal
tersebut menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang menyebabkan gangguan
fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam sebuah lingkaran (Tanto, 2014).
5. Pathway
Penderita hipertensi tidak teratur minum obat, penggunaan NAPZA,
obesitas, gaya hidup, ateriosklerosis

krisis hipertensi

kerusakan vaskuler pembuluh darah

perubahan struktur pembuluh darah

vasokontriksi

gangguan sirkulasi

otak ginjal jantung

rupture pembuluh darah otak Vasokontriksi penyempitan


pembuluh darah ginjal arteri koroner
edema cerebral, peningkatan TIK
suplai O2 ke ginjal menurun suplai O2 ke
iskemia – hipoksia jaringan serebral ke jantung
menurun
Resiko perfusi
Resiko perfusi renal tidak efektif
Serebral tidak akut miokard
efektif infark

Penurunan curah
jantung
6. Manifestasi hipertensi krisis
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target
yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien
dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intracranial akan dijumpai keluhan sakit
kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau
paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran
dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan
retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema.Pada
sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan
seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien
yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi
(Devicaesaria, 2014)
Gejala krisis Hipertensi ini bervariasi, mulai dari gejala ringan sampai berat1.
Gejala ringan :
1) Mual, muntah
2) Sakit Kepala
3) Kaku pada tengkuk
4) Nyeri Dada
5) Sesak Napas
Gejala yang lebih berat
1) Gangguan kesadaran sampai pingsan
2) Kejang
3) Nyeri dada hebat
7. Komplikasi
a. Iskemia atau Infark Miokard
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada
berkurang atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan
adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi
sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner.Obat lain yang dapat dipakai
adalah labetalol.
b. Gagal Jantung Kongestif
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat
menimbulkan gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-
sama dengan oksigen, morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat
menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan
preload dan afterload merupakan obat pilihan yang lain.
c. Diseksi Aorta Akut
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan
darah yang mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut.
Untuk menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan.
Tekanan darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100mmHg, atau lebih
rendah asal tidak menimbulkan hipoperfusi organ target.
d. Insufisiensi Ginjal
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian
tekanan darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan
darah dapat disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok,siklosporin,
kortikosteroid, dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli.Penatalaksanaan
adalah dengan cara menurunkan resistensi vascular sistemik tanpa mengganggu
aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada
keadaan ini
e. Krisis Katekolamin
Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan
dosiskokain. Pada intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan
infark miokard. Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin,
meski labetalol juga terbukti efektif
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Musttaqin (2014) pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :
1) Pemeriksaan segera seperti :
 Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD
 Urine : Urinalisa & Kultur Urin
 EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi
 Foto dada : apakah ada edema paru
2) Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)
 Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan
 Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk
khatekolamin,metamefrin, Venumandelic Acid (VMA)
 Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolikdari
gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan
9. Penatalaksanaan
Menurut Devicaesaria (2014) terdapat beberapa penatalaksanaan yangdapat
dilakukan kepada pasien krisis hipertensi yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik. Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat,
sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa
menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih
perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam
1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya
secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100
mmHg.Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan
respons klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan
pemberian obat antihipertensi parenteral,dimulai pemberian obat antihipertensi
oral.Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi
oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral
sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik
otomatik.Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi,
kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi
organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada
saat pasien berobat jalan. Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis
hipertensi adalah :

 Natrium Nitropusida
 Nikardipin hidroklorida
 Nitrogliserin
 Enaraplirat
 Hidralazin Hidroklorida
 Diazoksid
 Labatalol Hidroklorida
 Fentolamin
Obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek
samping segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki efek
vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak digunakan
pada awal klinis.Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh
deuretik.Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler
pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini.
Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan
tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang
femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ).
Untuk menentukan fungsi kordio pulmonair dan status volume intravaskuler.
Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab krisis hipertensi,
singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi, tentukan adanya
kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya
tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah
klinis yang menyertai dan usia pasien. Penurunan TD diastolik tidak kurang dari
100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang
dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu
( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari
MAP ataupun TD yang didapat. Penurunan TD secara akut ke TD normal /
subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke
otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan,kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD
secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
B. Konsep medis asuhan keperawatan hipertensi krisis
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, Pendidikan, agama, bangsa
b. Pengkajian primer
 Airway
a) Bersihan jalan nafas
b) Distress pernafasan
c) Tanda – tanda pendarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
 Breathing
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
 Circulation
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda-tanda pendarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
 Disability
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstermitas
c) GCS
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot

 Eksposure
a) Tanda-tanda trauma yang ada
c. Pengkajian sekunder
 Riwayat Kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari pasien
maupun keluarga, kaji juga riwayat penyakit yang menjadi pencetus krisis
hipertensi pada pasien
 Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dengan focus pengkajian
pada :
a) Mata : lihat adanya pupil edema, pendarahan dan eksudat,
penyempitan yang hebat anteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya
bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
c) Paru : perhatikan adanya ronkhi basah yang mengidentifikasi
adanya CHF
d) Status neurolgis : pendekatan pada status mental dan perhatikan
adanya defisit neurologic fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan
refleks fisiologis dan patologis.
2. Diagnose keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload (D.0008)
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi (D.0017)
3) Risiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan hipertensi (D.0016)
3. Intervensi keperawatan
No Dx keperwatan Tujuan & KH Intervensi
1 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung (I.02075)
jantung berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan perubahan selama 24 jam - identifikasi tanda primer penurunan
afterload (D.0008) diharapkan curah curah jantung
jantung meningkat - identifikasi tanda gejala sekunder
KH penurunan curah jantung
- kekuatan nadi perifer - monitor tekanan darah
meningkat - monitor input dan output cairan
- takikardi menurun - monitor berat badan setiap hari
- tekanan darah pada waktu yang sama
membaik - monitor saturasi oksigen
- monitor keluhan nyeri dada
- monitor ekg 12 sadapan
- monitor aritmia
- monitor nilai laboratorium jantung
Terapeutik
- posisikan pasien semi fowler
- berikan diet jantung yang sesuai
- berikan teknik relaksasi untuk
mengurangi stress jika perlu
- berikan dukungan emosional dan
spiritual
- berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
Edukasi
- anjurkan aktivitas fisik sesuai
toleransi
- anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
- anjurkan berhenti merokok
- ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
- ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
- rujuk ke program rehabilitas
jantung
2 Risiko perfusi renal Setelah dilakukan Pencegahan syok (I.02068)
tidak efektif Tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 24 jam - monitor status kardiopulmonal
hipertensi (D.0016) diharapkan perfusi renal - monitor status oksigenasi
meningkat - monitor status cairan
KH : - monitor tingkat kesadaran dan
- jumlah urine respon pupil
meningkat - periksa riwayat alergi
- kadar kreatinin plasma Terapeutik
membaik - berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigenasi
- persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis
- pasang jalur IV
- pasang kateter urine untik monitor
produksi urine
- lakukan skin test untuk mencegah
alergi
Edukasi
- jelaskan penyebab/faktor resiko
syok
- jelaskan tanda awal gejala syok
- anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- anjurkan menghidari allergen
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian IV
- kolaborasi pemberian transfuse
darah
- kolaborasi pemberian antiinflamasi
3 Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan Manajemen peningkatan tekanan
tidak efektif Tindakan keperawatan intracranial (I.06194)
berhubungan dengan selama 24 jam Observasi
hipertensi (D.0017) diharapkan perfusi - identifikasi penyebab peningkatan
serebral meningkat TIK
KH : - monitor tanda.gejala peningkatan
- tingkat kesadaran TIK
meningkat - monitor MAP
- TIK menurun - monitor CVP
- sakit kepala menurun - monitor PAWP
- monitor status pernafasan
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- berikan posisi semi fowler
- cegah terjadinya kejang
- pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian sedasi dan
anti konvulan
- kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat Menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
pasien dari masalah status Kesehatan yang dihadapi ke status Kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan Langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan
yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim
Kesehatan lainnya (Padila, 2012)

Anda mungkin juga menyukai