Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KEGAWAT DARURATAN II

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KRISIS HIPERTENSI

DOSEN : Arif Adi Setiawan S.Kep Ns CPT

DISUSUN OLEH :

Nama : Nur Ulfah Sari

NIM : 04.11.2858

Kelas : BKP VII

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

2014
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR

KRISIS HIPERTENSI

A. DEFINISI
Krisis Hipertensi merupakan suatu sindrom klinis dengan tanda khas berupa
kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik secara tiba-tiba. Tekanan darah sistolik naik
menjadi 250 mmHg atau lebih, tekanan diastolik menjadi 140 mmHg atau lebih. (Buku
ajar Kardiologi, hal 98)
Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang cepat dan parah. Krisis
hipertensi ada dua yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergency.(AHA)
Hipertensi urgensi merupakan situasi dimana tekanan darah sangat tinggi sistole ≥ 180
mmHg dan diastole ≥ 110 mmHg namun tidak terkait dengan adanya kerusakan organ.
Hipertensi emergency adalah situasi dimana tekanan darah sangat tinggi sistole ≥ 180
mmHg dan diastole ≥ 120 mmHg, dapat juga terjadi pada indivudu yang tekanan
darahnya rendah namun memiliki riwayat hipertensi sebelumnya dan terkait dengan
adanya kerusakan organ.

Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan
penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal),
untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ. ( Mansjoer:522 ).
Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak
terkontrol atau mereka yang tiba-tiba menghentikan penobatan. (Brunner &
Suddarth:908).
Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80-89
Derajat 1 140 – 159 90-99
Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya krisis hipertensi, yaitu :
1. Hipertensi esensial maupun terakselerasi
2. Normotension
3. Hipertensi kronis
4. Rebound
5. Iatrogenik

Jenis krisis hipertensi (situasi klinis yang berhubungan) :

1. Sindrom serebrovaskular akut (ensefalopati hipertensi, stroke akut)


2. Sindrom kardiovaskular akut (IMA, unstable angina, edema paru)
3. Periode pasca operasi
4. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi (combustio, trauma kepala)
5. Krisis hipertensi karena pelepasan katekolamin (Feokromosositoma)
6. Krisis hipertensi karena perdarahan intrakranial
7. Krisis hipertensi yang berhubungan dengan penyakit ginjal
8. Diseksi aneurisma aorta akut
9. Eklampsia dan preeklampsia
C. PATOFISIOLOGI
Pasien yang diketahui memiliki tekanan darah tinggi juga berisiko mengalami
krisis hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah akut (tekanan
sistolik biasanya lebih dari 240 mmHg, tekanan diastolik biasanya lebih dari 140 mmHg)
yang berkaitan dengan kerusakan organ target yang akan terjadi atau akut. Hal ini jarang
terjadi, tetapi berpotensi fatal yang menyerang sekitar 1 % sampai 2 % pasien hipertensi,
yang terjadi lebih sering pada pria Amerika-afrika dan lansia. Kondisi ini ditandai
dengan peningkatan cepat secara nyata pada tekanan darah yang pada awalnya
menimbulkan vasokonstriksi kuat karena tubuh berupaya melindungi dirinya sendiri dari
peningkatan tekanan. Jika tekanan darah tetap tinggi secara kritis, vasokonstriksi
kompensasi gagal, yang menyebabkan peningkatan tekanan dan aliran darah sepanjang
sistem vaskuler. Pada sirkulasi serebral, kondisi ini dapat secara cepat menyebabkan
ensefalopati hipertensi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder,

dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik

meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat

menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima

arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina,

otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil.

Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan

gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun

penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160

mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu

lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik

yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat

mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.

Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan

kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal

ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma

dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan

bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita

hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan

yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya

oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa

cara:

1. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan

lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak

dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.

Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh

yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang

terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena

arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat

terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan

darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh

meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas

memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan

keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit Kepala Hebat
2. Nyeri dada peningkatan tekanan vena
3. Shock / Pingsan
4. Tachikardia > 100/menit
5. Tachipnoe > 20/menit
6. Muka pucat

E. PENGKAJIAN

Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil


terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat
mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
a.       Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.
b.      Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c.       Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.
d.      Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
e.       Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f.       Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru,
nyeri dada ).
g.      Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h.      Riwayat kehamilan, tanda- tanda  eklampsi.
Sebagian besar pasien yang mengalami krisis hipertensi adalah pasien sakit kritis
dan memerlukan pengobatan segera. Temuan klinis bergantung pada derajat cedera
vaskuler. Tanda-tanda ensefalopati adalah sakit kepala,. Gangguan pengelihatan,
kebingungan, mual, dan muntah. Pemeriksaan mata dapat menunjukkan eksudat;kapas
wol dan hemoragi, yang mengindikasikan kerusakan pada saraf retina dan ruptur
pembuluh darah retina, papile-edema adalah diagnostik peningkatan TIK. Nyeri dada
dapat menggambarkan sindrom koroner akut atau diseksi aorta. Bergantung pada
kerusakan ginjal, pasien dapat mengalami penurunan haluaran urin atau azotemia( urea
yang berlebihan dalam darah).
Pemeriksaan Diagnostik

a.      Elektrokardio
b.      Urinalisa
c.       USG
d.      CT scan
e.       Rongsen

F. KOMPLIKASI

a.       Iskemia atau Infark Miokard


b.      Gagal Jantung Kongestif
c.       Diseksi Aorta Akut
d.      Insufisiensi Ginjal
e.       Eklampsia
f.       Krisis Katekolamin

G. PENATALAKSANAAN

a.       Penatalaksanaan Medis


Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar 25%
dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam.
Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya
penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan
dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga
tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan respons
klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan pemberian obat
antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi oral
tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral sampai
dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi, kecuali
pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ target.
Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat
jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
1)     Natrium Nitropusida
2)      Nikardipin hidroklorida
3)      Nitrogliserin
4)      Enaraplirat
5)      Hidralazin Hidroklorida
6)      Diazoksid
7)      Labatalol Hidroklorida
8)      Fentolamin ( Mansjoer:522 )
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.
Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intra arterial
line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi
kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis
hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari
dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi,
masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160
mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada
krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari
25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat
menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari
pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma
aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
c.       Diet sehat penderita krisis hipertensi
d.      Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau
berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok
penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan
secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 – 16
jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah hipertensi urgency
dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
a. Berikan pain management dengan tekhnik non farmakologis
b. Ajarkan pasien breathing exercise
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi
a. Therapi oksigen
b. Kolaborasi dalam therapi medis untuk menurunkan TD
c. Observasi TTV setiap 5-10 menit sekali
3 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi
a. Therapi oksigen
b. Kolaborasi dalam therapi medis untuk menurunkan TD
c. Observasi TTV setiap 5-10 menit sekali
4 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
a. Observasi tekanan darah
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
e. Catat adanya demam umum / tertentu.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian therapi anti hipertensi,diuretik.

5 Ketidakefektifan pola nafas


a. Therapi oksigen sesuai kebutuhan
b. Posisikan semi fowler
6 Retensi urin
a. Pasang DC
b. Pantau balance cairan
c. Pantau dan kenali adanya gangguan status hemodinamika
MIND MAPPING KRISIS HIPERTENSI

HT esensial, HT terakselerasi, HT kronis, Rebound, Normotensi

TD tiba-tiba & progresif


S≥250 mmHg D≥140 mmHg

Anamnesis tepat

Krisis HT

HT Urgency (darurat) HT Emergency (gadar)

Vaskuler sistemik

Vaskuler Jantung Vaskuler Cerebral Vaskuler Renal

Vasokonstriksi Ensefalopati HT Beban kerja renal

Hipoperfusi miokard ≠ autoregulasi otak Insufisiensi ginjal

Kontraktilitas TD > tonus pemb.darah Filtrasi inadekuat

Kegagalan pompa jantung Odem otak Oliguria, azotemia

Penurunan CO Hemoragik Retensi urin

Takikardi, keletihan, gelisah, Headache, Retinopati Hipertensif


sesak nafas, lemah, CRT >3’, disorientasi, gg (4 stage)
sianosis, nyeri dada kesadaran, konvulsi, gg
saraf lokal (neurologi)
Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer Ketidakefektifan perfusi jaringan
TD Resisten serebral

PRINSIP PENATALAKSANAAN

1 +Krisis HT  cek TTV dan anamnesis


2 Therapi Oksigen
3 Pasang iv line
4 Pasang DC/NGT
Kerja Aneurisma
jantung kiri aorta

Odem paru Robekan tunika intima

Ekspansi Hematoma

Dispnea Diseksi aorta DAFTAR PUSTAKA

Ketidakefektifan pola nafas


Hudak & Gallo. (2011). Keperawatan Kritis. EGC: Jakarta
Muhiman, Muhardi. (2001). Penatalaksanaan Pasien Di Intensive Care Unit. FKUI: Jakarta
Lily Ismudiati, dkk. (2003). Buku Ajar Kardiologi. FKUI: Jakarta
Dorland. (2002). Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 28. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai