Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HIPERTENSI EMERGENCY

DI RUANG ICU RST BHAKTI WIRA TAMTAMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep

Disusun Oleh :

VELLINTA DIKA PRATIWI

20101440117094

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO

2019
A. PENGERTIAN
Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan
organ target akut (Aronow, 2017).Hipertensi emergensi juga di definisikan sebagai
peningkatan berat pada tekanan darah (> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti
kerusakan organ target yang baru atau memburuk (Whelton et al., 2017).
Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ
akut(yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan
pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi
fungsi organ vital dengan pemberian obat anti hipertensi secara intravena (Cuspidi
and Pessina, 2014).
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah utama dan sering
mendadak, terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini dapat
terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak teratur,
sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau disfungsi
ginjal akut. Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan organ target
akut yang sedang berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis
yangsebenarnya, yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (walaupun
jarang ke kisaran normal) (Elliott et al., 2013).
Hipertensi emergensi merupakan kenaikan tekanan darah mendadak yang
disertai kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan
tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-
jam.(Turana et al., 2017).

B. ETIOLOGI
Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan
darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan
organ target akut (Aronow, 2017).
Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan
darah (> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang
baru atau memburuk (Whelton et al., 2017).
Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ
akut(yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan
pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi
fungsi organ vital dengan pemberian obat anti hipertensi secara intravena (Cuspidi
and Pessina, 2014).
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah utama dan sering
mendadak, terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini dapat
terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak teratur,
sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau disfungsi
ginjal akut. Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan organ target
akut yang sedang berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis yang
sebenarnya, yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (walaupun jarang ke
kisaran normal) (Elliott et al., 2013).
Hipertensi emergensi merupakan kenaikan tekanan darah mendadak yang
disertai kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan
tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-
jam.(Turana et al., 2017).

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh,
2011;Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya
adalahhipertensi yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011). Dua mekanisme yang
berbeda namun saling terkait mungkin memainkan peran sentral dalam patofisiologi
krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah gangguan mekanisme autoregulasi di
vascular bed (Varounis et al., 2017).
Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan
krisis hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak,
jantung,dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan
tekanan perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai
akan menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit
berikutnya. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed
dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat secara mendadakdan resistensi
vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering menyebabkan stres mekanis dan cedera
endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al., 2017).
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan
vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan lingkaran setan dari
cedera terus-menerus dan kemudian iskemia (Varounis et al.,2017). Krisis hipertensi
diprakarsai oleh peningkatan resistensi vaskular sistemik yang tiba-tiba yang
mungkin terkait dengan vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi,
penguatan aktivitas sistem renin terjadi, menyebabkan cedera vaskular, iskemia
jaringan, danover produksi renin angiotensin lebih lanjut. Siklus berulang ini
berkontribusi pada patogenesis krisis hipertensi (Singh, 2011).

D. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan
diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan
kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan
ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya


dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya
kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat
mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai
contoh: pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati,
gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik >
140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita
hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi
ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul
walaupun TD 160/110 mmHg. (Saguner et al., 2010).
E. PATHWAYS

( Sumber : NANDA NIC NOC, 2015)


F. KOMPLIKASI
a. Iskemia atau Infark Miokard
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada
berkurang atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan
adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi
sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai
adalah labetalol.
b. Gagal Jantung Kongestif
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan
gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan
oksigen, morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan
preload dan afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan
afterload merupakan obat pilihan yang lain.
c. Diseksi Aorta Akut
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah
yang mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk
menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan
darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah
asal tidak menimbulkan hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator
seperti nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol
adalah obat pilihan yang lain.
d. Insufisiensi Ginjal
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan
darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah
dapat disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid,
dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan
cara menurunkan resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah
ginjal. Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
e. Krisis Katekolamin
Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain.
Pada intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark
miokard. Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski
labetalol juga terbukti efektif. (Cuspidi and Pessina, 2014; Turana et al., 2017)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah
Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4. EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5. Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
8. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
9. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
15. Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau
takik aorta, pembesaran jantung.
16. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama. (Tanto, 2014)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a) Pengkajian Primer
a. Airway
1. Yakinkan kepatenan jalan napas
2. Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3. Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi
dan bawa segera mungkin ke ICU.
b. Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation
4. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan
PaCO2
5. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6. Lakukan pemeriksan system pernapasan
7. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan
kongesti paru

c. Circulation
1. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
2. Kaji peningkatan JVP
3. Monitoring tekanan darah

d. Disability
1. Kaji tingkat kesadaran
2. Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan
membutuhkan perawatan di ICU.

e. Exposure
1. Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
2. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
b) Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekuensi jantung meningkat; perubahan irama jantung;
takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda: Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk diagnosis; Nadi: Denyutan jelas dari kerotis, jugularis,
radialis; Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin
(vasokonstriksi perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda
(vasokonstriksi); Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti,
hipoksemia), kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral); Faktor-faktor
stress multiple (hubungan keuangan yang berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian
tangisan yang meledak; Gerak tangan empati, otot muka tegang
(khususnya sektor mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
e. Makanan/Cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,
keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori;
Mual, muntah; Perubahan berat badan akhir-akhir ini
(meningkat/menurun); Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: Berat badan normal atau obesitas; Adanya oedema
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pening/pusing; Berdenyut, sakit kepala suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa
jam); Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh;
Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur); Episode epistaksis
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung); Nyeri
hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada
arteri ekstremitas bawah); Sakit kepala oksipital berat seperti yang
pernah terjadi sebelumnya; Nyeri abdomen atau massa
(feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja; takipnea,
ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal; batuk dengan atau tanpa
sputum; riwayat merokok
Tanda: distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan; bunyi
nafas tambahan (krekles/mengi); Sianosis
i. Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi atau cara berjalan; episode parestesia
unilateral transion; hipotensi postural
B. FOKUS INTERVENSI
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Intervensi:
a) Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi.
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan
hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder
terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah
jantung.
e) Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
f) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
g) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak


seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
a) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter:
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan,
berkeringat, pusing atau pingsan.
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap
stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan
kerja/jantung.
b) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual.
c) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung.
d) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
e) Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan
aktivitas dan mencegah kelemahan.

3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan


vaskuler serebral.
Intervensi:
a) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b) Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat/memblok respon simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang, dan membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler
serebral.
d) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
e) Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan
saraf simpatis.

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,


harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
b) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin
merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama TD diastolik.
c) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor)
d) Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment terapiutik.
e) Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika
kerja keras, kebutuhan untuk kontrol dan fokus keluar dapat
mengarah pada kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan
personal.
f) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan
tujuan diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak
berdaya

5. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan


dengan adanya tahanan pembuluh darah
a) Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah
dilakukantindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
b) Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan :
TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.· Haluaran urin 30
ml/ menit· Tanda-tanda vital stabil
c) Intervensi :
- Pertahankan tirah baring
- Tinggikan kepala tempat tidur
- Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk
dengan pemantau tekananarteri jika tersedia.
- Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.
- Amati adanya hipotensi mendadak.
- Ukur masukan dan pengeluarang.
- Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program.
- Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan
Stroke. Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on
Hypertension

https://www.academia.edu/37765687/Hipertensi_Emergensi
https://kupdf.net/download/lp-ht-emergency_5a21ee2ee2b6f51325d40d50_pdf

Anda mungkin juga menyukai