STEMI INFERIOR
OLEH :
2.1.2 Etiologi
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
1. Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid,
dan trauma kepala.
2. Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard
akut, pasca operasi bypass koroner.
3. Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis
renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi
ginjal.
4. Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis.
5. Eklampsia
6. Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
7. Luka bakar berat.
8. Epistaksis berat.
9. Thrombotic thrombocytopenic purpura.
Hipertensi emergensi juga bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai
berikut (Turana et al., 2017):
1. Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat
antihipertensi tidak teratur.
2. Kehamilan.
3. Penggunaan NAPZA.
4. Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat,
phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala.
5. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
2.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh,
2011; Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya
adalah hipertensi yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011).
Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait mungkin memainkan
peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah
gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed (Varounis et al., 2017). Sistem
autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan krisis
hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung,
dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan
tekanan perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang
sesuai akan menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa
menit berikutnya. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di
vascular bed dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat secara
mendadak dan resistensi vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering
menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al.,
2017).
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan
lingkaran setan dari cedera terus-menerus dan kemudian iskemia (Varounis et
al., 2017). Over produksi renin oleh ginjal merangsang pembentukan angiotensin
II, vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi peningkatan resistansi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah. Krisis hipertensi diprakarsai oleh peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang tiba-tiba yang mungkin terkait dengan
vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi, penguatan
aktivitas sistem renin terjadi, menyebabkan cedera vaskular, iskemia jaringan, dan
overproduksi reninangiotensin lebih lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada
patogenesis krisis hipertensi (Singh, 2011).
Pathway Hipertensi Emergency
Sumber: Singh, M., 2011
2.1.4 Manifestasi Klinis
1. Tekanan darah > 220/140 mmHg
2. Pendarahan, exudates, papiledema
3. Sakit kepala, bingung, mengantuk, pingsan, penglihatan kabur, kejang,
gangguan neurologi fokal, koma
4. Pulsasi apex kordis prominent, kardiomegali, gagal jantung kongestif
5. Azotemia, proteinuria, oliguria
6. Mual, muntah
(Vidt, 2014; Alwi et al., 2016)
2.1.7 Komplikasi
1. Ensefalopati hipertensi
2. Infark serebral
3. Pendarahan intraserebral
4. Retinopati
5. Sindrom koroner akut
6. Gagal jantung akut
7. Diseksi aorta
8. Gagal ginjal akut
9. Eklampsia
(Cuspidi and Pessina, 2014; Turana et al., 2017)
2.2 Konsep Proses Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Pengkajian primer
1. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
2. Breathing
1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation.
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2.
5) Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan.
6) Lakukan pemeriksan system pernapasan.
7) Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti
paru
3. Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop.
2) Kaji peningkatan JVP.
3) Monitoring tekanan darah.
4) Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
(1) Sinus tachikardi
(2) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
(3) Right bundle branch block (RBBB)
(4) Right axis deviation (RAD)
(5) Lakukan IV akses dekstrose 5%
(6) Pasang Kateter
(7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
(8) Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
(9) Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus
Diazoksid,Nitroprusid
4. Disability
1) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
2) Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICU.
5. Exposure
1) Selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP.
2) Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
3) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
2.2.1.2 Pengkajian skunder
1. Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,
penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.
2) Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek
sampinng obat antihipertensi sebelumnya.
3) Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung,
penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus,
pirai, dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal,
penyakit nyata yang lain dan informasi obat yang diminum.
4) Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah
rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal
dewasa.
5) Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan
darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid,
liquorice, kokain dan amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian
eritropoetin, siklosporin atau steroid untuk penyakit yang bersamaan.
6) Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi
hasil pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan
kerja, dan latar belakang pendidikan.
Perencanaan
No. Diagnosa keperawatan
Tujuan (NOC) Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan Pantau TTD Perbandingan dari tekanan memberikan
penurunan curah jantung keperawatan diharapkan gambaran yang lebih lengkap tentang
b.d peningkatan klien mau berpartisipasi keterlibatan/bidang masalah vascular.
afterload, dalam aktivitas yang -Denyutan karotis,jugularis,radialis dan
vasokonstriksi, iskemia menurunkan TD/beban kerja -Catat keberadaan,kualitas denyutan femolarismungkin teramati/terpalpasi.Denyut
miokard, hipertropi jantung dengan KH : sentraldan perifer pada tungkai mungkin
ventricular - TD dalam rentang individu menurun,mencerminkan efek dari
yang dapat diterima vasokontriksi(peningkatan SVR) dan
- Irama dan frekuensi jantung kongesti vena.
stabil dalam rentang normal -S4 umumnya terdengar pada pasien
hipertensi berat karena adanya hipermetrofi
-Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas atrium(peningkatan
volume/tekananatrium)Perkembangan S3
menunjukkan hipertrofi ventrikel dan
kerusakan fungsi,adanya krakles,mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru skunder
terhadap terjadinya atau gagal ginjal kronik.
-adanya pucat,dingin,kulit lembab dan masa
pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan
-Amati warna kulit,kelembaban,suhu,dan dengan vasokontriksi atau mencerminkan
masa pengisian kapiler dekompensasi/penurunan curah jantung
-Dapat mengindikasikan gagal
jantung,kerusakan ginjal atau vascular.
-Membantu untuk menurunkan rangsang
-Catat edema umum/tertentu simpatis;meningkatkan relaksasi
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi,
dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis
klinis cetakan ketiga. Interna Publishing. Jakarta.
Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G., et al., 2013. Hypertensive Emergencies
and Urgencies. In: Black, H.R. and Elliott, W.J., Hypertension: A
Janke, A.T., McNaughton, C.D., Brody, A.M., et al., 2016. Trends in the
Incidence of Hypertensive Emergencies in US Emergency Departments
From 2006 to 2013. Journal of the American Heart Association
Kaplan, N.M., Victor, R.G., Flynn, J.T., 2015. Kaplan's clinical hypertension
Karthikeyan, V.J., 2015. Malignant hypertension. In: Nadar, S. and Lip, G.,
Ram, C.V.S., 2014. Hypertension: A Clinical Guide. CRC Press. New York.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Vidt, D.G., 2014. Hypertensive Crises: Emergencies and Urgencies. The Journal
of Clinical Hypertension. Vol 6 (9): 520-5.