Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI INFERIOR

OLEH :

KANDA BAYU SALBA


NIM. 2019206203020

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
T.A 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI EMERGENCY

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan
tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai
kerusakan organ target akut (Aronow, 2017).
Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada
tekanan darah (> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ
target yang baru atau memburuk (Whelton et al., 2017).
Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ
akut (yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan
pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi
fungsi organ vital dengan pemberian obat antihipertensi secara intravena (Cuspidi
and Pessina, 2014).
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah utama dan sering
mendadak, terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini dapat
terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak
teratur, sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau
disfungsi ginjal akut. Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan
organ target akut yang sedang berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis
yang sebenarnya, yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (walaupun
jarang ke kisaran normal) (Elliott et al., 2013).
Hipertensi emergensi merupakan kenaikan tekanan darah mendadak yang
disertai kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan
tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-jam.
(Turana et al., 2017).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipertensi darurat (emergency
hypertension) yaitu kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan /
atau diastolic ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam.

2.1.2 Etiologi
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016):
1. Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid,
dan trauma kepala.
2. Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard
akut, pasca operasi bypass koroner.
3. Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis
renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi
ginjal.
4. Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis.
5. Eklampsia
6. Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular.
7. Luka bakar berat.
8. Epistaksis berat.
9. Thrombotic thrombocytopenic purpura.
Hipertensi emergensi juga bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai
berikut (Turana et al., 2017):
1. Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat
antihipertensi tidak teratur.
2. Kehamilan.
3. Penggunaan NAPZA.
4. Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat,
phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskular, trauma kepala.
5. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
2.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh,
2011; Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya
adalah hipertensi yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011).
Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait mungkin memainkan
peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah
gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed (Varounis et al., 2017). Sistem
autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan krisis
hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung,
dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan
tekanan perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang
sesuai akan menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa
menit berikutnya. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di
vascular bed dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat secara
mendadak dan resistensi vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering
menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al.,
2017).
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan
lingkaran setan dari cedera terus-menerus dan kemudian iskemia (Varounis et
al., 2017). Over produksi renin oleh ginjal merangsang pembentukan angiotensin
II, vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi peningkatan resistansi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah. Krisis hipertensi diprakarsai oleh peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang tiba-tiba yang mungkin terkait dengan
vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi, penguatan
aktivitas sistem renin terjadi, menyebabkan cedera vaskular, iskemia jaringan, dan
overproduksi reninangiotensin lebih lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada
patogenesis krisis hipertensi (Singh, 2011).
Pathway Hipertensi Emergency
Sumber: Singh, M., 2011
2.1.4 Manifestasi Klinis
1. Tekanan darah > 220/140 mmHg
2. Pendarahan, exudates, papiledema
3. Sakit kepala, bingung, mengantuk, pingsan, penglihatan kabur, kejang,
gangguan neurologi fokal, koma
4. Pulsasi apex kordis prominent, kardiomegali, gagal jantung kongestif
5. Azotemia, proteinuria, oliguria
6. Mual, muntah
(Vidt, 2014; Alwi et al., 2016)

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan
disesuaikan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta
ketersediaan fasilitas. Berikut pemeriksaan penunjang bagi pasien hipertensi
emergency (Alwi et al., 2016):
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan
ginjal.
5. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran
jantung.
2.1.6 Pentalaksanaan
Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ.
Pada stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada
kasus edema paru akut atau diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka
penurunan tekanan darah dilakukan dengan agresif. Penurunan tekanan darah
bertujuan menurunkan hingga < 25% MAP pada jam pertama, dan menurun
perlahan setelah itu. Obat yang akan digunakan awalnya intravena dan
selanjutnya secara oral, merupakan pengobatan yang direkomendasikan (Turana
et al., 2017). Secara umum, penggunaan terapi oral tidak disarankan untuk
hipertensi emergensi (Whelton et al., 2017), sebaiknya menggunakan parenteral
(Whelton et al., 2017; Elliott et al., 2013). Obat yang cukup sering digunakan
adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan
oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral
yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg,
Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke
unit perawatan intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus
terhadap tekanan darah dan kerusakan organ target dengan pemberian obat
parenteral yang tepat. Tekanan darah sistolik harus dikurangi menjadi < 140
mmHg selama satu jam pertama dan < 120 mmHg pada diseksi aorta (Whelton et
al., 2017).
Manajemen untuk krisis hipertensi ACC/AHA 2017 (Whelton et al, 2017):
1. Apabila kita menghadapi pasien dengan tekanan darah yang sangat
tinggi tekanan darah sistolik > 180 dan atau tekanan darah diastolik > 120
mmHg maka perhatikanlah apakah ada kerusakan organ target yang baru /
progresif / perburukan.
1) Apabila iya, maka diagnosisnya adalah hipertensi emergensi dan
rawat di ICU.
2) Apabila tidak, mungkin ada peningkatan tekanan darah saja dan lakukan
evaluasi / berikan obat antihipertensi oral dan follow up selanjutnya.
2. Pasien hipertensi emergensi yang dirawat di ICU, apakah terjadi diseksi
aorta, preeklampsia/eklampsia berat, krisis preokromositoma.
1) Apabila iya, turunkan TDS < 140 mmHg pada 1 jam pertama dan < 120
mmHg pada diseksi aorta.
2) Apabila tidak, turunkan tekanan darah maksimal 25% pada 1 jam
pertama, selanjutnya turunkan sampai 160/110 mmHg pada jam kedua
sampai jam keenam, dan selanjutnya dapat diturunkan sampai tekanan
darah normal pada 24-48 jam.
Obat-obatan antihipertensi untuk hipertensi emergensi sebagai berikut:
Obat Dosis Onset Durasi Efek Samping
Sodium 0.25-10 Segera 2-3 menit Hipotensi,
nitroprusside µg/kg/menit muntah, cyanate
toxicity
Glyceryl 5-100 µg/menit 1-3 menit 5-15 menit Sakit kepala,
trinitrate muntah,
tachycardia
Labetalol 20-80 mg bolus, 5-10 menit 2-6 jam Bronchospasm,
1-2 mg/menit muntah,
infusion bradycardia
Esmolol 80 mg bolus, 6-10 menit 15-30 menit Asma,
150 µg/kg/menit bradycardia
infusion
Furosemide 40-60 mg bolus 5-10 menit 1-2 jam Hipotensi,
hipokalemia
Enalaprilat 0.625-1.25 mg 15-20 menit 4-6 jam Hipotensi, gagal
bolus ginjal
Nicardipine 5-15 mg/jam 5-10 menit 2-4 jam Sakit kepala,
tachycardia
Fenoldopam 0.1-0.6 5-10 menit 10-15 menit Hipotensi, sakit
µg/kg/menit kepala
Phentolamine 5-10 mg/menit 1-2 menit 5-10 menit Tachycardia,
hipotensi
orthostatic
Hydralazine 10-20 mg bolus 10 menit 2-6 jam Tachycardia,
angina pectoris
Urapidil 20-60 mg bolus 3-4 menit 6-10 jam Sedation
Sumber: Cuspidi and Pessina, 2014

Obat pilihan dan kontraindikasi pada hipertensi emergensi

Kondisi Obat pilihan Kontraindikasi


Edema pulmonary Nitroglycerin + loop diuretic Beta bloker, verapamil
akut Nitroprusside + loop diuretic
Sindrom koroner Nitroglycerin + beta bloker Hydralazine
akut Nitroprusside + beta bloker
Nitroprusside, labetalol, Centrally acting
Hipertensi
nicardipine sympatholytic ents
ensefalopati
ag
Dissecting aortic Nitroprusside + beta bloker Isolated use of pure
aneurysm vasodilators
Pendarahan Labetalol, nicardipine Nitroprusside, nifedipine
intrakranial
Nitroprusside, labetalol, Nifedipine
Stroke iskemik
nitroglycerin
Labetalol, phentolamine Beta blocker monotherapy
Adrenergic crisis +
beta bloker
Kerusakan ginjal Fenoldopam, nicardipine Diuretic
akut
MgSO4, hydralazine, Nitroprusside
Eclampsia
methyldopa
Pendarahan Nimodipine Nitroprusside
subarachnoid
Sumber: Cuspidi and Pessina, 2014

2.1.7 Komplikasi
1. Ensefalopati hipertensi
2. Infark serebral
3. Pendarahan intraserebral
4. Retinopati
5. Sindrom koroner akut
6. Gagal jantung akut
7. Diseksi aorta
8. Gagal ginjal akut
9. Eklampsia
(Cuspidi and Pessina, 2014; Turana et al., 2017)
2.2 Konsep Proses Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Pengkajian primer
1. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
2. Breathing
1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation.
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2.
5) Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan.
6) Lakukan pemeriksan system pernapasan.
7) Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti
paru
3. Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop.
2) Kaji peningkatan JVP.
3) Monitoring tekanan darah.
4) Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
(1) Sinus tachikardi
(2) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
(3) Right bundle branch block (RBBB)
(4) Right axis deviation (RAD)
(5) Lakukan IV akses dekstrose 5%
(6) Pasang Kateter
(7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
(8) Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
(9) Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus
Diazoksid,Nitroprusid
4. Disability
1) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
2) Penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICU.
5. Exposure
1) Selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP.
2) Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
3) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
2.2.1.2 Pengkajian skunder
1. Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,
penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.
2) Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek
sampinng obat antihipertensi sebelumnya.
3) Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung,
penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus,
pirai, dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal,
penyakit nyata yang lain dan informasi obat yang diminum.
4) Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah
rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal
dewasa.
5) Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan
darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid,
liquorice, kokain dan amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian
eritropoetin, siklosporin atau steroid untuk penyakit yang bersamaan.
6) Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi
hasil pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan
kerja, dan latar belakang pendidikan.

2.2.1.3 Pola fungsional


1. Aktivitas/ Istirahat
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
1) Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin
lambat/ bertunda.
3. Integritas Ego
1) Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
5. Makanan/cairan
1) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
2) Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
6. Neurosensori
1) Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit
kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
7. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung),sakitkepala.
8. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
2.2.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body Mass Index) yaitu
berat dalam kg dibagi tinggi dalam m².
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya
gagal jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio
aorta.
4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,
pembesaran ginjal serta tumor yang lain.
5. Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk mengetahui
kemungkinan adanya kerusakan serebrovaskuler.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
3 Intoleran aktivitas b.d kelemahan umum ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4 Nyeri ( sakit kepala ) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
5 Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d masukan berlebih
6 Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan diri
6.1.1 Intervensi

Perencanaan
No. Diagnosa keperawatan
Tujuan (NOC) Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi terhadap Setelah diberikan asuhan Pantau TTD Perbandingan dari tekanan memberikan
penurunan curah jantung keperawatan diharapkan gambaran yang lebih lengkap tentang
b.d peningkatan klien mau berpartisipasi keterlibatan/bidang masalah vascular.
afterload, dalam aktivitas yang -Denyutan karotis,jugularis,radialis dan
vasokonstriksi, iskemia menurunkan TD/beban kerja -Catat keberadaan,kualitas denyutan femolarismungkin teramati/terpalpasi.Denyut
miokard, hipertropi jantung dengan KH : sentraldan perifer pada tungkai mungkin
ventricular - TD dalam rentang individu menurun,mencerminkan efek dari
yang dapat diterima vasokontriksi(peningkatan SVR) dan
- Irama dan frekuensi jantung kongesti vena.
stabil dalam rentang normal  -S4 umumnya terdengar pada pasien
hipertensi berat karena adanya hipermetrofi
-Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas atrium(peningkatan
volume/tekananatrium)Perkembangan S3
menunjukkan hipertrofi ventrikel dan
kerusakan fungsi,adanya krakles,mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru skunder
terhadap terjadinya atau gagal ginjal kronik.
-adanya pucat,dingin,kulit lembab dan masa
pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan
-Amati warna kulit,kelembaban,suhu,dan dengan vasokontriksi atau mencerminkan
masa pengisian kapiler dekompensasi/penurunan curah jantung
-Dapat mengindikasikan gagal
jantung,kerusakan ginjal atau vascular.
-Membantu untuk menurunkan rangsang
-Catat edema umum/tertentu simpatis;meningkatkan relaksasi

-Berikan lingkungan tenang dan


nyaman,kurangi aktivitas/keributan -Menurunkan stress dan ketegangan yang
lingkungan .batasi jumlah pengunjung dan mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan
lamanya tinggal. penyakit hipertensi.
-Pertahankan pembatasan aktivitas seperti
istirahat ditempat tidur/kursi;jadwal periode
istirahat tanpa gangguan;bantu pasien
melakukan perawatan diri sesuai kebutuhan.
-Lakukan tindakan-tindakan nyaman seperti -Mengurangiketidaknyamanan dan dapat
pijatan punggung dan leher,miringkan kepala menurunkan rangsang simpatis.
di tempat tidur.
-Anjurkan tehnik relaksasi,panduan -Dapat menurunkan rangsangan yang
imajinasi ,aktivitas pengalihan. menimbulkan stress,membuat efek
-Pantau respon terhadap obat untuk tenang,sehingga menurunkan TD.
mengontrol tekanan darah -Respon terhadap terapi obat “stepeed”(yang
terdiri atas diuretic.inhibitorsimpatis dan
vasodilator)tergantung pada individu dan
efek sinergis obat.karena efek samping
tersebut,maka penting untuk menggunakan
obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis
paling rendah.
2 Intoleran aktivitas b.d Setelah diberikan asuhan -Kaji respon klien terhadap aktivitas,perhatian menyebutkan parameter membantu dalam
kelemahan umum keperawatan diharapkan frekuensi nadi lebih dari20 X per menit di atas mengkaji respons fisiologi terhadap stres
ketidakseimbangan klien klien mampu frekuensi istirahat ;peningkatan TD yang aktivitas dan bila ada merupakan indikator
antara suplai dan melakukan aktivitas yang nyata selama/sesudah aktivitas,dispnea,nyeri dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan
kebutuhan oksigen. ditoleransi KH : dada;keletihan  dan kelemahan yang tingkat aktivitas.
-Klien berpartisipasi dalam berlebihan;diaphoresis;pusing atau pingsan.
aktivitas yang -Intruksikan pasien tentang tehnik
diinginkan/diperlukan penghematan energi,mis; menggunakan kursi
-melaporkan peningkatan saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau -Tehnik menghemat energi mengurangi
dalam toleransi aktivitas menyikat gigi,melakukan aktifitas dengan penggurangan energy juga membantu
yang dapat diukur perlahan. keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
-menunjukkan penurunan -Berikan dorongan untuk melakukan oksigen.
dalam tanda – tanda aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
intoleransi fisiologi ditoleransi .berikan bantuan sesuai kebutuhan.
-kemajuan aktifitas bertahap mencegah
peningkatan kerja jantung tiba-
tiba.memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
3 Nyeri ( sakit kepala ) b.d Setelah diberikan asuhan -mempertahankan tirah baring selama fase -meminimalkan stimulasi/meningkatkan
peningkatan tekanan keperawatan diharapkan akut relaksasi
vaskuler serebral nyeri berkurang dengan KH : -berikan tindakan non farmakologi untuk -tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler
-Klien melaporkan menghilangkan sakit kepala mis; kompres serebral dan yang memperlambat/memblok
nyeri/ketidaknyamanan dingin pada dahi,pijat punggung dan respon simpatis efektif dalam menghilangkan
hilang/terkontrol leher,tenang,redupkan lampu kamar lampu sakit kepala dan komplikasinya.
kamar,tehnik relaksasi(panduan -Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
imajinasi,diktraksi) dan aktifitas waktu menyebabkan sakit kepala pada adanya
senggang. peningkatan tekanan vascular serebral.
-Hilangkan/minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit -pusing dan penglihatan kabur sering
kepala mis; mengejan saat BAB,batuk berhubungan dengan sakit kepala.pasien juga
panjang dan membungkuk. dapat mengalami episode hipotensi postural.
-Bantu pasien dalam ambulasi sesuai -meningkatkan kenyamanan umum.kompres
kebutuhan hidung dapat mengganggu proses menelan
atau membutuhkan napas dengan mulut
,menimbulkan stagnasi sekresi oral dan
-berikan cairan, makanan lunak,perawatan mengeringkan membrane mukosa.
mulut yang teratur bila terjadi pendarahan -munurunkan/mengontrol nyeri dan
hidung  atau kompres hidung telah dilakukan menurunkan rangsang system saraf simpatis.
untuk menghentikan pendarahan -dapat mengurangi ketegangan dan
ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress.

-kolaborasi  pemberian obat analgesik,

- kolaberasi pemberian obat Antiansietas mis;


lorazepanm(ativan),diazepam,(valium)
4 Nutrisi lebih dari Setelah diberikan asuhan -Kaji pemahaman pasien tentang hubungan -kegemukan adalah resiko tambahan pada
kebutuhan tubuh b.d keperawatan diharapkan langsung antara hipertensi dan kegemukan tekanan darah tinggi karena disproporsi
masukan berlebih nutrisi klien cukup/optimal antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
sesuai kebutuhan dengan KH jantung berkaitan dengan peningkatan massa
: -Bicarakan pentingnya menurunkan masukan tubuh.
- Berat badan klien dalam kalori dan batasi masukan lemak,garam,dan -Kesalahan kebiasaan makan makan
batas ideal gula,sesuai indikasi. menujang terjadinya ateroskerosis dan
kegemukan.
5 Kurangnya pengetahuan Setelah diberikan asuhan -Kaji kesiapan dan hambatan dalam -kesalahan konsep dan menyangkal diagnose
b.d kurangnya informasi keperawatan diharapkan belajar.termasuk orang terdekat. karena perasaan sejahtera yang sudah lama
tentang proses penyakit terjadi peningkatan dinikmati mempengaruhi minat pasien
dan perawatan diri pengetahuan pada klien dan/orang terdekat untuk mempelajari
dengan KH : penyakit,kemajuan,dan prognosis.bila pasien
-Klien paham dengan tentang tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
proses penyakit dan regimen pengobatan continue,maka perubahan prilaku
pengobatan tidak akan dipertahankan.
Memberikan dasar untuk pemahaman tentang
peningkatan TD dan mengklarisifikasi istilah
-Terapkan dan nyatakan batas TD medis yang sering digunakan.pemahaman
normal.jelaskan tentang hipertensi dan bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala
efeknya pada jantung,pembuluh darah ,ginjal adalah ini untuk memungkinkan pasien
dan otak. melanjutkan pengobatan meskipun ketika
merasa sehat.
-Karena pengobatan untuk pasien hipertensi
adalah sepanjang kehidupan,maka dengan
penyampaian ide”terkontrol”akan membantu
pasien untuk memahami kebutuhan untuk
-Hindari mengatakan TD normal dan gunakan melanjutkan  pengobatan/medikasi.
istilah”terkontrol dengan baik “saat
menggambarkan tekanan darah pasien TD
pasien dalam batas yang normal.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi,
dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis
klinis cetakan ketiga. Interna Publishing. Jakarta.

Aronow, W.S., 2017. Treatment of hypertensive emergencies. Annals of


Translational Medicine. Vol 5. CRC Press. London.

Elliott, W.J., Rehman, S.U., Vidt, D.G., et al., 2013. Hypertensive Emergencies
and Urgencies. In: Black, H.R. and Elliott, W.J., Hypertension: A

Companion to Braunwald’s Heart Disease 2nd Edition Ch 46, Pp 390-6.


Elsevier Saunders. Philadelphia.

Hopkins, C., 2018. Hipertensive


Emergencies. https://emedicine.medscape.com/article/1952052-overview.

Janke, A.T., McNaughton, C.D., Brody, A.M., et al., 2016. Trends in the
Incidence of Hypertensive Emergencies in US Emergency Departments
From 2006 to 2013. Journal of the American Heart Association

Kaplan, N.M., Victor, R.G., Flynn, J.T., 2015. Kaplan's clinical hypertension

11thEdition. Wolters Kluwer. Philadelphia.

Karthikeyan, V.J., 2015. Malignant hypertension. In: Nadar, S. and Lip, G.,

Oxford Cardiology Library. Hypertension 2nd Edition, Pp 157-62. Oxford


University Press. Oxford.

Ram, C.V.S., 2014. Hypertension: A Clinical Guide. CRC Press. New York.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Singh, M., 2011. Hypertensive crisis-pathophysiology, initial evaluation, and


management. Journal of Indian College of Cardiology.

Sowers D.K., 2011. Hypertensive Emergencies. In: Weber M.A., (eds)


Hypertension Medicine. Current Clinical Practice. Humana Press. New
Jersey.

Vidt, D.G., 2014. Hypertensive Crises: Emergencies and Urgencies. The Journal
of Clinical Hypertension. Vol 6 (9): 520-5.

Whelton, et al., 2017. ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/


NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and
Management of High Blood Pressure in Adults: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Clinical Practice Guidelines. Hypertension

Anda mungkin juga menyukai