A. Definisi
Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan
darah ( >180/120 mmHg). Yang Terkait dengan bukti kerusakan organ target yang
baru atau semakin memburuk (whelton,et al,2017).
Hipetensi emergensi merupaka kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai
dengan kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan
tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit - jam
(Wulansari, et al, 2013).
B. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spectrum dari hipertensi dimana terjadi
kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada
kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ
target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan
hipertensi ensafalopati, infarka serebral, perdarahn subarachnoid, perdarahan
intracranial, sistem kardiovaskuler yang dapat mengakibatkan infarka miokard,
disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, disertai aorta, dan sistem organ lainnya
seperti gagal ginjal akut, retinopati, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Faktor hereditas berperan penting bilamana ketidakmampuan genetic dalam
mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium dalam diet dapat
meningkatkan volume cairan dan surah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi
atas peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahan perifer.
Tekanan darah tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang
kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik
peningkatan tahanan perifer. (Wajan, 2010)
C. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut ESH dan ESC:
D. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah
yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,
eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil, (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidakmenampakan gejala sampai bertahun-
tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi
yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari ) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke
atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada
satu sisi (hemiplegian atau gangguan tajam penglihatan (Andra , 2013).
Sebagian besar gejala klinis timbul :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
E. Patofisilogi
Patofisiologi hipertensi belum diketahui. Sejumlah kecil klien antara 2- 5 %
memiliki penyakit dasar gunjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi. Kondisi
inilah yang disebut sebagai “ Hipertensi Esensial “. Sejumlah mekanisme fisiologis
terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan
dalam terjadinya hipertensi esensial.
Penyebab hipertensi primer tidak diketahui, meskipun telah banyak penyebab
yang dapat diidentifikasi. Penyakit ini memungkinkan banyak factor, termasuk :
a. Arterosklerosis
b. Meningkatnya pemasukan sodium
c. Baroreseptor
d. Renin secretion
e. Renal exoretion dari sodium dan air
f. Faktore genetik dan lingkungan
Peningkatan cairan dan peningkatan resistensi peripheral merupakan dua dasar
mekanisme penyebab hipertensi. Banyak yang menduga bahwa hipertensi
membertaan pembentukan plaque. Pihak lain menemukan bahwa plaque berisi arteri
yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Peranan ahli gizi dalam pemasukan
sodium dan hipertensi juga kontropersial. Studi empiris menyatakan terdapat
hubungan antara tingginya sodium pada individu yang berdampak pada tingginya
tekanan darah. Sebaliknya turunnya tekanan darah diikuti dengan pengurangan
sodium dalam diet.
Baroreseptor (proses reseptor) mengontrol peregangan dinding arteri dengan
menghalangi pusat vasokontriksi medulla. Ketidakcocokan sekresi renin juga
meningkatkan perlawanan periferal. Iskemia arteri ginjal menyebabkan pembebasan
dari renin, precusor dari angiostensen II. Precusor ini menyebabkan kontriksi arteri
dan meningkatnya tekanan darah, kelanjutan dari kontriksi pembuluh – pembuluh
darah menyokong terjadinya vascular sclerosis dan merugikan pembuluh darah. Di
sini, terdapat penebalan intra- arteriolar dan penempatan kembali dari kelembutan otot
dan garis jaringan elastic dengan jaringan fibriotik. Peredaran dan nekrosis (kematian
jaringan), selanjutnya merusak pembuluh darah dan menggagalkan meningkatnya
parlawanan vaskular (Majid, 2017)
F. Pathway
Ginjal
Retina Pembuluh darah
Vasokontriksi pembuluh
darah ginjal Spasme anteriol Sistemik koroner
Retensi Na Edema
Intoleransi aktivitas
(Nurarif , 2015)
G. Penatalakasanaan medis
1. Penatalaksanaan nonfarmakologis
Penatalaksanaan nonfarmaologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting
dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis
hipertensi teridiri dari berbagai macam modfikasi gaya hidup untuk menurunkan
tekanan darah yaitu :
a) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index ( BM ) dengan
rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan
anda dengan tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter.
Mengatasi obesitas ( kegemukan ) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet
rendah kolestrol namun kaya dengan serat dan protein dan jika berhasil
menurunkan berat badan 2,5 – 5kg maka tekanan darah distolik dapat diturunkan
sebanyak 5 mmHg.
b) Kurangi aspuan natrium ( sodium )
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam
yaitu tidak lebih dari 100 mmol / hari (kira- kira 6 gr Nacl atau 2,4 gr/ hari).
Jumlah yang lain dengan mengurangi garam sampai kurang dari 2300 mg (1
sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi 1/ 2 sendok teh/
hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolic
sekitar 2,5 mmHg.
2. Pengobatan Farmakologi
Obat yang ideal untuk keadaan hipertensi emergensi adalah obat yang mempunyai
sifat bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan
tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya. Tekanan darah
harus dikurangi 25 % dalam waktu I menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/
100 dalam waktu 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per perentral
(infus drip, bukan injeksi). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV
dengan dosis 0,25. Bila tidak ada, penobatan oral yang dapat diberikan meliputi
Nifedipinde 5 – 10 mg, captopril 12,5 – 25 mg, clonidine 75 – 100,propranolol 10 –
40 mg dan penderita harus dirawat inap.
H. Pengkajian
a) Identitas Klien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
2. Aktivitas / istirahat
d) Takipnea
3. Integritas ego
pekerjaan).
6. Pengkajian Persistem
a) Sistem Sirkulasi
b) Eleminasi
c) Neurosensori
d) Pernapasan
I. Diagnosa keperawatan
J. Intervensi Keperawatan
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Abdul Majid, 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Nurarif, A.H, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda
Nic – Noc Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction