Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMOROID

OLEH:

LUH PUTU NIA BUDI MARTSIANI


219012679

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN HEMOROID

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah vena
Hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot dan
pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah terhambat
dan membesar (Rudi Haryono, 2012).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea
dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa
(submukosa) di atas atau di dalam linea dentate (Nurarif & Kusuma, 2015).
Hemoroid adalah pembengkakan (varikosa) vena pada anus atau rektum.
Hemoroid eksternal menonjol keluar menyerupai gumpalan di sekitar anus.
Hemoroid ini menyebabkan rasa sakit, khususnya jika klien mengalami konstipasi
dan mengedan saat defekasi (Rosdahl & Kowalski, 2017).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hemoroid
merupakan pelebaran pembuluh darah vena dari pleksus Hemoroidalis yang berada
pada daerah sekitar anus.

2. Epidemiologi
Hemoroid adalah salah satu penyakit yang dikenal masyarakat sebagai wasir
atau ambeien. Hemoroid merupakan penyakit pelebaran dan inflamasi pembuluh
darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorhoidalis. Hemoroid tidak
hanya sekedar melebarnya vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni
melibatkan beberapa pembuluh darah, jaringan lunak serta otot-otot disekitar
anorektal. Penyakit ini timbul akibat kurangnya jumlah serat yang masuk ke tubuh,
sehingga menyebabkan proses tinja menjadi mengedan terlalu kuat. Hemoroid terdiri
dari tipe hemoroid eksterna dan internal, hemoroid eksterna adalah pelebaran vena
yang berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau di luar linea dentate dan
hemoroid internal adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa)
diatas atau di dalam linea dentae (Nurarif & Kusuma, 2015).
Kasus Hemoroid diperkirakan bahwa 50% dari populasi yang berumur lebih
dari 50 tahun menderita hemoroid secara nyata atau minimal. Penelitian prevalensi
dalam skala nasional maupun international belum diketahui jumlah pasti kasus
tersebut, namun jumlah kasus tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Menurut data Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2015 prevalensi hemoroid di
Indonesia 5,7% dari total populasi atau sekitar 10 juta orang. Jika data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2015 menyebutkan terdapat 12,5 juta jiwa
penduduk Indonesia mengalami penyakit hemoroid.
Penyakit hemoroid adalah diagnosis gastrointestinal rawat jalan dengan
peringkat ke empat, terhitung 3,3 juta kunjungan rawat jalan di Amerika Serikat.
Insiden ini dilaporkan sejumlah 10 juta per tahun setara dengan 4,4% dari populasi
(Migaly & Sun, 2016) . Angka ini lebih tinggi daripada penyakit kronis lainnya,
seperti hipertensi, obesitas dan diabetes melitus, sementara konstipasi merupakan
salah satu faktor resiko dari kejadian hemoroid. Sementara itu penelitian yang
dilakukan di Hemorrhoid Care Medical Clinic didapatkan data 90% pasien tumor
rektum juga menderita hemoroid dengan tindakan hemoroidektomi.

3. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor
resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
terlalu lama duduk sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)
d. Usia tua
e. Konstipasi kronik
f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
g. Hubungan seks peranal
h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
i. Kurang olahraga/imobilisasi

4. Manifestasi Klinis
Menurut Diyono dan Sri Mulyanti (2013) menyebutkan manifestasi klinis
Hemoroid, yaitu:
a. Gangguan pada anus: nyeri, konstipasi, perdarahan.
b. Benjolan pada anus yang menetap pada Hemoroid eksternal sedangkan pada
Hemoroid internal benjolan tanpa prolaps mukosa dan keduanya sesuai
gradasinya.
c. Dapat terjadi anemia bila Hemoroid mengalami perdarahan kronis.
d. Perdarahan peranus waktu gerak yang berupa darah merah segar yang menetes /
mengucur tanpa rasa nyeri.
e. Bila terdapat bekuan darah pada saat gerak maka dapat menyebabkan infeksi dan
menimbulkan rasa nyeri.
Sedangkan Menurut Kardiyudiani & Susanti (2019), tanda dan gejala umum
hemoroid meliputi :
a. Perdarahan tanpa rasa sakit saat buang air besar
b. Gatal atau iritasi di daerah anus
c. Nyeri atau ketidaknyamanan
d. Pembengkakan di sekitar anus
e. Benjolan dekat anus, yang mungkin sensitif atau menyakitkan (wasir trombosis)

5. Patofisiologi
Hemoroid umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran,
peradangan, atau prolaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk feses menjadi kecil,
yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan oleh venous
rectum. Kehamilan atau obesitas memberikan tegangan abnormal dari otot sfingter
internal juga dapat menyebabkan masalah hemoroid, mungkin melalui mekanisme
yang sama. Penurunan venous return dianggap sebagai mekanisme aksi. Kondisi
terlalu lama duduk di toilet (atau saat membaca) diyakini menyebabkan penurunan
relatif venous return di daerah perianal (yang disebut dengan efek tourniquet),
mengakibatkan kongesti vena dan terjadilah hemoroid. Kondisi penuaan
menyebabkan melemahnya struktur pendukung, yang memfasilitasi prolaps
(Muttaqin & Sari, 2011).
Mengejan dan konstipasi telah lama dianggap sebagai penyebab dalam
pembentukan hemoroid. Pasien yang melaporkan hemoroid memiliki tonus kanal
istirahat lebih tinggi dari biasanya. Tonus istirahat setelah hemorrhoidektomi lebih
rendah dari pada sebelum prosedur. Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam
hubungannya dengan hemoroid. Perdarahan masif dari hemoroid pada pasien dengan
hipertensi portal biasanya bersifat masif. Varises anorektal merupakan kondisi
umum pada pasien dengan hipertensi portal. Varises terjadi di midrektum, di antara
sistem portal dan vena inferior rektal. Varises terjadi lebih sering pada pasien yang
nonsirosis dan mereka jarang mengalami perdarahan (Muttaqin & Sari, 2011).
Kondisi hemoroid dapat memberikan berbagai manifestasi klinis berupa nyeri
dan perdarahan anus. Hemoroid interna tidak menyebabkan sakit karena berada di
atas garis dentate dan tidak ada inervasi saraf. Tetapi pasien mengalami perdarahan,
prolaps dan sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi ke bagian sensitif kulit
perianal sehingga menyebabkan gatal dan iritasi. Hemoroid internal dapat
menghasilkan rasa sakit perianal oleh prolaps dan menyebabkan spasme sfingter di
sekitar hemoroid. Spasme otot ini mengakibatkan ketidaknyamanan sekitar anus.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat
(Muttaqin & Sari, 2011). Hemoroid eksternal menyebabkan trombosis akut yang
mendasari vena hemoroid eksternal dapat terjadi. Konsisi hemoroid eksternal juga
memberikan manifestasi kurang higienis akibat kelembapan dan rangsangan
akumulasi mukus (Muttaqin & Sari, 2011).
Pathway

Konsumsi makanan Konstipasi dan


Kondisi penuaan Hipertensi portal Duduk terlalu
rendah serat mengejan dalam
(sirosis hepatis) lama
jangka lama

Penurunan relative venous return


didaerah perianal (efek tourniquet)

Aliran balik vena terganggu

Tekanan perifer meningkat & pelebaran vena anus

Hemoroid

Hemoroid interna Hemoroid ekterna

Dapat terjadi perdarahan saat BAB Bengkak, kebiru-biruan pada anus


dan jarang berdarah, sakit kecuali
ada robekan vena
Feses
Pre operasi Post operasi keras

Mengabaikan
Trombosit Khawatir dan gelisah Prosedur pembedahan
dorongan untuk
(hemoroidektomi)
defekasi akibat
Prolapshaemoroid MK : Ansietas nyeri
Terputusnya
kontinuitas jaringan
MK : Konstipasi
Takut untuk BAB

Keterbatasan gerak Luka Merangsang saraf


Feses keras diameter kecil
Tempat masuknya
Pendarahan
mikroorganisme
Pelepasan
MK : Risiko prostaglandin
Hipovolemia MK : Risiko
Infeksi
MK : Nyeri
Akut
6. Klasifikasi
Klasifikasi Hemoroid menurut Rudi Haryono (2012) berdasarkan
letak terjadinya Hemoroid dibedakan menjadi dua, yaitu Hemoroid Eksterna
dan Hemoroid Interna.
a. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma, bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena
ujung- ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid
eksterna kronik atau skin lag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Gambar 2.1.
Hemoroid Eksterna

Gambar 2.2.
Trombosis Hemoroid Eksterna
b. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah kondisi dimana pleksus vena hemorhoidalis
superior di atas garis mukokutan atau sebelah proksimal dari linea dentata
dan ditutupi oleh mukosa. Hemorhoid interna dapat menjadi prolaps dan
berdarah terkadang juga menjadi sangat nyeri apabila berkembang
menjadi thrombosis dan nekrosis (biasanya terjadi prolaps yang berat,
inkarserasi dan atau strangulasi).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terdapat 4 derajat hemoroid
yaitu sebagai berikut :
1) Derajat I
Terjadi pembesaran Hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2) Derajat II
Pembesaran Hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri
ke dalam anus secara spontan setelah selesai BAB.
3) Derajat III
Pembesaran Hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari
4) Derajat IV
Prolaps Hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis atau infark.

Gambar 2.3
Klasifikasi Hemoroid Interna
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid adalah :
a. Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur).
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
b. Anoskopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam
lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan,
derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani
dan tumor ganas harus diperhatikan.
c. Pemeriksaan Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.Feses
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
d. Sklerotrapi
Sklerotrapi adalah penyntikan larutan kimia yang meransang, misalnya 5% fenol
dalam minyak nabati.Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan
areolar yang longgar dibawah hemoroid internal dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan jaringan
parut.
e. Ligasi
Pada hemoroid besar dan mengalami prolaps dapat di tangani dengan ligasi
gelang karet.Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol
dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung ligator khusus.Gelang karet
didorong dari ligator dan ditempatkan secara tepat di sekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut.
f. Hemoroidektomi
Intervensi ini dilakukan pada pasien dengan keluhan kronis dan dengan stadium
III dan stadium IV.
g. Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
h. Laboratorium : Eritrosit, Leukosit, Hb.

8. Penatalaksanaan
Menurut Kardiyudiani & Susanti (2019), penatalaksanaan medis pada
hemoroid sebagai berikut :
1) Pengobatan di rumah
a. Konsumsi makanan berserat tinggi
b. Menggunakan perawatan topical, oleskan krim wasir atau supositoria yang
mengandung hidrokortison
c. Merendam anus secara teratur dalam air hangat
d. Menjaga kebersihan area anal
e. Menempatkan kompres es
f. Mengonsumsi pereda nyeri oral, pasien dapat menggunakan acetaminophen,
aspirin, atau ibuprofen sementara untuk membantu meringankan
ketidaknyamanan
2) Obat-obatan
Jika hemoroid hanya menimbulkan ketidaknyamanan ringan, maka terapi yang
diberikan yaitu pemberian krim, salep, supositoria, atau bantalan.
3) Thrombectomy hemoroid eksternal
Jika gumpalan darah (trombosis) telah berbentuk pada wasir eksternal, dokter
dapat menghilangkan bekuan dengan sayatan dan drainase sederhana.
4) Prosedur minimal invasive
Untuk perdarahan persisten atau wasir yang menyakitkan, dokter dapat
merekomendasikan salah satu prosedur minimal invasif lain yang tersedia,
meliputi ligasi karet gelang, injeksi (skleroterapi), dan koagulasi (inframerah,
laser, dan bipolar).
5) Prosedur operasi
Jika prosedur lain tidak berhasil atau pasien memiliki wasir yang parah, dokter
dapat merekomendasikan prosedur pembedahan berupa hemoroidektomi.
Menurut Rosdahl & Kowalski (2017), Perawatan perioperatif hemoroid yaitu :
1) Persiapan pre operasi
Sebelum pembedahan, dokter bedah atau dokter anestesiologi menuliskan
program yang diindikasikan dengan pasti apa obat dan persiapan fisik yang
diperlukan pasien. Penting untuk mengajarkan pasien melaksanakan program
praoperasi yang tepat, karena hal tersebut akan memengaruhi kesuksesan
pembedahan. Sambil mengajarkan asuhan praoperasi, ingat perasaan pasien dan
keluarga serta perlunya mereka untuk ditenangkan. Dalam pembedahan darurat,
periode praoperasi mungkin sangat singkat. Dalam keterbatasan ini, ingat untuk
memberikan dukungan emosional ke semua pasien. Menjelaskan apa yang akan
terjadi selama dan setelah pembedahan paling membantu dalam mempersiapkan
pasien dan keluarga. Informasikan pasien dan keluarga tentang apa yang
diharapkan ketika pasien kembali dari ruang operasi. Ajarkan pasien bagaimana
melakukan latihan pernapasan.
2) Pasca operasi
Hampir semua rumah sakit memiliki sebuah ruangan atau deretan ruangan yang
dibuat di samping untuk perawatan pasien sesaat setelah pembedahan. Berbagai
nama digunakan untuk mengidentifikasi area ini, termasuk unit perawatan
pascaanestesia (postanesthesia care unit, PACU). Pasien secara cermat dipantau
di PACU sampai ia pulih dari anestesia dan bersih secara medis untuk
meninggalkan unit. Pemantauan spesifik termasuk ABC dasar kehidupan. Pada
saat pasien kembali dari PACU ke area penerimaan rawat jalan atau ke unit
keperawatan, pasien biasanya terjaga dan menyadari sejumlah ketidaknyamanan.
Nyeri biasanya merupakan ketidaknyamanan pertama pascaoperasi yang disadari
oleh pasien. Nyeri dievaluasi setiap kali tanda vital yang lain diukur. Nyeri
biasanya paling berat sesaat setelah pasien pulih dari anestesi.

9. Komplikasi
Menurut Haryono (2012), komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi
adalah :
a) Perdarahan, dapat sampai dengan anemia
b) Trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)
c) Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah
dihalangi oleh sfingterani
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Teoritis
I. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Budiono, 2016).
Pengkajian pada klien post Hemoroidektomi, antara lain sebagai berikut:
1) Identitas Pasien
Dalam identitas pasien ini perlu ditanyakan antara lain adalah nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status, alamat,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor rekam medik, diagnosa
medis. Selain identitas pasien juga mencakup identitas penanggung jawab
dalam hal ini : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan
serta hubungan dengan pasien seperti : suami, orang tua atau hubungan
keluarga lainnya.
2) Keluhan Utama
Merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif. Pada pasien
post operasi hemoroidektomi akan mengeluh nyeri pada anus terutama saat
defekasi.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang yang mendukung keluhan utama
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan secara PQRST, yaitu:
- P : Paliatif/propokatif. Penyebab yang memperberat dan
mengurangi. Pada pasien post operasi hemoroidektomi akan
mengeluh nyeri apabila banyak bergerak dan berkurang apabila
istirahat/berbaring.
- Q : Quality/quantity. Dirasakan seperti apa, tampilannya, suaranya
dan berapa banyak. Pada pasien post operasi hemoroidektomi
akan mengeluh nyeri bagian anus yang sangat perih seperti diiris
pisau.
- R : Region/radiasi. Lokasi dimana dan penyebarannya. Pada
pasien post operasi hemoroidektomi akan mengeluh nyeri pada
bagian anus dan tidak menyebar.
- S : Severity/scale. Itensitasnya (skala) pengaruh terhadap aktifitas.
Pada pasien post operasi hemoroidektomi skala nyeri yang
dirasakan 1-10 (0-10).
- T : Timing. Kapan keluhan tersebut muncul berapa lama dan
bersifat (tiba-tiba, sering dan bertahap). Pada pasien post operasi
hemoroidektomi klien akan mengeluh nyeri setiap kali bergerak.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pada tahap ini dikaji riwayat kesehatan masa lalu klien. Apakah klien
pernah mengalami faktor yang berhubungan dengan hemoroid, seperti
adanya hemoroid sebelumnya. Riwayat peradangan pada usus, dan
riwayat diet rendah serat. Klien juga ditanyakan apakah pernah
menggunakan obat terutama untuk pengobatan hemoroid sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada tahap ini dikaji tentang riwayat penyakit keturunan seperti
Hipertensi dan Diabetes Melitus, ataupun penyakit Hemoroid.
4) Data Biologis
a. Pola Nutrisi
Pada pasien post operasi hemoroidektomi tidak akan ditemukan adanya
gangguan pola nutrisi.
b. Pola Eliminasi
Pada pasien post operasi hemoroidektomiakan terdapat keenggaanan
untuk BAB sehingga terjadi konstipasi.
c. Pola Istirahat / Tidur
Pada pasien post operasi hemoroidektomi pola istirahat tidurnya akan
terganggu hal ini berkaitan dengan rasa nyeri pada daerah anus.
d. Pola Personal Hygiene
Kaji kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan memotong
kuku, dan dikaji apakah memerlukan bantuan orang lain atau dapat
secara mandiri.
e. Pola Aktivitas
Kaji kebiasaan aktivitas yang dilakukan selama di rumah sakit:
mandiri / tergantung.
5) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dipergunakan untuk memperoleh data objektif dari
riwayat perawatan klien. Adapun tujuan dari pemeriksaan fisik dalam
keperawatan adalah untuk menentukan status kesehatan klien,
mengidentifikasi kesehatan dan mengambil data dasar untuk menentukan
rencana perawatan.
a) Sistem Respirasi
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Dalam sistem
ini perlu dikaji mengenai bentuk hidung, bentuk dada, pergerakan dada
apakah simetris atau tidak, frekuensi dan irama nafas.
b) Sistem Kardiovaskuler
Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna bibir, tidak ada
pengingkatan JVP, peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi, bunyi
jantung tidak disertai suara tambahan, penurunan atau peninggkatan
tekanan darah.
c) Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan dikaji dari mulut sampai anus, dalam sistem ini
perlu dikaji adanya stomatitis, caries bau mulut, mukosa mulut, ada
tidaknya pembesaran tonsil, bentuk abdomen datar, tugor kulit kembali
lagi. Adakah lesi pada daerah abdomen, Pada auskultasi bising usus
pada hemoroid akan menurun kurang dari 6-7 kali/menit, pada perkusi
abdomen akan terdengar bunyi dullnes.
d) Sistem Perkemihan
Dikaji ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta pengeluaran urine
apakah ada nyeri pada waktu miksi atau tidak.
e) Sistem Neurologis
Secara umum pada kasus hemoroid tidak mengalami gangguan, namun
gangguan terjadi karna adanya nyeri sehingga perlu dikaji tinggkat
skala (0-10) serta perlu dikaji tinggkat GCS dan pemeriksaan fungsi
syraf cranial untuk mengindentifikasi kelainan atau komplikasi.
f) Sistem Integumen
Pada klien post hemoroidektomi akan ditemukan kelainan integument
karna adanya luka insisi pada daerah anus, sehingga perlu dikaji ada
atau tidaknya tanda radang di daerah terkena adalah ada atau tidaknya
lesi dan kemerah-merahan, pengukuran suhu untuk mengetahui adanya
infeksi.
g) Sistem Endokrin
Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening.
h) Sistem Musculoskeletal
Perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, diperiksa juga
adanya kekuatan pergerakan, atau keterbatasan gerak, reflek pada
ekstremitas atas dan bawah.
i) Sistem Penglihatan
Untuk mengetahui keadaan kesehatan mata harus diperikasa tentang
fungsi penglihatan, kesimetrisan mata kiri dan kanan, odema atau
tidak.
6) Data Psikologis
a. Body Image
Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk
serta penampilan.
b. Ideal Diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berprilaku berdasarkan
standar, tujuan , keinginan, atau nilai pribadi.
c. Identitas Diri
Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian diri sendiri.
d. Peran Diri
Seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan
dengan fungsi individu pada berbagai kelompok.
7) Data Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi, hubungan sosial, gaya
hidup, faktor sosiokultural.
8) Data Spiritual
Menyangkut agama serta aktifitas spiritual, dan juga menyangkut
keyakinan, penolakan, atau penerimaan terhadap tindakan medis. Misalnya
Agama dan kepercayaan tertentu yang melarang dengan keras
penganutnya untuk melakukan tindakan operasi.
9) Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin meliputi Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit dan Trombosit.
b. Pemeriksaan urine meliputi ureum, kreatinin untuk mengetahui fungsi
ginjal.
10) Analisa Data
Analisa data adalah pengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu
dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahannya.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses
keperawatan setelah anda melakukan pengkajian keperawatan dan
pengumpulan data hasil pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan
penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial sebagai
dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat
bertanggung jawab. Tujuan diagnosis keperawatan adalah memungkinkan
anda sebagai perawat untuk menganalisis dan mensintesis data yang telah
dikelompokkan, selain itu diagnosis keperawatan digunakan untuk
mengidentifikasi masalah, factor penyebab masalah, dan kemampuan klien
untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah (Budiono, 2016).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Hemoroid,
antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis. prosedur
operasi) yang ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah.
2. Konstipasi berhubungan dengan dengan ketidakcukupan asupan serat
ditandai dengan pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltic
usus menurun.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah,
sulit tidur.
4. Risiko hipovolemia dengan faktor risiko kekurangan volume cairan.
5. Risiko infeksi dengan faktor risiko efek prosedur invasif.
III. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri Mengidentifikasi dan
keperawatan selama …x Observasi : mengelola pengalaman
24 jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi skala nyeri sensorik atau
nyeri pasien berkurang 2. Identifikasi respon nyeri emosional yang
dengan kriteria hasil : nonverbal berkaitan dengan
1. Keluhan nyeri Terapeutik : kerusakan jaringan
menurun (skala 0- 3. Berikan teknik nonfarmakologi atau fungsional
2) untuk mengurangi rasa nyeri dengan onset
2. Meringis (mis, akupresur, terapi pijat, mendadak atau lambat
berkurang kompres hangat atau dingin, dan berintensitas
3. Gelisah berkurang terapi bermain). ringan hingga berat
4. TTV dalam batas 4. Kontrol lingkungan yang dan kosntan
normal memperberat rasa nyeri (mis.
TD : 90/60-120/80 suhu ruangan, pencahayaan dan
mmHg kebisingan)
N : 60-100 x/menit Edukasi :
S : 36,50C – 37,50C 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
RR : 16-22 x/menit untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Setelah diberikan asuhan Manajemen Eliminasi Fekal Mengidentifikasi dan
keperawatan selama …x Observasi : mengelola pencegahan
24 jam diharapkan 1. Monitor buang air besar (warna, dan mengatasi
konstipasi yang dialami frekuensi, konsistensi, volume) sembelit/impaksi
pasien dapat teratasi, 2. Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : kontipasi
1. Keluhan defekasi Terapeutik :
lama dan sulit 3. Berikan air hangat setelah
menurun makan
2. Peristaltik usus 4. Sediakan makanan tinggi serat
membaik Edukasi :
3. Frekuensi BAB 5. Anjurkan mengkonsumsi
membaik (2-3 x makanan yang mengandung
seminggu) tinggi serat
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu
3 Setelah diberikan asuhan Reduksi Ansietas Meminimalkan
keperawatan selama …x Observasi : kondisi individu dan
24 jam diharapkan ansietas 1. Monitor tanda-tanda ansietas pengalaman subjektif
pasien dapat teratasi, (verbal dan nonverbal) terhadap objek yang
dengan kriteria hasil : Terapeutik : tidak jelas dan spesifik
1. Kebingungan 2. Ciptakan suasana terapeutik akibat antisipasi
menurun untuk menumbuhkan bahaya yang
2. Kekhawatiran kepercayaan memungkinkan
akibat kondisi yang Edukasi : individu melakukan
dihadapi menurun 3. Jelaskan prosedur, termasuk tindakan untuk
3. Gelisah menurun sensasi yang mungkin dialami menghadapi ancaman
4. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
4 Setelah diberikan asuhan Manajemen Cairan Mengidentifikasi serta
keperawatan selama …x Observasi : mengelola penurunan
24 jam diharapkan status 1. Periksa tanda dan gejalan volume cairan
cairan pasien membaik , hipovolemia (mis. Frekuensi intravaskuler
dengan kriteria hasil : nadi meningkat, nadi teraba
1. TTV dalam batas lemah, tekanan darah menurun,
normal tekanan nadi menyempit,
TD : 90/60-120/80 turgol kulit menurun,
mmHg membrran mukosa kering,
N : 60-100 x/menit volume urine menurun,
S : 36,50C – 37,50C hematokrit meningkat, haus
RR : 16-22 x/menit lemah)
2. Turgol kulit elastis Terapiutik
3. Kadar HB normal 2. Hitung kebutuhan cairan
12-13 g/dL 3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
4. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian cairan iv
isotonis (mis. NaCl, RL)
6. Kolaborasi pemberian produk
darah
5 Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi Mengidentifikasi dan
keperawatan selama …x Observasi : menurunkan risiko
24 jam diharapkan pasien 1. Monitor tanda dan gejala infeksi terserang organisme
tidak mengalami infeksi, lokal dan sistemik patogenik
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
1. Demam menurun 2. Cuci tangan sebelum dan
2. Kemerahan sesudah kontak dengan pasien
menurun dan lingkungan pasien
3. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi :
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Ajarkan memeriksa kondisi luka
operasi
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
IV. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan dimana
perawat memberikan perawatan kepada pasien. Perawat memulai dan menyelesaikan
tindakan atau intervensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diharapkan dari asuhan keperawatan.
V. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
format SOAP.
a. S (Subjektif) : informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan diberikan.
b. O (Objektif) : informasi yang didapat berupa hasil pengamatan penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. A (Analisi) : membandingkan antara informasi subjektuf dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi Sebagian, atau tidak.
d. P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
(Pusdik SDM). Jakarta.

Diyono, & Mulyanti, S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan. Jakarta: Prenada Media Group.

Kardiyudiani, N. K., & Susanti, B. A. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1.


Yogyakarta: PT. PUSTAKA BARU.

Migaly, J., & Sun, Z. (2016). Review of Hemorrhoid Disease : Presentation and
Management.

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

NANDA. (2015). Buku Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : ECG

Nurarif dan Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction.

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta:
EGC.

Rudi, Haryono. (2012). Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:


Gosyen Publisher.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai