OLEH :
17.321.2680/A11-A
2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi kira-
kira 450 jiwa orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. Penyakit ini
merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok yang menyababkan
jutaan kematian (7% dari kematian total dunia) setiap tahun. Angka ini paling besar
terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari lima tahun, dan dewasa yang berusia
lebih dari 75 tahun (langke, dkk, 2016). Menurut World Health Organization (WHO)
telah menyebutkan dari 10 macam penyakit penyebab angka kematian di dunia,
tercatat bahwa infeksi saluran pernapasan bawah merupakan penyakit infeksi terbesar
ke 4 yang menyebabkan kematian di dunia selama dekade terakhir dengan jumlah
kematian mencapai 3,1 juta kematian pada tahun 2012. Kejadian pneumonia cukup
tinggi di dunia, yaitu sekitar 15%-20% (Dahlan, 2014).
Badan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) RI tahun 2018 menunjukkan
adanya peningkatan prevalensi, atau jumlah penderita pneumonia dibandingkan pada
tahun 2013. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan jumlah orang yang mengalami
gangguan penyakit ini pada 2018 yaitu sekitar 2 persen, sedangkan pada tahun 2013
adalah 1,8 persen.
Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang, salah
satunya Indonesia. Tahun 2010 di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar
penyakit rawat inap di rumah sakit. Angka kematian penyakit tertentu atau crude
fatality rate (CFR) akibat penyakit ini pada periode waktu tertentu dibagi jumlah
kasus adalah 7,6 persen. Menurut Profil Kesehatan Indonesia, pneumonia
menyebabkan 15 persen kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita tahun 2015. Dari
tahun 2015-2018 kasus pneumonia yang terkonfimasi pada anak-anak dibawah 5
tahun meningkat sekitar 500.000 per tahun. Tercatat jumlah penderita radang paru
tersebut mencapai 505.331 pasien dengan 425 pasien meninggal. Dinas Kesehatan
DKI Jakarta memperkirakan ada 43.309 kasus pneumonia atau radang paru pada
balita selama tahun 2019.
3. Etiologi
Menurut Padila (2013) etiologi dari penyakit pneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang
mengandung spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. Penyebaran infeksi melalui droplet dan
disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu
stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai
riwayat penyakit kronis. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu
dari Non mikroorganisme :
a. Bahan kimia
b. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi
c. Merokok
Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016)
4. Patofisiologi
Pneumonia merupakan respons inflamasi terhadap benda asing yang tanpa
sengaja teraspirasi atau multiplikasi mikroorganisme tidak terkontrol yang menginvasi
saluran pernapasan bawah. Respons tersebut menyebabkan akumulasi neutrofil dan
sel efektor di bronkus perifer dan ruang alveolar. Sistem pertahanan tubuh yang
mencakup pertahanan anatomis, mekanis, humoral, dan seluler dirancang untuk
menyingkirkan organisme yang memasuki saluran pernapasan. Sebagian besar
penyakit sistemik meningkatkan risiko pneumonia pada pasien dengan cara mengubah
mekanisme pertahanan pernapasan. Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan
paru yang normal terganggu atau bekerja terlalu berat, sehingga mikroorganisme
berkembang dengan cepat (Morton dkk, 2014).
Saat terjadi inhalasi bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia diaspirasi
melalui orofaring. Tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer
dengan meningkatkan respons radang (Somantri, 2009). Patogen dapat memasuki
saluran pernapasan bawah melalui empat cara; aspirasi, inhalasi, penyebaran
hematogen dari lokasi yang jauh, dan translokasi. Rute utama bakteri memasuki paru
adalah melalui aspirasi mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali terjadi
(>45% waktu) pada individu yang sehat ketika mereka tidur. Risiko aspirasi yang
signifikan dari segi klinis meningkat pada pasien yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran atau disfagia dan pada mereka yang terpasang slang endotrakea atau slang
enteral. Penyebaran hematogen merupakan mekanisme yang efektif, sirkulasi
pulmonal menjadi jalan masuk yang efektif bagi mikroba. Kapiler paru membentuk
jaringan padat di dinding alveoli yang ideal untuk pertukaran gas. Mikroba hematogen
dari lokasi infeksi yang jauh dapat bermigrasi melalui jaringan tersebut dan
menyebabkan pneumonia (Morton dkk, 2014).
Pathway Mikroorganisme (bakeri, virus, jamur,
protozoa) & Non Mikroorganisme
Peningkatan suhu Kerja sel goblet Pengembangan paru tidak Kolaps alveoli
tubuh meningkat sempurna (atelektasis)
Penyempitan jalan
Gangguan difusi napas
MK : Hipertermi Sputum
meningkat (pertukaran O2 dan CO2)
O2 sulit masuk
6. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarakan anatomi (pola keterlibatan paru) (LeMone.
Atal, 2016) antara lain :
1) Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses awalnya, ketika
respons imun minimal, bakteri menyebar sepanjang lobus yang terkena dengan
akumulasi cepat. Cairan edema karena terjadi respons imun dan inflamasi, RBC
dan neutrofil, merusak sel epitel, dan fibrin berakumulasi dalam alveoli. Eksudat
purulent mengandung neurofil dan makrofag terbentuk. Karena alveoli dan
bronkiolus pernafasan terisi dengan eksudat, sel darah, fibrin, dan bacteria,
konsolidasi (solidifikasi) jaringan paru terjadi. Akhirnya, proses sembuh karena
enzim menghancurkan eksudat dan sisa debris direabsorpsi, di fagosit, atau
dibatukan keluar.
2) Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), Biasanya mengenai bagian jaringan
paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat cenderung tetap
terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema dan kongesti alveoli
daripada Pneumonia lobar.
3) Pneumonia interstisial (Bronkiolitis), proses inflamasi terutama melibatkan
interstisium : dinding alveolar dan jaringan ikat yang menyokong pohon
bronchial. Keterlibatan dapat berupa bercak atau difus karena limfosit, makrofag,
dan sel plasma menginfiltrasi septa alveolar. Ketika alveoli biasanya tidak
mengandung eksudat yang banyak, membrane hialin yang kaya protein dpat
melapisi alveoli, mengandung pertukaran gas.
4) Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi memiliki ciri
tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke paru melalui aliran darah.
Pneumonia milier umumnya terlihat pada orang yang mengalami luluh imun
berat. Sebagai akibatnya, respons imun buruk dan kerusakan jaringan pleura
sangat signifikan.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (LeMone. Atal, 2016) :
1) Pneumonia Komunitas (Community-Acquired Pneumonia)
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering di
sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia. Bakteri ini terletak di
saluran napas atas pada hingga 70% orang dewasa. Bakteri ini dapat menyebar
secara langsung dari kontak orang ke orang melalui droplet.
2) Penyakit Legionnaire
Penyakit Legionnaire adalah bentuk bronkopneumonia yang disebabkan oleh
legionella pneumophilia, bakteri gram negative yang secara luas ditemukan dalam
air, terutama air hangat. Perokok, lansia, dan orang yang menderita penyakit
kronik atau gangguan pertukaran imun merupakan orang yang paling rentan
terhadap penyakit Legionnaire.
3) Pneumonia Atipikal Primer
Pneumonia disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia umumnya diklasifikasikan
sebagai Pneumonia Atipikal Primer karena manifestasi dan rangkaian penyakit
sangat berbeda dengan Pneumonia bakteri lainnya. Dewasa muda khususnya
mahasiswa dan calon anggota militer merupakan populasi yang umumnya terkena.
Pneumonia ini sangat menular.
4) Pneumonia Virus
Pneumonia virus umumnya merupakan penyakit ringan yang sering kali mengenai
lansia dan orang yang mengalami kondisi kronik. Sekitar 10% pneumonia ini
terjadi pada orang dewasa.
5) Pneumonia Pneumosis
Orang yang mengalami luluh imun yang parah beresiko terjadinya pneumonia
oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci, parasit yang lazim
ditemukan di seluruh dunia. Infeksi oportunistik dapat terjadi pada orang yang
ditangani dengan imunosupresif atau obat sitotoksik untuk kanker atau transplan
organ.
6) Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan aspirasi isi lambung ke paru-paru yang
menyebabkan pneumonia kimia dan bakteri.
7. Pemeriksaan Fisik
Menurut Sudoyono 2006 (dikutip dalam Somantri 2009) presentasi bervariasi
bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis pasien.
a) Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, Streptococcus
spp, dan Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise,
batuk kering yang nonproduktif.
b) Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/orang dengan penurunan
imunitas akibat kuman yang kurang patogen/ oportunistik.
c) Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa dijumpai adalah demam,
sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang dullnes, ronchi
nyaring, serta suara pernapasan bronkial).
d) Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang terserang
karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.
Pengkajian kardiovaskular dan paru harus dilakukan secara komperhensif,
perawat harus mengkaji adanya tanda-tanda hipoksia (kulit keabu-abuan atau
sianosis) dan dispnea (napas cuping hidung). Pasien memperlihatkan gejala awitan
awal pada pernapasan (misal batuk, produksi sputum dan dispnea) yang biasanya
disertai dengan demam dan menggigil, inspeksi dada meliputi pengkajian pola
pernapasan dan frekuensi pernapasan, observasi postur tubuh pasien dan kerja
pernapasan, serta inspeksi adanya retraksi interkosta. Perkusi dada biasanya
menghasilkan bunyi pekak pada pneumonia lobus. Penurunan bunyi napas terdengar
pada saat auskultasi. Craclke awal yang halus (dulu disebut rales) atau bunyi napas
bronkus terdengar di area konsoldasi (Morton dkk, 2014).
8. Komplikasi
Komplikasi pneumonia menurut Nurarif & Kusuma (2013) yaitu :
1) Hipotensi dan syok
2) Gagal pernafasan
3) Atelektasis
4) Efusi pleura
5) Delirium
9. Penatalaksanaan Medis
1) Keperawatan
Kepeda penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic per-oral,
dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic
diberikan melalui infuse. Mungkin perludiberikan oksigen tambahan cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan
respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
a) Oksigen 1-2 L/menit.
b) IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
c) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
d) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
e) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
f) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Nurarif &
Kusuma, 2015).
2) Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada
rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia
lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas
bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan
pekak pada perkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang
sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk
pengobatan pneumonia yaitu eritromisin, derivate tetrasiklin, amantadine,
rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol.
Untuk kasus pneumonia community base :
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian Untuk kasus
pneumonia hospital base :
Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif &
Kusuma, 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronchi
kering, dyspnea
2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d dispnea,
PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, pH arteri meningkat/menurun, bunyi
nafas tambahan
3) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan d.d dispnea, penggunaan otot
bantu pernafasan, pola nafas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chyne-stokes), pernafasan cuping hidung
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d pengisian
kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, warna kulit pucat, turgor
kulit menurun
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d.d mengeluh lelah,dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, merasa lemah, sianosis
6) Nausea b.d gangguan biokimiawi d.d mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak
berminat makan, pucat
7) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh di atas normal, kulit
merah, kulit terasa hangat
3. Intervensi Keperawatan
No
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas :
keperawatan selama …..x24 jam
Monitor bunyi nafas tambahan (O)
diharapkan bersihan jalan nafas
Monitor sputum (jumlah,
efektif dengan KH :
warna, aroma (O) Observasi bunyi nafas
Batuk efektif meningkat (skala 5)
Berikan minum hangat (N) Observasi sputum
Produksi sputum menurun (skala
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu Mencairkan sputum
5)
(N) Mengeluarkan dahak
Mengi menurun (skala 5)
Berikan oksigen, jika perlu (N) Memenuhi
Wheezing menurun (skala 5)
Ajarkan teknik batuk efektif (E) kebutuhan oksigen
Dispnea menurun (skala 5)
Kolaborasi pemberian bronkodilator, Edukasi batuk efektif
ekpetoran, mukolitik, jika perlu (C) Mengencerkan dahak
Monitor Tanda Vital : Observasi pernafasan
Observasi sesak
Monitor pernafasan (frekuensi,
kedalaman)
Pemantauan Respirasi :
perlu (C)
Manajemen Muntah :
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Athena & Ika Dharmayanti. (2014). Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.8. Diakses tanggal 06 Januari 2021 dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/download/7773/7336
Brunner dan Suddarth. (2011). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan. Yogyakarta:
Bursa Ilmu.
LeMone, Burke, & Bauldoff. (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa.
Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing
Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Medi Action.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Sudiartini, Trisna. (2012). Laporan Pendahuluan Pneumonia. Denpasar : Universitas
Udayana.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.