Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA

OLEH :

LUH PUTU NIA BUDI MARTSIANI

17.321.2680/A11-A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

TAHUN AJARAN 2021


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari
paru-paru, dan bisa juga disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia
disebabkan oleh Bakteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus
yang menyebabkan pneumonia yaitu Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus,
Respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza (Athena & Ika, 2014).
Menurut WHO (2015), Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut
yang mempengaruhi paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung kecil yang disebut
alveoli, yang mengisi dengan udara ketika orang yang sehat bernafas. Ketika seorang
individu memiliki pneumonia, alveoli dipenuhi nanah dan cairan, yang membuat
berbafas asupan oksigen yang menyakitkan dan terbatas.
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden infeksius
seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi
saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan disertai dengan
sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi
dan konsolidasi.

2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi kira-
kira 450 jiwa orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. Penyakit ini
merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok yang menyababkan
jutaan kematian (7% dari kematian total dunia) setiap tahun. Angka ini paling besar
terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari lima tahun, dan dewasa yang berusia
lebih dari 75 tahun (langke, dkk, 2016). Menurut World Health Organization (WHO)
telah menyebutkan dari 10 macam penyakit penyebab angka kematian di dunia,
tercatat bahwa infeksi saluran pernapasan bawah merupakan penyakit infeksi terbesar
ke 4 yang menyebabkan kematian di dunia selama dekade terakhir dengan jumlah
kematian mencapai 3,1 juta kematian pada tahun 2012. Kejadian pneumonia cukup
tinggi di dunia, yaitu sekitar 15%-20% (Dahlan, 2014).
Badan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) RI tahun 2018 menunjukkan
adanya peningkatan prevalensi, atau jumlah penderita pneumonia dibandingkan pada
tahun 2013. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan jumlah orang yang mengalami
gangguan penyakit ini pada 2018 yaitu sekitar 2 persen, sedangkan pada tahun 2013
adalah 1,8 persen.
Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang, salah
satunya Indonesia. Tahun 2010 di Indonesia, pneumonia termasuk dalam 10 besar
penyakit rawat inap di rumah sakit. Angka kematian penyakit tertentu atau crude
fatality rate (CFR) akibat penyakit ini pada periode waktu tertentu dibagi jumlah
kasus adalah 7,6 persen. Menurut Profil Kesehatan Indonesia, pneumonia
menyebabkan 15 persen kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita tahun 2015. Dari
tahun 2015-2018 kasus pneumonia yang terkonfimasi pada anak-anak dibawah 5
tahun meningkat sekitar 500.000 per tahun. Tercatat jumlah penderita radang paru
tersebut mencapai 505.331 pasien dengan 425 pasien meninggal. Dinas Kesehatan
DKI Jakarta memperkirakan ada 43.309 kasus pneumonia atau radang paru pada
balita selama tahun 2019.

3. Etiologi
Menurut Padila (2013) etiologi dari penyakit pneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang
mengandung spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. Penyebaran infeksi melalui droplet dan
disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu
stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai
riwayat penyakit kronis. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu
dari Non mikroorganisme :
a. Bahan kimia
b. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi
c. Merokok
Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016)

4. Patofisiologi
Pneumonia merupakan respons inflamasi terhadap benda asing yang tanpa
sengaja teraspirasi atau multiplikasi mikroorganisme tidak terkontrol yang menginvasi
saluran pernapasan bawah. Respons tersebut menyebabkan akumulasi neutrofil dan
sel efektor di bronkus perifer dan ruang alveolar. Sistem pertahanan tubuh yang
mencakup pertahanan anatomis, mekanis, humoral, dan seluler dirancang untuk
menyingkirkan organisme yang memasuki saluran pernapasan. Sebagian besar
penyakit sistemik meningkatkan risiko pneumonia pada pasien dengan cara mengubah
mekanisme pertahanan pernapasan. Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan
paru yang normal terganggu atau bekerja terlalu berat, sehingga mikroorganisme
berkembang dengan cepat (Morton dkk, 2014).
Saat terjadi inhalasi bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia diaspirasi
melalui orofaring. Tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer
dengan meningkatkan respons radang (Somantri, 2009). Patogen dapat memasuki
saluran pernapasan bawah melalui empat cara; aspirasi, inhalasi, penyebaran
hematogen dari lokasi yang jauh, dan translokasi. Rute utama bakteri memasuki paru
adalah melalui aspirasi mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali terjadi
(>45% waktu) pada individu yang sehat ketika mereka tidur. Risiko aspirasi yang
signifikan dari segi klinis meningkat pada pasien yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran atau disfagia dan pada mereka yang terpasang slang endotrakea atau slang
enteral. Penyebaran hematogen merupakan mekanisme yang efektif, sirkulasi
pulmonal menjadi jalan masuk yang efektif bagi mikroba. Kapiler paru membentuk
jaringan padat di dinding alveoli yang ideal untuk pertukaran gas. Mikroba hematogen
dari lokasi infeksi yang jauh dapat bermigrasi melalui jaringan tersebut dan
menyebabkan pneumonia (Morton dkk, 2014).
Pathway Mikroorganisme (bakeri, virus, jamur,
protozoa) & Non Mikroorganisme

Masuk ke saluran napas

Infeksi mulut & tenggorokan

Menembus jaringan mukosa

Mengikuti aliran darah sampai ke paru

Peradangan paru (Pneumonia)

Inflamasi bronkus Inflamasi alveoli

Peningkatan suhu Kerja sel goblet Pengembangan paru tidak Kolaps alveoli
tubuh meningkat sempurna (atelektasis)
Penyempitan jalan
Gangguan difusi napas
MK : Hipertermi Sputum
meningkat (pertukaran O2 dan CO2)
O2 sulit masuk

Bau mulut tidak sedap Menyumbat O2 ke jaringan MK : Gangguan Sesak napas


jalan napas menurun pertukaran gas (dyspnea)
Kehilangan nafsu makan
MK : Pola Nafas
MK : Bersihan Sianosis, pucat Lemah Tidak Efektif
MK : Nausea Mual muntah Jalan Nafas
Tidak Efektif MK : Intoleransi
MK : Perfusi Perifer
Aktivitas Sumber : Trisna, 2012
Tidak Efektif
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan
penyakit pasien Brunner & Suddarth (2011).
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,50C
sampai 40,50 C).
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
c. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.
d. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat
peningkatan suhu tubuh (Celcius).
e. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
f. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri
pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau
mukopurulen dikeluarkan.
g. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan
sianosis sentral.
h. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau,
bergantung pada agen penyebab.
i. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah.
j. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama
pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan
resistensi terhadap infeksi).

6. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarakan anatomi (pola keterlibatan paru) (LeMone.
Atal, 2016) antara lain :
1) Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses awalnya, ketika
respons imun minimal, bakteri menyebar sepanjang lobus yang terkena dengan
akumulasi cepat. Cairan edema karena terjadi respons imun dan inflamasi, RBC
dan neutrofil, merusak sel epitel, dan fibrin berakumulasi dalam alveoli. Eksudat
purulent mengandung neurofil dan makrofag terbentuk. Karena alveoli dan
bronkiolus pernafasan terisi dengan eksudat, sel darah, fibrin, dan bacteria,
konsolidasi (solidifikasi) jaringan paru terjadi. Akhirnya, proses sembuh karena
enzim menghancurkan eksudat dan sisa debris direabsorpsi, di fagosit, atau
dibatukan keluar.
2) Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), Biasanya mengenai bagian jaringan
paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat cenderung tetap
terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema dan kongesti alveoli
daripada Pneumonia lobar.
3) Pneumonia interstisial (Bronkiolitis), proses inflamasi terutama melibatkan
interstisium : dinding alveolar dan jaringan ikat yang menyokong pohon
bronchial. Keterlibatan dapat berupa bercak atau difus karena limfosit, makrofag,
dan sel plasma menginfiltrasi septa alveolar. Ketika alveoli biasanya tidak
mengandung eksudat yang banyak, membrane hialin yang kaya protein dpat
melapisi alveoli, mengandung pertukaran gas.
4) Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi memiliki ciri
tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke paru melalui aliran darah.
Pneumonia milier umumnya terlihat pada orang yang mengalami luluh imun
berat. Sebagai akibatnya, respons imun buruk dan kerusakan jaringan pleura
sangat signifikan.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (LeMone. Atal, 2016) :
1) Pneumonia Komunitas (Community-Acquired Pneumonia)
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering di
sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia. Bakteri ini terletak di
saluran napas atas pada hingga 70% orang dewasa. Bakteri ini dapat menyebar
secara langsung dari kontak orang ke orang melalui droplet.
2) Penyakit Legionnaire
Penyakit Legionnaire adalah bentuk bronkopneumonia yang disebabkan oleh
legionella pneumophilia, bakteri gram negative yang secara luas ditemukan dalam
air, terutama air hangat. Perokok, lansia, dan orang yang menderita penyakit
kronik atau gangguan pertukaran imun merupakan orang yang paling rentan
terhadap penyakit Legionnaire.
3) Pneumonia Atipikal Primer
Pneumonia disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia umumnya diklasifikasikan
sebagai Pneumonia Atipikal Primer karena manifestasi dan rangkaian penyakit
sangat berbeda dengan Pneumonia bakteri lainnya. Dewasa muda khususnya
mahasiswa dan calon anggota militer merupakan populasi yang umumnya terkena.
Pneumonia ini sangat menular.
4) Pneumonia Virus
Pneumonia virus umumnya merupakan penyakit ringan yang sering kali mengenai
lansia dan orang yang mengalami kondisi kronik. Sekitar 10% pneumonia ini
terjadi pada orang dewasa.
5) Pneumonia Pneumosis
Orang yang mengalami luluh imun yang parah beresiko terjadinya pneumonia
oportunistik yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci, parasit yang lazim
ditemukan di seluruh dunia. Infeksi oportunistik dapat terjadi pada orang yang
ditangani dengan imunosupresif atau obat sitotoksik untuk kanker atau transplan
organ.
6) Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan aspirasi isi lambung ke paru-paru yang
menyebabkan pneumonia kimia dan bakteri.

7. Pemeriksaan Fisik
Menurut Sudoyono 2006 (dikutip dalam Somantri 2009) presentasi bervariasi
bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis pasien.
a) Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, Streptococcus
spp, dan Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise,
batuk kering yang nonproduktif.
b) Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/orang dengan penurunan
imunitas akibat kuman yang kurang patogen/ oportunistik.
c) Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa dijumpai adalah demam,
sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang dullnes, ronchi
nyaring, serta suara pernapasan bronkial).
d) Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang terserang
karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.
Pengkajian kardiovaskular dan paru harus dilakukan secara komperhensif,
perawat harus mengkaji adanya tanda-tanda hipoksia (kulit keabu-abuan atau
sianosis) dan dispnea (napas cuping hidung). Pasien memperlihatkan gejala awitan
awal pada pernapasan (misal batuk, produksi sputum dan dispnea) yang biasanya
disertai dengan demam dan menggigil, inspeksi dada meliputi pengkajian pola
pernapasan dan frekuensi pernapasan, observasi postur tubuh pasien dan kerja
pernapasan, serta inspeksi adanya retraksi interkosta. Perkusi dada biasanya
menghasilkan bunyi pekak pada pneumonia lobus. Penurunan bunyi napas terdengar
pada saat auskultasi. Craclke awal yang halus (dulu disebut rales) atau bunyi napas
bronkus terdengar di area konsoldasi (Morton dkk, 2014).

8. Komplikasi
Komplikasi pneumonia menurut Nurarif & Kusuma (2013) yaitu :
1) Hipotensi dan syok
2) Gagal pernafasan
3) Atelektasis
4) Efusi pleura
5) Delirium

9. Penatalaksanaan Medis
1) Keperawatan
Kepeda penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic per-oral,
dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic
diberikan melalui infuse. Mungkin perludiberikan oksigen tambahan cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan
respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
a) Oksigen 1-2 L/menit.
b) IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
c) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
d) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
e) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
f) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Nurarif &
Kusuma, 2015).
2) Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada
rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia
lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas
bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan
pekak pada perkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang
sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk
pengobatan pneumonia yaitu eritromisin, derivate tetrasiklin, amantadine,
rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol.
Untuk kasus pneumonia community base :
a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian Untuk kasus
pneumonia hospital base :
 Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
 Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif &
Kusuma, 2015).

10. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi structural (misal : labor, bronchial) dapat juga
menyatakan abses
b. Biopsy paru : untuk menetapkan diagnosis
c. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada
d. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus
e. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan
f. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
(Nurarif & Kusuma, 2015)
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan
laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada (IDAI, 2009). Berikut untuk
pemeriksaan penunjang pada pneumonia :
a) Pemeriksaan Radiologi.
Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrate sampai
konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambar kaviti. Gambar adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang
memastikan diagnosis (IDAI, 2009). Foto thoraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis
etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumonia, pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrate bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan
meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etilogi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati, analisis
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Hidayat dkk (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien,
untuk informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh
tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari
seseorang atau kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik dan sumber
lain. Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan
pemeriksaan fisik (data objektif) (Weber & Kelley 2009).
1) Biodata
Anamnesis yang diperoleh dari anamnesis umum merupakan identitas diri
pasien yaitu nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan hobi
(Febrianto, 2013).
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya
awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥40oC, nyeri
pleuretik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah
adanya konsolidasi paru.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas (infeksi
pada hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada klien dengan
riwayat alkoholik, posr-operasi, infeksi pernapasan, dan klien dengan
imunosupresi (kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien
kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan
meninggal dunia.
3) Pengkajian Fokus
Menurut Muttaqin (2014), pengkajian fokus pada pasien pneumonia adalah
sebagai berikut:
a. Breathing
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan
fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
- Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan: gerakan pernapasan simetris,
pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi
napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal
sternum space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami
terutama pada anak-anak.
Batuk dan sputum: saat dilakukan pengkajian batuk pada klien demgan
pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
- Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan: pada palpasi
klien dengan pneumonia, gerakan pada saat bernafas biasanya normal
dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus
fokal): taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
- Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronkopneumonoia menjadi satu sarang (kunfluens).
- Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas tambahan
ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana didapatkan
adanya ronkhi.
b. Blood
Pada pasien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:
- Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
- Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
- Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
c. Brain
Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat.
d. Bladder
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
e. Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f. Bone
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
4) Pemeriksaan Fisik
Menurut Sudoyono 2006 (dikutip dalam Somantri 2009) presentasi bervariasi
bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis
a. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae,
Streptococcus spp, dan Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan
mialgia, malaise, batuk kering yang nonproduktif.
b. Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/orang dengan
penurunan imunitas akibat kuman yang kurang patogen/ oportunistik.
c. Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa dijumpai adalah
demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang
dullnes, ronchi nyaring, serta suara pernapasan bronkial).
d. Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang
terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.
Pengkajian kardiovaskular dan paru harus dilakukan secara komperhensif,
perawat harus mengkaji adanya tanda-tanda hipoksia (kulit keabu-abuan atau
sianosis) dan dispnea (napas cuping hidung). Pasien memperlihatkan gejala
awitan awal pada pernapasan (misal batuk, produksi sputum dan dispnea)
yang biasanya disertai dengan demam dan menggigil, inspeksi dada meliputi
pengkajian pola pernapasan dan frekuensi pernapasan, observasi postur tubuh
pasien dan kerja pernapasan, serta inspeksi adanya retraksi interkosta. Perkusi
dada biasanya menghasilkan bunyi pekak pada pneumonia lobus. Penurunan
bunyi napas terdengar pada saat auskultasi. Craclke awal yang halus (dulu
disebut rales) atau bunyi napas bronkus terdengar di area konsoldasi (Morton
dkk, 2014).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronchi
kering, dyspnea
2) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d dispnea,
PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, pH arteri meningkat/menurun, bunyi
nafas tambahan
3) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan d.d dispnea, penggunaan otot
bantu pernafasan, pola nafas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chyne-stokes), pernafasan cuping hidung
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena d.d pengisian
kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, warna kulit pucat, turgor
kulit menurun
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d.d mengeluh lelah,dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas, merasa lemah, sianosis
6) Nausea b.d gangguan biokimiawi d.d mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak
berminat makan, pucat
7) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh di atas normal, kulit
merah, kulit terasa hangat
3. Intervensi Keperawatan
No
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas :
keperawatan selama …..x24 jam
 Monitor bunyi nafas tambahan (O)
diharapkan bersihan jalan nafas
 Monitor sputum (jumlah,
efektif dengan KH :
warna, aroma (O)  Observasi bunyi nafas
 Batuk efektif meningkat (skala 5)
 Berikan minum hangat (N)  Observasi sputum
 Produksi sputum menurun (skala
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu  Mencairkan sputum
5)
(N)  Mengeluarkan dahak
 Mengi menurun (skala 5)
 Berikan oksigen, jika perlu (N)  Memenuhi
 Wheezing menurun (skala 5)
 Ajarkan teknik batuk efektif (E) kebutuhan oksigen
 Dispnea menurun (skala 5)
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,  Edukasi batuk efektif
ekpetoran, mukolitik, jika perlu (C)  Mengencerkan dahak
Monitor Tanda Vital :  Observasi pernafasan
 Observasi sesak
 Monitor pernafasan (frekuensi,
kedalaman)
Pemantauan Respirasi :

 Monitor dispnea (O)


2. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Asam Basa :
 Observasi asam basa
keperawatan selama …..x24 jam
 Identifikasi keseimbangan asam basa
diharapkan pertukaran gas pasien  Observasi frekuensi dan
(O)
tidak terganggu dengan KH : kedalamn nafas
 Monitor frekuensi dan kedalam nafas
 Observasi analisa gas
 Dispnea menurun (skala 5) (O)
darah
 Bunyi nafas tambahan menurun  Monitor perubahan pH, PaCO2 dan
 Mengecek analisa gas
(skala 5) HCO3 (O)
darah
 PCO2 membaik (skala 5)  Ambil spesimen darah arteri untuk
 Memenuhi kebutuhan
 PO2 membaik (skala 5) pemeriksaan AGD (N)
oksigen
 pH arteri membaik (skala 5)  Berikan oksigen sesuai indikasi (N)
 Edukasi gangguan asam
 Jelaskan penyebab dan mekanisme basa
terjadinya gangguan asam basa (E)  Memenuhi kebutuhan
 Kolaborasi pemberian ventilasi oksigen
mekanik, jika perlu (C)  Observasi sesak nafas
Pemantauan Respirasi :

 Monitor dispnea (O)


3. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas :  Observasi pola nafas
keperawatan selama …..x24 jam  Memudahkan untuk
 Monitor pola nafas (frekuensi,
diharapkan pola nafas pasien efektif memnuhi kebutuhan
kedalaman, usaha nafas) (O)
dengan KH : oksigen
 Posisikan semi fowler atau fowler (N)
 Memenuhi kebutuhan
 Dispnea menurun (skala 5)  Berikan oksigen, jika perlu (N)
 Penggunaan otot bantu pernafasan Monitor Tanda Vital :
menurun (skala 5)
 Monitor pernafasan (frekuensi,
 Pernafasan cuping hidung oksigen
kedalaman)
menurun (skala 5)  Observasi frekuensi
Terapi Oksigen :
 Pola nafas membaik (skala 5) pernafasan
 Kolaborasi penentuan oksigen (C)
 Observasi sesak nafas
Pemantauan Respirasi :
 Observai penggunaan
 Monitor dispnea (O) otot bantu pernafasan
 Monitor penggunaan otot bantu
pernafasan dan pernafasan cuping
hidung (O)
4. Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi :  Observasi sirkulasi
keperawatan selama …..x24 jam perifer
 Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
diharapkan perfusi perifer pasien  Menghindari kolaps
perifer, edema, pengisian kapiler,
efektif dengan KH : pembuluh darah
warna, suhu, ankle brachial index) (O)
 Mengukur tekanan
 Denyut nadi perifer meningkat  Hindari pemasangan infus atau
darah di bagian yang
(skala 5) pengambilan darah di area
keterbatasan perufusi
 Warna kulit pucat menurun (skala keterbatasan perfusi (N)
 Edukasi diet yang
5)  Hindari pengukuran tekanan darah
dianjurkan
 Pengisian kapiler membaik (skala pada ekstremitas dengan keterbatasan
5) perfusi (N)
 Turgor kulit membaik (skala 5)  Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
(E)
5. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi :  Observasi aktivitas
keperawatan selama …..x24 jam  Latihan gerak pasif
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
diharapkan pasien tidak mengalami atau aktif
selama melakukan aktivitas (O)
intoleransi aktivitas dengan KH :  Untuk memperlancar
 Lakukan latihan rentang gerak pasif
 Keluhan lelah menurun (skala 5) sirkulasi
dan/atau aktif (N)
 Aktivitas secara
 Dispnea saat aktivitas menurun  Anjurkan tirah baring (E)
bertahap
(skala 5)  Anjurkan melakukan aktivitas secara
 Asupan untuk
 Dispnea setelah aktivitas menurun bertahap (E)
meningkatkan energi
(skala 5)  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
 Observasi kekurangan
 Sianosis menurun (skala 5) cara meningkatkan asupan makanan
aktivitas
(C)
 Libatkan keluarga
Terapi Aktivitas :
untuk membantu
 Identifikasi defisit tingkat aktivitas (O) aktivitas
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika  Bantu aktivitas seperti
perlu (N) bergerak dll
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(ambulasi, mobilisasi, dan perawatan  Ajarkan memilih
diri), sesuai kebutuhan (N) aktivitas
 Anjurkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih (E)
6. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Mual :  Observai mual
keperawatan selama …..x24 jam  Observasi asupan
 Monitor mual (mis. frekuensi, durasi,
diharapkan pasien tidak mengalami makanan pasien
tingkat keparahan) (O)
nausea dengan KH :  Untuk mempermudah
 Monitor asupan nutrisi dan kalori (O)
 Nafsu makan meningkat (skala 5) mencerna makanan
 Berikan makanan dalam jumlah kecil
 Agar mual berkurang
 Keluhan mual menurun (skala 5) dan menarik (N)
 Non farmakologis
 Perasaan ingin muntah menurun  Berikan makanan dingin, cairan
dapat mengurangi mual
(skala 5) bening, tidak berbau dan tidak
 Antiemetik dapat
 Pucat membaik (skala 5) berwarna, jika perlu (N)
mengurangi mual
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi  Observasi muntah

mual (mis. biofeedback, hypnosis,  Agar mual dan muntah

relaksasi, terapi music, akupresur) (E) berkurang jika mulut

 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika bersih

perlu (C)
Manajemen Muntah :

 Identifikasi karakteristik muntah (mis.


warna, konsistensi, adanya darah,
waktu, frekuensi, dan durasi) (O)
 Bersihkan mulut dan hidung (N)
7. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermia :
keperawatan selama …..x24 jam  Observasi suhu tubuh
 Monitor suhu tubuh (O)
diharapkan pasien tidak mengalami  Menghindari hidrasi
 Berikan cairan oral (N)
hipertermia dengan KH :  Memenuhi kebutuhan
 Kolaborasi pemberian cairan dan
 Kulit merah menurun (skala 5) cairan
elektrolit, jika perlu (C)
 Suhu tubuh membaik (skala 5)  Observasi warna dan
Regulasi Temperatur :
suhu kulit
 Suhu kulit membaik (skala 5)
 Monitor warna dan suhu kulit (O)  Antipiretik menurunkan
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika demam
perlu (C)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan dimana
perawat memberikan perawatan kepada pasien. Perawat memulai dan menyelesaikan
tindakan atau intervensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diharapkan dari asuhan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Athena & Ika Dharmayanti. (2014). Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.8. Diakses tanggal 06 Januari 2021 dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/download/7773/7336
Brunner dan Suddarth. (2011). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan. Yogyakarta:
Bursa Ilmu.
LeMone, Burke, & Bauldoff. (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa.
Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing
Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Medi Action.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Sudiartini, Trisna. (2012). Laporan Pendahuluan Pneumonia. Denpasar : Universitas
Udayana.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai