Anda di halaman 1dari 17

1.

DEFINISI

Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena – vena di dalam pleksus hemoroidalis.
Hemoroid mempunyai nama lain, seperti wasir dan ambeien. Sesuai tampilan klinis,
hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna
adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah
epitel anus (Muttaqin & Sari, 2011).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang
berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah
pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) di atas atau di dalam linea dentate
(Nurarif & Kusuma, 2015).

Wasir adalah pembengkakan urat di anus dan rektum bawah, mirip dengan varises.
Peningkatan tekanan di pembuluh darah di daerah anorektal menyebabkan wasir
(Kardiyudiani & Susanti, 2019).

Hemoroid adalah pembengkakan (varikosa) vena pada anus atau rektum. Hemoroid
eksternal menonjol keluar menyerupai gumpalan di sekitar anus. Hemoroid ini menyebabkan
rasa sakit, khususnya jika klien mengalami konstipasi dan mengedan saat defekasi (Rosdahl
& Kowalski, 2017). Hemoroid adalah pembesaran vena (varises) dari pleksus venosis
hemoroidalis yang diketemukan pada anal kanal (Diyono & Mulyanti, 2013).

Kesimpulan Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena – vena di dalam pleksus
hemoroidalis. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang
berada di bawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Wasir adalah
pembengkakan urat di anus dan rektum bawah, mirip dengan varises. Hemoroid adalah
pembengkakan (varikosa) vena pada anus atau rektum.

1
2. ETIOLOGI

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan
atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor – faktor resiko/pencetus,
seperti :

a. Mengedan pada buang air besar yang sulit

b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama
duduk sambil membaca, merokok)

c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)

d. Usia tua

e. Konstipasi kronik

f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik

g. Hubungan seks peranal

h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)

i. Kurang olahraga/mobilisasi.

3. PATHOFISIOLOGI

Hemoroid umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan,


atau prolaps. Diet rendah serat menyebabkan bentuk feses menjadi kecil, yang bisa
mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan ini menyebabkan
pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan oleh venous rectum. Kehamilan atau
obesitas memberikan tegangan abnormal dari otot sfingter internal juga dapat menyebabkan
masalah hemoroid, mungkin melalui mekanisme yang sama. Penurunan venous return
dianggap sebagai mekanisme aksi. Kondisi terlalu lama duduk di toilet (atau saat membaca)
diyakini menyebabkan penurunan relatif venous return di daerah perianal (yang disebut
dengan efek tourniquet), mengakibatkan kongesti vena dan terjadilah hemoroid. Kondisi
penuaan menyebabkan melemahnya struktur pendukung, yang memfasilitasi prolaps
(Muttaqin & Sari, 2011).

2
Mengejan dan konstipasi telah lama dianggap sebagai penyebab dalam pembentukan
hemoroid. Pasien yang melaporkan hemoroid memiliki tonus kanal istirahat lebih tinggi dari
biasanya. Tonus istirahat setelah hemorrhoidektomi lebih rendah dari pada sebelum prosedur.
Perubahan dalam tonus istirahat adalah mekanisme aksi dilatasi (Muttaqin & Sari, 2011).

Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam hubungannya dengan hemoroid.


Perdarahan masif dari hemoroid pada pasien dengan hipertensi portal biasanya bersifat masif.
Varises Anorektal merupakan kondisi umum pada pasien dengan hipertensi portal. Varises
terjadi di midrektum, di antara sistem portal dan vena inferior rektal. Varises terjadi lebih
sering pada pasien yang nonsirosis dan mereka jarang mengalami perdarahan (Muttaqin &
Sari, 2011).

Kondisi hemoroid dapat memberikan berbagai manifestasi klinis berupa nyeri dan
perdarahan anus. Hemoroid interna tidak menyebabkan sakit karena berada di atas garis
dentate dan tidak ada inervasi saraf. Namun, mereka mengalami perdarahan, prolaps dan
sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi ke bagian sensitif kulit perianal sehingga
menyebabkan gatal dan iritasi. Hemoroid internal dapat menghasilkan rasa sakit perianal oleh
prolaps dan menyebabkan spasme sfingter di sekitar hemoroid. Spasme otot ini
mengakibatkan ketidaknyamanan sekitar anus. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang
dapat berakibat timbulnya anemia berat (Muttaqin & Sari, 2011).

Hemoroid eksternal menyebabkan trombosis akut yang mendasari vena hemoroid


eksternal dapat terjadi. Konsisi hemoroid eksternal juga memberikan manifestasi kurang
higienis akibat kelembapan dan rangsangan akumulasi mukus (Muttaqin & Sari, 2011).

4. MANIFESTASI KLINIK

Menurut Kardiyudiani & Susanti (2019), tanda dan gejala umum hemoroid meliputi:

a. Perdarahan tanpa rasa sakit saat buang air besar

b. Gatal atau iritasi di daerah anus

c. Nyeri atau ketidaknyamanan

d. Pembengkakan di sekitar anus

e. Benjolan dekat anus, yang mungkin sensitif atau menyakitkan (wasir trombosis)

3
5. DATA PENUNJANG
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang pada hemoroid
yaitu sebagai berikut :
a. Pemeriksaan colok anus Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rectum. Pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya
tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.
b. Anoskopi Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.
c. Proktosigmoidoskopi Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.

6. KOMPLIKASI

Menurut Haryono (2012), komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi


adalah :

a. Perdarahan, dapat sampai dengan anemia

b. Trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)

c. Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah


dihalangi oleh sfingterani

4
7. PATHWAY

Faktor resiko
Hemoroid

Dilatasi dan distensi


pembuluh darah

Hemoroid

Prolapse dan Iritasi tekan pada


Thrombosis area rectum

Nyeri Akut Mengabaikan


Pembedahan dorongan defekasi
akibat nyeri

Kurang pengetahuan Luka post operasi


tentang prosedur
operasi Konstipasi

Hygiene kurang

Ansietas Invasi kuman dan bakteri Resiko Infeksi

(sumber: Kinta D’kurchachi, 2012)

5
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita post operasi hemoroid
menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat,
agama, status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose keperawatan.

1. Umur

Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk yang berusia sekitar 45-65 tahun.
Laki-Laki maupun perempuan bisa mengalami hemoroid.

2. Pekerjaan

Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat defekasi, pola makan yang salah
bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya hemoroid.

3. Keluhan utama

Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri pada anus akibat sesudah operasi.

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, pembesaran prostat dan sebelumnya pernah
memiliki riwayat penyakit hemoroid.

5. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada riwayat penyakit hemoroid dalam satu keluarga.

6. Riwayat psikososial

a. Pola persepsi dan konsep diri Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakit yang diderita.
Pasien merasa malu dengan keadaanya, ansietas, dan rendah diri.

b. Pola istirahat dan tidur Pada pasien post hemoroid biasanya mengalami gangguan tidur
karena nyeri pada anus sesudah operasi.

c. Pola aktivitas Pada pasien post hemoroid mengalami keterbatasan aktivitas karena nyeri
pada anus akibat sesudah operasi.

6
7. Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran :

kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmenti-coma) untung mengetahui
berat ringannya prognosis penyakit pasien.

Kesadaran : composmentis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6.

b. Tanda-tanda vital

1) Tekanan darah : normalnya 120/80 mmHg.

2) Suhu : normalnya 36,5C – 37,2C.

3) Nadi : normalnya 60-100 x/menit.

4) Respirasi rate : normalnya 16-24x/menit.

c. Pemeriksaan kepala dan muka

1) Kepala

- Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara : kasar dan halus.

- Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.

- Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.

- Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah.

d. Pemeriksaan Telinga

- Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kanan kiri.

- Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter lubang.

- Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan dan masih dapat
bervariasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi sekunder.

- Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau tes garputala dapat mengalami
penurunan.

7
e. Pemeriksaan mata Yang perlu di kaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata
(ketajaman menghilang).

Inspeksi :

- Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul eksoftalmikus, strabismus.

- Alis mata : dermatitis, seborea

- Sklera dan konjungtiva : seklera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada penderita yang
sulit tidur karena merasakan nyeri setelah operasi.

- Pupil : miosis, midriasis atau anisokor

f. Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi

- Bibir : sianosis, pucat

- Mukosa oral : mungkin kering, basah.

- Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis.

- Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral hygiene.

- Faring mungkin terlihan kemerahan akibar peradangan.

g. Pemeriksaan leher Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran
kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik.

h. Pemeriksaan thorak dan paru

- Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain : takipnea, hipernea,
dan pernafasan chyne stoke (pada kondis ketoasidosis).

- Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest dan pigeon chest.

- Dengarkan pernafasan pasien

- Stidor pada obstruksi jalan nafas.

- Mengi (apabila penderita mempunyai riwayat asma atau bronchitis kronik).

8
i. Pemeriksaan jantung

- Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris atau tidak, ictus cordis nampak
atau tidak.

- Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5.

- Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak (padat).

- Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan suara terdengar
tunggal.

j. Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran organ.

- Auskultasi : auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan motilitas.

- Perkusi : perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tymphani serta kepekaan.

- Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.

k. Pemeriksaan genetalia dan anus

- Genetalia : pada inspeksi apakah ada timosis pada preposium dan apakah ada kemerahan
pada kulit skrotum.

- Anus

a) Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada tanda infeksi, apakah
adanya pus (nanah) atau tidak, apakah masih terjadi pendarahan berlebih.

b) Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus (nanah) atau tidak.

l. Pemeriksaan ekstremitas Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas
maupun bawah. Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)

1) : lumpuh.

2) : adanya kotraksi otot.

3) : melawan gravitasi dengan sokongan.

9
4) : melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan.

5) : melawan gravitasi dengan tahanan sedikit.

6) : melawan gravitasi dengan kekuatan penuh.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a. Nyeri Akut (D.0077) b.d agen pecedera fisik d.d adanya luka bekas op
b. Resiko Infeksi (D.0142) d.d terdapat tindakan invasif
c. Konstipasi (D.0049) b/d kelemahan otot abdomen
d. Ansietas (D.0080) b/d krisis situasional d.d pasien terlihat cemas berlebih

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238) :
pecedera fisik d.d keperawatan diharapkan Tingkat
adanya luka post nyeri (L.08066) dengan kriteria Tindakan
op hasil : Observasi
(D.0054) 1. Keluhan nyeri dari skala - Identifikasi lokasi,
1 meningkat ke skala 5 karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
2. Meringis dari skala 1 intensitas nyeri
meningkat ke skala 5 - Identifikasi skala nyeri
menurun - Identifikasi respon
3. Gelisah dari skala 1 nyeri non verbal
meningkat ke skala 5 - Identifikasi factor yang
menurun memperberat dan
4. Kesulitan tidur dari skala memperingan nyeri
1 meningkat ke skala 5
Terapeutik
menurun
- Berikan teknik non

10
farmalogisuntuk
mengurangi rasa nyeri (
mis, terapi musik)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi

- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi


prosedur tindakan keperawatan diharapkan Tingkat (I.14539) :
invasif infeksi menurun (L.14137)
(D.0142) dengan kriteria hasil : Tindakan
1. Kemerahan dari skala 1 Observasi
meningkat ke skala 5 - Monitor tanda dan
menurun gejala infeksi local dan
2. Nyeri dari skala 1 sistemik
meningkat ke skala 5
Terapeutik
menurun
3. Bengkak dari skala 1 - Batasi jumlah
meningkat ke skala 5

11
menurun pengunjung
- Berikan perawatan kulit
pada area edema
- Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi

- Jelaskan tanda dan


gejala infeksi
- Ajarkan cara cuci
tangan dengan benar
- Ajarkan craa
memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
- Ajurkan meningkatkan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

3. Konstipasi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Konstipasi


kelemahan otot keperawatan selama 3x24 jam (I.04155)
abdomen diharapkan
Observasi
(D.0049) Eliminasi fekal (L.04033)
- Periksa tanda dan
membaik dengan Kriteria Hasil :
gejala konstipasi
1. Kontrol pengeluaran
- Periksa pergerakan
feses meningkat dari
usus, karakteristik,
skala 1 (menurun) ke
feses (konsistensi,
skala 5 (meningkat)

12
2. Konsistensi feses bentuk, volume dan
meningkat.dari skala 1 warna)
(menurun) ke skala 5 - Identifikasi faktor
(meningkat) konstipasi (mis. obat-
3. Keluhan defekasi lama obatan, tirah baring,
dan sulit menurun dari dan diet rendah serat)
skala 1 (meningkat) ke - Monitor tanda dan
skala 5 ( menurun) gejala ruptur usus dn
4. Mengejan saat defekasi atau peritonitis
menurun dari skala 1 Terapeutik
(meningkat) ke skala 5 - Anjurkan diet tinggi
( menurun) serat
- Lakukan masase
abdomen, jika perlu
- Lakukan evakuasi feses
secara manual, jika
perlu
- Berikan enema atau
irigasi, jika perlu

Edukasi
- Jelaskan etiologi
masalah dan alasan
tindakan
- Anjurkan peningkatan
supan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi
- Latih buang air besar
secara teratur
- Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impikasi
Kolaborasi
- Konsultasi dengan tim

13
medis tentang
penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
- Kolaborasi penggunaan
obat pencahar, jika
perlu

4. Ansietas b.d krisis TERAPI RELAKSASI


Setelah dilakukan tindakan
situasional (I.09326)
keperawatan selama 3x24jam
(D.0080)
diharapkan tingkat ansietas
Observasi
menurun (L.09093), dengan
kriteria hasil :  Identifikasi

1. Keluhan pusing dari penurunan tingkat

skala 2 (cukup energy,

meningkat) menjadi ketidakmampuan

skala 4 (cukup berkonsentrasi, atau

menurun) gejala lain yang


menganggu
2. Pola tidur dari skala 3
kemampuan kognitif
(sedang) menjadi
 Identifikasi teknik
skala 5 (membaik)
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
 Identifikasi
kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
 Monitor respons
terhadap terapi

14
relaksasi

Terapeutik

 Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang nyaman,
jika memungkinkan
 Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian
longgar
 Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis lain,
jika sesuai

Edukasi

 Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music,
meditasi, napas
dalam, relaksasi otot

15
progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
 Anjurkan mengambil
psosisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
 Anjurkan sering
mengulang atau
melatih teknik yang
dipilih’
 Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. napas dalam,
pereganganm atau
imajinasi terbimbing )

DAFTAR PUSTAKA

16
Berman, A., Synder, S. & Fradsen, G.. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing (10th ed.). USA: Pearson Education.

Boyd, M. A. (2011). Psychiatric Nursing : Contemporary Practice (5th ed.)


Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Ulima B. Faktor Risiko Kejadian Hemoroid pada Usia 21-30 Tahun [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro. 2012.

http://repo.stikesperintis.ac.id/792/1/4%20ANISA%20NATASA.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

17

Anda mungkin juga menyukai