Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : HEMOROID

Disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah praktik kerja keperawatan dengan dosen
pembimbing Monica Saptiningsih M.Kep., Ns.Sp.Kep.M.B.

Disusun Oleh:

Agustina Lidyawati (30120119030)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

2021/2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus
yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Hemoroid, dikenal di masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien,
merupakan penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak zaman dahulu
(Sudarsono, 2015).
Hemoroid merupakan pelebaran pleksus vaskular arteri vena yang mengelilingi
bagian distal rektum dan kanal anal. Hemorrhoid atau lebih dikenal dengan nama
wasir atau ambeien, bukan merupakan suatu keadaan yang patologis (tidak
normal), namun bila sudah mulai menimbulkan keluhan, harus segera dilakukan
tindakan untuk mengatasinya (Sya'haya & lyos 2016).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Septadina,
Indri Seta & Veronika, Fifi, 2015).
2. Anatomi fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari
colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon
sigmoid bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan
dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani
sekitar 15 cm.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai
dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi
belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal
colon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu
sepertiga distal colon transversum, colon desendens, sigmoid dan bagian
proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteria
sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
3. Etiologi
Penyebab hemoroid saat ini masih belum diketahui dengan jelas, namun para ahli
menghubungkan hemoroid dengan peningkatan tekanan di pembuluh darah balik
(vena) di sekitar anus. Banyak kasus hemoroid diakibatkan karena terlalu banyak
mengejan di toilet akibat sembelit yang berkepanjangan. Selain konstipasi, diare
kronis juga dapat mengakibatkan seseorang rentan terkena hemoroid (NHS UK,
2018).
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hemoroid adalah
sebagai berikut :
1. Obesitas;
2. Usia. Semakin tua usia, maka jaringan-jaringan di tubuh akan mengalami
pelemahan;
3.Kehamilan;
4. Riwayat keluarga yang mengalami hemoroid;
5. Terbiasa mengangkat benda-benda berat;
6. Duduk untuk waktu yang lama.
4. Klasifikasi
Menurut Ganz (2013), terdapat beberapa macam Hemoroid, yaitu :
1. Hemoroid Internal
Merupakan pleksus vena hemorrhoidalis superior di atas mukokutan dan
tertutupi oleh columnar epithelium dan mukosa, yang biasanya terletak di
kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral . Menurut Ganz (2013), terdapat
beberapa stage Hemoroid Internal, yaitu :
I. Hemoroid Internal Nonproplasing
Merupakan hemoroid internal yang tidak menimbulkan nyeri namun
dapat terjadi perdarahan dan dapat menonjol keluar anus.
II. Hemoroid Internal Prolaps
Hemoroid internal yang menonjol keluar anus se lama defekasi, namun
dapat dengan spontan berkurang setelah defekasi
III. Hemoroid Internal Prolapse
Hemoroid internal yang menonjol keluar anus selama defekasi, namun
tidak dapat berkurang dengan spontan setelah defekasi, melainkan
harus dilakukan dengan manual
IV. Hemoroid Internal Prolapse, tidak dapat dikurangi
Memerlukan tindakan Hemorrhoidectomy untuk menguranginya.
2. Hemoroid Eksternal
Tertutupi oleh squamousepithelium (anoderm)
3. Hemoroid Campuran
Terjadi di sepanjang ruang atas

Terdapat empat derajat hemoroid internal, yaitu sebagai berikut.


1. Derajat 1, terjadi varises tetapi belum ada benjolan saat defekasi.
2. Derajat II, terdapat perdarahan dan terjadi prolaps jaringan di luar anus saat
mengejan selama defekasi tetapi dapat kembali secara spontan.
3. Derajat III, sama dengan derajat II namun prolaps tidak dapat kembali
secara spontan melainkan harus didorong manual.
5. Patofisiologi
Hemoroid merupkan salah satu dari gangguan sirkulasi darah. Gangguan tersebut
dapat berupa pelebaran vena yang disebut venectasia anus dan perianus akibat
bendungan pembuluh datah vena. Hemoroid dusebabkan oleh obstipasi yang
menahun dan uterus gravidaus. Bendungan susunan potal pada sirosis hati juga
menyebabkan hemoroid. Hemoroid dapat terjadi karena factor herediter, juga
pembesaran prostat pada pria tua, dan tumor pada rectum.
Lansia akan mengalami degenerasi sehingga memperlemah jaringan penyokong.
Selain degenerasi jaringan penyokong usaha pengeluaran feses yang keras secara
berulang serta mengejan yang kuat akan meningkatkan tekanan terhadap banalan
sehingga mengakibatkan prolaps. Perdarahan yang timbul akibat pembesaran
hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa local atau inflamasi yang merusak
pembuluh darah dibawahnya.

Pathway

konstipasi peningkatan tekanan peningkatan tekanan nutrisi prognanci

intra abdomen vena haemorhoidalis

peleburan pembuluh darah vena pada

plektus haemorrhoidalis

(pada saluran anus)

Pre op post op

Pembedahan

Resiko injuri trombosis psikologis fisik

Trauma defekasi prolaps haemorhoid ketakutan terputusnya jaringan

Takut untuk BAB


Pk pendarahan Ansietas
Feses keras
Resiko untuk
Perdarahan keterbatasan gerak luka merangsang
konstipasi
Saraf diameter kecil
Resiko volume
kekurangan cairan Intoleransi Tempat masuknya
aktivitas mikroorganisme
Gate control terbuka

Saraf eferen

Cartek carebri

Saraf diferen

Nyeri akut

6. Manifestasi Klinis
Menurut Natasya (2019), tanda dan gejala umum hemoroid meliputi:
1. Perdarahan tanpa rasa sakit saat buang air besar
2. Gatal atau iritasi di daerah anus
3. Nyeri atau ketidaknyamanan
4. Pembengkakan di sekitar anus
5. Benjolan dekat anus, yang mungkin sensitif atau menyakitkan (wasir trombosis)
7. Komplikasi
Rektum akan relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang apabila defekasi tidak
sempurna. Air tetap terus di absorpsi dari masa feses yang menyebabkan feses
menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya lebih sukar. Tekanan feses
berlebihan menyebabkan kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan
merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). Daerah
anorektal sering merupakan tempat abses dan fistula, kanker kolo dan rektum
merupakan kanker saluran cerna yang paling sering terjadi pada penderita
konstipasi. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah: hipertensi arterial, impaksi
fekal, fisura, serta mengakolon (Smeltzer & Bare, 2010)
8. Tes diagnostik
1. Pemeriksaan colok dubur: diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum, pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan
vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri
2. Anoskop: diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar
3. Proktokoresigmoidoskopi: untuk memastikan bahwa keluhan bukan di
sebabkan oleh proses radang usus proses keganasan ditingkat yang lebih
tinggi.
9. Penatalaksanaan medik
1. Penalaksanaan konservatif
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti
kodein. (Daniel, WJ)
b. Perubahan gaya hidup lainya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikolstreoid, dan antiseptic dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan streoid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
menggurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek anti
inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanisme nya.
(Acheson, AG)
2. Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat 1yang tidak membaik dengan
penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HST (hemorhoid institude of south texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid deajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rectum menonjol keluar anus
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif
f. Permintaan pasien

Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan tindakan untuk


merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi
silang (masuk melalui luka) dan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu,
perawatan hemoroidektomi juga dapat dilakukan dengan cara keluhan
dikurangi rendam duduk menggunakan larutan hangat untuk menggurangi
nyeri atau gesekan pada waktu berjalan dan sedasi (Brunner & Suddarth,
2013).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita hemoroid
menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
alamat, agama, status perkawinan, no register, tanggal MRS, diagnosa
keperawatan.
1. Umur
Mengetahui umur klien
2. Pekerjaan
Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat defekasi, pola
makan yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadi nya
hemoroid.
3. Keluhan utama
Pada pasien hemoroid suka mengeluh nyeri pada anus.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada penyakit sebelumya hemoroid
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada penyakit hemoroid dalam satu keluarga.
6. Riwayat psikososial
a. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji persepsi klien terhadap penyakit yang diderita. Apakah pasien merasa
malu dengan keadaannya, ansietas, dan rendah diri.
b. Pola istirahat dan tidur
Apakah pasien bisa tidur atau tidak
c. Pola aktivitas
Apakah pasien megalami keterbatasan aktivitas tidak
7. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
Kesadaran pasien harus dikaji sadar maupun tidak sadar
b. Tanda-tanda vital
-Tekanan darah: apakah normal tekanan darah pasien (120/80)
-suhu : apakah suhu pasien normal (36,5-37,t oC)
-Nadi: apakah nadi pasien normal ( 60-100 x/menit.
-Respirasi rate: apakah pernapasan pasien normal ( 12-20x/menit)
c. Pemeriksaan kepala dan muka
1) Kepala
Rambut: apakah rambut pasien berwarna hitam , apakah kasar atau
halus ?
Kulit kepala: apakah dikulit kepala pasien ada benjolan atau lesi ?
Tulang tengkorak : apakah termasuk ukuran dan kontur?
d. Pemeriksaan telingga
1) Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kanan kiri tidak
2) Lubang telingga : produksi serumen tidak sampai mengangu diameter
lubang
3) Gendang telinga apakah mengalami infeksi
4) Pendegaran : tes memakai garputala
e. Pemeriksaan mata
Lapang pandang mata
Inspeksi
1) Posisi dan kesejajaran mata
2) Alis mata
3) Sklera dan konjung tiva
4) Pupil
f. Pemeriksaan mulut dan faring
Inspeksi
1) Bibir : sianosis atau pucat
2) Mukosa oral: kering atau basah
3) Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis
4) Lidah : berwarna keputihan atau berbau
5) Faring : kemerahan atau tidak
g. Pemeriksaan leher
Apakah ada pembesaran kelenjar limfe
h. Pemeriksaan thorax dan paru
1) Inspeksi frekuensi : irama kedalaman dan upaya bernapas antara lain:
takipenia, hipernia, dan pernafasan chyne stroke (pada kondisi
ketoasidosis)
2) Amati bentuk dada: normal atau barrel chest, funel chest dan pigeon
chest
3) Dengarkan pernapasan pasien
4) Stidor pada obstruksi jalan napas
5) Mengi apabila pasien mempunyai riwayat asma
i. Pemeriksaan jantung
1) Inspeksi : bagaimana kondisi dada simetris atau tidak ictus cordis
nampak atau tidak
2) Palpasi : teraba
3) Perkusi: suara jantung normal tidak
4) Auskusltasi: bunyi jantung normal tidak
j. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : pada kulit apakah ada stire dan simetris adanya pembesaran
organ
2) Auskultasi: bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan
3) Perkusi : perkusi abdomen
4) Palpasi: untuk mengetahui adanya nyeri atau tidak
k. Pemeriksaan genetalia dan anus
1) Genetalia : pada inspeksi apakah ada timosis pada preposium dan
apakah ada kemerahan pada kulit skrotum
2) Anus
a) Inspeksi: pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada
tanda infeksi, apakah adanya pus (nanah) atau tidak, apakah masih
terjadi pendarahan berlebih
b) Palpasi : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus (nanah)
tidak
l. Pemeriksaan ekstermitas
Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstermitas atas maupun bawah
Pemeriksaan kekuatan otot ( skala 1-10)
1) Lumpuh
2) Adanya kontraksi otot
3) Melawan gravitasi dengan sokongan
4) Melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan
5) Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit
6) Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh

C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit dan jaringan b/d faktor mekanis dan perubahan sirkulasi
2. Konstipasi b/d ketidakcukupan serat
3. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik dan fisiologis

D. PERENCANAAN KEPERAWATAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan intervensi selama Perawatan integritas kulit
dan jaringan b/d faktor Observasi
mekanis dan perubahan 3x24 jam maka integritas kulit dan 1. Idetifikasi penyebab
sirkulasi jaringan meningkat dengan kriteria gangguan integritas kulit
(mis, perubahan sirkulasi,
hasil: perubahan status nutrisi,
penurunan kelembapan suhu
1. Elastis meningkat lingkungan skrem,
2. Hidrasi meningkat penurunan mobilitas)
Teraputik
3. Perfusi jaringan meningkat 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
4. Nyeri menurun 2. Lakukan pemijatan pada area
5. Pendarahan menurun penonjolan tulang tulang,
jika perlu
6. Kemerahan menurun 3. Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
7. Hematoma menurun
preiode diare
8. Pigmentasi jaringan 4. Gunakan produk berbahan
petroleum atau minyak pada
menurun kulit kering
9. Jaringan perut menurun 5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dari hipoalergik
pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis, lotion, serum
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
2 Konstipasi b/d Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Konstipasi
ketidakcukupan serat Observasi
3x24 jam maka diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
eliminasi fekal membaik dengan 2. Periksa pergerakan usus,
karakteristik feses
kriteria hasil: 3. Identifikasi faktor resiko
konstipasi
1. Keluhan defekasi lama lama Edukasi
dan sulit menurun 1. Jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
2. Distensi abdomen menurun 2. Anjurkan peningkaatan
asupan cairan, jika tidak ada
3. Konstistwnsi feses membaik kontraindikasi
4. Frekuensi defekasi 3. Anjurkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
membaik Terapeutik
1. Anjurkan diet tinggi serat
2. Lakukan massase abdomen,
jika perlu
3. Lakukan evakuasi feses
secara manual, jika perlu
4. Berikan enema atau irigasi,
jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu
3 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan intervensi selama Intervensi utama
pencedera fisik dan Manajemen nyeri
fisiologis 3x24 jam maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil: Observasi
1. Identifikasi lokasi
Meningkat karakterisitik durasi,
1. Kemampuan menuntaskan frekuensi, kualitas, intensitas
aktivitas \ nyeri
Menurun 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringgis verbal
3. Sikap protektif 4. Identifikasi faktor yang
4. Gelisah mmperberat dan
5. Kesulitan tidur memperingan nyeri
6. Perasaan depresi 5. Identifikasi pengetahuan dan
7. Anoreksia keyakinan tentang nyeri
Membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya
1. Frekuensi nadi terhadap respon nyeri
2. Pola napas 7. Identifikasi pengaruh nyeri
3. Tekanan darah terhadap kualitas hidup
4. Proses berpikir 8. Monitor keberhasilan terapi
5. Fokus komplementer yang sudah
6. Fungsi berkemih diberikan
7. Perilaku 9. Monitor efek samping
8. Nafsu makan pengetahuan analgetik
9. Pola tidur Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis,
tens, hypnosis, akupresur,
terapi musi dll)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis,
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbngkan jenis sumber
nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap kelima atau terakhir dari proses keperawatan. Pada tahap
ini perawat dapat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian atau bahkan belum teratasi semuanya (Novita,
2016).
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada
hasil tujuan yang hendak dicapai (Mitayani, 2012). Dalam perumusan evaluasi
keperawatan menggunakan SOAP.
a) S (Subjektif) : data berupa keluhan pasien/respon pasien secara verbal
b) O (Objektif) : data yang diperoleh dari respon pasien secara non verbal atau
pengamatan perawat.
c) A (Assesment) : tindak lanjut dan penentuan apakah implementasi akan
dilanjutkan atau sudah terlaksana dengan baik
d) P (Planning) : rencana selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi

I. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I Jakarta:
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I Jakarta:
PPNI

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed 8. Jakarta: EGC

Septadina, Seta, Indri. Veronica, fifi. 2015. Gambaran Histopatologi Epitel Transisional
Kolorektal Pada Pasien Hemoroid. Bandung. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan.

Smeltzer, S.C, & Bare Brenda, B.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 3
(8th ed). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai