Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN

KASUS HEMOROID

OLEH :

LIZANTI RIZAL
NIM. 2209200414901015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA

CI INSTITUSI CI RUMAH SAKIT


A. Definisi

Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidalis
(Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)” merupakan vena varikosa pada kanalis
ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari
vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia
lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat
menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson, 2006).

Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali


dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare,
sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat
menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan
Wilson, 2006).

Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar
berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita hemoroid
derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).

B. Anatomi Fisiologi

Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari colon
sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf
S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum.
Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan
internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.

gambar 1.1 : usus besar-rectum

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai dengan
suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior memperdarahi belahan bagian
kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua pertiga proksimal colon tranversum, dan arteria
mesentrika inferior memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon
desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan untuk rectum
adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media yang
dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum

Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika superior dan
inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan
merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis
superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran
darah balik ke dalam vena-vena ini.

gambar 1.3 : vena-vena pada rectum


Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1)kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik
massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen colon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feces ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk
pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan merangsang
reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
volunter. Reflek defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula
spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus panggul
dan bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu
rectum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna
berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat
dengan adanya peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter.
Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot
abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi
volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap akan
relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.

C. Etiologi
1. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,
sedangkansebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor
etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong
(2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid
berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan
perdarahan,  sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu
defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum
terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan
vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
2. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
a. Mengejan pada waktu defekasi.
b. Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan
c. Pembesaran prostat.
d. Keturunan atau hereditas.
e. Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
f. Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk terlalu
lama dan konstipasi).

D. Klasifikasi
1. Hemoroid internalAdalah pelebaran plexus hemoroidalis superior.  Diatas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal
dikelompokkan dalam 4 derajat :
a. Derajat IHemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri
sewaktudefekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat menonjol
dalam lumen.
b. Derajat IIHemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat IIIHemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
d. Derajat IVHemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.

2. Hemoroid  EksternalAdalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak
dapat didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
a. Akut, bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir
anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b. Kronik, bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

gambar 1.4 : formation of hemorroidh


E. Tanda dan Gejala
1. Tanda
a. Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama  hemoroid interna trauma oleh feces
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur
dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah
segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
b. Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan
hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.

2. Gejala
a. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
b. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi
spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi
dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan
c. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolap menetap.
d. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan
mucus.

F. Pathofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran
darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain
dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena
sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan
pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal,
dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu
pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan
feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal
dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio
anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran
(varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan
tekanan intra abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices)
akhirnya terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap
pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter
anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering
menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila
dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan,
jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah
beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri
hebat.

G. Pathways hemoroid
H. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk
derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat
konstipasi dengan  menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat
untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit
2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang
merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada
infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat
diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin
atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada
perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan
dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid
mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan
adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna.
Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap.
Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi.
Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid
antara lain :
1. Prosedur ligasi pita-karet,Prosedur ligasi pita-karet  dengan cara melihat
hemoroid melalui anoscop dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di
pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang
dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik
setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien,
namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan
menyebabkan hemoroid sekunder  dan infeksi perianal.
2. Hemoroidektomi kriosirurgi.Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid
dengan jalan membekukan jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu
sampai waktu tertentu. Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. 
Prosedur ini tidak terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau
sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
3. Laser Nd: YAG. Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi
hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri.
Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
4. Hemoroidektomi.Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan
keluarnya flatus dan darah.

Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi
diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB,
tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan 1:4000
selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika setelah tiga
hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk dengan
larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan
1-2 minggu post operasi.Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan
dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Inspeksi
a. Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
b. Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup
mukosa.
c. Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
2. Rectal touch
a. Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah
ada fibrosis
b. Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
c. Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum
prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lubang.

J. Fokus Intervensi
1. Pre Operasi
a. Pengkajian
1) Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian diit rendah
serat, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien tentang minum
kurang dari 2.000 cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai
riwayat kesehatan klien tentang penyakit sirorcis hepatis.
2) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai
berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga
perlu dikaji apakah klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian
mengenai diit rendah serat (kurang makan sayur dan buah) juga penting
untuk dikaji.  Kebiasaan minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari.
3) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien
apakah sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri
waktu defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar
darah segar dari anus. Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah
yang keluar. Kebiasaan mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feces,
ada darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya
aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi
banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan
mengangkat barang-barang berat.
5) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri
atau gatal pada anus.
6) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.
7) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat
persalinan dan kehamilan.
8) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.
2) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.
3) Cemas b.d. rencana pembedahan dan rasa malu.
4) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.
c. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.
Kriteria hasil: nyeri pada anus berkurang dengan skala nyeri 0-1, wajah
pasien tampak rileks.Rencana tindakan:
a) Kaji skala nyeriRasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk
menentukan tindakan yang tepat.
b) Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
c) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.
Rasional: Memberikan rasa nyaman.
d) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri ditandai dengan
peningkatan tekanan darah.
e) Berikan bantal/alas pantat.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
f) Anjurkan untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan prolap varices.
g) Berikan rendaman duduk sesuai anjuran duduk.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
h) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
2) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat
konstipasi.
Kriteria Hasil: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan: tanda-tanda
vital dalam batas normal, tidak timbul perdarahan pada feces dalam waktu
1-2 hari.Rencana tindakan:
a) Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, RR) setiap 4 jam.
Rasional: Indikator dini terhadap resiko perdarahan hebat ditandai
dengan tidak adanya peningkatan TD dan Nadi.
b) Monitor tanda-tanda hipovolemia.
Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
c) Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah BAB.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
d) Beri air minum 2-3 liter/hari.
Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi feces lembek.\
e) Berikan banyak makan sayur dan buah.
Rasional: Meningkatkan masa feces sehingga lebih mudah dikeluarkan
f) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan BAB.
Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi
konstipasi.
g) Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik.
Rasional: Pelunak feces dan mengurangi nyeri saat BAB.

3) Cemas b.d. rencana pembedahan


Kriteria Hasil: pasien mengatakan kecemasan berkurang, pasien
berpartisipasi aktif dalam perawatan.
Rencana tindakan:
a) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan tindakan
yang tepat.
b) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.
c) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Mengurangi kecemasan.
d) Dampingi dan dengarkan pasien.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga
mengurangi cemas.
e) Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama
untuk memberikan dukungan.
Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.
f) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.
Rasional: Untuk mengurangi cemas.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan
mengurangi cemas.
h) Kolaborasi untuk terapi anti cemas (bila perlu).
Rasional: Mengurangi cemas.

4) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.


Kriteria Hasil: pasien mengatakan ketidaktahuan  mengenai tindakan
operasi berkurang.
Rencana tindakan:
1) Kaji tingkat pengetahuan
Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penyakit
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit
Rasional: Meningkatkan pengetahuan
3) Diskusikan program latihan yang sesuai ketentuan
Rasional: menentukan program latihan yang sesuai
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu
Rasional: Perubahan yang harus diprioritaskan secara realistik untuk
menghindari rasa tidak menentu dan berdaya.
2. Post Operasi
a. Pengkajian
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah pengkajian
mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian
mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga
penting dilakukan pengkajian mengenai harapan klien setelah operasi.
2) Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai
kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.
3) Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya perdarahan.
Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil. Pemantauan klien
saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan setelah BAB dan buang air
kecil.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan  yang penting adalah mengenai
aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan
kelemahan yang dialami klien.
5) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur yang
dialami klien akibat nyeri.
6) Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang
dilakukan klien bila timbul nyeri.
7) Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang
dialami klien setelah operasi.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d. adanya luka operasi
2) Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur
nyeri.
3) Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidectomi
4) Defisit perawatan diri  b.d. kelemahan, nyeri.
5) Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.
6) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.

c. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri b.d. adanya luka operasi.
Kriteria Hasil: klien mengatakan nyeri pada luka operasi berkurang dengan
skala nyeri 0-1, wajah pasien tampak rileks.
Rencana tindakan:
a) Kaji skala nyeri
Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang
tepat.
b) Anjurkan teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
c) Berikan posisi supine.
Rasional: Mengurangi regangan pada daerah anorectal.
d) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.
e) Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk.
Rasional: Menghindari penekanan pada daerah operasi.
f) Kolaborasi untuk rendaman duduk setelah tampon diangkat.
Rasional: Kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu
menghilangkan ketidaknyamanan.
g) Kolaborasi pelunak feces dan laksatif. Beri masukan oral setiap hari
sedikitnya 2-3 liter cairan, makanan berserat.
Rasional: Feces yang keras menekan insisi operasi.
h) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.
2) Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur
nyeri.
Kriteria hasil: klien mampu melakukan pergerakan secara bertahap.
Rencana tindakan:
a) Tentukan kemampuan fungsional (skala 0-4) dan alasan
ketidakseimbangan.
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan atau tingkat intervensi yang
dibutuhkan.
b) Catat respon emosional/ tingkah laku untuk mengubah kemampuan.
Rasional: perubahan fisik dan kehilangan kemandirian seringkali
menciptakan perasaan marah, frustasi dan depresi yang dapat
dimanifestasikan sebagai keengganan untuk ikut serta dalam aktivitas.
c) Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam memenuhi kebutuhan ADL
sesuai dengan kebutuhan.
Rasional: motivasi dapat meningkatkan perasaan klien untuk berusaha
memenuhi kebutuhan ADL.
d) Anjurkan keluarga untuk membantu melatih dan beri motivasi.
Rasional: keluarga berperan penting dalam membantu melatih dan
memberi motivasi klien.
3) Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidectomi.
Kriteria Hasil: Tidak terjadi perdarahan setelah perawatan 48 jam, balutan
luka operasi tidak basah, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan:
a) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam selama 24 jam pertama.
Rasional: Indikator dini perubahan volume darah.
b) Monitor tanda-tanda hipovolemik.
Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
c) Periksa daerah rectal atau balutan setiap dua jam selama 24 jam pertama.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
d) Berikan kompres dingin.
Rasional: Vasokonstriksi pembuluh darah.
e) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht.
Rasional: Indikator lain perubahan volume darah.
f) Kolaborasi untuk pemberian terapi astrigen.
Rasional: Untuk menciutkan pembuluh darah.
4) Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan, nyeri.
Kriteria hasil: aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan
kegiatan sehari – hari.
Rasional: Membantu dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
b) Beri bantuan dalam pemenuhan kebutuhan ADL klien sesuai kebutuhan.
Rasional :Untuk memandirikan pasien.
c) Libatkan keluarga dalam perawatan diri pasien.
Rasional: Supaya klien merasa diperhatikan oleh keluarganya.
5) Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.
Kriteria Hasil: luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Rencana tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini
proses infeksi.
b) Berikan rendaman duduk setiap kali setelah BAB selama 1-2 minggu.
Rasional: Mematikan kuman penyebab infeksi.
c) Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.
Rasional: Merupakan tanda-tanda infeksi.
d) Ganti tampon setiap kali setelah BAB.
Rasional: Mencegah infeksi.
e) Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika.
Rasional: Membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

6) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.


Kriteria hasil: pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan, TTV dalam
batas normal.
Rencana tindakan:
a) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran, tinjau ulang catatan intra
operasi.
Rasional: dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan/keutuhan pengantian dan pilihan-
pilihan mempengaruhi intervensi.
b) Kaji pengeluaran urinarius terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan.
Rasional: mungkin akan terjadi penurunan (penghilangan setelah prosedur
pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan.
c) Pantau tanda-tanda vital pasien.
Rasional: hipertensi, takikardi, penurunan pernafasan mengidentifikasi
kekurangan cairan.
d) Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk
terjadinya pembengkakan.
Rasional: perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan
formasi hematoma/perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai