Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah 1

OLEH:
Siti Nazimatulhikma F. Yusuf
14420212107

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(…………………………) (…………………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena
didaerah anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Hemoroid eksterna
adalah pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau
luar lines dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada
dibawah mukosa (submokosa) diatas atau dibawah linea dentate (Jitowiyono,
Kristiyanasari, 2012). Hemoroid suatu pelebaran dari vena vena didalam
pleksus hemoroidalis. Walaupun kondisi ini merupakan suatu kondisi
fisiologis (Muttaqin, 2011 hal. 689).

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan
sanitasi, sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis
(kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal),
fisiologis dan radang. Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan. Faktor predisposisi dapat diakibatkan dari
kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi
portal kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke dalam saluran
anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan perdarahan, sehingga
nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu defekasi atau
mengejan
b. Faktor penyebab penyebab terjadinya hemoroid, menurut (Muttaqin,
2011) adalah sebag adalah sebagai  berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.  
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Nutrisi (kurang konsumsi makanan berserat) d
4) Aktivitas (berdiri/duduk lama)
5) Pembesaran prostat
6) Kehamilan

3. Patofisiologi
Menurut (Nugroho, 2011) Hemoroid dapat di sebabkan oleh tekanan
abdominal yang mampu menekan vena hemoroidalis sehingga menyebabkan
dilatasi pada vena, dapat di bagi menjadi 2, yaitu Interna dan Eksterna. Yang
pertama Interna (dilatasi sebelum spinter) yang di tandai dengan bila
membesar baru nyeri, bila vena pecah BAB berdarah sehingga dapat
menyebabkan anemia. Eksterna (dilatasi sesudah spinter) di tandai dengan
nyeri dan bila vena pecah BAB berdarah-trombosit-inflamasi. Hemoroid
dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya menyebabkan
gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau prolapse. Diet rendah
serat menyebabkan bentuk fases menjadi kecil yang bisa menyebabkan
kondisi mengejan selama BAB, peningkatan tekanan ini menyebabkan
pembengkakan dari hemoroid (Muttaqin,2011).
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid
umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan
atau prolapse Diet rendah serat menyebabkan bentuk fases menjadi kecil,
yang bisa menyebabkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan
ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid.
4. Pathway

Obstipasi, sering mengejan, banyak duduk,

Tekanan intra abdomen

Hemoroid

Derajat III, IV Kronik

HEMOROIDEKTOMI

Eksisi plexus hemoroidalis

Port de Entry
Kurangnya informasi Diskotinuitas jaringan Takut BAB

Bakteri/kuman
mudah masuk Pelepasan mediator kimia Feses mengeras
Defisit Pengetahuan
(bradikardin, histamine
skretasnin, praglandin)
Resiko infeksi
Konstipasi
Merangsang ujung saraf
nosiseptor

Cortex cerebri (nyeri


dipersepsikan)

Nyeri
5. Manifestasi Klinik
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada
hemoroid yaitu :
1) Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang
terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki
10 proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai
berat) dan yang berlangsung sangat singkat (Andarmoyo, 2013).
2) Pendarahan berwarna merah terang pada saat pada saat BAB.
3) Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan
edema yang disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam
hemoroid) sehingga dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area
tersebut.

6. Klasifikasi
Klasifikasi Hemoroid menurut (Muttaqin, 2011) adalah sebagai
berikut:
1) Hemoroid internal adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid
internal dikelompokkan dalam 4 derajat :
a. Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri
sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan
terlihat menonjol dalam lumen.  
b. Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan
tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
d. Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.
2) Hemoroid Eksternal Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat
mengejan dan tidak dapat didorong masuk. Hemoroid eksternal
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu:
a. Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun
disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering
sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.  
b. Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.

7. Komplikasi
Hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan
strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani (Price, 2005). Komplikasi hemoroid
antara lain :
1) Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan semakin memperberat
luka di anus.
2) Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3) Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4) Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
(Dermawan, 2010)

8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan colok dubur : Diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum, pada hemoroid interna tidak dapat diraba
sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak
nyeri
2) Anoskop: Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak
menonjol keluar
3) Proktokoresigmoidoskopi: Untuk memastikan bahwa keluhan bukan di
sebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih
tinggi.

9. Penatalaksaan
a. Keperawatan
Hemorrhoid merupakan sesuatu yang fisiologis, maka terapi yang
dilakukan hanya untuk menghilangkan keluhan, bukan untuk
menghilangkan pleksus hemorrhoidalis. Pada hemorrhoid derajat I dan II
terapi yang diberikan berupa terapi lokal dan himbauan tentang perubahan
pola makan.
Dianjurkan untuk banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah yang
banyak mengandung air. Hal ini untuk memperlancar buang air besar
sehingga tidak perlu mengejan secara berlebihan. Pemberian obat melalui
anus (suppositoria) dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
berarti kecuali sebagai efek anestetik dan astringen. Selain itu dilakukan
juga skleroterapi, yaitu penyuntikan larutan kimia yang merangsang
dengan menimbulkan peradangan steril yang pada akhirnya menimbulkan
jaringan parut. Untuk pasien derajat III dan IV, terapi yang dipilih adalah
terapi bedah yaitu dengan hemoroidektomi. Terapi ini bisa juga dilakukan
untuk pasien yang sering mengalami perdarahan berulang, sehingga dapat
sebabkan anemia, ataupun untuk pasien yang sudah mengalami keluhan-
keluhan tersebut bertahun tahun. Dalam hal ini dilakukan pemotongan
pada jaringan yang benar benar berlebihan agar tidak mengganggu fungsi
normal anus (Murbawani, 2006).
Ada berbagai macam tindakan operasi. Ada yang mengikat pangkal
hemoroid dengan gelang karet agar hemoroidnya nekrosis dan terlepas
sendiri. Ada yang menyuntikkan sklerosing agen agar timbul jaringan
parut. Bisa juga dengan fotokoagulasi inframerah, elektrokoagulasi
dengan arus listrik, atau pengangkatan langsung hemoroid dengan
memotongnya dengan pisau bedah. (Faisal,2006).
Hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna di diagnosa dengan
membuat inspeksi, pemeriksaan digital, melihat langsung melalui anoskop
atau proktoskop. Karena lesi demikian sangat umum, harus tidak dianggap
sebagai penyebab perdarahan rectal atau anemia hipokromik kronik
sampai pemeriksaan seksama telah dibuat terhadap saluran makanan yang
lebih proksimal. Kehilangan darah akut dapat terjadi pada hemorrhoid
interna. Anemia kronik atau darah samar dalam feses dengan adanya
hemorrhoid besar namun tidak jelas berdarah, memerlukan pencarian
untuk polip, kanker atau ulkus.
Hemorhoid berespons terhadap terapi konservatif seperti sitz bath atau
bentuk lain seperti panas yang lembab, suppositoria, pelunak feses, dan
tirah baring. Hemorrhoid interna yang prolaps secara permanen yang
terbaik diobati secara bedah, derajat lebih ringan dari prolaps atau
pembesaran dengan pruritus ani atau pendarahan intermitten dapat diatasi
dengan pengikatan atau injeksi larutan sklerosing. Hemorrhoid eksterna
yang mengalami tombosis akut diobati dengan insisi, ekstraksi bekuan dan
kompresi daerah yang diinsisi setelah pengangkatan bekuan.
Tidak ada prosedur yang sebaiknya dilakukan dengan adanya radang
anus akut, proktitis ulserativa, atau colitis ulserativa. Proktoskopi atau
kolonoskopi sebaiknya selalu dilakukan sebelum hemorrhoidektomi.
(Isselbacher, dkk,2000).
Terapi hemorrhoid non medis dapat berupa perbaikan pola hidup,
makan dan minum, perbaikan cara/pola defekasi (buang air besar).
Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada
dalam setiap bentuk dan derajat hemorrhoid. Perbaikan defekasi disebut
bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat
tambahan, pelicin feses dan perubahan perilaku buang air. Dianjurkan
untuk posisi jongkok waktu defekasi dan tindakan menjaga kebersihan
lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit 3 kali
sehari. Pasien dinasehatkan untuk tidak banyak duduk atau tidur, namun
banyak bergerak/jalan. Pasien harus banyak minum 30-40 cc/kgBB/hari,
dan harus banyak makan serat (dianjurkan sekitar 30 gram/hari) seperti
buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu suplementasi serat komersial.
Makanan yang terlalu berbumbu atau terlalu pedas harus dihindari
(Merdikoputro, 2006).
b. Medis
1) Penatalaksanaan Koservatif
a) Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif,
dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
seperti kodein. (Daniel,W.J)
b) Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi
cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar.
c) Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik
dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada
hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari
untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid
dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum
diketahui bagaimana mekanismenya. (Acheson, A.G)
2) Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan
penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Pembedahan yang sering dilakukan yaitu : (Halverson, A
& Acheson, A.G)
a) Skleroterapi
b) Rubber band ligation
c) Infrared thermocoagulation
d) Bipolar Diathermy
e) Laser haemorrhoidectomy
f) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
g) Cryotherapy
h) Stappled Hemorrhoidopexy

10. Pencegahan
a. Konsumsi makanan tiggi serat seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan
kacang-kacangan karena dapat membuat feses menjadi lunak sehigga
mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vea anus.
b. Minuman air sebanyak 6-8 gelas sehari agar tubuh kita tidak kekurangan
cairan tubuh.
c. Melakukan kegiatan seperti olahraga rutin (seperti : jogging, senam,
berenang).
d. Mengubah kebiasaan buang air besar. Bila ingin buang air besar segeralah
ke kamar mandi karena akan menyebabkan feses menjadi keras dan
jangan duduk terlalu lama (Merdikoputro, 2006).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
post operasi hemoroid menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama,
jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat, agama, status perkawinan, no.
register, tanggal MRS, diagnose keperawatan.
1) Umur
Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk yang
berusia sekitar 45-65 tahun.laki-laki maupun perempuan bisa
mengalami hemoroid.
2) Pekerjaan
Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat
defekasi, pola makan yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi
keras dan terjadinya hemoroid.
3) Keluhan utama
Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri pada anus
akibat sesudah operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, pembesaran
prostat dan sebelumnya pernah memiliki riwayat penyakit
hemoroid.

5) Riwayat penyakit keluarga


Apakah ada riwayat penyakit hemoroid dalam satu keluarga.
6) Riwayat psikososial
a. Pola persepsi dan konsep diri. Kaji tentang persepsi klien
terhadap penyakit yang diderita. Pasien merasa malu dengan
keadaanya, ansietas, dan rendah diri.
b. Pola istirahat dan tidur. Pada pasien post hemoroid biasanya
mengalami gangguan tidur karena nyeri pada anus sesudah
operasi.
c. Pola aktivitas. Pada pasien post hemoroid mengalami
keterbatasan aktivitas karena nyeri pada anus akibat sesudah
operasi.
7) Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-
tidak sadar (composmenti-coma) untung mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien. Kesadaran :
composmentis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6.
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan kepala dan muka
1) Kepala
a) Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur
antara : kasar dan halus.
b) Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.
c) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.
d) Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah.
d. Pemeriksaan telinga
1) Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kana kiri.
2) Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai
mengganggu diameter lubang.
3) Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna
putih keabuan dan masih dapat bervariasi dengan baik
apabila tidak mengalami infeksi sekunder.
4) Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau
tes garputala dapat mengalami penurunan.
e. Pemeriksaan mata
f. Pemeriksaan mulut dan faring
g. Pemeriksaan leher
Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada
infeksi sistemik
h. Pemeriksaan thorak dan paru
a. Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain : takipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke
(pada kondis ketoasidosis).
b. Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest
dan pigeon chest.
c. Dengarkan pernafasan pasien
d. Stidor pada obstruksi jalan nafas.
e. Mengi (apabila penderita mempunyai riwayat asma atau
bronchitis kronik).
i. Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris
atau tidak, ictus cordis nampak atau tidak.
b. Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5.
c. Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak
(padat).
d. Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ
2 (lup) dan suara terdengar tunggal.
j. Pemeriksaan Abdomen
k. Pemeriksaan genetalia dan anus
a. Genetalia : Pada inspeksi apakah ada timosis pada
preposium dan apakah ada kemerahan pada kulit skrotum.
b. Anus
- Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi,
apakah ada tanda infeksi, apakah adanya pus (nanah) atau
tidak, apakah masih terjadi pendarahan berlebih.
- Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
adanya pus (nanah) atau tidak.
l. Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas
maupun bawah. Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)
1 : Lumpuh.
2 : Adanya kotraksi otot.
3 : Melawan gravitasi dengan sokongan.
4 : Melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan.
5 : Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit.
6 : Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Infeksi
2) Defisit pengetahuan
3) Nyeri Akut
4) Konstipasi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Resiko Infeksi Setelah di lakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama …x24 jam Observasi
Tingkat Infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda gejala infeksi
Kriteria Hasil : local dan sistemik
1. Kebersihan tangan meningkat Terapeutik
2. Kebersihan badan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit
4. Kemerahan menurun pada area edema
5. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
6. Bengkak menurun sesudah kontak dengan
7. Cairan berbau busuk menurun pasien dan lingkungan
8. Periode malaise menurun pasien
9. Periode menggigil menurun 4. Pertahankan teknik aseptic
10. Letargi menurun. pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
2. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan
keperawatan selama ...x24 jam Observasi :
tingkat pengetahuan meningkat 1. Identifikasi kesiapan dan
dengan kriteria hasil : kemampuan menerima
1. Perilaku sesuai anjuran informasi
meningkat 2. Identifikasi faktor-faktor
2. Verbalisasi minat dalam yang dapat meningkatkan
belajar meningkat dan menurunkan motifasi
3. Kemampuan menjelaskan perilaku hidup bersih dan
pengetahuan tentang suatu sehat.
topik meningkat Terapeutik :
4. Kemampuan menggambarkan 1. Sediakan materi dan media
pengalaman sebelumnya yang pemdidikan kesehatan
sesuai dengan topik 2. Jadwalkan pendidikan
meningkat kesehatan sesuai
5. Perilaku sesuai dengan kesepakatan
pengetahuan meningkat 3. Berikan kesempatan untuk
6. Pertanyaan tentang masalah bertanya
yang dihadapi menurun Edukasi :
7. Persepsi yang keliru terhadap 1. Jelaskan faktor resiko yang
masalah menurun dapat mempengaruhi
8. Menjalani pemeriksaan yang kesehatan
tidak tepat menurun. 2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat

3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


keperawatan selama ...x24 jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Kemampuan menuntaskan frekuensi, kualitas,
aktivitas meningkat intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
4. Sikap protektif menurun verbal
5. Gelisah menurun 4. Identifikasi factor yang
6. Kesulitan tidur menurun memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, aupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan, penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mendiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Konstipasi
keperawatan selama ...x24 jam Observasi
diharapkan eliminasi fekal 1. Periksa tanda dan gejala
membaik dengan kriteria hasil: konstipasi
1. Keluhan defekasi lama dan 2. Periksa pergerakan usus,
sulit menurun karakteristik feses
2. Mengejan saat defekasi (konsistensi, bentuk,
menurun volume, dan warna)
3. Konsistensi feses membaik 3. Identifikasi faktor risiko
konstipasi (mis. Obat-
obatan, tirah baring, dan
diet rendah serat)
4. Monitor tanda dan gejala
ruptur usus dan/atau
peritonitis
Terapeutik
1. Anjurkan diet tinggi serat
2. Lakukan masase abdomen,
jika perlu
3. Lakukan evakuasi feses
secara manual, jika perlu
4. Berikan enema atau irigasi,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi
2. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
1. Kolaborasi penggunan obat
pencahar, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai