Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN TN. R DENGAN PRE OP HEMOROID


DI RUANG IGD RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH
JATIWINANGUN

Di Susun Oleh :
DODY YULI PRAKOSO

PURWOKERTO
2020
Pengertian
Hemoroid adalah varikositis akibat dilatasi pleksus vena hemoroidalis interna

(Underwood, J.C.E; 2017).

Hemoroid adalah vena yang berdilatasi dalam kanal anal (Smeltzer Suzanne C; 2016).

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales
(Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu thrombosis, ruptur, radang, ulserasi,
dan nekrosis (Mansjoer, 2018).

Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah
pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus hemoroidalis.

Etiologi
Beberapa faktor etiologi menurut Sylvia Anderson P. (2016) adalah sebagai berikut :

1. Konstipasi/diare
2. Sering mengejan
3. Kongesti pelvia pada kehamilan
4. Pembesaran prostat
5. Fibroama uteri
6. Tumor rectum
7. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal.

Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan balik dari vena
hemoroidalis.

Hemoroid ada dua jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna.

 Hemoroid interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan
timbul disebelah dalam otot spingter ani. 
 Hemoroid eksterna terjadi varises pada vena hemoroidalis inferior, dan timbul
disebelah luar otot spingter ani.

Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik.

1. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis
akut. Bentuk terasa sangat nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. 
2. Hemoroid eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III.

 Hemoroid interna derajat I tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan
dengan proktoskopi. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan
anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior,
dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. 
 Hemoroid interior derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah
defekasi, hemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi secara
manual. 
 Hemoroid interna derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala
hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri karena tidak
ada serabut-serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus hemoroid adalah
hemoroid campuran interna dan eksterna.

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdaraha, trombosis, dan


stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang mengalami
prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.

Kebanyakan penderita hemoroid tidak memerlukan pembedahan. Pengobatan berupa


kompres duduk atau bentuk pemanasan basah lain, dan penggunaan supositoria. Eksisi
bedah dapat dilakukan bila perdarahan menetap, terjadi prolapsus, atau pruritus dan
nyeri anus tidak dapat diatasi.
Pathway Hemoroid
Manifestasi Klinik
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan
dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia
pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri
sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolapse (Smeltzer
dan Bare, 2016).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya
dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul  pada hemoroid ekstern yang
mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid
intern akibat trauma oleh feses yang keras.
Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat
hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang
terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena,
darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan
intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah
arteri”.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia
berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu
defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan
Jong, 2015).
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya
sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam
menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps  permanen. Kulit di daerah perianal
akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan edema dan
peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi defekasi yang keras,
yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang
(Mansjoer, 2018).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya secara
sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan anoskopi. Pada
pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa bila masih dalam   
stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang
tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak boleh mengabaikan
pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti
sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2018).
Klasifikasi
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior diatas garis mukokutan dan ditutupi
oleh mukosa (Sjamsuhidajat dan Jong,2015).
1) Hemoroid interna dibagi lagi menjadi empat tingkat:
 Tingkat I: Varises satu atau lebih v.hemoroidales interna dengan gejala
perdarahan berwarna merah segar pada saat buang ari besar.
 Tingkat II: Varises dari dua atau lebih v.hemoroidales interna yang
keluar dari dubur pada saat defekasi tetapi masih bisa masuk kembali
dengan sendirinya.
 Tingkat III: Seperti tingkat dua tetapi tidak dapat masuk spontan, harus
didorong kembali.
 Tingkat IV: Telah terjadi inkarserasi.
2) Hemoroid eksterna
Hemoroid eksterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan
hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi
2 yaitu:
a. Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan sebenarnya hematom, walaupun disebut sebagai trombus
ekterna akut. Tanda-tanda yang sering timbul adalah :
 Sering rasa sakit dan nyeri
 Rasa gatal pada daerah hemoroid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung-ujung
saraf kulit merupakan reseptor rasa sakit.
b. Kronik
Hemoroid ekterna kronik atau “skin tag” terdiri atas satu lipatan atau
lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung sedikit
pembuluh darah.

Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), Sudoyo (2016) dan Mansjoer (2018),
penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis,
farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu :
1. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan
dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan
pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid.
Perbaikan defekasi disebut bowel management program (BMP) yang terdiri
dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang
air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke
bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong
tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan
mengedan lebih banyak karena mengedan dan konstipasi akan meningkatkan
tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2016).
2. Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu :
1) Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP
yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener).
Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau
isphagula Husk (missal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat
kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain Natrium dioktil
sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl
sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi
mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja.
Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2016).
2) Obat simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan
rasa gatal, nyeri, pengurangan keluhan sering dicampur pelumas
(lubricant) vasokontriktor, dan antiseptic lemah. Anastesi local digunakan
untuk menghilangkan nyeri serta diberikan kortikosteroid.
3) Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka
pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang
digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%)
dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang
“Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah (Sudoyo, 2016).
4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan
Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang
lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian
Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per
hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini
didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan
dibanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga makin
berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo,
2016).

3. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter
rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem
dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif
selesai,  selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan
keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa oxygel dapat
diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2016).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh
hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan melakukan
reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali. Sedang pada teknik
operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna dijepit radier dengan
klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic gut no. 2/0,
eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur
dibawah klem diikat (Mansjoer, 2018).

4. Penatalaksanaan Minimal Invasive


Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis,
farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan
skleroterapi hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi
laser (Sudoyo, 2016).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur). Pada
pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat
diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan
menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
a. Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy.
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita
dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus
sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas
panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke
dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus
seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
b. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
c. Rontgen (colon inloop) dan/atau kolonoskopi.
Pemeriksaan darah, urin, feses sebagai pemeriksaan penunjang.

Komplikasi
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para anal, dan
inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif. Tergantung
keadaan, dapat dilakukan eksisi atau insisi trombus serta pengeluaran trombus.
Komplikasi jangka panjang adalah struktur ani karena eksisi yang berlebihan

Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya rasa gatal, rasa
terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah terjadi selama defekasi ?,
Berapa lama nyeri tersebut ? adakah nyeri abdomen yang berhubungan dengan
hal itu ?, Apakah terdapat perdarahan dari rectum ?, Seberapa banyak ?, Seberapa
sering ?, Apakah warnanya ?, Adakah cairan lain seperti mucus atau pus ?,
Pertanyaan lain berhubung dengan pola eliminasi dan penggunaan laksatif,
riwayat diet, masukan serat, jumlah latihan, tingkat aktifitas, dan pekerjaan.
2. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau
mucus, dan area perineal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan yang utama adalah sebagai berikut :
1. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat
nyeri selama defekasi.
2. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
3. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rectal/anal
sekunder akibat penyakit hemoroid dan spasme sfingter pada pasca operatif.
4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada pasca
operatif.
5. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.

Masalah kolaboratif yang mungkin muncul adalah Potensial Komplikasi (PK)


hemoragi.

Intervensi
1. Tujuan
Tujuan utama adalah sebagai berikut :
 Menghilangkan konstipasi
 Menurunkan ansietas
 Menghilangan nyeri
 Meningkatkan eliminasi urinarius
 Klien patuh dengan program terapeutik
 Mencegah terjadinya komplikasi
2. Intervensi Keperawatan
a. Menghilangkan Konstipasi
1) Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari untuk memberikan hidrasi yang
adekuat.
2) Anjurkan makan tinggi serat untuk melancarkan defekasi.
3) Berikan laksatif sesuai resep.
4) Pasien dianjurkan untuk miring guna merangsang usus dan merangsang
keinginan defekasi sebisa mungkin.
5) Menganjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum defekasi akan
membantu merilekskan otot-otot perineal abdomenyang kemungkinan
berkonstriksi atau mengalami spasme abdomen.
b. Menurunkan Ansietas
1) Identifikasi kebutuhan psikologis khusus dan rencana asuhan yang
bersifat individu.
2) privasi dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkannya.
3) Pertahankan privasi klien saat memberikan tindakan keperawatan.
4) Berikan pengharum ruangan bila balutan berbau menyengat.
c. Menghilangkan Nyeri
1) Dorong klien untuk memilih posisi nyaman.
2) Berikan bantalan flotasi dibawah bokong pada saat duduk dapat
membantu menurunkan nyeri.
3) Berikan salep analgesik sesuai resep untuk menurunkan nyeri.
4) Berikan kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi dan meringankan
jaringan yang teriritasi.
5) Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari untuk
menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme
sfingter.
6) Berikan agen anaestetik topical sesuai resep untuk menghilangkan
iritasi local dan rasa sakit.
7) Anjurkan klien melakukan posisi telungkup dengan interval tertentu
untuk meningkatkan drainase dependen cairan edema.
d. Meningkatkan Eliminasi Urinarius
1) Tingkatkan masukan cairan
2) Bantu klien untuk mendengarkan aliran air
3) Bantu klien meneteskan air diatas meatus urinarius
4) Lakukan pemasangan kateter
5) Pantau haluaran urin dengan cermat setelah pembedahan.
e. Pemantauan dan Pelaksanaan Komplikasi
1) Periksa dengan sering daerah operasi terhadap munculnya perdarahan
rectal.
2) Kaji indicator sistemik perdarahan berlebihan (takikardia, hipotensi,
gelisah, haus).
3) Hindari pemberian panas basah karena dapat menyebabkan dilatasi dan
perdarahan.
f. Pendidikan pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah.
1) Instruksikan klien untuk mempertahankan kebersihan area perianal.
2) Dorong pasien untuk berespon dengan cepat ketika dorongan defekasi
muncul, untuk mencegah konstipasi.
3) Instruksikan klien untuk diet tinggi cairan dan serat.
4) Pasien diinformasikan untuk diet yang ditentukan, laksatif yang dapat
digunakan dengan aman, dan pentingnya latihan.
5) Dorong klien untuk ambulasi sesgera mungkin, anjurkan latihan tingkat
sedang.
6) Ajarkan cara melakukan rendam duduk pada klien setiap setelah
defgekasi selama 1 sampai 2 minggu setelah pembedahan.

Implementasi
Implementasi adalah tindakan pemberian keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
Setiap rencana tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat dalam catatan keperawatan,
yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan
untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap pendekatan yaitu,
independen, dependen, dan interdependen. Tindakan keperawatan secara independen
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa peetunjuk dan perintah oleh
dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan dan
memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli
gizi, dan dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Kemampuan yang harus dimiliki perawat dalam
melaksanaan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap, dan psikomotor

Evaluasi
Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan pola eliminasi normal.
 Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau setelah tidur.
 Berespon terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk
duduk ditoilet dan mencoba untuk defekasi.
 Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan.
 Menambah makanan tinggi serat pada diet.
 Meningkatkan masukan cairan sampai 2 L/24 jam.
 Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen.
2. Mengalami sedikit ansietas.
3. Mengalami nyeri sedikit.
 Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan
ketidaknyamanan. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan
atau pada waktu tidur.
 Menepapkan kompres hangat/dingin pada area rectal / anal.
 Melakukan rendam duduk 3 atau 4 kali sehari.
4. Mentaati program terapeutik.
 Mempertahankan area perianal kering.
 Mengalami feses lunak dan berbentuk secara teratur.
5. Bebas dari masalah perdarahan
 Insisi bersih
 Menunjukkan tanda vital normal
 Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi.
Daftar Pustaka
Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G.; ( 2015 ); Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth; edisi 8; alih bahasa; Monica Ester, et al; Jakarta; EGC.

Price Sylvia A., Wilson Lorraine M.;( 2016 );Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit; jilid 1; edisi 8; alih bahasa; Peter Anugerah, Jakarta, EGC.

Carpenito Lynda Juall; ( 2018 ); Diagnosa Keperawatan Buku Saku; edisi 6; alih bahasa;
Yasmin Asih; Jakarta; EGC.

Robbins, Stanley L;(2016); Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology); alih bahasa, staf
pengajar laboratorium patologi anatomi FK UNAIR; Jakarta; EGC

Underwood, J.C.E; (2017) Patologi Umum dan Sistematik; vol.2; ed.2; editor edisi
bahasa Indonesia, Sarjadi dkk; Jakarta; EGC

Anda mungkin juga menyukai