Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA

MEDIS THYPOID FEVER DI RUANGAN A2 RSPAL Dr. RAMELAN

SURABAYA

Oleh:
NAMA : DIFTA NADILA SEPTIA PUTRI

NIM : 2030026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TA. 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini disusun oleh:


Nama : Difta Nadila Septia Putri
NIM : 2030026
Prodi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Diagnosa Medis Thypoid Fever Di Ruangan A2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai Tinjauan

Teoritis Kasus Stase Keperawatan Medikal Bedah di Ruang A2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya untuk memenuhi tugas individu Progam Studi Profesi Ners

STIKES Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, Desember 2020

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan Praktik

Ninik Ambar Sari, S. Kep., Ns., M. Kep Ns. Ida Dwiningsih, M. Kep
NIP. 03039 Letkol Laut (K/W) 12440/P
Judul: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa

Medis Thypoid Fever Di Ruangan A2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

1. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan


(Sumber: Gozali A.J, 2013)
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke

dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna

atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari

mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar,

rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak

diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu.


A. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada

manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian

awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan

jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh

selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di

permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan

pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,

terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan

(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-

bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan

membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim

pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim

(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara

langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B. Faring

Faring merupakan jalan untuk masuknya material makanan, cairan dan

udara menuju esophagus. Faring berbentuk seperti corong dengan bagian atasnya

melebar dan bagian bawahnya yang sempit dilanjurkan sebagai esophagus

setinggi vertebrata cervicalis keenam. Bagian dalam faring terdapat 3 bagian

yaitu nasofaring, orofaring, dan laringfaring. Nasofaring adalah bagian faring

berhubungan ke hidung. Orofaring terletak di belakang cavum oris dan

terbentang dari palatum sampai kepinggir atas epligotis. Sedangkan laringfaring


terletak dibelakang pada bagian posterior laring dan terbentang dari pinggir atas

epligotis sampai pinggir bawah cartilage cricoidea.

C. Laring

Laring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu

masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Sfingter pada laring

mengatur pergerakan udara dan makanan sehingga tidak akan bercampur dan

memasuki tempat yang salah atau yang bukan merupakan tempatnya. Sfingter

tersebut merupakan epligotis. Epligotis akan menutup jalan masuk udara saat

makanan ingin masuk ke esophagus.

D. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus

bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Esofagus dibagi menjadi

tiga bagian:

1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

E. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti

kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:

1) Kardia

2) Fundus

3) Antrum
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan

normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam

kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting:

1) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap

kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah

kepada terbentuknya tukak lambung.

2) Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

F. Usus Halus (Usus Kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding

usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang membantu

melarutkan pecahanpecahan makanan yang dicerna. Dinding usus juga

melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Otot

yang meliputi usus halus mempunyai 2 lapisan. Lapisan luar: terdiri atas serabut-

serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam: merupakan serabut
sirkuler untuk membantu gerakan peristatik. Lapisan sub mukosa terdiri atas

jaringan penyambung, sedangkan mukosa bagian dalam tebal, banyak

mengandung pembulu darah dan kelenjar.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),

usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1) Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).

Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai

dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari

merupakan organ peritoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput

peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.

Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan

kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum

digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam

usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang

bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal

kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2) Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8

meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong

berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas

permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas

jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan

dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak peyeri. Sedikit sulit

untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

3) Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada

sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak

setelah duodenum, jejunum dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH

antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan

garam-garam empedu.

Dinding usus terdiri atas 4 lapisan dasar: lapisan paliang luar (lapisan serosa),

dibentuk oleh peri tonium. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan pariental

dan lapisan yang terletak antara lapisan ini dinamakan rongga peritoneum. Nama

khusus yang telah diberikan pada lipatan-lipatan peritoneum, antara lain:

a. Mesentrium merupakan lipatan peritoneum yang lebar mengantung jejunum

dan ileum dari dinding posterior abdomen dan memungkinkan usus bergerak

leluasa. Masentrium menyokong pembulu darah dari limfe yang mensuplai

usus.

b. Omentum mayus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung

dari kurvatura mayor lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen

omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang

membantu rongga peritoneum (melindungi) dari infeksi


c. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari

kurvatura minor lambungdan bagian atas duodenum menuju kehati. Salah

satu fungsi penting peritoneum adalah mencegah pergerakan antara organ-

organ yang berdekatan dengan mensekresi cairan serosa sebagai pelumas

2. Definisi

Demam thypoid fever disebarkan melalui jalur oral dan hanya

menginfeksi pada manusia yang mengkomsumsi makanan yang terkontaminasi

oleh bakteri Salmonella thypi. Ada dua sumber penularan Salmonella thypi, yaitu

penderita demam thyoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang

pernah menderita demam thypoid. Seseorang karier adalah orang yang pernah

terkena thypoid dan terus membawa penyakit untuk beberapa waktu atau

selamanya (Nadiyah, 2014 dalam Mandiri, 2018).

Thypoid fever adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh bakteri Salmonella thpi atau Almonella parathypi A, B, dan C. Penularan

demam thypoid melalui focal dan oral yang masuk kedalam tubuh manusia

melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Wandoyo, 2011 dalam

Mandiri, 2018).

3. Etiologi

Menurut Widagdo (2011) ,penyebab dari demam thypoid adalah

Salmonella thpii, termasuk dalam genus Salmonella yang tergolong dalam

family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak

membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan

kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan

makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4ºC
dalam 1 jam, atau 60ºC dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O

(stomatik), adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada

panas, dan antigen H (flagellum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada

S.thypi, S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu poli sakarida

kapsul.

Menurut Sodikin (2011), penyebab penyakit demam thypoid adalah jenis

salmonella thyposha, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Hasil gram negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.

b. Terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (flagella), dan antigen

Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat

anti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.


4. WOC (Web Of Caution, menurut (Muttaqin & Kumala, 2011)

Kuman Salmonella thpii Lolos dari


\\ gastrointestinal
masuk asam lambung

Bakteri masuk Malaise, perasaan tidak


usus halus enak, nyeri abdomen

Perdarahan Inflamasi Komplikasi Intestinal: usus


pembuluh limfe (bag. Distal, ileum),
peritonitis

Perdarahan (bakteria Masuk retikulo endothelial (RES)


primer) terutama hati dan limfa

Inflamasi pada hati dan Empedu Masuk ke aliran


limfa (Bakterimia darah
Sekunder)
Rongga usus pada
kel. Limfoid halus Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfe

Merangsang melepas zat


MK: Nyeri Akut Splenomegali
epikogen oleh leukosit

Lase Plak Peyer Mobilitas usus Mempengaruhi pusat


thermoregulator
Erosi Peristaltic usus
MK: Hipertermia

Perdarahan Masif MK: Nyeri Asam Lambung MK: Konstipasi


Akut

Komplikasi Anoreksia mual muntah MK: Hipovolemi


perforsi dan
perdarahan usus
MK: Defisit Nutrisi
5. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi demam thypoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-

gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari

asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga

kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan

gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala,

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare atau konstipasi, perasaan tidak

enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu

badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada

sore hari hingga malam hari (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia, 2014)

Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal

(gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) yaitu:

a. Perasaan tidak enak badan

b. Nyeri kepala

c. Pusing

d. Diare

e. Anoreksia

f. Batuk

g. Nyeri otot

h. Muncul gejala klinis yang lain


Periode infeksi demam thypoid, tanda dan gejala (Nurarif & Kusuma, 2015)

Minggu Keluhan Gejala Patologi

Minggu I Panas berlangsung Gangguan Bakteremia


insidious, tipe panas Saluran Cerna
stepladder yang
mencapai 39-40ºC,
menggigil, nyeri
kepala.

Minggu II Rash, nyeri abdomen, Rose sport, Vuskulitis,


diare atau konstipasi, splenomegaly, hiperplasi pada
delirium hepatomegali peyer’s patches,
nodul thypoid
pada limpa dan
hati

Minggu III Komplikasi: Melena, ilius, Ulserasi pada


perdarahan saluran ketegangan peyer’s patches,
cerna, perforasi dan abdomen, nodul thypoid
syok koma pada limpa dan
hati

Minggu IV Keluhan menurun, Tampak sakit Cholelithiasis,


relaps, penurunan BB berat, kakeksia carrier kronik

6. Komplikasi

Menurut Susilaningrum (2013), Gangguan pada usus halus dapat berupa:

a. Perdarahan usus

Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut hanya

dapat ditemukan jika dilakukan feses dengan benzidine, jika perdarahan banyak
maka dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda

renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan

terjadi pada bagian usus distal ileum.

b. Perforasi Usus

Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat

udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara

diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam

keadaan tegak.

c. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.

Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen

tegang, dan nyeri tekan

d. Komplikasi diluar usus

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu meningitis,

kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain

7. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan Leukosit

Biasanya jumlah leukosit pada sediaan darah tepi dalam batas

normal, kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi

atau infeksi sekunder

2) Pemeriksaam SGOT dan SGPT

Jumlah SGOT dan SGPT akan meningkat, tetapi akan kembali

normal setelah sembuh dari demam thypoid


3) Tes Widal

Tes widal adalah suatu reaksi aglutinasu antara antigen dan

antibody (agglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella

terdapat dalam serum pasien demam thypoid, juga pada orang yang

pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi

terhadap demam thypoid.

Antigen yang digunakan pada tes widal adalah suspense

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan

tes widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum

pasien yang disangka menderita demam thypoid. Akibat infeksi oleh

kuman salmonella, pasien akan membuat antibody (aglutinin), yaitu:

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal

dari tubuh kuman)

b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella

kuman)

c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin

besar kemungkinan pasien menderita demam thypoid. Pada infeksi

yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang

yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.

4) Biakan Darah

Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan

darah negative tidak menyingkirkan demam thypoid, karena pada


pemeriksaan minggu pertama penyakit berkurang dan pada minggu-

minggu berikutnya pada waktu kambuh biakan akan positif lagi.

(Hidayati, 2016).

8. Penatalaksanaan Medis

Menurut (Mandiri, 2018), penatalaksanaan pada kasus Thypoid Fever

adalah:

A. Perawatan

1) Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari

untuk mencegah komplikasi perdarahan usus

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya

tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

3) Diet. Dilakukan diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. Setelah bebas

demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. Dilanjutkan

dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7

hari.

B. Medis

1) Klorampenikol

2) Tiampenikol

3) Kotrimoxazol

4) Amoxcilin dan ampicillin

9. Asuhan Keperawatan Penyakit

a) Pengkajian

Pengkajian menurut :
1) Data Umum: sering ditemukan pada anak berumur diatas 1 tahun

2) Keluhan Utama: demam, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing, kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang

3) Riwayat Penyakit Sekarang: pasien yang terinfeksi salmonella

thypi akibat makan makanan yang tidak higienis. Px mengatakan

badannya terasa panas, mual, nyeri abdomen. Pasien juga tampak

lemah dan pucat serta terasa panas diseluruh tubuh.

4) Riwayat Penyakit Dahulu: biasanya seseorang yang karier yang

pernah menderita demam thypoid.

5) Riwayat Penyakit Keluarga: dalam kesehatan keluarga ada yang

menderita thypoid.

6) Pemeriksaan Fisik

a. B1: Biasanya pada kasus biasa didapatkan komplikasi yaitu

pneumonia

b. B2: TD turun, diafrosis terjadi pada minggu pertama, kulit

pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya

bradikardi, kadang terjadi anemia, leukopeni pada minggu

awal, nyeri dada dan kelemahan fisik.

c. B3: Pada pasien thypoid biasanya terjadi delirium dan diikuti

penurunan kesadaran dari composmentis apatis, somnolen

hingga koma pada pemeriksaan GCS.

d. B4: Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon

dari curah jantung.

e. B5:
I: Lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis,

stomatitis, muntah, kembung, adanya distensi abdomen dan

nyeri abdomen, diare atau konstipasi.

P: Adanya hepatomegaly, splenomegaly mengidentifikasi

adanya infeksi pada minggu ke 2. Adanya nyeri tekan di

abdomen

P: Didapatkan suara kembung pada abdomen.

A: penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada minggu

pertama dan selanjutnya meningkat adanya diare.

f. B6: adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise.

Kelemahan, integument timbulnya rosella (emoli dari kuman

yang didalamnya mengandung bakteri salmonella, yang

timbul diperut, dada dan di bagian pantat), turgor kulit

menurun, kulit kering.

b) Diagnosa Keperawatan Prioritas

Menurut SDKI (PPNI, 2016):

1. Hipertermia b.d Proses penyakit (D.0130)

2. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Mencerna Makanan (D.0019)

3. Hipovolemia b.d Kekurangan Intake Cairan (D.0023)

c) Intervensi Keperawatan

Berdasarkan (PPNI, 2018a) dan (PPNI, 2018b) , Intervensi dan

kriteria hasil yang dapat dirumuskan pada pasien DM Tipe II adalah:

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi

Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI)


(SLKI)
1. SDKI SLKI SIKI

Hipertermia b.d Setelah Manajemen Hipertermia

Proses penyakit dilakukan Observasi

(D.0130) asuhan a. Identifikasi penyebab

Kategori: keperawatan hipertermia

Lingkungan selama 2 X 24 b. Monitor suhu tubuh

Subkategori: jam diharapkan c. Monitor haluaran urine

Keamanan dan hipertermi d. Monitor komplikasi akibat

Proteksi teratasi dengan hipertermia

K.H: Terapeutik
1. Suhu tubuh
a. Sediakan lingkungan yang
menurun
dingin
2. Tekanan
b. Longgarkan atau lepaskan
darah dalam
pakaian
batas
c. Berikan cairan oral
normal
d. Kompres dingin pada dahi,
3. Tidak pucat
leher, dada, abdomen, aksila
4. Tidak
Kolaborasi
menggigil
Kolaborasi pemberian cairan

dan elektrolit intravena

Manajemen Cairan

Observasi
a. Monitor status hidrasi

(frekuensi nadi, kekuatan

nadi, akral, turgor kulit,

tekanan darah)

Terapeutik

a. Catat intake-output dan

hitung balance cairan

b. Berikan cairan intravena

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian diuretik

2. SDKI SLKI SIKI

Defisit Nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi

b.d dilakukan Observasi

Ketidakmampuan asuhan a. Identifikasi status nutrisi

Mencerna keperawatan b. Identifikasi kebutuhan kalori

Makanan selama 3 X 24 dan jenis nutrisi

(D.0019) jam diharapkan c. Monitor hasil pemeriksaan

Kategori: nutrisi laboratorium

Fisiologis tercukupi Terapeutik


Sub Kategori: dengan K.H:
a. Berikan makanan tinggi
Nutrisi dan 1. Tidak mual,
serat untuk mencegah
Cairan muntah
konstipasi
2. Tidak nyeri
b. Berikan makanan tinggi
abdomen kalori dan tinggi protein

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum makan

(mis. Pereda nyeri)

b. Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrisi yang

dibutuhkan.
3. SDKI SLKI SIKI

Hipovolemia b.d Setelah Manajemen Hipovolemia

Kekurangan dilakukan Observasi

Intake Cairan asuhan a. Identifikasi tanda dan gejala

(D.0023) keperawatan hypovolemia (frekuensi nadi,

selama 3 X 24 nadi teraba lemah, TD turun,

jam diharapkan turgor kulit menurun,

kebutuhan membrane mukosa kering,

cairan volume urin menurun)

tercukupi b. Monitor intake dan output

dengan K.H: cairan

1. Turgor kulit
Terapeutik
baik
a. Hitung kebutuhan cairan
2. TTV dalam
b. Berkan posisi modified
batas
normal tredelenburg

3. Suhu tubuh Kolaborasi


menurun
a. Pemberian cairan IV isotonis
4. Tidak diare
( NaCl, RL)

b. Pemberian cairan IV

hipotonis (Glucosa 2,5%,

NaCl 0,4%)

Manajemen Diare

Observasi

a. Identifikasi penyebab diare

b. Monitor warna , volume,

frekuensi, dan konsistensi

tinja

c. Monitor tanda gejala

hypovolemia (takikardia,

nadi terasa lemah, TD turun,

dll)

Terapeutik

a. Berikan asupan cairan oral

b. Berikan cairan intravena


DAFTAR PUSTAKA

Gozali A.J. (2013). Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba

Medika.

Hidayati, I. N. (2016). Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Demam Thypoid

Di Ruang Cempaka RSUD Dr. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

Purbalingga: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Mandiri, T. (2018). Penerapan Terapi Kompres Hangat Terhadap Penurunan

Demam Pada Pasien Thypoid Fever di UPTD Puskesmas Rembang

Purbalingga. Purbalingga: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Muttaqin & Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan

Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis. Jogjakarta: Medi Action.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2014). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam (Edisi VI). Jakarta: Interna Publishing.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP

PPNI.

PPNI. (2018a). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: DPP

PPNI.

PPNI. (2018b). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:

DPP PPNI.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawayan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal

dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.

Susilaningrum, N. & U. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk

Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Widagdo. (2011). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta:

CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai