Disusun Oleh :
1
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut,menyeluruh dan bisa
menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen. ( Brunner dan Suddarth.2001).
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak terjadi
pada pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas
tipe I, dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkanvasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat dan
menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi
hipersensitivitas tipecepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigenspesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyaiefek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C. Smeltze, 2001)
Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau
padapemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba,
berat dan melibatkan seluruh tubuh. (Pearce C, Evelyn.2009).”
2. Etiologi
Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen.Penyebab yang
sering ditemukan adalah:
a. Gigitan/sengatan serangga.
b. Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin).
c. Alergi makanan
d. Alergi obat, Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
2
Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam alirandarah dan
bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsangsel-sel untuk melepaskan
histamin dan zat lainnya yang terlibatdalam reaksi peradangan kekebalan.
Beberapa jenis obat-obatan(misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk
rontgen), padapemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid
(reaksiyang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan
reaksiidiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanismesistem
kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.
3
Sodium dehydrocholate
Sulfobromophthalein
Bahan yang dihasilkan Bisa ular
hewan atau serangga Bisa lebah
Racun serangga
Lobster
Udang
Kepiting
Semut api
Makanan Kacang-kacangan (kenari, mete, pistachio)
Ikan (tuna, salmon, cod)
Molusca (kerang, udang, lobster)
Putih telur
Susu
Buah Rambutan
Nanas
Semangka
Anastesi Lidocain
Procain
Darah lengkap atau produk Gamaglobulin
darah Kriopresipitat
Hormone Insulin
ACTH (adrenocorticotrophic hormone)
TSH (thyroid-stimulating hormone)
ADH (antidiuretic hormone, vasopressin)
Paratiroid (parathormone).
Lain-lain Seminal fluid (air mani)
Latex
Karet
Logam emas
4
3. Patofisiologi
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat
lainnya. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi
mengi (bengek), gangguan pernafasan dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan
berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare. Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh
darah (yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari
pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah),
sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembeske dalam kantung udara di paru-paru dan
menyebabkan edema pulmoner.
Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup
berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang
berlangsung lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada kepekaan yang ekstrim,
penyuntikan allergen dapat mengakibatkan kematian atau reaksi subletal.
4. Manifestasi klinis
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepatdan lamanya reaksi
maupun luas dan beratnya reaksi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru
menjadi berat. Keluhanyang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut,
perihdalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, mual,
pusing, lemas dan sakit perut.
Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemuipada suatu anafilaksis
adalah:
a. Gatal di seluruh tubuh
b. Hidung tersumbat
c. Kesulitan dalam bernafas
d. Batuk
e. Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kukuf)
f. Pusing, berbicara tidak jelas
g. Denyut nadi yang berubah-ubah
h. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
i. Mual, muntah dan kulit kemerahan.
5
5. Komplikasi
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten.
c. Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok.
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Untuk menentukan diagnose terhadap pasien yang mengalami reaksi anafilaksis,
maka dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap, SGOT, LDH, ECG dan foto paru.
a. Pada pemeriksaan Hematologi Lengkap : hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinofil naik/ normal/ turun
b. X photo : hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mucus plug
c. EKG : gangguan konduksi, atrial dan ventrikuler distrimia, kimia meningkat,
sereum tritaase meningkat.
Selain itu ada beberapa tes alergi yang dapat digunakan untuk memperkuat
diagnosa terhadap terjadinya rekasi anafilaktik, antara lain:
Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
a. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya
debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini
dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada
kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak
menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30
menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
Syarat tes ini :
1) Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin
(obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
2) Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
b. Patch Tes (Tes Tempel).
6
Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit
dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat
dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak
kemerahan dan melenting pada kulit.
Syarat tes ini :
1) Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi,
posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.
2) 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti
bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
c. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini
memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses
dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam.
Kelebihan tes ini adalah dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh
obat-obatan.
d. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan.
Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di
lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan
timbul bentol, merah, gatal.
e. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum,
makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk
alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit
asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai,
karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan
syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin
Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo
Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis dinaikkan
secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30 menit. Dalam satu
7
hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya
harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe
lambat.
Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.
Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar,
dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.
7. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan
Penanganan anafilaksis adalah sebagai berikut:
a. Oksigenasi
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka
dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi.
Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda-tanda pre
syok/syok, tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang datar dengan
kaki ditinggikan 30o – 45º agar darah lebih banyak mengalir ke organ-organ vital.
Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan masker. Apabila terdapat obstruksi
laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan intubasi endotrakeal
untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan bila terdapat spasme
bronkus, apneu atau henti jantung mendadak.
b. Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan
mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP
dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta
pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai
kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer
dan otot polos bronkus. Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15
menit sesuai berat gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat
diberikan dengan dosis 0,3 – 0,5 mg (dewasa) dan 0,01 mg/ KgBB (anak) secara intra
muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit samapi tekanan darah sistolik mencapai 90-
100 mmHg. Cara lain adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml
garam fisiologis secara intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan
8
pemberiannya dengan monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung,
adrenalin dapat diberikan dalam larutan 1 : 100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml
adrenalin dalam 9,9 ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara
intravena pelan-pelan dalam 5 – 10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati
pada penderita yang mendapat anestesi volatile untuk menghindari terjadinya aritmia
ventrikuler.
Tabel Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak – anak
9
e. Aminofilin
Sama seperti adrenalin, aminofillin menghambat pelepasan histamine dan
mediator lain dengan meningkatkan c-AMP sel mast dan basofil. Jadi kerjanya
memperkuat kerja adrenalin. Dosis yang diberikan 5mg/kg i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit untuk mencegah terjadinya hipotensi dan diencerkan dengan 10 ml D5%.
Aminofillin ini diberikan bila spasme bronkus yang terjadi tidak teratasi dengan
adrenalin. Bila perlu aminofillin dapat diteruskan secara infuse kontinyu dengan
dosis 0,2 -1,2 mg/kg/jam.
f. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel precursor IgE dan juga menghambat
pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid
digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin
dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan
adalah 7-10 mg/kg i.vprednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan
deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100 -200
mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap.
g. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target.
Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema
angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1-2mg/kg
sampai 50 mg dosis tunggal i.m. Untuk anak-anak dosisnya 1mg/kg tiap 4 -6 jam.
h. Resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan
sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu tindakan RJP yang dilakukan sama seperti pada
umumnya.
i. Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya, maka
sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak bijaksana
mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan dengan mudah
jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi, sebaiknya penderita
dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan kasus gawat darurat.
10
j. Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena
kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor
paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu
ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perwatan Intensif. (Alirifan, 2011)
11
ASUHAN KEPERAWATAN
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 18 Tahun
Pendidikan : SMA
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Ds. Cingkrong RT 03 RW 02 Kec. Purwodadi, Kab. Grobogan
Tanggal/jam : 01 Maret 2021
No. RM : 071614
Diagnosa Medik : Reaksi obat dan alergi
Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Ds. Cingkrong RT 03 RW 02 Kec. Purwodadi, Kab.
Grobogan
Hubungan dengan klien : Ibu
12
b. Anamnesa / wawancara
1) Keluhan Utama : Bengkak pada kedua kelopak mata
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke UGD RS. Sanglah pada pukul
21.00 (23/07/2016). Pasien mengeluh mengalami bengkak pada kedua kelopak
mata yang terjadi kurang lebih 1,5 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).
Bengkak pada kedua kelopak mata dirasakan setelah meminum obat puyer
bintang 7 dan sekitar setengah jam meminum obat dexamethasone. Bengkak pada
kedua kelopak mata tanpa disertai bengkak pada bibir, tidak ada sesak nafas
ataupun nyeri menelan. Tidak ada gatal-gatal pada kulit. Pasien meminum obat
puyer bintang 7 akibat pilek sejak 2 hari yang lalu. Riwayat BAK dan BAB
dikatakan normal dan lancar.
3) Riwayat Pengobatan dan Penyakit Dahulu : Pasien sempat meminum
dexamethasone 1x0,5 mg ± 30 menit SMRS. Riwayat alergi sebelumnya dengan
obat puyer bintang 7 pernah dirasakan sekitar 2 tahun yang lalu. Riwayat seperti
tekanan darah tinggi, kencing manis, sakit jantung, sakit ginjal dan penyakit
sistemik lainnya disangkal oleh pasien.
4) Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Pasien mengatakan tidak ada di
keluarganya memiliki riwayat penyakit yang sama seperti dialami pasien. Riwayat
seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, sakit jantung, sakit ginjal dan
penyakit sistemik lainnya disangkal oleh pasien.
5) Riwayat Sosial dan Personal : Pasien merupakan seorang pekerja kantoran dan
seorang mahasiswi, sehari-harinya melakukan aktifitas dari jam 7 pagi hingga jam
4 sore. Pasien belum menikah. Riwayat merokok dan minum minuman alkohol
disangkal pasien.
c. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Fisik Umum
1) Kesan sakit : Sedang
2) Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4V5M6)
3) Tekanan darah : 90/90 mmHg
4) Nadi : 60 kali/menit
13
5) Respirasi : 12 kali/menit
6) Suhu : 36°C
7) Tinggi badan : 150 cm
8) Berat badan : 50 kg
9) BMI : 22,22 kg/m2
- Pemeriksaan Fisik Khusus
1) Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi
lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
2) Fungsi metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik
dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi
akibat takipnea
3) Keseimbangan asam basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
4) Kulit
a) Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,
karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
b) Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik
dan syok hemoragi terminal)
c) Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5) Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
a) Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita
yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal
syok septik)
6) Status mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,
spoor sampai koma.
14
7) Pola Kebiasaan
a. Pola nutrisi dan cairan
Sebelum sakit : pasien makan nasi biasa 1 porsi habis, 3 x sehari,
air mineral 2 liter/ hari
Saat sakit : pasien makan nasi biasa 1 porsi habis, 3 x sehari,
air mineral 2 liter/ hari
b. Pola eliminasi
Sebelum sakit : BAB 1 x sehari konsistensi padat, bau khas, warna
kuning. BAK 5-6 kali sehari warna kuning jernih.
Saat sakit : BAB 1 x sehari konsistensi padat, bau khas, warna
kuning. BAK 5 kali sehari warna kuning jernih.
c. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : tidur malam 8 jam
Saat sakit : tidur malam 8 jam sering terbangun pada malam
hari dan kesulitan tidur karena tidak nyaman dengan kondisinya saat
ini
d. Pola aktivitas
Sebelum sakit : pasien beraktivitas sebagai pelajar dan kebutuhan
ADL terpenuhi tanpa bantuan orang lain
Saat sakit : kebutuhan ADL pasien dibantu oleh keluarga dan
perawat
e. Personal Hygine
Sebelum sakit : mandi 1 x sehari, kramas 1 kali sehari, gosok gigi
2 x sehari
Saat sakit : mandi 1 x sehari, kramas 1 kali sehari, gosok gigi
1 x sehari
8) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
b) Hematologi : darah (Hb, hematokrit, leukosit, golongan darah), kadar
elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Hitung sel meningkat,
Hemokonsentrasi, trombositopenia, eosinophilia naik/ normal / turun
15
c) Kimia : Plasma Histamin meningkat, sereum triptaase meningkat
d) Analisa gas darah
e) Radiologi
f) X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus, plug.
g) EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia
Pengelompokan data
1. Data subjektif :
a) Klien mengatakan sesak nafas atau sulit dalam bernafas
b) Klien mengatakan dirinya sangat lemas
c) Klien mengeluh mual dan muntah
d) Klien mengatakan cemas dan gelisah
e) Klien mengatakan gatal – gatal pada kulit dan hidung
2. Data objektif :
a) Klien tampak sesak, tampak bernafas dengan mulut, tampak pembengkakan pada
mukosa hidung,tampak penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung,
terpasang oksigen
b) Tampak bengkak di sekitar tubuh dan hidung klien
c) Klien tampak pucat, akral dingin, gambaran EKG gelombang T mendatar dan
terbalik
d) Tanda – tanda vital terutama tekanan darah menurun
e) Klien tampak lemah
f) Klien tampak cemas
g) Klien tampak menggaruk – garuk badannya, tampak adanya pruritus (ada hives)
urtikaria
16
2. Analisa Data
No Data Etiologi Problem Paraf
1 DS : - Reaksi imunologi Pola nafas tidak
klien mengatakan sesak traktus respiratorus efektif
nafas atau sulit dalam (allergen terikat
bernafas oleh Ig E terjadi
degranulasi sel
DO : mast)
- klien tampak - Mengeluarkan
bernafas dengan performed
mulut mediator seperti
- Tampak histamine, protease
pembengekakan dan newly
pada mukosa hidung generated mediator
- Terpasang O2 seperti leukotrein,
- Tampak penggunaan prostaglandin
otot bantu nafas dan - Penyempitan atau
pernafasan cuping spasme otot
hidung bronkeolus, edema
- Tanda – tanda vital saluran
khususnya RR nafas/laring
menurun (dsypnea)
17
terutama tekanan
darah menurun
- Gambaran EKG
gelombang T
mendatar dan
terbalik
3 DS : - Reaksi anafilaktik Resiko
- Klien mengatakan - Peningkatan ketidakseimbangan
dirinya sangat kapasitas vaskuler volume cairan
lemas
- Klien mengeluh
mual dan muntah
DO :
- Klien tampak
lemah
- Klien tampak mual
dan muntah
4 DS : Peningkatan produksi Gangguan
Klien mengatakan gatal histamine dan integritas kulit
– gatal pada bagian kulit bradikinin oleh sel mast
dan hidung
DO :
- Klien tampak
menggaruk – garuk
badannya
- Tampak pruritus
(ada hives), urtikaria
- Tampak bengkak
disekitar tubuh dan
hidungnya
18
Rumusan diagnosa
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot bronkeolus yang ditandai
dengan klien mengatakan sesak nafas atau sulit dalam bernafas, klien tampak bernafas
dengan mulut, tampak pembengekakan pada mukosa hidung, terpasang O2 , tampak
penggunaan otot bantu nafas dan pernafasan cuping hidung, tanda – tanda vital
khususnya RR menurun (dsypnea).
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung dan
vasodilatasi yang ditandai dengan klien mengatakan cemas dan gelisah, klien tampak
pucat, akral dingin, klien tampak cemas dan gelisah, tanda-tanda vital terutama tekanan
darah menurun, gambaran EKG gelombang T mendatar dan terbalik.
3) Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kapasitas
vaskuler yang ditandai dengan Klien mengatakan dirinya sangat lemas, klien mengeluh
mual dan muntah, klien tampak lemah, klien tampak mual dan muntah
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan produksi histamine dan
bradikinin oleh sel mast, Klien mengatakan gatal-gatal pada bagian kulit dan hidung,
klien tampak menggaruk-garuk badannya, tampak pruritus (ada hives), urtikaria, tampak
bengkak disekitar tubuh dan hidungnya
19
C. Intervensi
Hari / No Intervensi Keperawatan
tanggal Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan 1. Pastikan tidak 1. Menurunkan
tindakan keperawatan terdapat benda atau resiko aspirasi /
selama … x 24 jam di zat tertentu atau gigi masuknya suatu
harapkan pasien mampu palsu pada mulut benda asing ke
mempertahankan pola pasien faring
pernapasan efektif 2. Atur posisi klien : 2. Meningkatkan
dengan kriteria hasil : Letakkan pasien pada aliran sekret,
- Klien tidak mengeluh posisi sim, mencegah lidah
sesak permukaan datar dan jatuh &
- Bernafas spontan miringkan kepala menyumbat jalan
tanpa bantuan O2 pasien nafas
- Tidak ada 3. Lakukan 3. Menurunkan
penggunaan otot penghisapan sesuai resiko aspirasi atau
bantu nafas dan indikasi asfiksia
cuping hidung
- RR normal 16-20 4. Kolaborasi : 4. Kolaborasi :
x/menit Berikan tambahan O2 Untuk
atau ventilasi manual menurunkan
sesuai kebutuhan hipoksia cerebral
21
5. Untuk membantu
5. Kolaborasi dengan mengurangi
tim medis lainnya demam dan respon
dalam pemberian metabolisme,
obat-obatan sesuai menurunkan cairan
indikasi, missal: tak kasat mata
antipiretik (aceta
minofen)
4 Setelah dilakukan 1. Kaji kulit setiap 1. Untuk
tindakan keperawatan hari. Catat warna mengetahui ada
selama … x 24 jam kulit, turgor kulit, tidaknya
diharapkan dapat sirkulasi dan sensasi perubahan kulit
- menunjukan kemajuan
pada luka atau 2. Perthankan hygiene 2. Mempertahankan
penyembuhan dengan kulit, misalnya kebersihan karena
kriteria hasil : membasuh dan kulit tiap kering
- Klien tidak lagi kemudian dapat menjadi
menggaruk – garuk mengeringkan barier infeksi dan
badannya dengan hati-hati dan masase dapat
- Klien merasa nyaman melakukan masase meningkatkan
- Klien dapat dengan sirkulasi kulit dan
mempertahankan menggunakan lotion kenyamanan
integritas kulitnya atau cream 3. Friksi kulit di
3. Pertahankan sebabkan oleh kain
- kebersihan yang berkerut dan
lingkungan pasien basah yang dapat
seperti seprei bersih menyebabkan
kering dan tidak iritasi dan
berkerut potensial terhadap
infeksi
4. Menurunkan
22
tekanan pada kulit
D. Sarankan pasien dari istirahat lama
untuk melakukan di tempat tidur
ambulasi beberapa
jam sekali jika 5. Kuku yang
memungkinkan panjang atau kasar
dapat
5. Gunting kuku secara meningkatkan
teratur kerusakan dermal
6. Kolaborasi :
Digunakan pada
perawatan lesi
6. Kolaborasi : kulit. Jika
Gunakn atau berikan digunakan salep
obat-obatan atau multi dosis,
sistemik sesuai perawatn harus
indikasi. dilakuakn untuk
menghindari
kontaminasi silang
23
E. Implementasi
24
F. Evaluasi
Hari / No
Catatan Perkembangan Paraf
Tgl Jam Dx
1 S : Klien mengatakan sesaknya mulai berkurang Mahasiswa
O : Tampak rileks saat bernafas
- Bernafas dengan bantuan O2
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas dan
cuping hidung
- RR masih dibawah batasan normal
A : Masalah pola nafas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan, no : 1,2,3
1. Kaji tanda – tanda vital terutama pernafasan
2. Atur posisi klien : kepala hiperekstensi
3. Atur posisi klien :semi fowler/ trendelenburg
25
2. WOC
Cairan & protein hilangkedalam red flare (kemerahan) peningkatan tekanan kapiler
Ruang jaringan secara cepat & peningkatan permeabilitas
26
DAFTAR PUSTAKA
Ellis, Anne and James Day. “Diagnosis and Management of Anaphylaxis ” Canadian Medical
Association Journal 169(2003): 1-4.
Janeway, C.A., Travers, P., Walport, M., Schlomchik, M. Immunobiology 6th Ed: The Immune
System in Health and Disease. New York: Garland Publishing, 2005.
Sampson, Hugh. “Anaphylaxis and Emergency Treatment.” Pediatrics 111 (2003): 1601-1608.
27