Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYPOID ( THYPOID FEVER )

KONSEP DASAR
TYPOID FEVER

A. DEFINISI
Demam typoid adalah infeksi yang disebabkan oleh salmonella thypi atau salmonella
parathyphi A, B dan C. penyakit ini mempunyai tanda yang khas berupa penjalaran yang
cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai demam, taksosnia, pembesaran limpa dan
erupsi kulit (Soedarto, 1990).
Demam typoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang berlangsung 3-5 minggu,
disebabkan oleh salmonella thypoi yang ditandai demam tingi, sakit kepala lemah, batuk,
spienomegali, gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses yang menyerupai sop katang
dan leukopeni.(Darmawati, 1990)

B. ETIOLOGI (www.medikastore.com 04/01/2007)


Demam tipoid dan demam paratipoid disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C.

C. TANDA DAN GEJALA (Soedarto,1990)


 Pola awal penyakit keluhan dan tanda gejala meliputi
- Anoreksia
- Rasa malas
- Sakit kepala bagian depan
- Nyeri otot
- Gangguan nyeri perut
 Pada minggu ke I keluhannya
- Demam hingga 400C
- Denyut nadi lemah
- Nadi 80-100 x/mnt
Akhir minggu ke I
- Lidah tampak kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan tepi
- Epistaksis
- Tenggorokan kering dan beradang
- Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa
- Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna
 Pada minggu ke II
Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas
 Pada minggu ke III
- Gejala berkurang dan suhu mulai turun
- Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan ulkus
- Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium
- Otak bergerak terus
- Inkontinentia urine
- Nyeri perut
- Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi perforasi usus, keringat
dingin, sukar bernapas dan denyut nadi lemah, menandakan ada perdarahan.
 Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)
- Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi
- Mereda 2-4 minggu
- Malaise tetap ada selama 1-2 bulan

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI (www.medikastore.com 04/01/2007)


Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan
dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan
oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus,
kemudian berkembang biak.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik
maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M). selanjutnya ke lamina propia.
Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian
dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika.
Melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi
darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda
penyakit infeksi sistemik.
Didalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu. Berkembang biak dan di
ekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari bakteri ini
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama
kemudian terjadi lagi, tapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Bakteri salmonella thypi
yang berada di dalam makrofag yang telah teraktivasi, akan merangsang makrofag menjadi
hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator (sintokin) yang akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi sistemik seperti : demam dan koagulasi, pada keadaan yang lebih berat
dapat terjadi sepsis dan syok septik.
Di dalam plaques payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperflasia
jaringan salmonella typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe
lambat yang dapat menyebabkan hyperplasia dan nekrosis jaringan. Perdarahan saluran
cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah plaques payeri yang mengalami hiperflasia
patologis jaringan limpoid ini dapat berkembang ke lapisan otot. Lapisan serosa usus
sehingga dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin yang dihasilkan samonella typhi dapat
menempel direseptor sel endotel kapiler seluruh organ, sehingga bisa menimbulkan
komplikasi kardiovaskuler, gangguan neuropsikiatrik dan gangguan organ lainnya.

E. KOMPLIKASI (www.medicastore.com 04/01/2007)


 Komplikasi intestinal
a. Perdarahan intestinal
Pada plaques payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka, jika luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya jika
luka menembus dinding usus maka perforasi terjadi, apalagi kalau terjadi gangguan
koagulasi.
b. Perforasi usus
Biasa timbul pada minggu ke 3 namun dapat terjadi pula minggu ke 1. gejalanya : mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah menyebar keseluruh perut
disertai tanda-tanda ileus.
 Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi paru
Dapat terjadi pneumoni, empiema atau pleuritis
b. Komplikasi hepatobilier
Pembengkakan hati ringan di jumpai pada 50% penderita
c. Komplikasi kardiovaskuler
Miokarditis terjadi 1-5% penderita, sedangkan kelainan EKG pada 10-15% penderita
d. Komplikasi neuropsikiatrik
Gejala dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semikoma/ koma
F. PATHWAY
Pathway demam thypoid dapat dilihat disini.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis demam tipoid dapat dipastikan dengan kultur dari darah dan bahan yang
dicurigai yang positif tapi hasil kultur yang negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.
Reaksi widal dengan titer antibody O 1/200 atau titer antibody H 1/400 menunjang diagnosis
empat kali lipat setelah 1 minggu dapat memastikan diagnosis demam tipoid.

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan
anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan ujiwidal (www.medicastore.com 04/01/2007)
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhi. Pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri salmonella tupi dengan antibody
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka demam tifoid.

I. PENATALAKSANAAN (www.medicastore.com 04/01/2007)


Hingga saat ini tetap digunakan Trilogi penatalaksanaan demam tifoid
1. Istirahat tirah baring dan perawatan profesional, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat pernyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur,
pakaian, dan perlengkapan yang dipakai serta hygiene perorangan. Posisi penderita perlu di
awasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan rasa
nyaman dan kesehatan penderita secara optimal. Dimasa lalu penderita diberi diet bubur
saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya nasi, yang perubahannya
disesuaikan dengan tingkat kesembuhan penderita. Bubur saring ditujukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini karena
pendapat bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(menghindari sementara sayuran berserat) dapat diperiksa dengan aman pada penderita
demam tifoid. Sebaiknya pemilihan diet diserahkan sesuai kemauan penderita.
3. Pemberian antibiotik, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran bakteri. Obat
antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan demam tifoid adalah :
a. Kloramfenikol
Obat yang paling unggul tapi tidak memataikan, sehingga sering timbul pembawa hasil. Juga
dapat mengakibatkan anemia anoplastik.
Dosis : 100 mg/kg. Dibagi per oral atau IV
Kontra indikasi : hipersensitivitas, anemia, wanita hamil dan menyusui.
Indikasi : typhord fever dan infeksi yang disebabkan salmonella
Efek samping : bisa membuat lidah pahit setelah minum.
b. Ampicillin dan amoxilin
Kerja lebih lambat dari chorampenikol, bisa 5-6 hari, sedang chlorampenicol rata-rata 1 hari.
Juga menimbulkan pembawa basil.
Dosis : 1-2 gr IV untuk 2 minggu
Kontra indikasi : hipersensitivitas penicillin, infeksi mononukleusis.
Indikasi : thypoid fever, infeksi resp trat, GUT dan ENT, kulit dan jaringan
Efek samping : reaksi alergi, anafilaksis
c. Thrampenicol
Bekerja lebih lambat dari ampicilin, karena itu baru dipakai bila resistensi terhadap
chlorampenicol dan ampicillin.
Dosis : 4 x 0,5 gr selama 10-15 hari
Kontra indikasi : hipersensitivitas, anemia wanita hamil dan menyusui
Indikasi : Resp tract, hepato-biliary, GIT dan ENT, infeksi thipoid dan paratyphoid.
Efek samping anemia aplastik, distress GI, optic peripheral neuritis.
d. Trimethropin – cotrimoxasaol
Untuk organisme yang resisten terhadap obat-obatan dan menghilangkan demam, juga
mengobati pembawa basil. Bila pemakaian lama mengakibatkan gangguan darah.
Dosis : 2 tablet atau 1 caplet forte
Kontra indikasi : hipersensitifitas sulfonamide gangguan fungsi renal dan hepar, bayi kurang
bulan, ibu hamil dan menyusui.
Indikasi : infeksi salmonella
Efek samping leucopenia, trombositopenia, megaloblastik

J. ASUHAN KEPERAWATAN
Ada proses keperawatan yang merupakan pendekatan secara sistematis untuk
mengenal kebutuhan pasien dan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis untuk
memperbaiki kesehatan klien hingga maksimal dengan tahap berikut :
1. Pengkajian
a. Data yang dikumpulkan meliputi unsur biopsikospiritual yang komprehensif.
Data berasal dari klien, keluarga, tenaga kesehatan dan catatan dari status klien serta
pemeriksaan penunjang. Selain mengkaji dengan anamnesa, juga dilakukan pemeriksaan
fisik dengan cara inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi.
b. Pengelompokan data dari penyakit febris typhoid
1) Suhu badan, minggu ke 1 mencapai 400C selama 3-4 minggu
2) Gejala subjektif : pusing, anoreksia, malaise
3) Nadi : saat demam lambat
4) Abdomen : pembesaran limfa, nyeri abdomen, distensi abdomen
5) Kulit : serat spot putih setelah minggu 1 sering terjadi infeksi kulit

6) Respirasi : batuk non produtktif


7) Gastrointestinal : konstipasi, diare, komplikasi cholecystitis akut
8) Sensori : mungkin terjadi ketulian, otitis media bila berlanjut akan terjadi ketulian
9) Musculoskeletal : nyeri sendi karena keterbatasan aktivitas
10) Saluran kemih : retensio urine
11) Kardiovaskuler : tachykardi, hipotensi dan shock jika perdarahan, infeksi sekunder dan
septicemia.
12) Central nervus sistem : delirium, stupor, perubahan kepribadian, katatonik apasia.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertemi yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh sekunder terhadap
proses infeksi salmonella typhoid.
Definisi : Temperatur tubuh meningkat melebihi batas normal
Tujuan : Suhu tubuh klien turun dan bertahan dalam batas normal setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
Kriteria Hasil
Tid Jar Kad Ser Sela
ak an ang- ing lu
Indikator per g kada
nah ng
1 2 3 4 5
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 1 2 3 4 5
Tidak 1 2 3 4 5
menunjukkan nyeri
kepala
Tidak 1 2 3 4 5
menunjukkan nyeri
otot
Tidak 1 2 3 4 5
menunjukkan
iritabilitas
Perasaan ngantuk 1 2 3 4 5
Perubahan warna 1 2 3 4 5
kulit
Kejang otot 1 2 3 4 5
Timbul benjolan 1 2 3 4 5
ketika dingin
Berkeringat ketika 1 2 3 4 5
panas
Menggigil ketika 1 2 3 4 5
dingin
Nadi 1 2 3 4 5
Respirasi 1 2 3 4 5
Hidrasi adekuat 1 2 3 4 5
Melaporkan 1 2 3 4 5
nyaman saat panas

Intervensi :
1) Observasi TTV (suhu, nadi respirasi) tiap 8 jam
2) Beri kompres hangat/ dingin
3) Lakukan hidrasi
4) Awasi tanda-tanda hidrasi
5) Awasi masukan dan keluaran
6) Jelaskan pentingnya mengenakan pakaian yang agak longgar
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
2. Nyeri yang berhubungan dengan agen injury fisik
Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya keruskan, serangan
mendadak atau perlahan-lahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi
atau diprediksi, durasi kurang dari 6 bulan
Tujuan : Klien mampu mentoleransi level nyerinya setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam

Kriteria Hasil
Sel Seri Ka Jara Tid
alu ng da ng ak
ng per
- na
Indikator ka h
da
ng
1 2 3 4 5
Melaporkan nyeri 1 2 3 4 5
Mempengaruhi kondisi 1 2 3 4 5
tubuh
Melaporkan frekuensi 1 2 3 4 5
nyeri
Episode nyeri yang 1 2 3 4 5
panjang
Ekspresi bibir nyeri 1 2 3 4 5
Ekspresi wajah nyeri 1 2 3 4 5
Menjaga posisi tubuh 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Menunjukkan tekanan 1 2 3 4 5
otot
Menunjukkan 1 2 3 4 5
perubahan RR
Menunjukkan 1 2 3 4 5
perubahan HR
Perubahan TD 1 2 3 4 5
Menunjukkan 1 2 3 4 5
perubahan pupil
Berkeringat saat nyeri 1 2 3 4 5
Kehilangan nafsu 1 2 3 4 5
makan

Intervensi
1) Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, skala
nyeri dan faktor pencetus.
2) Observasi TTV
3) Beri posisi nyaman pada klien
4) Observasi respon nonverbal tentang ketidaknyamanan
5) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
6) Anjurkan penggunaan cara mengontrol nyeri saat nyeri berlangsung
7) Laksanakan terapi analgesik sesuai advis dokter

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd ketidakmampuan dalam


mencerna/mengabsorbsi makanan karena faktor biologis
Definisi : Intake nutrisi tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien tercukupi/seimbang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria Hasil
Tid Kura Jara Aga Ade
ak ng ng k kuat
ade adek ade adek
Indikator
kua uat kuat uat
t
1 2 3 4 5
Intake makanan 1 2 3 4 5
oral
Intake makanan 1 2 3 4 5
lewat selang
Intake minuman 1 2 3 4 5
oral
Cairan masuk 1 2 3 4 5
Jumlah makanan 1 2 3 4 5
dan minuman
yang masuk

Intervensi
1) Monitor nutrisi
- Monitor adanya mual, muntah
- Monitor level energi kelelahan, kecapekan dan kelemahan
2) Terapi nutrisi
- Monitor intake makan/ minum
- Beritahu pada pasien tentang pentingnya nutrisi yang dibutuhkan
3) Manajemen nutrisi
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Berikan diit selagi hangat
- Kolaborasi dengan ahli gizi
4. Intoleransi aktivitas ybd efek deconditioning tirah baring
Tujuan : Aktivitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
Definisi : Tenaga yang dihasilkan dari metabolisme tubuh tidak mencukupi untuk
melakukan aktivitas.
Kriteria Hasil
Tergan Memer Memerl Mandiri Man
tung lukan ukan dengan diri
bantua pengaw menggun
Indikator n asan akan alat
orang
lain
1 2 3 4 5
Saturasi oksigen 1 2 3 4 5
sebelum dan
sesudah aktivitas
Perubahan nadi 1 2 3 4 5
Perubahan 1 2 3 4 5
respirasi
Perubahan 1 2 3 4 5
sistolik
Perubahan 1 2 3 4 5
diastolik
ECG WNL 1 2 3 4 5
Warna kulit 1 2 3 4 5
Usaha respirasi 1 2 3 4 5
sebelum dan
setelah aktivitas
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Langkah saat 1 2 3 4 5
berjalan
Toleransi untuk 1 2 3 4 5
naik tangga
Kekuatan 1 2 3 4 5
Melaporkan 1 2 3 4 5
kemampuan
aktivitas ADL
Kemampuan 1 2 3 4 5
untuk
melaporkan
setelah
beraktivitas

Intervensi
1) Kaji ulang kemampuan aktivitas klien dalam memenuhi ADL
2) Observasi kemampuan ADL setiap hari
3) Bantu dalam ADL klien sesuai kemampuan klien, anjurkan untuk melakukan ADL sendiri
4) Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam pemenuhan ADL
5) Laksanakan advis dokter untuk pemberian vitamin

5. Resiko infeksi ybd prosedur invasif


Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Tujuan : Infeksi pada klien tidak terjadi setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
Kriteria Hasil
B A Kad Jar Tid
er g ang- an ak
at a kada g per
k ng na
Indikator
b h
er
at
1 2 3 4 5
Volume aliran dalam 1 2 3 4 5
batas yang
diinginkan
Warna kulit 1 2 3 4 5
Tidak menunjukkan 1 3 3 4 5
drainage
Suhu tubuh 1 3 3 4 5
Memar 1 3 3 4 5
Sensasi 1 3 3 4 5
Tidak menunjukkan 1 3 3 4 5
hematome
Tidak menunjukkan 1 3 3 4 5
perdarahan
Nadi peripheral 1 3 3 4 5
Suhu kulit tepi 1 3 3 4 5
Warna kulit tepi 1 2 3 4 5
Tidak menunjukkan 1 2 3 4 5
edema periperal
Penempatan selang 1 2 3 4 5
Menggumpal 1 2 3 4 5
Tidak menunjukkan 1 2 3 4 5
infeksi pada jaringan
vital

Intervensi
1. Observasi TTV
2. Observasi tanda dan gejala infeksi baik local dan sistemik
3. Jaga kebersihan `daerah penusukan infus
4. Jelaskan pada klien dan keluarga dan tentang tanda-tanda infeksi
5. Anjurkan untuk makan-makanan yang tinggi protein
6. Laksanakan advis dokter untuk pemberian antibiotik
6. PK perdarahan ( Linda Juall carpenito, 2001)
Tujuan meminimalkan terjadinya perdarahan
Kriteria hasil
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Trombosit, Hb dalam batas normal
Intervensi
Observasi TTV
Kaji dan monitor adanya perdarahan
Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan Trombosit dan Hb
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi anti perdarahan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Jual, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta, EGC :
2001
H. Lismidar, et.al. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito, 1990.
Iowa Outcomes Project, Nursing Intervention Classification (NIC), Second Edition, Mosby,
St, Louis New York, 1996.
Iowa Outcomes Project, Nursing Outcomes classification (NOC), Second Edition, Mosby, St,
Louis New York, 1996.
Nanda, Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa Mahasiswa PSIK B. FK. UGM Yogyakarta,
2002.
Soedarto, Penyakit-Penyakit Di Indonesia, Jakarta : Widya Medika, 1990.
Winarto Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1990.

Anda mungkin juga menyukai