Definisi
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella enteric Serovar typhi (S typhi).
Gejala klinis dari demam tifoid yaitu demam berkepanjangan,
bakterimia, serta invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel-sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelanjar
limfe, usus dan peyer’s patch.
Epidemiologi
Menurut data WHO (World Health Organization)
memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17
juta jiwa per tahun, angka kematianakibat demam typhoid
mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia
sendiri, penyakit Typhoid bersifat endemik, menurutWHO
angka penderita demam typhoid di Indonesia mencapai 81%
per 100.000 (Depkes RI,2013).
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini
berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora,
motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak dengan
rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa
minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan
debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C)
selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi.
Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan. Setelah
kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk
ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis.
Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme
membrane ruffling, actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian
Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah
melalui sistem limfatik.
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah
biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-
organ system retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat
melakukan replikasi dalam makrofag.
Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan
menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia
sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik.Pada tahapan
ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di
mukosa ileum terminal.
Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses infl amasi yang meng-akibatkan nekrosis
dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat
terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan
untuk berproliferasi kembali.Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai
pembawa kuman atau carrier
Gejala klinik
Demam tinggi lebih dari 7 hari, dengan sakit kepala kenaikan temperatur
mencapai 40-41ºC
Sakit kepala
Malaise
Menggigil
Bertahan 4-8 minggu (bila tidak diobati)
Nyeri otot, anoreksi
Mual, muntah
Obstipasi, diare
Perut tak enak
Demam/bradikasi relatif
Lidah kotor di tengah, tepi dan ujung merah, tremor
Stupar, delirium, somnolen, koma
Epistaksis
Diagnosis Demam Tifoid
Anamnesa
Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten dan kenaikan suhu step-ladder. Demam
tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.
Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal
Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB
berdarah
Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia
Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau kejang.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.
Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari yang ringan, seperti apatis, somnolen, hingga
yang berat misalnya delirium atau koma)
Demam, suhu > 37,5oC.
Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu
1oC.
Ikterus
Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis
Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik), hepatosplenomegali
Delirium pada kasus yang berat
Pemeriksaan penunjang
1. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leucosis
Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit normal, limfositosis relatif,
monositosis, trombositopenia (biasanya ringan), anemia.
2. Serologi
a.IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama
demam
b. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
TesWidal tidak direkomendasi
Non-Medikamentosa
Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat, yaitu berupa:
Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus.
Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar
meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.
Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
Medikamentosa
Pengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian antibiotik yang
sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen cairan, serta pengenalan
dini dan tata laksana terhadap komplikasi (perdarahan usus, perforasi, dan gangguan
hemodinamik). Pengobatan akan berhasil baik bila penegakan diagnosis dilakukan dengan
tepat.
1) Pengobatan Kausal
a. Lini Pertama
1. Kloramfenikol
Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih sensitif untuk Salmonella typhi.
Kloramfenikol dapat menekan produksi sumsum tulang sehingga pemberian kloramfenikol
memerlukan perhatian khusus pada kasus demam tifoid dengan leukopenia (tidak
dianjurkan pada leukosit < 2000/ μl).Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya
angka relaps dan karier. Diberikan 10-14 hari dengan dosis 4x/hari dengan sediaan 500mg.
2. Ampisilin / Amoksisilin
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurangapabila dibandingkan dengan
kloramfenikol. Pemberian ini memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol
walaupun penurunan demam lebih lama. Antibiotik ini banyak digunakan untuk pengobatan
infeksi lain sehingga kemungkinan resisten menjadi lebih tinggi.
3. Kotrimoksasol
Antibiotik ini banyak digunakan untuk pengobatan infeksilain sehingga kemungkinan
resisten menjadi lebih tinggi.
b. Lini Kedua
1. Seftriakson
Pada anak besar (> 9 tahun) sering dijumpai demam tifoidberat yang
menyerupai manifestasi pada orang dewasa. Pada keadaan ini, antibiotik
sefalosporin generasi ketiga yang diberikan secara parenteral menjadi pilihan.
2. Sefiksim
Akhir-akhir ini, sefiksim oral sering digunakan sebagaialternatif. Indikasi
pemberian sefiksim adalah jika terdapat penurunan jumlah leukosit hingga <
2000/μl atau dijumpai resistensi terhadap S. typhi.
3. Kuinolon
Efikasi obat golongan ini terhadap demam tifoid cukup baik.Fluorokuinolon
memiliki angka kesembuhan mendekati 100 % dalam kesembuhan klinis dan
bakteriologis disamping kemudahan pemberian secara oral.
4. Asitromisin
Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunandemam pada hari ke 4.
Antibiotik ini diberikan selama 5-7 hari
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam komplikasi intestinal
(dalam saluran cerna) dan ekstraintestinal (luar saluran cerna).
Komplikasi intestinal berupa perdarahan usus, perforasi usus, ileus
paralitik. Komplikasi ekstraintestinal bisa mengenai banyak organ di
tubuh. Komplikasi kardiovaskular berupa kegagalan sirkulasi perifer
(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. Komplikasi
darah berupa anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolitik. Komplikasi paru
berupa pneumonia, empiema dan pleuritis. Komplikasi hepar dan
kandung kemih berupa hepatitis dan kolelitiasis. Komplikasi ginjal berupa
glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. Komplikasi tulang
berupa osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. Komplikasi
neuropsikiatrik berupa delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia