Anda di halaman 1dari 18

1.

Infeksi Bakteri Typus


a. Definisi
Tyfus atau tifoid adalah penyakit sistemik serius yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhidengan masa inkubasi 0-20 hari. Di Indonesia insiden demam tifoid
masih tinggi, bahkan mungkin tertinggi di antara negara-negara dunia ketiga dan
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (Cut Mutia, 2010).
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang
pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella typhosa atau Salmonella
paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (radang
lambung). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus,
tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau Thypus abdominalis karena
berhubungan dengan usus di dalam perut (Widoyono, 2002).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran (Sudoyo, 2009)
b. Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalu
barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement, dan
internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke
sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem
limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan
gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode
inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa dan
sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah
periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah
dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode
inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit
kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila
tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal.
Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang
mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus
dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam
organ-organ system retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi
kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa
kuman atau carrier
c. Gejala dan tanda
Keluhan dan gejala demam tifoid tidak khas, bervariasi dari gejala seperti flu ringan
sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara
klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepaanjangan, gangguan
fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. Secara garais besar, tanda dan gejala
yang ditimbulkan antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar, namun menjelang
malamnya demam tinggi. Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi yang
disertai banyak gejala seperti sakit kepala, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya
penderita akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-
asam atau pedas
3. Mual berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhiberkembang biak di hati dan
limfa, akibatnya terjadi pembengkakan, menekan lambung sehingga terjadi rasa
mual. Mual yang berlebihan mengakibatkan makanan tidak bisa masuk secara
sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa
kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Pembengkakan di hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, tak sadarakan dri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali
terjadi gangguan kesadaran.
7. Hati atau limpa ditemukan sering membesar dan nyeri tekan.
d. Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai
penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostic untuk mendapatkan
metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara
menyeluruh. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosa
demam tifoid dibagi dalam empat kelompok yaitu pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman, uji serologi dan
pemeriksaan kuman secara molekuler.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan
tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa biakan kuman.
1. Darah tepi
Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi normositik yang
terjadi akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang.Terdapat gambaran
leukopeni, tetapi bisa juga normal atau meningkat.Kadang-kadang didapatkan
trombositopeni dan pada hitung jenis didapatkan aneosinofilia dan limfositosis
relatif.Leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari
kesepuluh dari demam, menunjukkan arah diagnosis demam tifoid menjadi jelas.

2. Uji Serologis Widal


Uji ini merupakan suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O).Pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi
aglutinasi.Untuk membuat diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti
terhadap antigen O.Titer yang bernilai > 1/200 dan atau menunjukkan kenaikan 4
kali, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.Titer tersebut mencapai
puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita.Uji serologis ini
mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun spesifisitasnya yang
rendah dan intepretasi yang sulit dilakukan.Namun, hasil uji widal yang positif
akan memperkuat dugaan pada penderita demam tifoid.
3. Isolasi kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi Salmonella Typhi.Isolasi
kuman ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat dalam
tubuh.Diagnosis dapat ditegakkan melalui isolasi kuman dari darah.Pada dua
minggu pertama sakit , kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih
besar dari pada minggu berikutnya.Biakan yang dilakukan pada urin dan feses
kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah terjadi septikemia
sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang
mempunyai sensitivitas tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak
dipakai dalam praktek sehari-hari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan spesimen
empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
f. Penatalaksanaan
1. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring adalah
perawatan ditempat, termasuk makan, minum, mandi, buang air besar, dan buang
air kecil akan membantu proses penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga
kebersihan perlengkapan yang dipakai (Widodo et al 2014:552).
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid.
Berdasarkan tingkat kesembuhan pasien, awalnya pasien diberi makan bubur
saring, kemudian bubur kasar, dan ditingkatkan menjadi nasi. Pemberian bubur
saring bertujuan untuk menghindari komplikasi dan pendaraham usus (Widodo et
al 2014:553
3. Pemberian Antimikroba
Pemberian antimikroba bertujuan untuk menghentikan dan menghambat
penyebaran kuman. Obat-obatan yang sering digunakan adalah kloramfenikol,
tiamfenikol, ampisilin, dan kontrimoksasol ( sulfametaksosal 400 mg +
trimetoprin 80 mg) (Soedarto, 2009:129).
Sumber :
- Jurnal. Darius Hartanto. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada
Dewasa. Klinik Pratama Sathya Sai, Jakarta, Indonesia. 2021
(http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/1255/914)
- Jurnal Kesehatan Masyarakat. Yatnita Parama Cita. BAKTERI SALMONELLA
TYPHI DAN DEMAM TIFOID. 2011
(http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/87/93)
- http://repository.unimus.ac.id/1372/3/BAB%20II.pdf
-
2. Infeksi Protozoa (Malaria)
a. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa
genus Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran
limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut
maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit
dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala
demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa
Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan oleh parasit
plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
yang terinfeksi. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Asia
Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan. Terdapat 5 spesies parasit plasmodium yang
menyebabkan malaria pada manusia yaitu Plasmodium falsifarum, Plasmodium
vivax, Plasmodium oval, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi. Dari
beberapa spesies tersebut jenis Plasmodium falsifarum dan Plasmodium vivax
menjadi ancaman terbesar. Plasmodium falciparum merupakan malaria yang paling
berbahaya dapat menyebabkan malaria berat sementara Plasmodium vivax tersebar
paling luas terutama di Asia jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan
komplikasi hingga kematian terutama pada anak-anak.
Penderita malaria dapat terinfeksi satu atau lebih dari satu jenis parasit
plasmodium (mixed infection). Penyakit malaria biasanya ditandai dengan gejala
demam, menggigil, sakit kepala, mual-muntah dan sakit seperti flu, setiap jenis
malaria dapat muncul gejala yang berbeda. Pada infeksi malaria berat terjadi anemia
berat akibat hemolisis, sulit bernafas, gula darah rendah, penurunan kesadaran,
kejang, koma, atau kelainan neurologis.
b. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit
malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria
memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut
membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun
nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia
yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu
1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis
penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit malaria yang
menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena dapat menyebabkan berbagai
komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok, gagal
ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
2. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana yang ringan dimana demam terjadi setiap tiga hari.
Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa
minggu – 5 tahun setelah penyakit awal.
3. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama. Siklus di sel
darah merah terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.
4. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika Barat dan pulau-
pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria
ovale atau malaria tertiana benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.
5. Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria
falsiparum.
c. Gejala klinis malaria
Infeksi parasit malaria dapat mengakibatkan berbagai gejala, mulai dari tidak ada atau
sangat ringan sampai penyakit yang parah dan bahkan kematian. Periode dari
masuknya parasit sampai menimbulkan gejala klinis disebut masa inkubasi intrinsik,
masa inkubasi tergantung dari spesies. Gejala klinis muncul pada infeki malaria
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, jenis plasmodium dan jumlah parasit yang
menginfeksi. Gejala yang muncul tidak spesifik, seperti lemah, lesu,
ketidaknyamanan perut dan nyeri otot, demam diikuti dengan gejala prodormal
seperti rasa dingin atau menggigil dan berkeringat, sakit kepala, menggigil dan
muntah.
1. Demam
Sebelum timbul demam biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit
kepala, nyeri tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak di bagian
perut, diare ringan, dan kadang- kadang merasa dingin di punggung.
2. Splenomegaly (pembesaran limpa)
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis. Limpa merupakan
organ retikuloendotelial, plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan
limfosit. Penambahan sel- sel radang menyebabkan limpa bengkak dan terasa
nyeri. Lama- lama konsistensi limpa menjadi keras karena bertambahnya jaringan
ikat.
3. Anemia
Anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah disebabkan penghancuran sel
darah merah yang berlebihan oleh parasite malaria. Anemia timbul akibat
gangguan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang dan umur sel darah
merah yang lebih pendek. Plasmodium falciparum biasanya menginfeksi semua
sel darah merah, sehingga malaria falciparum lebih besar mengakibatkan anemia.
Infeksi P. vivax dan ovale menginfeksi sel darah merah muda saja dan P. malariae
menginfeksi sel darah merah tua saja sehingga pada infeksi jenis ini tidak
menimbulkan anemia namun pada infeksi kronik dapat menimbulkan anemia
berat.
4. Malaria Berat
Malaria berat biasanya terjadi oleh infeksi Plasmodium falciparum. Diagnosis
klinis malaria berat yaitu adanya satu atau lebih komplikasi, seperti malaria
serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemia (kadar gula
<40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi, dan saluran cerna, kejang
berulang, asidemia dan asidosis (penurunan pH darah karena gangguan asam-basa
di dalam tubuh), serta hemoglobinuria makroskopik (adanya darah dalam urine).
Anak-anak dengan malaria berat sering mengembangkan satu atau lebih seperti
anemia berat, gangguan pernapasan sehubungan dengan asidosis
metabolik, atau malaria serebral. Pada orang dewasa, keterlibatan multi-organ
juga sering.
d. Diagnosis Malaria
Malaria dapat dicurigai berdasarkan gejala-gejala dan tanda- tanda fisik yang
ditemukan pada saat pemeriksaan. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan
infeksi lain, seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan
infeksi saluran nafas. Diagnosis pada penyakit malaria dapat dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium Diagnosis pasti
dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium mikroskopis atau Rapid Diagnosis Tes
(RDT)
1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan dengan menanyakan beberapa hal yang berhubungan
keluhan dan faktor lainnya.
1) Menanyakan gejala utama seperti demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal
2) Memiliki riwayat tinggal di daerah endemik malaria, berkunjung dan
bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria, sakit malaria,
minum obat malaria satu bulan terakhir dan mendapat transfusi darah
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ini dapat dilakukan pada malaria tanpa komplikasi yaitu
pengukuran suhu (≥ 37,5OC), konjungtiva atau telapak tangan pucat, pembesaran
limpha (Splenomegali) dan pembesaran hati (Hepatomegali). Malaria dengan
komplikasi yaitu keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk maupun berdiri),
penurunan kesadaran kejang-kejang, urine berwarna kehitaman, panas sangat
tinggi, mata atau tubuh kuning. Umumnya pada kebanyakan kasus tanda-tanda
klinik awal malaria tidak khas dan perlu dikonfirmasi dengan tes laboratorium.
3. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ini didasarkan pada anamnesis berdasarkan dari gejala penyakit
dan faktor yang mendukung. Gejala awal malaria seperti demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, sakit otot, mual dan muntah tidak spesifik dan
ditemukan juga pada penyakit lain seperti flu dan infeksi virus lain. Di daerah
endemis malaria, semua orang demam ≥37,5oC atau dengan riwayat demam tanpa
sebab yang jelas dianggap suspek malaria, pada anak-anak yaitu hemoglobin <8
gr/dl atau telapak tangan pucat.(17) Namun di daerah dengan kejadian malaria
rendah perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium pada orang-orang berisiko
tinggi (pernah pergi ke daerah endemis malaria) dengan demam atau riwayat
demam.
4. Diagnosis Laboratorium
a. Pemeriksaan mikroskopis
Sejak ditemukan tahun 1904 pemeriksaan mikroskopis masih dianggap paling
baik sampai sekarang dan menjadi standar emas yang dapat mengidentifikasi
parasit malaria dengan pewarnaan giemsa. Pemeriksaan mikroskopis dapat
dilakukan dengan sediaan tebal maupun sediaan tipis. Prinsip kerja
pemeriksaan ini adalah pembuatan melihat parasit dengan pewarnaan giemsa
10x dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100 x pada 100 lapangan
pandang sampai ditemukan parasit.
b. Pemeriksaan dengan Rapid Diagnostic Test (Tes Diagnostik Cepat)
Tes ini sangat berguna pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar
biasa (KLB) dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium
serta untuk survei terbatas. Penyimpanan RDT sebaiknya di lemari es, tidak
disimpan di dalam Freezer. Alat tes ini sangat efektif digunakan dalam
diagnosis cepat malaria, keuntungan dari alat tes ini dimana tidak memerlukan
keahlian khusus seperti mikroskopis, siapa saja dapat menggunakan.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan
radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan
rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
Pengobatan malaria tanpa komplikasi :
1. Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera dibawah
ini:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister
amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan
blister artesunat terdiri dari 12 tablet.
Obat kombinasi diberikan per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian
sebagai berikut: Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.
Primakuin tidak boleh diberikan kepada:
- Ibu hamil
- Bayi<1 tahun\

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini


pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama
7(tujuh)hari.Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari,
dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak
usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu
hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan
tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan
dosis 4- 5 mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama
2. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae
a. Malaria vivaks dan Ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti
yang tertera dibawah ini:
Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria
vivaks dan malaria ovale. Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg basa/kgbb. Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb
per hari yang diberikan selama 14 hari dan diberikan bersama
klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak boleh
diberikan kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.
Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin.

Lini kedua : Kina + Primakuin


Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14
hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh
diberikan kepada Ibu hamil, bayi < 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.
Dosis kina adalah 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3 kali per hari. Pemberian
kina pada anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan
berat badan. Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama dengan cara
pemberian primakuin pada malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb
perhari selama 14 hari.
b. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen
sebelumnya hanya dosis perimakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali
per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb dan primakuin
diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Untuk penderita
defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesis ada keluhan
atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa,
primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara
mingguan. Klorokuin diberikan 1 kali per-minggu selama 8 sampai dengan 12
minggu, dengan dosis 10 mg basa/kgbb/kali Primakuin juga diberikan
bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,76 mg/kgbb/kali.
c. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-
hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb Pengobatan juga dapat
diberikan berdasarkan golongan umur penderita

Sumber :
- KEMETENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2017. BUKU
SAKU TATALAKSANA KASUS MALARIA.
- Jurnal. Julia Fitriany, Ahmad Sabiq. Malaria. Pediatrics,Faculty of Medicine,
Malikussaleh University, Uteunkot, Lhokseumawe, 24352, Indonesia.
3. Penyakit kelamin (Sifilis dan GO)
1. Sifilis
a. Definisi Sifilis
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete, Treponema
pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual.
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang ditandai dengan adanya lesi primer
kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lender dan juga
organ tubuh. Penyakit sifilis disebabkan oleh T. pallidum. T. pallidum merupakan
salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral (Andriana et al, 2012).
Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran
mukosa vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau
dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir
kehamilan (Prince SA & Wilson LM, 2006). Bakteri T. pallidum masuk dengan cepat
melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang lecet lalu masuk ke dalam
kelenjar getah bening dan aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh.
Bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti
membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik
meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu (Elvinawaty, 2014).
1. Sifilis Primer
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian dalam satu
sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik
dari sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang
bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta
dan berlokasi pada sisi T. pallidum pertama kali masuk. Chancre dapat ditemukan
dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum dan anus.
Dasar chancre banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap atau imunofluresen pada sediaan kerokan chancre
(Prince SA & Wilson LM, 2006).
2. Sifilis Sekunder
Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari
chancre dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan
menimbulkan beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang
paling sering terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan
susunan saraf pusat (Winn W, et al, 2006; Prince SA, 2006).
3. Sifilis Laten
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten
dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut. Pembagian
berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada pasien
yang tidak diobati. Pasien dengan sifilis laten dini dianggap lebih menular dari
sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium laten lanjut adalah positif,
tetapi penularan secara seksual tidak (Prince SA & Wilson LM, 2006).
4. Sifilis Tersier
Pasien dengan sifilis tersier tidak menular. Sifilis gumatous atau sifilis benigna
lanjut biasanya muncul 1-46 tahun setelah infeksi awal, dengan rerata 15 tahun.
Karakteristik pada stadium ini ditandai dengan adanya guma kronik, lembut,
seperti tumor yang inflamasi dengan ukuran yang berbeda-beda. Guma ini
biasanya mengenai kulit, tulang dan hati tetapi dapat juga muncul dibahagian lain
(Pommerville, 2010)
5. Sifilis kongenital
Merupakan penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibu yang menderita
sifilis. Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan
setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin
berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin
terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron
dapat ditemukan T. pallidum pada janin berusia 9-10 minggu (Agustini & Arsani,
2013).
b. Etiologi
T.pallidum merupakan anggota genus Spirochaetasmemiliki 4 spesies yang pathogen
terhadap manusia dan hewan. Spesies Leptospira menyebabkan leptospirosis. Spesies
Borella menyebabkan relapsingfever dan lymedisease. Spesies Brachyspira yang
menyebabkan infeksi usus, serta spesies Treponema yang secara umum menyebabkan
segolongan penyakit yang dsebut treponematoses. Spesies Treponema terdiri lagi dari
beberapa sub-spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, diantaranya :
1) Treponemapallidumsubsp.pallidum yang menyebabkan sifilis;
2) Treponemapallidumsubsp.pertenue yang menyebakan yaws;
3) Treponemapallidumsubsp.endemicum yang menyebabkan endemicsyphilis (bejel
dan
4) Treponemapallidumsubsp.carateum yang menyebabkan penyakit pinta.
Dari keempat subspeciesTreponema di atas, hanya sifilis yang merupakan peyakit
kelamin.

T.pallidumsubspeciespallidum berbentuk spiral tipis, mempunyai sel yang dibungkus


membranetrilaminarcytoplasmi, yang terdiri dari lapisan peptidoglikan serta lipid-
richoutermembrane yang hanya memiliki sedikit protein sehingga berguna untuk
menghindari deteksi sistem imun. Untuk mobilisasi organisme ini memiliki
endoflagella
T.pallidum tidak dapat dikultur secara invitro. Memiliki beberapa gen yang
bertanggung jawab pada transport asam amino, karbohidrat dan elektrolit. Organisme
ini memiliki singlecirculargeome yang stabil tanpa elemen yang mudah berpindah-
pindah seperti bakteri lain. Hal ini menyebabkan organisme ini sulit bermutasi dan
mungkin dapat menjelaskan rendahnya kejadian resistensi antibiotika pada sifilis.
c. Diagnosis
Diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan laboratorium dan kadang-kadang radiologi. Pemeriksaan laboratorium
yang tersedia adalah pemeriksaan sediaan langsung (misalnya mikroskop lapangan
gelap, direct fluorescent antibody test dan nucleic acid amplification test), serologi
(treponemal dan non treponemal test) dan pemeriksaan cairan serebrospinal.
Yang termasuk kelompok resiko tingg iadalah:
1) kontak seksual dengan penderita sifilis, termasuk kelompok risiko tinggi
(LSL, PSK, waria) yang termasuk juga diantaranya gelandangan dan
pengguna narkoba suntik (penasun),
2) penderita dengan partner seksual multipel,
3) penderita dengan infeksi HIV, dan penyakit menular seksual lainnya. Yang
juga termasuk kelompok risiko tinggi adalah semua pasangan seksual dari
kelompok diatas
a. Pemeriksaan sediaan Langsung
Pada sifilis primer, sekunder, dan tersier; pemeriksaan langsung apusan dari
lesi mukokutan dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap atau
pewarnaan immunofleresensi adalah pemeriksaan yang tercepat untuk dapat
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan pada chancre, condyloma lata dan
mucouspatches memberikan angka positif yang tinggi karena lesi- lesi ini
mengandung banyak trepoema. Walaupun demikian pemeriksaan langsung
dari kulit kering ataupun aspirasi KGB juga dapat memeberikan hasil positif
b. Pemeriksaan serologis
Ada 2 macam pemeriksaan serologi pada sifilis :
1) pemeriksaan terhadap antibody reaginic nonspesifik non treponemal
Pemeriksaan pertama lebih murah, cepat dan mudah bila digunakan
sebagai alat skrining pada jumlah sampel yang besar, misalnya pada donor
darah. Selain itu, tes non-treponemal dapat digunakan untuk memantau
aktivitas pengobatan
2) antibodi spesifik anti-treponemal.
Tes spesifik dapat memastikan adanya infeksi sifilis saat ini atau pada
masa lalu. Kedua tes ini biasanya digunakan bersama-sama. Tes serologis
sifilis jarang memberikan hasil negatif palsu kecuali pada orang tua
c. Tes diagnostic cepat (Rapid diagnostic test)
Rapid testsifilis yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori tes spesifik
Treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai spesies
treponema (tidak selalu Tpallidum), sehingga tidak dapat digunakan
membedakan infeksi aktif dari infeksi yang telah diterapi dengan baik. TP
Rapid hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi
treponema,namun tidak dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami
infeksi aktif.

d. Penatalaksanaan
Berdasarkan Guideline WHO untuk terapi Treponemapallidum (syphilis) 2016:
1. Sifilis dini (primer, sekunder dan sifilis laten dini durasi tidak lebih dari 2 tahun

a. Dewasa dan remaja, rekomendasi :


1) Pada dewsa dan remaja dengan sifilis dini, guideline WHO infeksi
menular seksual (Sexuallytransmittedinfections (STI) merekomendasikan
benzathine penicillin G 2.4 juta unit secara intramuskular tanpa perawatan
2) Bila penisilin benzathine atau procaine tidak dapat digunakan (misalnya
karena alergi penisilin) atau tidak tersedia (misalnya karena stok habis),
pedoman WHO STI menyarankan penggunaan doksisiklin 100 mg dua
kali sehari secara oral selama 14 hari atau ceftriaxone 1 g intramuskular
sekali sehari. Selama 10-14 hari, atau dalam 8keadaan khusus, azitromisin
2 g sekali secara oral
b. Wanita hamil, rekomendasi :
1) Pada wanita hamil dengan sifilis dini, pedoman WHO STI
merekomendasikan penisilin benzathine G 2,4 juta unit sekali secara
intramuskular tanpa pengobatan lanjutan.
2) Pada wanita hamil dengan sifilis dini, pedoman WHO STI lebih
menyarankan penggunaan penisilin benzathine G 2,4 juta unit sekali
secara intramuskular daripada prokain penisilin 1,2 juta unit secara
intramuskular sekali sehari selama 10 hari. Bila penisilin benzathine atau
procaine tidak dapat digunakan (misalnya karena alergi penisilin dimana
desensitisasi penisilin tidak mungkin dilakukan) atau tidak tersedia
(misalnya karena stok habis), pedoman WHO STI menyarankan
penggunaan, dengan hati-hati, eritromisin 500 mg secara oral sebanyak
empat kali, setiap hari selama 14 hari atau ceftriaxone 1 g intramuskular
sekali sehari selama 10-14 hari atau azitromisin 2 g sekali secara oral.
2. Sifilis Lanjut (durasi infeksi lebih dari dua tahun tanpa bukti infeksi treponemal)
a. Dewasa dan remaja, rekomendasi
1) Pada orang dewasa dan remaja dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang
tidak diketahui, pedoman WHO STI merekomendasikan
benzathinepenicillinG 2,4 juta unit secara intramuskular sekali seminggu
selama tiga minggu berturut-turut tanpa perawatan.
2) Pada orang dewasa dan remaja dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang
tidak diketahui, pedoman WHO STI lebih menyarankan benzathine
penisilin G 2,4 juta unit secara intramuskular sekali seminggu selama tiga
minggu berturut-turut daripada prokain penisilin 1,2 juta unit sekali sehari
selama 20 hari. Bila penisilin benzathine atau procaine tidak dapat
digunakan (misalnya karena alergi penisilin dimana desensitisasi penisilin
tidak mungkin dilakukan) atau tidak tersedia (misalnya karena stok habis),
pedoman WHO STI menyarankan penggunaan doksisiklin 100 mg dua
kali sehari secara oral selama 30 hari.
b. Wanita hamil, rekomendasi :
1) Pada wanita hamil dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak
diketahui, pedoman WHO STI merekomendasikan penicillinbenzathine G
2,4 juta unit secara intramuskular sekali seminggu selama tiga minggu
berturut-turut tanpa perawatan
2) Pada wanita hamil dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak
diketahui, pedoman WHO STI menyarankan penicillinbenzathine G 2,4
juta unit secara intramuskular sekali seminggu selama tiga minggu
berturut-turut daripada penisilin prokain 1,2 juta unit secara intramuskular
sekali sehari selama 20 hari. Bila penisilin benzathine atau procaine tidak
dapat digunakan (misalnya karena alergi penisilin dimana desensitisasi
penisilin tidak mungkin dilakukan) atau tidak tersediam(misalnya karena
stok habis), pedoman WHO STI menyarankan penggunaan, dengan hati-
hati, eritromisin 500 mg secara oral sebanyak empat kali, setiap hari
selama 30 hari.
3. Sifilis Kongenital
Infant, Recomendasi :
1) Pada bayi dengan sifilis bawaan yang dikonfirmasi atau bayi yang normal
secara klinis, namun ibunya memiliki sifilis yang tidak diobati, sifilis yang
tidak diobati secara memadai (termasuk pengobatan dalam 30 hari persalinan)
atau sifilis yang diterapi dengan rejimen non-penisilin, pedoman WHO STI
menyarankan Penisilin benzil atau penisilin prokain.
2) Pada bayi yang normal secara klinis dan ibu yang memiliki sifilis yang telah
diobati adekuat dengan tidak ada tanda-tanda reinfeksi, pedoman WHO STI
menyarankan pemantauan ketat pada bayi

2. Gonorrhea
a. Definisi
Gonorea dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae yang sering menyerang membran mukosa uretra pada pria
dan endoservik pada wanita. Gonore sering ditularkan melalui kontak seksual.
b. Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokokok yang ditemukan oleh Albert Ludwig
Siegmund Neisser berkebangsaan Jerman, melalui pengecatan hapusan duh tubuh
uretra, vagina dan konjungtiva dan pertama kali di kultur in vitro tahun 1882 oleh
Leistikow. Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri diplokokus gram negatif
yang aerob dan berbentuk seperti biji kopi. Terletak intraselular yang biasanya
terdapat di dalam leukosit polimorfonuklear.
c. Pathogenesis
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau melalui
penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai epitel
kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi 5
tahap sebagai berikut :
1. Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan selaput
lender dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.
2. Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi
selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terutama terdiri
dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-
sel dari permukaan selaput lendir. Protein membran luar PII Oppacity
associated protein (OPA) kemudian membantu bakteri mengikat dan
menyerang sel inang.
3. Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses yang
disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel kolumnar,
membentuk vakuola.
4. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel inang,
dimana bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam jaringan
subepitel dengan proses eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo
Oligo Sakharida) dilepaskan selama infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan
mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria LOS. LOS merangsang tumor
necrosis factor, atau TNF, yang akan mengakibatkan kerusakan sel.
5. Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil.
Selaput lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan
neutrofil pada jaringan ikat subepitel. Respon imun host memicu Neisseria
gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang
menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi dan mempromosikan virulensi.
d. Diagnosis
Diagnosis gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnostik laboratorium yang digunakan antara lain:
1) Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis yang digunakan adalah dengan pengecatan gram.
Pengambilan sampel dari swab endoservik pada wanita. Hasil positif akan
tampak diplokokus gram negatif. Pengecatan positif pada wanita memiliki
sensitivitas sebesar 30% - 50% dan spesifitas sebesar 90-99 %
2) Kultur
Untuk identifikasi dilakukan pembiakan dengan menggunakan media selektif
yang diperkaya yaitu Media Thayer Martin yang mengandung vankomisin,
dan nistatin yang dapat menekan pertumbuhan bakteri Gram positif, Gram
negatif dan jamur, dimana tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilat
dan cembung.
3) Pemeriksaan definitive
a. Tes oksidase
Pada tes oksidase koloni genus Neisseria menghasilkan indofenol oksidase
sehingga memberikan hasil tes oksidase positif. Tes oksidase dilakukan
dengan cara meneteskan reagen 1% tetrametil parafenilen diamin
monohidrokhlorid pada koloni. Jika hasil tes positif maka akan berubah
menjadi merah jambu dan makin lama semakin menghitam. Sebaliknya
hasil negatif menunjukkan warna koloni tidak berubah atau tetap berwarna
coklat. Dalam tes ini, reagen tersebut membunuh mikroorganisme tetapi
tidak merubah morfologi dan sifat pewarnaan.
b. Tes Fermentasi
Tes fermentasi digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu
memfermentasikan karbohidrat. Pada tes fermentasi terjadi perubahan
warna pada media glukosa yang berubah menjadi warna kuning, artinya
bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa. Media glukosa juga
terbentuk gelembung pada tabung Durham yang diletakkan terbalik
didalam tabung media, artinya hasil fermentasi berupa gas.
e. Penatalaksanaan
Berdasarkan rekomendasi dari Centers for Disease Control (CDC) untuk
pengobatan gonore dengan pemberian seftriakson 250 mg dosis tunggal secara
intramuskuler dan sefiksim 400 mg dosis tunggal secara oral sebagai regimen
alternatif apabila terapi dengan seftriakson gagal. Sedangkan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 penatalaksanaan gonore
adalah sebagai berikut :
1. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan kontak seksual hingga
dinyatakan sembuh dan menjaga kebersihan genital
2. Pemberian farmakologi dengan antibiotik: Tiamfenikol, 3,5 gr per oral
(p.o) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg (p.o) dosis tunggal, atau
Kanamisin 2 gram Intra Muskular (I.M) dosis tunggal, atau
spektinomisin 2 gram I.M dosis tunggal.
Sumber :
- Afif Nurul Hidayati. Skin Infections : Must Known Diseases. 2016. UB Press :
Malang
- http://eprints.undip.ac.id/50837/3/
Sela_Eka_Firdina_22010112140143_Laporan_KTI_BAB_II.pdf
- http://repository.unimus.ac.id/465/3/13.%20BAB%20II.pdf
- Jurnal. Devi Putri Amalia Suryani, Hendra Tarigan Sibero. SYPHILIS.
Desember 2014.
(https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/
470/471 )
- Jurnal. T. Mira NenyTriana,Endang. SIFILIS. FakultasKedokteranUniversitas
Sumatera Utara/ RSUP Haji Adam Malik Medan.
(https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/69015/Fulltext.pdf?
sequence=1&isAllowed=y )

Anda mungkin juga menyukai