A. DEFINISI
Tifus (tipes) atau demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhii. Tifus dapat menular dengan
cepat, umumnya melalui konsumsi makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi tinja yang mengandung bakteri Salmonella
typhii. Pada kasus yang jarang terjadi, penularan tifus dapat terjadi karena terpapar urine yang sudah terinfeksi bakteri Salmonella
typhii. Bakteri ini biasanya ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi. Selain itu, bakteri ini juga bisa ditularkan dari orang
yang terinfeksi. (Farihatun Nafiah, S.Si 2018).
Demam tifoid atau tipes termasuk infeksi bakteri yang bisa menyebar ke seluruh tubuh dan memengaruhi banyak organ. Tanpa
perawatan yang cepat dan tepat, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius yang berakibat fatal. (Mutakin A. & Kumala S. 2011)
Orang yang terinfeksi tipes dapat menularkan bakteri melalui feses atau urinenya. Jika orang lain makan makanan atau minum air
yang terkontaminasi dengan urine atau feses yang sudah terinfeksi, penyakit ini bisa menular.
Demam tifoid atau tipes sangat umum terjadi di negara-negara berkembang, terutama pada anak-anak. Meski lebih sering terjadi
pada anak-anak, kondisi ini juga bisa menyerang orang di usia berapa pun. Anak yang paling rentan terkena typoid yang biasanya
banyak terjadi pada anak usia 5-10 tahun. Penyakit ini berhubungan juga dengan higiena perorangan dan saniritas lingkungan kematian
demam typoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan orang dewasa. (Ayu Febry B.S.KM & dr.Zulfito Marendra 2013)
B. ETIOLOGI
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk
batang, Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37°C, bersifat fakultatif
anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Isolat kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif,
reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin deaminase, urease.
Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen antara lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan
bersifat spesifik grup. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik
spesies.Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen ini
menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin. Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar dari
dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A. Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi
agglutinin di dalamtubuh. Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan bagian terluar yang terletak di
luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP sebagain besar terdiri dari
protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun host. OMP berfungsi
sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag
dan bakteriosin.
C. MANIFESTASI KLINIS
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :
demam, nyeri kepala, pusing nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, optipasi, diare perasaan tidak enak diperut, batuk dan epiktrosis.
Pada pemeriksaan fisik hanya diciptakan suhu tubuh meningkat perlahan-perlahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Keluhan
dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai
banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan
keluhan susunan saraf pusat.
Beberapa gejala dapat timbul :
Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi
terus menerus terutama pada malam hari.
Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi
hiperemi.
Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.
D. PATOFISIOLOGI
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan
bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di
ileum dan deodenum. Sel M, sel epitel yang melapisi merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan
limpa .Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dari ileum terminal.
Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati,
limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati
dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid. Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses.
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa biakan
kuman.
1. Darah tepi
Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi normositik yang terjadi akibat perdarahan usus atau supresi sumsum
tulang.Terdapat gambaran leukopeni, tetapi bisa juga normal atau meningkat.Kadang-kadang didapatkan trombositopeni dan pada hitung jenis
didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif.Leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam,
menunjukkan arah diagnosis demam tifoid menjadi jelas.
2. Uji serologis widal
Uji ini merupakan suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O).Pemeriksaan yang positif adalah
bila terjadi reaksi aglutinasi.Untuk membuat diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen O.Titer yang bernilai > 1/200 dan atau
menunjukkan kenaikan 4 kali, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan
penderita.Uji serologis ini mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun spesifisitasnya yang rendah dan intepretasi yang sulit
dilakukan.Namun, hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada penderita demam tifoid.
3. Isolasi kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi Salmonella Typhi.Isolasi kuman ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan dari
berbagai tempat dalam tubuh.Diagnosis dapat ditegakkan melalui isolasi kuman dari darah.Pada dua minggu pertama sakit , kemungkinan
mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya.Biakan yang dilakukan pada urin dan feses kemungkinan keberhasilan
lebih kecil, karena positif setelah terjadi septikemia sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai
sensitivitas tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek seharihari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan
spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
F. KOMPLIKASI
Sekitar sepuluh persen penderita tifus dapat mengalami komplikasi. Komplikasi terjadi ketika penderita terlambat atau tidak diobati dengan
antibiotik yang tepat. Komplikasi dapat terjadi tiga minggu setelah infeksi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan pada saluran
pencernaan dan infeksi yang menyebar ke jaringan sekitarnya hingga mengakibatkan usus atau saluran pencernaan robek.
1. Gejala perdarahan internal.
Penderita tifus yang mengalami perdarahan akan merasakan gejala berupa lemas, kulit pucat, muntah darah, tinja berwarna hitam,
denyut jantung tidak teratur, hingga sesak napas. Umumnya perdarahan dalam akibat tifus tidak mengancam nyawa. Meski demikian, transfusi
darah mungkin dibutuhkan untuk mengganti hilangnya darah dari tubuh. Operasi juga bisa diperlukan untuk memperbaiki kerusakan pada
daerah perdarahan.
2. Saluran pencernaan yang robek.
Perforasi atau robek terjadi ketika dinding saluran pencernaan terluka hingga membuat lubang. Hal ini mengakibatkan isi dari saluran
pencernaan masuk ke rongga perut (peritoneum). Tidak seperti kulit, peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi.
Oleh sebab itu, akan berbahaya ketika bakteri penyebab tifus menyebar hingga peritoneum, atau yang dikenal dengan peritonitis. Dalam situasi
ini, infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui darah ke berbagai organ lainnya dan mengakibatkan berbagai organ berhenti berfungsi,
bahkan menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani. Tanda utama perforasi adalah sakit perut yang hebat, mual, dan muntah. Di rumah
sakit, penderita peritonitis akan diobati dengan suntikan antibiotik sebelum dilakukan prosedur operasi untuk menutup lubang pada dinding
usus.
3. Hepatitis dan Kolesistitis
Ditandai dengan gangguan fungsi hati,pada pemeriksaan amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi
pankrealitis.
G. KOMPLIKASI LAIN
Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang nefritis, sindrom nefritis, meningitis, parotis, ockitis limfaderis, arteamilitis dan ortritis.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut ngartiyah (2005) menjelaskan pasien yang dirawat dengan diagnostic typus abdominalis harus dianggapdan dipertahankan sebagai
pasien typus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi pasien desinfeksi pakaian dan ekskrate.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan kalori dan tinggi protein bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari.Bila tidak menimbulkan kesadaran menurun diberikan makanan cair, melalui ronde
lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik juga dapat diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan, ialah kloramfenikal kecuali jika panas tidak cocok dapat diberikan obat lainnya seperti kotrimoksasol. Diberikan 4 kali sehari
peroral atau intravena.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 30 Tahun
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan demam sejak 2 hari yang lalu disertai BAB encer 10 kali.
Pasien mengatakan nyeri pada ulu hati kurang lebih 2 hari dan membaik 3 hari yang lalu disertai adanya mual dan muntah.
Pasien mengatakan nyeri pada ulu hati seperti terbakar dan teriris serta perasaan tidak enak dan anoreksia.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan demam sejak 2 hari yang lalu disertai BAB encer 10 kali dirumah. Pasien juga mengatakan nyeri ulu hati
kurang lebih 2 minggu dan memberat 3 hari yang lalu disertai adanya mual dan muntah. Nyeri ulu hati rasanya seperti terbakar
dan teriris. Pasien juga mengatakan perasaannya tidak enak dan anoreksia. Pasien juga mengatakan suka terlambat makan dan
jajan di pingir jalan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Penyakit Psikososial
7. Pola-pola Fungsi Kesehatan :
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Ds : -Pasien mengatakan suka terlambat makan
-Pasien mengatakan suka jajan dipinggir jalan
Do:-
c. Pola Eliminasi
Ds : -Pasien mengatakan BAB encer 10 kali
-Pasien mengatakan BAK tidak mengalami gangguan normal (3-4 hari).
Do : -Tampak pasien lemas karena BAB encer.
2. Ds :
-Pasien mengatakan demam sejak 2
hari yang lalu disertai BAB encer 10 Hipertermi Penyakit
kali.
Do :
-Suhu 38,7°C
3. Ds :
-Pasien mengatakan suka terlambat
makan Difesiensi Kurang Informasi
-Pasien mengatakan suka jajan pengetahuan
dipiggir jalan
Do: -
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
PREDISPOSISI PRESIPITASI
Usia Food, feses, fomitus,
fingers, fly
Defisiensi pengetahuan b/d Kuman Sallmonella Typhi
Lingkungan
kurang informasi
Masuk kedalam Masuk kedalam saluran cerna Masuk kedalam
lambung melalui mulut usus
DX: Nyeri
DX: Pola jalan nafas tidak
efektif
MATI