Disusun Oleh :
1. Sutinah 32101900057
2. Umi Hanik Makmuroh 32101900058
3. Esthi Nur Hamidah 32101900063
4. Leni Aulia Safitri 32101900068
2022
A. Typus Abdominalis
1. Definisi
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella typhosa atau
Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis
(radang lambung). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau
thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau Thypus
abdominalis karena berhubungan dengan usus di dalam perut.
Typhus abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang
disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit
tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Terminologi
lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus
abdominalis, paratyphus abdominalis atau demam enteric.
2. Etiologi
Typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella Typhi. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif,
tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37
0 C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung
empedu. Isolat kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi
indol, fenilalanin deaminase, urease dan DNase.
Bakteri Salmonella typhi memiliki beberapa komponen antigen antara lain
antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup.
Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan
bersifat spesifik spesies. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di
kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen ini menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas
vaksin. Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagaian terluar
dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan
lipid A. Antibodi O, H dan Vi akan membentuk antibodi aglutinin di dalam tubuh.
Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada Salmonella typhi merupakan
bagian terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan
yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP sebagain besar terdiri dari
protein purin, berperan pada patogenesis typhus abdominalis dan antigen yang
penting dalam mekanisme respon imun host. OMP berfungsi sebagai barier
mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran sitoplasma selain itu berfungsi
sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin.
3. Factor predisposisi
a. Kebiasaan jajan Kebiasaan makan diluar rumah (jajan) mempunyai risiko yang
lebih besar untuk terkena penyakit typhus abdominalis. Penularan terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi yang
berasal dari tinja penderita/ carrier.
b. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan Kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko yang lebih besar untuk
terkena typhus abdominalis dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan
akan banyak menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan.
c. Kebiasaan minum air isi ulang Menurut World Health Organization kebutuhan
rata-rata adalah 60 liter per hari meliputi: 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter
untuk keperluan minum dan sisanya untuk keperluan lainnya. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya bakteri dalam air minum isi ulang. Mengingat air
minum isi ulang ini dikonsumsi tanpa melalui proses pemasakan maka syarat
yang harus dipenuhi adalah bebas dari kontaminasi bakteri sebagaimana yang
ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan.
4. Patologi
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru
terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal (usus bisa
terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah
mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan
jaringan limpoid plaque menuju limfa dan hati.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darahsehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak
dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan
panas dan suhu tubuh dengan demikian akan meningkat.sehingga beresiko
kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat
kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan
penderita berangsur-angsur sembuh.
5. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu
pertama gejala klnis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga
malam hari.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit
dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri salmonella
typhi dengan antibody salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoidenema barium mungkin juga perlu
dilakukan
4. Uji Typhidot
Uji Typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG
terhadap antigen S.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
5. Uji IgM
Dipstick Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi
pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang
mengandung antigen lipopolisakarida S.typhi dan anti IgM (sebagai kontrol),
reagen deteksi yang mengandung antibodi IgM yang dilekati dengan lateks
pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum
pasien, tabung uji.
6. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan typhus abdominalis akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan typhus abdominalis, karena mungkin disebabkan
beberapa hal seperti : telah mendapatkan terapi antibiotik, bila pasien sebelum
dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik pertumbuhan kuman dalam
media biakan terhambat hasil mungkin negatif, volume darah yang kurang
(diperlukan kurang lebih 5 cc darah).
7. Diagnosis
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut, nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah. Lidah
ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
terjadi konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Gangguan
kesadaran lain yaitu disorientasi mental.
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
dan tremor), hepatomegali, splenomegali,meteorismus, gangguan mental berupa
somnolen, sopor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada
orang Indonesia.
8. Klasifikasi
Ada 3 macam klasifikasi typhus abdominalis dengan perbedaan gejala klinis:
a. Typhus abdominalis akut non komplikasi
Typhus abdominalis akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan
abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak-
anak), sakit kepala, malaise, dan anoreksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada
fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan
adanya respon pada dada, abdomen dan punggung.
b. Typhus abdominalis dengan komplikasi
Pada typhus abdominalis akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya,
hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforas
usus dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
c. Keadaan karier
Keadaan karier typhus abdominalis terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier typhus abdominalis bersifat kronis dalam hal sekresi Salmonella
typhi di feses.
9. Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan Usus Sekitar 25% penderita typhus abdominalis dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara
klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita typhus abdominalis dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang
hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke
seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah
turun dan bahkan sampai syok.
b. Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
10. Penanganan
Penatalaksanaan typhus abdominalis dikenal dengan trilogi penatalaksanaan typhus
abdominalis adalah :
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah kompilkasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,
mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap
perlu diperhatikan dan dijaga.
b. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
typhus abdominalis, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan
menjadi lama. Di masa lampau penderita typhus abdominalis diberi diet bubur
saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,
yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat
bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa
pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman
pada pasien typhus abdominalis.
c. Pemberian antimikroba
Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati typhus
abdominalis adalah sebagai berikut :
1) Kloramfenikol
Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan untuk mengobati
typhus abdominalis. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg/hari dapat
diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai 7 hari bebas
panas.
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada typhus abdominalis hampir sama
dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti
kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
3) Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis
untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet)
4) Ampisilin dan amoxcycilin
5) Sefalosporin generasi ketiga .
6) Fluorokuinolon
7) Azitromisin
11. Prognosis penyakit
Prognosis tergantung pada umur, keadaan umum, gizi, derajad kekebalan
penderita, cepat dan tepat dalam pengobatan serta komplikasi yang ada. Umumnya
prognosis tifus abdomilais pada anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas
pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat
gambaran klinik yang berat seperti:
1. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua.
2. Kesadaran sangat menurun (sopor, koma atau delirium).
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi
B. MALARIA
1. Definisi
Malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan
disebarkan melalui gigitan nyamuk. Infeksi malaria pada kehamilan sangat
merugikan baik bagi ibu dan janin yang dikandungnya, karena infeksi ini dapat
meningkatkan kejadian morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin.
2. Etiologi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk anopheles betina (WHO
1981). Empat spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah :
a. Plasmodium falciparum (P. falciparum)
b. lasmodium vivax (P. vivax)
c. Plasmodium ovale (P. ovale)
d. Plasmodium malariae (P. mala-riae).
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi:
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat.
Apabila seorang penderita penyakit malaria memiliki pengetahuan tentang manfaat
pengobatan dan kemana harus berobat, itu akan mempermudah dirinya untuk
memeriksakan penyakitnya. Hal tersebut juga akan dipermudah pula apabila ia
memiliki sikap positif terhadap penyakit malaria.
4. Patologi
a. Pada Ibu
- Demam
Klinis demam ini sangat berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya
merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya.
- Anemia
Anemia akibat malaria terjadi karena pecahnya eritrosit yang terinfeksi dan
yang tidakterinfeksi. Pecahnya eritrosit yang tidak terinfeksi terjadi akibat
meningkatnya fragilitas osmotik sehingga mengakibatkan autohemolisis.
Pada malaria falciparum dapat terjadi anemia yang berat karena semua umur
eritrosit dapat diserang.
- Hipoglikemia
Hipoglikemia akibat malaria pada wanita hamil terjadi karena beberapa hal
antara lain; adanya perubahan metabolisme karbohidrat terutama pada
trimester akhir kehamilan, kebutuhan glukosa dari eritrosit yang terinfeksi
lebih tinggi dibandingkan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi, peningkatan
fungsi sel beta pankreas, peningkatan sekresi adrenalin dan disfunsi susunan
saraf pusat.
- Edema Paru Akut
Edema paru akut sering terjadi pada trimester kedua dan ketiga. Kondisi ini
terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitasvaskuler
sekunder terhadap emboli dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
disfungsi berat mikrosirkulasi, proses alergi, terapi cairan yang berlebihan
bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, malaria serebral, tingkat
parasitemi yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.
- Malaria Serebral
Keadaan malaria serebral antara lain disebabkan oleh obstruksi mekanis
pembuluh darah otak akibat berkurangnya deformabilitas eritrosit yang
terinfeksi parasit dan terjadinya adhesi eritroit yang mengandung parasit di
endotel vaskuler yang menimbulkan peningkatan permeabilitas sehingga
menimbulkan perubahan sawar darah otak dan udem.
b. Pada Janin
Pengaruh pada janin yang paling sering terjadi adalah Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Bayi yang lahir dengan berat badan rendah dapat disebabkan oleh
kelahiran prematur dan gangguan pertumbuhan janin. Kondisi ini dapat terjadi
akibat malaria di masa kehamilan karena adanya gangguan suplai nutrisi dan
oksigen dari ibu ke janin yang dikandungnya. Gangguan sirkulasi uteroplasenta
terjadi akibat adanya sekuestrasi eritrosit terinfeksi yang terus mengkonsumsi
glukosa dan oksigen eritrosit, terjadinya penebalan membran sitotropoblas dan
kondisi anemia pada ibu. Selain itu, proses inflamasi yang diperantarai oleh
sitokin Th1 akibat infeksi parasit malaria ini juga mempengaruhi secara langsung
proses tumbuh kembang janin. Apabila infeksi yang terjadi cukup berat, malaria
di masa kehamilan dapat mengakibatkan abortus atau stillbirth.
c. Pada Plasenta
Pada infeksi P.falciparum terjadi akumulasi eritrosit terinfeksi yang lebih banyak
di daerah intervillus plasenta dibandingkan dengan sirkulasi perifer. Eritrosit yang
mengandung parasit ini lebih banyak dijumpai pada sisi maternal plasenta
dibandingkan dengan sirkulasi fetal. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam
atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi.
5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis malaria bervariasi sesuai dengan endemisitas yang mendasari daerah.
Di daerah-daerah transmisi stabil malaria (daerah holo-endemik), sebagian besar
infeksi malaria pada ibu hamil tidak menunjukkan gejala, tapi ibu tetap berisiko untuk
anemia dan melahirkan janin dengan berat badan lahir rendah. Bagi perempuan
yang tinggal di daerah mesoendemik, atau bagi wanita kembali ke daerah holo-
endemik setelah lama tidak tinggal di sana, malaria lebih cenderung mengakibatkan
penyakit demam, penyakit gejala yang parah, kelahiran prematur, dan kematian ibu
atau janin.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
b. Jumlah leukosit dan trombosit
c. Gula darah untuk menentukan hipoglikemi
d. Fungsi hati : serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase
e. Fungsi Ginjal: albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis
gas darah, laktat
f. Urinalisis
7. Diagnosis
Tidak ada gejala kilinis yang spesifik pada malaria. Pada malaria ringan dapat
bermanifestasi seperti flu (flu like illness), atau seperti infeksi virus lainnya. Riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria harus ditanyakan pada ibu hamil dengan
demam yang tidak diketahui sebabnya.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan apus darah tepi, baik apus tebal maupun
apus tipis yakni bila ditemukan parasit dengan mikroskop atau hasil positif pada
pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT).
8. Komplikasi
a. Abortus
- Abortus spontan : abortus yang terjadi sebelum janin viabilitas (usia
kehamilan kurang dari 22 minggu)
- Abortus provocatus : sebuah tindakan yang disengaja untuk menghentikan
kehamilan
b. Prematur
Prematur adalah kelahiran bayi pada kehamilan pada umur 25 – 36 minggu
dengan berat sekitar1000 gram karena adanya gangguan pertumbuhan in utero.
c. BBLR
Berat bayi lahir rendah adalah berat bayi lahir kurang dari 2500 gram dengan
cukup bulan atau aterm.
d. Perdarahan
9. Penanganan
a. Pencegahan
- Pada semua ibu hamil dengan malaria, maka pada kunjungan ANC yang
pertama, diberikan pengobatan dosis terapeutik anti malaria.
- Pencegahan terhadap anemia dimulai pada saat ini :
1) Berikan suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg
elemen besi)/hari, dan 1 mg asam folat / hari.
2) Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) maka diberikan dosis
besi 2xlipat.
3) Periksa Hb setiap kali kontrol.
- Hindari bepergian ke daerah endemi malaria.
- Pengobatan pencegahan intermiten pada kehamilan (IPTp) dengan
sulfadoksin-pirimetamin (SP).
- Berikan pengetahuan tentang terapi pencegahan (mefloquine), tanda dan
gejala malaria.
- Pencegahan terhadap gigitan nyamuk ( kelambu, pakaian, obat nyamuk balur
kulit, obat semprot nyamuk atau obat nyamuk dalam ruangan).
- Berikan pengetahuan tentang keadaan emergensi dan siapa yang harus
dihubungi apabila bepergian ke daerah endemis.
- Semua wanita hamil harus menerima suplemen zat besi dan sasam folat
sebagai bagian dari perawatan antenatal rutin.
b. Pengobatan
10. Prognosis Penyakit
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan
pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20%, dan pada kehamilan meningkat
sampai 50%. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik
daripada kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ,
adalah > 50%. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75%
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata
2. Alasan datang:
3. Keluhan utama:
b. Ibu mengatakan dari orang tua ibu tidak ada yang memiliki penyakit
dibetes meilitus
c. Ibu mengatakan dari keluarga ibu dan suami tidak memiliki penyakit
menular seperti hepatitis, PMS, TBC
d. Ibu mengatakan dari keluarga ibu dan suami tidak memiliki penyakit
kronis seperti penyakit jantung, ginjal, paru – paru
7. Riwayat Pernikahan
8. Riwayat obstetric
a. Riwayat haid
1) Menarche : 14 Tahun
2) Lama : ±1 Minggu
3) Siklus : 28 hari
5) Dismenorrhoe: 2 Hari
6) Flour Albus : Tidak ada
1. Hamil - - - - - - - -
saat ini
c. Ri
wayat Kehamilan Sekarang
4) ANC :5x
9. Riwayat KB
- - - - - - -
a. Pola nutrisi
Jenis Nasi, sayur, lauk pauk, dan Nasi, sayur, lauk pauk, dan buah
buah
Jenis Air putih, teh, kopi, susu Air putih, teh, susu
b. Pola eliminasi
d. Pola istirahat
e. Pola Aktivitas :
Selama hamil: Ibu mengatakan aktivitas selama hamil melakukan pekerjaan
rumah tangga pada umumnya menyapu, mengepel, mencuci, memasak dan
di bantu oleh orang tua .
B. DATA OBJEKTIF
a) Kesadaran : Composmentis
b) Tanda-tanda vital:
Nadi : 84 x/menit.
Pernapasan : 24 x/menit.
Suhu : 400C.
e) LiLA : 24 cm
2) Status present
c) Muka : Bentuk oval, simetris, tidak pucat, tidak oedema, tidak ada
cloasma gravidarum
f) Mulut : Bentuk bibir normal, bibir tidak pucat, bibir kering, tidak ada
sariawan, lidah bersih, gigir bersih, tidak ada caries gigi, tidak ada
pembengkakan pada tonsil dan tidak ada radang.
h) Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan pada kelenjar
thyroid, limfe, parotis dan vena jugularis, tampak bintik merah
i) Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nyeri tekan, tidak
terdengar ronchi ataupun whezing, tampak ruam merah
k) Perut :
(2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada perut bagian kuadran kanan atas,
adanya nyeri tekan pada perut bagian kuadran kiri, tidak ada nyeri tekan
pada hepar dan lambung dan teraba kencang.
(4) TFU : 32 cm
o) Ekstremitas
(1) Atas : Tidak ada edema, turgor kulit baik, kuku tidak pucat dan tidak
panjang, tidak ada nyeri tekan, akral teraba dingin
(2) Bawah : Tidak ada edema, turgor kulit baik, kuku tidak panjang dan
tidak pucat, tidak ada nyeri tekan, akral teraba dingin
C. INTERPRETASI DATA
1. Diagnosa Kebidanan :
2. DIAGNOSA POTENSIAL
3. TINDAKAN SEGERA
D. INTERVENSI
1. Beritahu hasil pemeriksaan kepada ibu
2. Jelaskan kepada ibu kondisinya saat ini
3. Beritahu ibu dampak kondisinya terhadap janin
4. Lakukan pemantauan ketat kontraksi uterus dan denyut jantung janin
5. Berikan ibu minum untuk mencegah dehidrasi
6. Beritahu keluarga untuk memberikan dukungan psikologis pada ibu
7. Berikan suport mental ke ibu
8. Beritahu ibu akan dilakukan rujukan
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
F. DATA SUBJEKTIF
14. Biodata
Ibu mengatakan seminggu yang lalu habis berkunjung ke rumah orang tua
suami di papua karena ada acara pernikahan adik ipar .
19. Riwayat kesehatan keluarga:
c. Ibu mengatakan dari keluarga ibu dan suami tidak memiliki penyakit
menular seperti hepatitis, PMS, TBC
d. Ibu mengatakan dari keluarga ibu dan suami tidak memiliki penyakit
kronis seperti penyakit jantung, ginjal, paru – paru
a. Ibu mengatakan saat ini tidak sedang menderita penyakit kronis seperti:
jantung, ginjal, paru – paru ,hipertensi,DM
b. Ibu mengatakan saat ini tidak sedang mengalami gejala penyakit menular
seperti batuk berdahak, penyakit kuning (hepatitis), kencing nanah (PMS)
d. Riwayat haid
8) Menarche : 14 Tahun
9) Lama : ±1 Minggu
1. Hamil - - - - - - - -
saat ini
4) ANC : 7x
11) Bb sebelum : 55 kg
hamil
12) Terapi/ obat : Ibu mengatakan hanya mengkonsumsi obat dari bidan (vit c,
jamu yang tablet fe)
dikonsumsi
23. Riwayat KB
Jenis Waktu Lama Keluhan Alasan Rencana Ket
Kontrasepsi Pemakaia Pemakaia Drop Out Yang Akan
n n Datang
- - - - - - -
g. Pola nutrisi
h. Pola eliminasi
j. Pola istirahat
k. Pola Aktivitas :
G. DATA OBJEKTIF
f) Kesadaran : Composmentis
g) Tanda-tanda vital:
Nadi : 84 x/menit.
Pernapasan : 25 x/menit.
Suhu : 37,00C.
j) LiLA : 25 cm
6) Status present
q) Rambut: Rambut Pendek hitam, bersih, tidak rontok, tidak ada ketombe
r) Muka : Bentuk oval, simetris, tidak pucat, tidak oedema, tidak ada cloasma
gravidarum
u) Mulut : Bentuk bibir normal, bibir tidak pucat, bibir tidak kering, tidak ada
sariawan, lidah bersih, gigir bersih, tidak ada caries gigi, tidak ada
pembengkakan pada tonsil dan tidak ada radang.
w) Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan pada kelenjar
thyroid, limfe, parotis dan vena jugularis.
x) Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nyeri tekan, tidak
terdengar ronchi ataupun whezing.
(6) Inspeksi : tidak ada luka bekas operasi, tidak ada nyeri tekan
(7) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada perut bagian kuadran
kanan atas, kuadran kiri tidak ada nyeri tekan pada appendiks, tidak ada
nyeri tekan pada hepar dan lambung dan teraba kencang.
(9) TFU : 33 cm
aa) Punggung : Tidak ada kelainan pada tulang belakang, tidak ada nyeri
ketuk pada costo vertebra angulus tendernes (CVAT-/).
dd) Ekstremitas
(4) Atas : Tidak ada edema, turgor kulit baik, kuku tidak pucat dan tidak
panjang, tidak ada nyeri tekan, akral teraba dingin
(5) Bawah : Tidak ada edema, turgor kulit baik, kuku tidak panjang
dan tidak pucat, tidak ada nyeri tekan, akral teraba dingin
8) Pemeriksaan penunjang:
V. INTERVENSI
1. Beritahu hasil pemeriksaan kepada ibu
2. Jelaskan kepada ibu bahwa ibu (+) malaria
3. Lakukan pemantauan ketat kontraksi uterus dan denyut jantung janin
4. Ajarkan pada ibu melakukan relaksasi dan pengaturan nafas terutama saat
kontraksi
5. Anjurkan ibu untuk berbaring dalam posisi miring ke kiri
6. Beri hidrasi ibu dengan air putih
7. Berikan suport mental ke ibu
8. Beritahu ibu akan dilakukan rujukan
VI. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. D, Y., Budiyono, B., & Malau, V. (2015). Hubungan Higiene Perorangan Dan Sanitasi
Makanan Rumah Tanga Dengan Kejadian Thypus Abdominalis Pada Anak Umur 5-14
Tahun Di Wilavah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, 3(1). 18548.
2. Fitriany, J. & Sabiq, A. (2018). Malaria. Jurnal Averrous Vol.4 No.2
3. Green, L. et al., (1980). Health Education Planing.California : Mayfield Publishing
4. Krisnadi, S. (2015). Malaria pada Kehamilan. 10.13140/RG.2.1.1370.6721.
5. Pratiwi, A., & Mayasari, D. (2017). Hubungan Respon Imun Dan Stres Dengan Tingkat
Kekambuhan Thypus Abdominals Pada Masyarakat Di Wilayah Puskesmas Colomadu
Karanganyar. Berita Ilmu Keperawatan, 2(1), 115- 120.
6. Rusjdi, S.R. (2012). Malaria Pada Masa Kehamilan. Majalah Kedokteran Andalas No.2.
Vol.36. Hal.173-178
7. Simanjuntak, A.B. (2012). Karakteristik Penderita Tifus Abdominalis Dengan
Pemeriksaan Test Widal Rawat Inap di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga
Januari 2010-Juli 2012. Skripsi FKM USU.
8. Suparman, E. & Suryawan, A. (2004). Malaria pada Kehamilan. JKM.
Vol. 4, No1, Hal. 21-40