Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

A. Konsep Medis

1. Defenisi

Demam typhoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran

pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada

pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella

typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora

(Nursalam et al., 2013).

Demam thypoid adalah penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh bakteri

Salmonella Typhi, yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh atau panas yang

panjang, penyakit ini dapat menyebar pada orang lain dengan media makanan atau

air liur yang telah terkontaminasi oleh bakteri (Huda dan Kusuma, 2016).

Demam thypoid merupakan salah satu penyakit sistemik yang bersifat akut,

yang disebabkan oleh bakteri jenis Salmonella typhi, penyakit ini sering dijumpai di

negara yang beriklim tropis, untuk salah satunya gejala awal penyakit ditandai

dengan demam atau peningkatan suhu tubuh yang berkepanjangan, demam thypoid

merupakan satu satunya bentuk infeksi salmonella typhi sistemik sebagai akibat dari

bakteriemia yang terjadi, bakteremia tanpa perubahan pada sistem endotel atau

endokardial, invasi dan multiplikasi bakteri dalam sel pagosit mononuklear pada hati,

limpa, lymphnode dan plaque peyer (Sucipta, 2015).

2. Etiologi

Etiologi pada demam thypoid yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi,

bakteri tersebut merupakan mikroorganisme bakteri gram negatif, yang bersifat aerob

dan tidak membentuk spora, bakteri ini memiliki beberapa komponen antigen, salah

satunya yaitu :
a. Antigen dinding sel (O) yang bersifat spesifik group dan lipoolisakari

b. Antigen flagella (H) bersifat spesifik dan komponene protein dalam flagella

c. Antigen virulen (Vi) adalah polisakarida yang berada di kapsul yang berguna

untuk melindungi seluruh permukaan sel

d. Antigen Outer Membran Protein (OMP), bagian dari dinding sel terluar yang

berada di luar membran sitoplasma serta lapisan peptidoglikan membatasi sel

dengan lingkungan sekitarnya Antigen ini berhubungan terhadap daya invasif

bakteri serta efektivitas vaksin.

Menurut Inawati, (2017) demam thypoid timbul yang di akibat dari

infeksi oleh bakteri golongan salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui

pada sistem saluran pencernaan (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus

halus, usus besar) yang akan masuk kedalam tubuh manusia bersama bahan

makanan atau minuman yang sudah tercemar.

Cara penyebarannya untuk bakteri ini yaitu pada:

a. Muntahan manusia

b. Urine

c. Kotoran-kotoran dari penderita thypoid kemudian dibawa oleh lalat sehingga

mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buah segar.

Sumber utama yang akan terinfeksi adalah manusia yang selalu

mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakitnya, baik ketika ia sedang sakit

atau sedang dalam masa penyembuhan demam thypoid, sehingga penderita masih

mengandung Salmonella didalam kandung empedu atau ginjalnya. Bakteri

Salmonella thypi ini hidup dengan baik pada suhu 37o C, dan dapat hidup pada

air beku atau dingin, air tanah, air laut dan debu selama beberapa minggu maupun

bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku.


3. Patofisiologi

Patofisiologi demam tyhpoid awalnya disebabkan oleh kuman yang masuk

dalam tubuh baik itu melalui makanan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri

Salmonella thypi, saat kuman masuk dalam tubuh melalui lambung sebagian dapat di

lawan oleh tubuh menggunakan asam Hcl pada lambung dan sebagian diteruskan

masuk kedalam usus halus, seseorang dengan respon imunistas humoral mukosa

(igA) usus yang kurang baik, maka bakteri akan dapat dengan mudah menembus sel

epitel atau (sel m) menuju Lamina Propia dan akan berkembang biak di jaringan

Limfoid plak nyeri di Ileum Distal serta kelenjar getah bening kemudian akan masuk

dalam aliran darah tubuh penderita (Lestari, 2016).

Penyakit demam thypoid ini penularan oleh bakteri salmonella typhi dapat

melalui beberapa cara istilah yang digunakan yaitu 5F antara lain Food (Makanan),

Fingers (tangan), Fomitus (muntah), Fly (lalat), serta melalui Feses. Kuman juga

dapat ditularkan melaului perantara lalat, jika tidak memperhatikan kebersihan diri,

lingkungan sekitar maka akan mudah bakteri Salmonella typhi tersebut masuk dalam

tubuh baik melaui makanan yang masuk lewat mulut. kuman yang masuk melalui

makanan lewat mulut akan dibawa masuk ke dalam lambung dan usus halus bagian

distal dan mencapai jaringan limpoid, dalam jaringan tersebut kuman dapat

berkembang biak serta dapat masuk kedalam aliran darah dan mencapai sel sel

retikuloendotel, sel-sel ini akan melepaskan bakteri dalam sirkulasi darah yang akan

mengakibatkan bakterimia, selanjutnya bakteri yang lain akan masuk usus halus,

limpa, dan kandung empedu (Padila, 2013).

4. Manifestasi klinis

Menurut Ardiansyah, (2012) untuk gejala klinis pada penderita dengan usia

lebih dewasa biasanya lebih berat dari pada penderita usia anak-anak. Demam
thypoid untuk untuk waktu sampai dengan sembuh antara 10 hari hingga sampai 20

hari, faktor makanan dan juga minuman yang terinfeksi bakteri juga mempengaruhi

waktu penyembuhan biasanya terinfeksi melalui makanan lebih singkat sekitar 4 hari,

Sedangkan yang terinfeksi melalui minuman lebih lama kurang lebih 30 hari, masa

inkubasi berlangsung 7 -21 hari, pada hari ke 10-12 umumnya ditemukan gejala

seperti pusing atau nyeri kepala, tidak enak badan, lesu, pusing, serta semangat

berkurang selanjutnya akan muncul gejala- gejala klinis yang lain seperti berikut,

yaitu :

a. Demam Terjadi demam yang panjang selama tiga minggu, Selama minggu

pertama terdapat kenaikan suhu tubuh atau hipertermi yang berkisar suhunya

39°C-40°C sehingga terkadang mengakibatkan sakit kepala, pusing, pegal-

pegal, anoreksia, mual, muntah dan batuk, minggu ke 2 suhu tubuh mulai

berkurang setiap harinya namun terjadi penurunan pada pagi hari, dan

meningkat di sore atau malam hari pada penderita demam thypoid ini terus

menerus dalam keadaan demam tinggi (hipertermi), dan jika keadaan pasien

membaik, tidak terjadi komplikasi yang lain atau pengobatan berhasil, gejala

klinis akan berkurang dalam minggu ketiga dengan suhu tubuh akan

berangsurangsur turun dan normal kembali.

b. Gangguan pada saluran pencernaan Terdapat perubahan pola napas pada

penderita demam thypoid yaitu seperti mukosa bibir kering atau pecah-pecah,

lidah tampak putih kotor di bagian ujung dan kemerahan di bagian tepi, bau

napas mengeluarkan bau yang tidak sedap, perut terasa kembung terkadang

disertai mual, muntah serta hati dan limfa membesar disertai nyeri saat

perabaan.
c. Gangguan pada kesadaran

Gangguan kesadaran menurun seperti apatis sampai dengan somnolen

pada penderita demam thypoid kesadaran akan menurun, penderita akan

merasakan keingginan untuk ingin tidur lebih lama. Terdapat gejala lain seperti

muncul bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit,

berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin

yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolestrol.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Leukosit
Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada batas- batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis.
Walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah
sembuhnya demam typoid. kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
c. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif
menyingkirkan demam typoid.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody,
aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam
typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah
divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah menentukan
adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam
typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat anti bodi (aglutini),yaitu:
1) Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
3) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar
kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer
uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). -
Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan
(+) pada pasien dengan gejala klinis khas.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu :
a. Pemberian antibiotic
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat
yang sering dipergunakan adalah:
1) Kloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari
2) Amoksili 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
3) Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
4) Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selam 6 hari;
ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari).
b. Istirahat dan perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu setelah
bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan
penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan
perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan air kecil.
c. Nonfarmakologi dan Diet
d. Diharuskan untuk Bedrest
Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi
makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang
lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya.
Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang
kesembuhan penderita (Widoyono, 2011).
7. Komplikasi
Komplikasi yang diakibatkan penyakit demam thypoid menurut Lestari (2016)
antara lain yaitu:
a. Perporasi usus, pendarahan pada usus dan illius paralitik
b. Anemia hemolitik
c. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi
d. Pneumonia, empyeman dan pleuritis
e. Hepatitis, Koleolitis
Menurut Sodikin (2011) komplikasi untuk penyakit demam thypoid sering
terjadi pada bagi organ usus halus, untuk anak-anak komplikasi pada bagian usus
halus jarang terjadi apabila hal tersebut terkena pada anak-anak akan membahayakan
atau berakibat yang cukup fatal. Komplikasi yang terjadi pada usus halus terdapat
beberapa sebagai berikut yaitu:
a. Perdarahan usus Pendarahan pada usus yang terjadi masih dalam jumlah yang
sedikit dapat dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin, namun jika
pendarahan cukup banyak maka dikhawatirkan akan terjadi melena yang bisa
juga disertai dengan tanda nyeri perut.
b. Perforasi usus Perforasi yang tidak disertai dengan gangguan peritonitis hanya
dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu seperti pekak
hati menghilang dan terdapat adanya udara diantara diagfragma dan hati pada saat
dilakukan foto rongten pada bagian abdomen dengan keadaan posisi penderita
tegak.
c. Peritonitis Pada peritonitis yang sering terjadi biasanya menyertai gangguan
perforasi usus, tetapi ada juga yang terjadi tanpa perforasi usus, akan ditemukan
gejala abdomen akut seperti nyeri pada perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defebce musculair) dan terdapat nyeri pada saat ditekan.
d. Komplikasi diluar usus Komplikasi yang terjadi diluar usus ini merupakan terjadi
akibat infeksi sekunder yaitu dari bronkopnemonia, komplikasi yang terdapat
lokalisasi peradangan yang diakibatkan sepsis (bacteremia), yaitu seperti
Meningitis, Kolesitisis, Ensefalopati.
B. Konsep keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Data umum berisi nama klien, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang

digunakan, golongan darah, asal suku, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, asuransi, nomor register, tanggal MRS dan diagnosa medis (Wahid,

2013).

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yaitu alasan utama masuk rumah sakit biasanya pada

penderita demam thypoid keluhan utama yang dialami berupa demam tinggi

(hipertermi) yang berkepanjangan, merasa tidak enak badan, nafsu makan

menurun, kurang bersemangat terutama pada masa inkubasi, tubuh terasa

lesu, nyeri atau sakit pada kepala dan juga pusing, serta kurang (Sodikin,

2011).

2) Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama dari paling awal saat dirumah dan saat di rumah sakit

pada kasus demam thypoid terjadi demam yang berlangsung selama kurang

lebih 3 minggu, bersifat febris, dan suhunya tidak terlalu tinggi sekali. Pada

minggu pertama penderita mengalami suhu tubuh yang berangsurangsur baik

pada setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi

pada sore atau malam hari, minggu kedua penderita berada dalam keadan

demam dan minggu ketiga, suhu tubuh berangsur turun dan berada dalam

keadaan normal kembali pada akhir minggu ketiga (Sodikin, 2011).


3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien, pada bagian ini pasien

ditanya apakah pernah mengalami sakit demam thypoid yang sama atau

kambuh, terdapat informasi mengenai riwayat status kesehatan pasien.

4) Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga diperlukan data

apakah pernah terjadi penyakit demam thypoid pada anggota keluarga yang

lain yang memungkinkan terjadinya proses penularan dari angota keluarga

yang lain.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : Pasien lemas dan akral panas

2) Tingkat kesadaran : Penurunan kesadaran seperti apatis atau somnollen

3) TTV : Pada Tekanan darah pada pasien demam thypoid biasanya

menuncukan angka normal yaitu berkisar 110/80-120/80 mmHg, untuk

suhu tubuh akan mengalami peningkatan hal tersebut disebabkan oleh

bakteri salmonella thypi hingga 390 C-400 C, untuk respirasi pada pasien

bisa mengalami peningkatan atau bisa juga tidak karena pada pasien dengan

demam thypoid bisa mengalami sesak nafas, serta untuk nadi bisa

normal/tidak tergantung dengan pasien.

4) Pemeriksaan kepala

Untuk pemeriksaan kepala meliputi inspeksi mengamati bentuk simetris

dan normal, ada tidaknya lesi, palpasi biasanya penderita demam thypoid

dengan hipertermi terdapat nyeri pada saat ditekan (Muttaqin, 2014).


5) Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata meliputi inspeksi terdapat konjugtiva anemis, besar pupil

isoklor serta terdapat kotoran atau tidak melakukan palpasi apakah adanya

nyeri pada saat ditekan (Muttaqin, 2014).

6) Pemeriksaan hidung Pemeriksaan hidung meliputi inspeksi terdapat cuping

hidung atau tidak, adakah secret, pendarahan atau tidak, palpasi apakah

adanya nyeri pada saat ditekan (Debora, 2013).

7) Pemeriksaan mulut dan Faring Pemeriksaan mulut dan faring meliputi

inspeksi terdapat mukosa bibir pecah pecah dan kering atau tidak, ujung

lidah kotor atau bersih dan tepinya berwarna apa apakah kemerahan

(Muttaqin, 2014).

8) Pemeriksaan Thorax Pemeriksaan pada thorax ada beberapa menurut

Muttaqin (2014)

a) Pemeriksaan paru

Inspeksi : Respirasi rate mengalami peningkatan

Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan

Perkusi : Paru sonor Auskultasi : Tidak terdapat suara tambahan

b) Pemeriksaan jantung

Inspeksi : Bagian Ictus cordis tidak nampak/ tidaknya, tidak adanya

pembesaran

Palpasi : Ada peningkatan tekanan darah pada pasien atau tidak

didapatkan takikardi saat pasien mengalami peningkatan

suhu tubuh

Perkusi : Suara jantung pekak


Auskultasi : Suara jantung BJ 1”LUB” dan BJ 2”DUB” terdengar

normal, tidak terdapat suara tambahan.

c) Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi: bentuk simetris

Auskultasi : Bising usus biasanya diatas normal (5- 35x/menit)

Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan pada bagian epigastrium

Perkusi : Hipertimpani

d) Pemeriksaan integument

Inspeksi: Adanya bintik-bintik kemerahan pada area punggung dan

ekstermitas, pucat, berkeringat banyak

Palpasi : Turgor kulit, kulit kering, akral teraba

e) Pemeriksaan anggota gerak Pada penderita demam thypoid pada

umumnya dapat menggerakan anggota gerak ekstermitas atas dan

bawak secara penuh (Elyas, 2013).

f) Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus Pasien demam thypoid bisa nya

mengalami gangguan pencernaaan seperti diare atau konstipasi di

sekitar anus atau genetalia kotor atau bersih, adakah hemoroid atau

tidak, saat di palpasi terdapat nyeri tekan atau tidak (Muttaqin, 2014).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri Salmonella

thypi)

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan

c. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


3. Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


1 Hipertermi Setelah dilakukan luaran utama : manajemen
berhubungan dengan tindakan keperawatan hipertermia
proses penyakit
selama 2x24 jam maka di observasi
(infeksi bakteri
Salmonella thypi) harapkan termoregulasi 1. identifikasi penyebab hipertermia
membaik dengan kriteria (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
hasil panas, penggunanaan inkubator)
 menggigil menurun 2. monitor suhu tubuh
 suhu tubuh menurun 3. monitor kadar elektrolit

 suhu kulit menurun terapeutik


1. sediakan lingkungan yang dingin
2. longgarkan atau lepaskan pakaian
3. berikan cairan oral
4. berikan oksigen, jika perlu
edukasi
1. anjurkan tirah baring
kolaborasi
1. kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Observasi :
iskemia jaringan selama 3x8 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
sekunder terhadap diharapkan tingkat nyeri lokasi, durasi, frekuensi, kualitas dan
sumbatan arteri yang pasien menurun dengan intensitas nyeri
ditandai dengan: kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
penurunan curah 1. Keluhan nyeri dari 3. Identifikasi faktor yang memperberat
jantung. meningkat menjadi dan memperingan nyeri
DS: menurun 4. Monitor efek samping penggunaan
 Mengeluh nyeri 2. Meringis dari analgetik
DO: meningkat menjadi Terapeutik :
 Tampak menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
meringis 3. Gelisah dari mengurangi rasa nyeri (mis.terapi
 Bersikap meningkat menjadi music, terapi pijat, aromaterapi,
protektif menurun kompres hangat/dingin)
 Gelisah 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
 TTV meningkat ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Sulit tidur 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pola napas Edukasi :
berubah 1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Terapi aktivitas


berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi:
kelemahan selama 3x24 jam 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
diharapkan toleransi 2. Identifikasi kemampuan untuk
aktivitas meningkat beraktivitas dalam aktivitas tertentu
dengan kriteria hasil 3. Identifikasi sumber daya untuk
Toleransi aktivitas : aktivitas yang diinginkan
1. Kemudahan dalam Monitor respons emosional, fisik,
melakukan aktivitas sosial, dan spritual terhadap aktivitas
sehari-hari meningkat Terapeutik :
2. Kecepatan berjalan 4. Fasilitasi fokus pada kemampuan,
meningkat bukan defisit yang dialami
3. Jarak berjalan 5. Sepakati komitmen untuk
meningkat meningkatkan frekuensi dan rentang
4. Kekuatan tubuh bagian aktivitas
atas meningkat 6. Fasilitasi memilih aktivitas dan
5. Kekuatan tubuh bagian tetapkan tujuan aktivitas yang
bawah meningkat konsisten sesuai kemampuan fisik,
6. Keluhan lelah menurun kemampuan fisik, psikologis dan
7. Despnea saat sosial
beraktivitas menurun 7. Koordinasiakan pemilihan aktivitas
8. Perasaan lemah sesuai usia
menurun 8. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
9. Warna kulit membaik menyesuaikan lingkungan untuk
10. Tekanan darah mengakomodasi aktivitas yang
membaik dipilih
11. Frekuensi napas 9. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
membaik Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri) sesuai kebutuhan
10. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
11. Libatkan keluarga dalam aktivitas
jika perlu
12. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
13. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
14. Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi :
15. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari jika perlu
16. Ajarakan cara melakukan aktivitas
yang dilpilih
17. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
sosial, spritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
18. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
19. Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi
dalam aktifitas
Kolaborasi :
20. Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
21. Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu
4 Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
itervensi keperawatan observasi
selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
membaik dengan kriteria makanan
hasil 3. Monitor asupan makanan
Status nutrisi : 4. Monitor berat badan
1. Porsi makan yang terapeutik
dihabiskan meningkat 5. Identifikasi menentukan pedoman
2. Serum albumin diet
meningkat 6. Sajikan makanan secara menarik
3. Verbalisasi keinginan dengan suhu yang sesuai
untuk meningkatkan 7. Berikan makanan timggi serat untuk
nutrisi meningkat mencegah kostipasi
4. Pengetahuan tentang Edukasi
pilihan makanan yang 8. Anjurkan posisi duduk jika mampu
sehat meningkat 9. Kolaborasi pemberian medikasi
5. Pengetahan tentang sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
pilihan minuman yang antiemetik), jika perlu
sehat meningkat 10. Kolaborasi denga ahli gizi untuk
6. Penyiapan dan menentukan jumlah kalori dan jenis
penyimpanan makanan nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
yang aman meningkat
7. Perasaan cepat
kenyang menurun
8. Berat badan membaik
9. IMT membaik
10. Frekuensi makan
membaik
11. Nafsu makan membaik
12. Membran mukosa
membaik

4. Implementasi

Tindakan keperawatan adalah perilaku yang dikerjakan oleh perawat

untuk melaksanakan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

perawat sesuai dengan intervensi yang dibuat sebelumnya. Perawat harus

memastikan jika tindakan yang dilakukan sudah aman, tepat, serta melakukan

penilaian berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan.

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan pada tahap

ini dilakukan penilaan apakah masalah sudah teratasi sepenuhnya atau masalah

masih teratasi sebagian.

Anda mungkin juga menyukai