Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH THYPUS ABDOMINALIS

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Thypus Abdominalis
Thypus abdominalis adalah infeksi penyakit akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih ari tujuh hari, gangguan pada
salurna cerna, gangguan kesadaran dan lebih banyak menyerang pada anak
usia 12-13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas
usia 40 tahun sebanyak (5%-10%).
Thypus abdomialis merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara
berkembang. Thyfus abdomialis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multi sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typhi. (Muttaqin & Sari, 2011).
Thypus abdomialis merupakan suatu penyakit infeksi pada usus halus
yang disebabkan oleh salmonella Thypoid, dimana penularannya terjadi
melalui makanan, minuman dan mulut yang terkontaminasi oleh kuman
salmonella thyposa. Gejala yang timbul pada kasus thyfus abdomialis sangat
bervariasi, dalam minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut seperti muncul gejala demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
mual muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut dan batuk.
Pada minggu kedua gejala timbul lebih jelas, berupa demam, bradikardi
relatif, lidah kotor, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran bahkan
menyebabkan kematian ( Riyadi dan Suharsono, 2010).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan
sanitasi lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat umum yang
kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
(Muttaqin & Sari, 2011).
Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan
ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag
yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari Salmonella typhi ada yang

3
dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus
halus.
Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan
tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam
hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Pada minggu selanjut nya dimana
infeksi lokal intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap
tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus-
menerus (demam kontinu), lidah kotor, penurunan peristaltik, gangguan
digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa
tidak nyaman (Wijaya A. S., 2013)
Jadi thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang bisanya
mengenai saluran pencernaan dg gejala demam lebih dari satu minggu dan
terdapat gangguan kesadaran yang disebabkan oleh infeksi bakteri salmonella
thypi. Factor resiko terinfeksinya bakteri ini adalah factor pejamu,agen dan
lingkungan. Factor pejamu yaitu penularan salmonella thypi melalui makanan
dan minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
carier yang biasanya keluar bersama tinja atau urin. Kebiasaan jajan makanan
sembarangan mempunyai resiko lebih tnggi terkena thyus abdominalis serta
kebisan tidak mencuci tangan sebelum makan lebih beresiko terkena thypus
abdominalis.
Factor agen bahwa demam thypoid disebabkan oleh bakteri salmomella
thypi. Jumlah kuman yang dapat menyebabkan infeksi adalah sebanyak 105-
109 kuman yang tertelan melalui makanan dana minuman yang
terkontaminasi sehina semakin banyak jumlah kuman yang masuk makan
masa inkubasi akan semaki pendek dan pejamu akan lebih cepat sakit dan
menimbulkan gejala. Factor lingkungan yang mempercepat terjadinya
penyebaran thypus abdominalis adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum dan standar hygiene industri pengelolaan yang rendah.
2.2 Etiologi Thypus Abdominalis
Penyebab penyakit ini adalah salmonella parathypi A dan salmonella
parathypi B basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen H dan
antigen Vi.

3
4

Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhada ketiga macam


antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan factor fakultatif
anaerob pada suhu 15oC sampai 40oC dan pH pertumbuhan 6-8.
2.3 Tanda dan Gejala Klinis
Adapaun tanda dan gejala klinis adalah sebagai berikut :
a. Demam
Pada minggu pertama demam langsung naik berlangsung pada 3 minggu
pertama terutama pada sore dan malam hari, pada minggu ke 2 suhu tubuh,
terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan
kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak
menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
c. Halitosisi
d. Bibir kering
e. Lidah kotor berselaput putih
f. Perut agak kembung
g. Mual
h. Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
i. Pada permulaan umumnya terjadi diare, kemudian menjadi obstipasi
j. Gangguan kesadaran
k. Kesadaran menurun ringan
l. Umumnya apatis
m. Brakikardi
n. Umumnya tiap kenaikan 1 derajat celcius diikuti penambahan denyut nadi
10-15x/menit
o. Gejala lain cepat lelah, malaise, sakit kepala, rasa tidakm enak diperut,
nyeri seluruh tubuh. Gejala-gejala tersebut dirassakan antara 10-14 hari.
2.4 Komplikasi Thypus Abdominalis
a. pada usus halus
jarang terjadi tapi sering fatal akibatnya, yaitu:
5

1. Perdarahan usus: jika perdarahan banyak maka terjadi melena


(keluarnya feses hitam yang diawali oleh darah yang berubah) disertai
nyeri perut dan tanda renjatan
2. Perforasi usus: timbul biasanya pada hari ke-3 terjadi pada bagian
distal ileum
3. Peritonitis: biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforesi. Ditemukan gejala abdomen yang akut yaitu nyeri perut yang
sangt hebat, dinding abdomen yang tegang (defans muscular), dan
nyeri tekan
b. diluar usus halus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis,
kolesi sitilis, ansepalitis, bronco pneumonia (akibat infeksi sekunder),
dehidrasi dan asidosis.
2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan penunjang pada pasien dengan Thypoid adalah
pemerikasaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa
Thypoid terdapat leukopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidak sering di jumpai. Pada kebanyakan kasus Thypoid fever,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa Thypoid fever.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT, SGOT dan SGPT pada Thypoid fever
sering kali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya
Thypoid fever.
3. Biarkan darah bila biakan darah positif hal itu menandakan Thypoid fever,
tetapi bila akan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
Thypoid fever. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung beberapa
faktor, yaitu:
6

a. Teknik Pemeriksaan Laboratorium hasil pemeriksan satu laboratorium


berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh
perbedaan tekhnik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam yang tinggi yaitu
pada saat bakterimia berlangsung.
b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit Biakan darah pada
Salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikuTNya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap Thypoid fever di masa
lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini
dapat menekan bakterimia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba bila klien sebelum pembiakan
darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuan kuman dalam
media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti bodi
(agglutinin). Agglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat
dalam serum klien dengan Thypoid juga terdapat pada orang yang pernah
di vaksinasikan. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah suspense
salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum
klien yang di sangka menderita Thypoid. Akibat infeksi salmonella thyphi,
klien membuat anti bodi atau agglutinin yaitu:
a Aglutinin O, yang di buat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman);
b Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman);
c Aglutinin Vi, yang dibuat dari rangsanaganantigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
7

2.6 Penatalaksanaan Thypus Abdominalis


Penatalaksanaan thypus abdominalis terdiri dari terapi nonmedikamentosa
(edukasi, tirah baring, diet rendah serat, perilaku hidup sehat dan bersih), dan
terapi medikamentosa. Terapi farmakologis untuk thyfus abdominalis ialah
terapi antibiotic, glukokotikosteroid, dan simsptomatis.
Antibiotic lini pertama adalah klorampenikol, ampisilin atau amoksilin
(aman untuk penderita yang sedang hamil), atau trimetropimsulfametoxazole
(kortimoksazol). Bila pemberian salah satu antibiotic lini pertama dinilai tidak
efektif, dapat diganti dengan antibiotic lain atau dipilih antibiotic lini kedua
yaitu ceftriaxone, cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), kuinolon
(tidak dianjurkan untuk <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan
tulang). Menurut Harrison, pilihan antibiotic untuk thypus abdominalis adalah
lini pertama ciproploxasin 500 mg peroral 2 kali sehari selama sepuluh hari,
ceftriaxone 1-2 gram IV atau IM selama 10-14 hari. Lini alterbatif yaitu
azitromicin 1 gram peroral sekali sehari selama 5 hari dan ciproploxasin 10
mg/kg 2 kali sehari selama 10 hari.
Adapun terapi nonfarmakologis yang harus dilakukan pada pasien dengan
thyfus abdominalis adalah tirah baring untuk mencegah komplikaso perforasi
usus atau pendarahan usus. Tirah baring dilakukan sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih sampai 14 hari. Mobilisasi harus dilakukan
secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Jenis makanan yang
harus dijaga adalah diet lunak rendah serat karena pada thyfus abdominalis
terjadi gangguan pada system pencernaan. Makanan haruslah cukup cairan,
kalori, protein, dan vitamin. Makanan rendah serat bertujuan untuk
memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin
meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses dan tidak
merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring jugan bertujuan untuk
menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi
usus. Asupan serat maksimal 8 gram/hari menghindari susu, daging berserat
kasar, lemak, terlalu manis, asam, berbumbu tajam.makanan juga sering
diberikan dalam porsi kecil.
8

2.7 Implikasi Penyakit Thypus Abdominalis pada Kehamilan, Persalinan dan


Nifas
Menderita penyakit ini saat hamil bisa mempengaruhi gejala yang ibu
hamil alami, namun tidak memperparahnya. Sebuah penelitian menemukan
bahwa ibu hamil yang terjangkit penyakit ini akan mengalami batuk sbagai
dari gejala penyakit. Beberapa penelitian melaporkan bahwa infeksi ini dapat
menyelinap ke plasenta sehingga mempengaruhi kesehatan bayi. Menurut
jurnal obstetric medicine, thypus saat hamil bisa meninggkatkan resiko
keguguran atau melahirkan bayi yang juga mengalami thyfus. Thypus saat
hamil dapat meningkatkan resiko melahirkan premature, dan berat badan bayi
rendah. Bayi yang mengalami thypus saat lahir bisa diberikan antibiotic
ceftriaxone dan bisa kembali pulih sepenuhnya.
Pada saat menyususi bayi bisa tertular penyakit ini melalui ASI yang bisa
mengakibatkan demam yang tinggi bila tidak ditindaklanjuti serta bisa
mengakibatkan kematian pada ibu dan bayinya.

Anda mungkin juga menyukai